Ibnu Majah
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang
historiaunnes@gmail.com
ABSTRACT
Laweyan is an unique, specific and historic area of industrial centers of batik. In these develop-
ments, Laweyan has experienced the various dynamics of people's lives. Laweyan entered a diffi-
cult period due to the economic crisis in 1997. After that, at the beginning of the Reformation era
Laweyan condition gradually recovering. The results of the research showed that in post-crisis of
economic in 1997 Laweyan conditions was undergone various changes. The economic conditions
improved gradually returned, with the growth of new types of businesses in Laweyan. Laweyan
society also become more open, after previously known as a closed society. In addition, Laweyan
also began returning to preserve cultural traditions after almost gone. The conditions was more
grow after the formation Laweyan as a tourist area in 2004. The establishment of that is start from
the concerns of employers and community leaders in Laweyan against Laweyan potention. Then
formed a forum with tasked to managing Laweyan as a tourism area. Post-declarations of Kam-
poeng Batik Laweyan on October 24th 2004, the forum also officially as Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) or Kampoeng Batik Laweyan Development Forum.
Keywords: Laweyan, Batik, Tourism, Social Dynamics, Economics, Culture
ABSTRAK
Laweyan merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Da-
lam perkembangannya, Laweyan mengalami berbagai dinamika dalam kehidupan masyarakat.
Laweyan memasuki masa sulit akibat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Setelah itu, pada
era awal Reformasi kondisi Laweyan berangsur-angsur kembali membaik. Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa pada pascakrisis ekonomi 1997 kondisi Laweyan mengalami berbagai perubahan.
Kondisi perekonomian berangsur-angsur kembali membaik, dengan tumbuhnya jenis-jenis usaha
baru di Laweyan. Masyarakat Laweyan juga menjadi lebih terbuka, setelah sebelumnya terkenal
sebagai kelompok masyarakat yang tertutup. Di samping itu, Laweyan juga mulai kembali me-
lestarikan berbagai tradisi kebudayaan setelah sebelumnya hampir hilang. Kondisi tersebut se-
makin berkembang setelah terbentuknya Laweyan sebagai kawasan wisata pada tahun 2004. Pem-
bentukan tersebut bermula dari keprihatinan para pengusaha dan tokoh masyarakat Laweyan ter-
hadap potensi Laweyan. Kemudian terbentuklah sebuah forum yang bertugas mengelola Laweyan
sebagai kawasan wisata. Pascadeklarasi Kampoeng Batik Laweyan pada 24 Oktober 2004, forum
tersebut juga resmi sebagai Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL).
Kata Kunci: Laweyan, Batik, Wisata, Dinamika Sosial, Ekonomi, Budaya
Alamat korespondensi 29
Gedung C2 Lantai 1, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang 50229
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015
30
Laweyan dalam Periode … - Ibnu Majah
31
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015
32
Laweyan dalam Periode … - Ibnu Majah
atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebab profesi- masyarakat yang lebih terbuka. Hal tersebut
profesi tersebut mulai dianggap lebih bergengsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti peru-
dibandingkan dengan menjadi seorang pengu- bahan kondisi ekonomi, perubahan kondisi
saha yang meneruskan usaha keluarga. lingkungan masyarakat, dan kondisi pemerinta-
Ketika memasuki akhir masa Orde han.
Baru yang ditandai dengan terjadinya pergo- Setelah memasuki masa Reformasi
lakan-pergolakan di berbagai daerah, termasuk tahun 1998, masyarakat Laweyan cenderung
di Surakarta, kondisi Laweyan tidak jauh ber- menjadi lebih terbuka dengan melakukan hal-
beda dengan kondisinya pada tahun 1970-an. hal yang bersifat kemasyarakatan. Mereka mu-
Krisis ekonomi yang terjadi pada akhir masa lai meninggalkan budaya individualis yang
Orde Baru, yaitu tahun 1997 kembali membuat sebelumnya telah melekat dalam diri masyara-
perekonomian masyarakat Laweyan menjadi kat Laweyan.
semakin terpuruk. Beberapa pengusaha batik Masyarakat Laweyan memiliki be-
yang sebelumnya masih bertahan akhirnya pun ragam kesenian tradisional. Keadaan ling-
mulai menyerah. Krisis ekonomi pada tahun kungan Laweyan termasuk di dalamnya,
1997 telah membuat harga-harga bahan baku bangunan-bangunan khas Laweyan yang
batik melonjak naik. bernuansa kuno, bertembok tinggi dengan
berbagai pernak-perniknya seperti ukiran-
Kehidupan Masyarakat Laweyan Pascakrisis ukiran merupakan bagian dari kesenian hasil
Memasuki masa Reformasi yang kebudayaan. Peninggalan-peninggalan lainnya
ditandai dengan lengsernya Soeharto dari jab- di Laweyan seperti bungker, makam-makam
atan presiden Republik Indonesia memberikan kuno, langgar (musala) tua di Laweyan, meru-
banyak perbedaan terhadap kondisi kehidupan pakan bagian dari kesenian dalam bentuk fisik.
masyarakat Laweyan. Dalam bidang ekonomi, Pada masa awal Reformasi, keberadaan kese-
berakhirnya masa Orde Baru telah berangsur- nian fisik tersebut masih cukup terawat, mes-
angsur mengembalikan kejayaan perekonomian kipun banyak yang telah berubah dari wujud
masyarakat Laweyan. Para pengusaha batik aslinya karena telah mengalami berbagai pemu-
yang masih bertahan mulai meningkatkan garan.
produksi batik mereka, bahkan mereka juga Kesenian dalam wujud ide atau gaga-
sudah mulai memproduksi batik printing selain san tertuang dalam produksi motif batik. Motif-
batik tulis dan cap. Selain itu, kawasan Lawey- motif batik yang dibuat di Laweyan selalu
an juga mulai menyuguhkan usaha-usaha di memiliki makna yang mendalam. Hasil Motif-
luar bidang perbatikan yang turut berkembang, motif batik yang tergambar dalam kain merupa-
seperti bisnis perhotelan, kuliner, dan lain-lain. kan bagian dari kesenian yang dihasilkan
Berakhirnya Masa Orde Baru dan ber- masyarakat dalam bentuk seni rupa, karena
ganti menjadi Masa Reformasi membuat wujudnya dapat dinikmati dengan mata.
masyarakat Laweyan semakin terbuka dan Kesenian-kesenian lain dalam wujud
peduli terhadap pemerintahan. Sebelumnya, aktivitas masyarakat pun banyak dijumpai di
sejak dahulu masyarakat Laweyan terkenal Laweyan, seperti kesenian tari-tarian tradision-
sebagai masyarakat yang tertutup. Lahirnya al, keroncong, permainan gamelan, macapat,
Masa Reformasi membuat masyarakat Lawey- karawitan, bela diri pencak silat, dan se-
an menjadi lebih mudah bersosialisasi. Mereka bagainya. Kesenian tradisional tersebut tetap
mulai mampu menjalin hubungan yang baik eksis di kalangan masyarakat Laweyan mes-
antarsesama masyarakat. Kerusuhan yang ter- kipun memang sangat jarang penyeleng-
jadi pada tahun 1998 tidak membuat masyara- garaannya.
kat terpecah belah menjadi berkubu-kubu, akan
tetapi malah semakin mempererat hubungan Laweyan Sebagai Kawasan Wisata Sentra
sosial antaranggota masyarakat. Hal tersebut Industri Batik
tak lepas dari kesamaan nasib mereka yang
sama-sama merasa terkekang dengan Berdirinya Forum Pengembangan Kampoeng Ba-
pemerintahan rezim Orde Baru. tik Laweyan (FPKBL)
Dinamika Kebudayaan Pascakrisis Sejak tahun 2004, Laweyan telah
Dinamika kehidupan budaya masyara- dideklarasikan sebagai kawasan wisata sentra
kat Laweyan dari masa ke masa berdasar industri batik. Menurut Pendit (2006: 64) kawa-
pengertian budaya adalah masyarakat yang san wisata atau wilayah wisata adalah tempat
pada awalnya adalah masyarakat yang tertutup atau daerah yang yang karena atraksinya,
kemudian lambat laun berubah menjadi situasinya dalam hubungan lalu lintas dan fasil-
33
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015
34
Laweyan dalam Periode … - Ibnu Majah
Pengaruh Kampoeng Batik Laweyan Pada Ke- perkembangannya sejak awal abad 15 M. Pada
hidupan Masyarakat kurun waktu 1998-2004 jumlah penduduk
Bagi masyarakat Laweyan, keberadaan Laweyan tergolong padat, hal tersebut membu-
Laweyan sebagai kawasan wisata telah membu- at posisi bangunan perumahan di Laweyan pun
at perekonomian masyarakat Laweyan semakin saling berdekatan.
membaik. Sejak ditetapkan sebagai kawasan Sebagai pengusaha batik, kondisi
wisata, Laweyan menjadi tempat yang banyak perekonomian masyarakat Laweyan tergolong
dikunjungi oleh wisatawan yang berkunjung ke baik. Hingga pada tahun 1970-an, saat produk
Kota Surakarta. Dalam bidang kebudayaan, batik printing masuk, kondisi perekonomian
dibukanya Laweyan sebagai kawasan wisata masyarakat Laweyan sedikit demi sedikit mulai
telah memberikan peluang bagi masyarakat terpuruk. Puncaknya pada tahun 1997, saat
Laweyan untuk kembali melestarikan tradisi- terjadi krisis ekonomi dan berbagai kerusuhan,
tradisi tradisional dengan cara memperkenal- kondisi perekonomian para pengusaha batik
kannya kepada para wisatawan. Laweyan benar-benar buruk. Banyak pengu-
Bagi masyarakat di sekitar kawasan saha yang gulung tikar, dan beralih pada profe-
Kampoeng Batik Laweyan, keberadaan kawa- si yang lain.
san wisata Laweyan berdampak pada semakin Di samping itu, masyarakat Laweyan
maraknya usaha-usaha yang dirintis masyara- dikenal sebagai golongan yang tertutup. Na-
kat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan mun, setelah memasuki masa Reformasi secara
Kampoeng Batik Laweyan. Kemudian bagi bertahap kondisi sosial masyarakat Laweyan
masyarakat umum, kawasan Laweyan telah mulai berubah. Mereka menjadi lebih terbuka
menjadi salah satu destinasi wisata yang layak dan peduli terhadap lingkungan.
dipertimbangkan untuk dikunjungi, sebab ka- Selain mengubah masyarakat Laweyan
wasan tersebut menyajikan beragam paket menjadi lebih terbuka, masa Reformasi telah
wisata seperti wisata sejarah dan edukasi. membuat sebagian masyarakat Laweyan sadar
Bagi pemerintah, Laweyan telah mengundang akan potensi Laweyan. Mereka membentuk
banyak pengunjung dari berbagai penjuru, tidak forum dan berusaha mengembalikan kejayaan
hanya masyarakat Indonesia, namun juga Laweyan. Hingga akhirnya pada tahun 2004,
pengunjung dari luar negeri. Hal itu tentu saja Laweyan resmi dideklarasikan sebagai kawasan
bedampak pada perkembangan pariwisata Kota wisata sentra industri batik yang dikelola oleh
Surakarta. Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL).
Peran Pemerintah Terhadap Perkembangan Kam-
poeng Batik Laweyan Saran
Peran pemerintah terhadap perkem- Keberadaan Kampoeng Batik Laweyan sudah
bangan Kampoeng Batik Laweyan adalah semakin bagus, sehingga sangat cocok bagi
dengan memberikan bantuan dalam mempro- masyarakat luas yang kiranya ingin
mosikan kawasan Laweyan sebagai salah satu melakukan wisata.
daerah tujuan wisata di Kota Surakarta. Masih banyak hal yang dapat dieksplor untuk
Pemerintah juga turut serta memperkenalkan semakin mengembangkan kawasan Kam-
wilayah Laweyan kepada masyarakat secara poeng Batik Laweyan, sehingga bagi
luas, sehingga mampu meningkatkan jumlah Pemerintah diharapkan dapat turut serta
kunjungan. Selain itu, Pemerintah juga ikut berkontribusi.
menyosialisasikan terbentuknya Laweyan se- Bagi peneliti, masih banyak hal yang dapat
bagai kawasan wisata kepada masyarakat diteliti dari kawasan Laweyan. Seperti
Laweyan supaya mereka dapat memberikan penelitian terkait kondisi psikologis
turut berpartisipasi dengan memberikan masyarakat Laweyan, kehidupan masyara-
dukungan dan kontribusi dalam bentuk usaha kat Laweyan sebelum adanya keraton, serta
yang menunjang sektor kepariwisataan. penelitian yang lebih mendalam pada arte-
Kemudian, pemerintah juga memberikan ban- fak-artefak peninggalan bersejarah.
tuan dalam hal permodalan usaha bagi
masyarakat yang mengalami kesulitan modal. DAFTAR PUSTAKA
35
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015
Kusumawardani, Fajar. 2006. “Sejarah Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori dan Metod-
Perkembangan Industri Batik Tradision- ologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
al di Laweyan Surakarta Tahun 1965-
2000”. Skripsi. Jurusan Sejarah Fakultas Soedarmono. 2006. Mbok Mase: Pengusaha Batik
Ilmu Sosial Universitas Negeri Sema- di Laweyan Solo Awal Abad 20. Jakarta:
rang. Yayasan Warna Warni Indonesia.
Notosusanto, Nugroho. 1971. Norma-Norma Sztompka, Piotr. 2008. Sosiologi Perubahan So-
Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah. sial. Jakarta: Prenada.
Jakarta: Departemen Pertahanan Kea-
manan Pusat Sejarah ABRI. Wawasan. 2004. Romantisme Kampung Saudagar
Batik Solo. 8 Agustus. Hal. 7.
Priyatmono, Alpha Fabela. 2004. “Studi Ke-
36