Anda di halaman 1dari 8

Vol. 3 No.

2 tahun 2015 [ISSN 2252-6633]


Hlm. 29-36

LAWEYAN DALAM PERIODE KRISIS EKONOMI


HINGGA MENJADI KAWASAN WISATA SENTRA
INDUSTRI BATIK TAHUN 1998-2004

Ibnu Majah
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang
historiaunnes@gmail.com

ABSTRACT

Laweyan is an unique, specific and historic area of industrial centers of batik. In these develop-
ments, Laweyan has experienced the various dynamics of people's lives. Laweyan entered a diffi-
cult period due to the economic crisis in 1997. After that, at the beginning of the Reformation era
Laweyan condition gradually recovering. The results of the research showed that in post-crisis of
economic in 1997 Laweyan conditions was undergone various changes. The economic conditions
improved gradually returned, with the growth of new types of businesses in Laweyan. Laweyan
society also become more open, after previously known as a closed society. In addition, Laweyan
also began returning to preserve cultural traditions after almost gone. The conditions was more
grow after the formation Laweyan as a tourist area in 2004. The establishment of that is start from
the concerns of employers and community leaders in Laweyan against Laweyan potention. Then
formed a forum with tasked to managing Laweyan as a tourism area. Post-declarations of Kam-
poeng Batik Laweyan on October 24th 2004, the forum also officially as Forum Pengembangan
Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) or Kampoeng Batik Laweyan Development Forum.
Keywords: Laweyan, Batik, Tourism, Social Dynamics, Economics, Culture

ABSTRAK

Laweyan merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang unik, spesifik dan bersejarah. Da-
lam perkembangannya, Laweyan mengalami berbagai dinamika dalam kehidupan masyarakat.
Laweyan memasuki masa sulit akibat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Setelah itu, pada
era awal Reformasi kondisi Laweyan berangsur-angsur kembali membaik. Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa pada pascakrisis ekonomi 1997 kondisi Laweyan mengalami berbagai perubahan.
Kondisi perekonomian berangsur-angsur kembali membaik, dengan tumbuhnya jenis-jenis usaha
baru di Laweyan. Masyarakat Laweyan juga menjadi lebih terbuka, setelah sebelumnya terkenal
sebagai kelompok masyarakat yang tertutup. Di samping itu, Laweyan juga mulai kembali me-
lestarikan berbagai tradisi kebudayaan setelah sebelumnya hampir hilang. Kondisi tersebut se-
makin berkembang setelah terbentuknya Laweyan sebagai kawasan wisata pada tahun 2004. Pem-
bentukan tersebut bermula dari keprihatinan para pengusaha dan tokoh masyarakat Laweyan ter-
hadap potensi Laweyan. Kemudian terbentuklah sebuah forum yang bertugas mengelola Laweyan
sebagai kawasan wisata. Pascadeklarasi Kampoeng Batik Laweyan pada 24 Oktober 2004, forum
tersebut juga resmi sebagai Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL).
Kata Kunci: Laweyan, Batik, Wisata, Dinamika Sosial, Ekonomi, Budaya

Alamat korespondensi 29
Gedung C2 Lantai 1, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang 50229
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015

PENDAHULUAN wisata; dan (3) untuk mengetahui latar


belakang penetapan Kampoeng Batik Laweyan
Laweyan merupakan suatu kawasan Surakarta sebagai kawasan wisata sentra indus-
sentra industri batik yang unik, spesifik dan tri batik yang dikelola secara terpadu oleh fo-
bersejarah. Dilihat dari segi sejarah, Laweyan rum masyarakat pada tahun 2004.
merupakan pusat perdagangan dan penjualan Manfaat teoretis penelitian ini adalah
bahan sandang (lawe) Keraton Pajang yang (a) memperkaya khasanah sejarah lokal dalam
ramai dan strategis. Dilihat dari sosial budaya upaya melengkapi sejarah nasional; (b) mem-
masyarakat, Laweyan memiliki ciri yang khas. beri wawasan dan pengetahuan kepada maha-
Menurut Priyatmono (2004: 44), di Laweyan siswa dan masyarakat umum tentang sejarah
terdapat beberapa kelompok sosial dalam ke- Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada ma-
hidupan masyarakatnya. Kelompok tersebut sa awal Reformasi; dan (c) dapat digunakan
terdiri dari juragan (pedagang), wong cilik (orang sebagai referensi bagi peneliti–peneliti lain yang
kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim meneliti tentang kondisi kehidupan masyarakat
ulama) dan priyayi (bangsawan atau pejabat). Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada ma-
Kampung Laweyan tumbuh di tengah- sa Reformasi 1998-2004. Kemudian manfaat
tengah masyarakat birokrat keraton dan rakyat praktis penelitian ini adalah (a) memperkenal-
biasa. Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa kan Kampoeng Batik Laweyan Surakarta se-
masyarakat Laweyan sebagai enclave society. bagai salah satu kawasan wisata sentra industri
Keberadaan masyarakat tersebut sangat ber- batik sekaligus kawasan cagar budaya yang
beda dengan komunitas yang lebih besar di unik dan menarik, sehingga mampu menarik
sekitarnya, sehingga keberadaan dan interaksi wisatawan, baik lokal maupun internasional;
sosial demikian tertutup (Geertz, 1973; dalam dan (b) sebagai bahan pertimbangan dalam
Baidi, 2006: 242). Profesi kerja sebagai pengu- proses penyelesaian masalah akibat perubahan
saha batik Laweyan menunjukkan bidang sosial dalam masyarakat di masa kini atau ma-
pekerjaan yang berbeda dengan lapangan sa yang akan datang.
pekerjaan masyarakat Surakarta pada Dalam penelitian ini penulis
umumnya. menggunakan beberapa buku dan hasil
Oleh karena itu, Kampung Laweyan penelitian yang berkaitan dengan tema di atas.
terasa sebagai pemukiman yang asing dengan Salah satunya adalah penelitian skripsi yang
lingkungan sosial di sekitarnya. Masalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Industri Batik
muncul dari kata “asing” tersebut ternyata Tradisional di Laweyan Surakarta Tahun 1965-
merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji, 2000” oleh Fajar Kusumawardani (2006). Dari
terutama dari aspek sosial, ekonomi, budaya, hasil penelitian, disimpulkan bahwa industri
dan politik pemerintahan. Khususnya pada batik di Laweyan mengalami perkembangan
masa awal Reformasi tahun 1998-2004. Di ma- yang sangat pesat, akan tetapi lambat laun
na pada kurun waktu tersebut terjadi berbagai mengalami kemunduran. Kemunduran industri
peristiwa di Indonesia, termasuk di Kota Sura- batik tradisional di Laweyan, Surakarta
karta yang memiliki pengaruh besar pada disebabkan oleh banyak faktor. Pemerintah
keadaan masyarakat Laweyan. Pada kurun turut berperan dari kebijakan dan iklim yang
waktu tersebut Laweyan mengalami perubahan diciptakannya, di samping adanya faktor
drastis, yaitu dari kondisi Laweyan yang ter- penyebab yang lain, seperti: munculnya batik
puruk akibat krisis ekonomi tahun 1997 yang printing dan industri tekstil besar, menurunnya
masih berdampak hingga memasuki awal masa peran koperasi, bahan baku maupun tenaga
Reformasi. Dalam perjalanannya, secara perla- kerja. Penelitian ini relevan dengan penelitian
han Laweyan kembali bangkit, dan pada tahun Penulis, penulis membahas gejala-gejala
2004 Laweyan resmi dideklarasikan sebagai kemunduran yang telah disebutkan oleh peneli-
kawasan wisata sentra industri batik yang ti sebelumnya pada industri batik yang merupa-
dikelola oleh Forum Pengembangan Kam- kan mata pencaharian utama di Laweyan.
poeng Batik Laweyan (FPKBL). Buku selanjutnya adalah buku yang
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk berjudul “Sosiologi Perubahan Sosial” karya
mengetahui kondisi secara umum kehidupan Piotr Sztompka (2008). Buku ini banyak mem-
masyarakat Kampoeng Batik Laweyan Sura- bahas mengenai perubahan sosial yang terjadi
karta; (2) untuk mengetahui dinamika ke- pada masyarakat dengan tujuan menyediakan
hidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyara- peralatan intelektual dasar untuk menganalisis,
kat Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada menafsirkan, dan memahami perubahan sosial
masa krisis ekonomi hingga menjadi kawasan tersebut, terutama pada skala historis atau teori

30
Laweyan dalam Periode … - Ibnu Majah

sosiologi makro. Buku “Sosiologi Perubahan berbatasan dengan Kelurahan Sondakan


Sosial” ini sangat relevan dengan penelitian (Surakarta), di sebelah timur berbatasan dengan
Penulis. Buku ini dapat memberikan informasi Kelurahan Bumi (Surakarta), di sebelah barat
mengenai teori-teori dan konsep terkait peru- berbatasan dengan Kelurahan Pajang
bahan sosial. Penelitian ini adalah untuk (Surakarta) dan di sebelah selatan berbatasan
mengkaji secara historis dinamika kehidupan dengan daerah Kabupaten Sukoharjo. Luas
dalam suatu masyarakat, yaitu masyarakat wilayah Laweyan adalah sebesar 24,83 Hektar
Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. Ada be- (Ha), dengan penggunaan lahan sebagai area
berapa definisi perubahan sosial, salah satunya perumahan sebesar 16,96 Ha, area jasa sebesar
adalah definisi menurut Macionis (1987), yang 0,52 Ha, area perusahaan sebesar 2,67 Ha, area
mengatakan bahwa “perubahan sosial adalah industri sebesar 0,50 Ha, dan lain-lain sebesar
transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam 4,18 Ha (Diolah dari Data Badan Pusat Statis-
pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu terten- tik (BPS) Kota Surakarta, 1998).
tu.” Kawasan Laweyan merupakan kawa-
san yang khas dengan kondisi bangunan yang
METODE PENELITIAN masih berarsitektur kuno. Bangunan-bangunan
kuno tersebut saat ini digunakan sebagai (1)
Dalam penelitian ini, Penulis rumah tinggal, (2) rumah tinggal sekaligus tem-
menggunakan metode historis. Menurut pat usaha batik, (3) rumah tinggal sekaligus
Gottschlak (1975: 32) Metode historis adalah tempat usaha non batik, (4) gudang, dan (5)
proses menguji dan menganalisa secara historis langgar (tempat ibadah). Sebagian besar
rekaman peninggalan masa lampau. Terdapat bangunan berstatus hak milik pribadi, sebab
empat tahapan dalam pelaksanaan metode his- pada umumnya masyarakat memperoleh
toris, yaitu (a) Heuristik, yang merupakan pros- bangunan tersebut secara turun-temurun dari
es atau usaha untuk mendapatkan dan warisan orang tua.
mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang Kondisi Demografis
ada hubungannya dengan permasalahan yang Kampoeng Batik Laweyan merupakan
akan diteliti berupa jejak-jejak masa lampau, kawasan dengan jumlah penduduk yang cukup
dapat berupa kejadian, benda peninggalan ma- padat, hal ini terlihat dari kondisi jarak
sa lampau dan bahasa tulisan (Notosusanto, bangunan yang saling berdekatan antara satu
1971: 18), (b) Kritik Sumber atau upaya untuk dengan yang lain serta jumlah penduduk yang
mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sum- terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 1997
ber (Pranoto, 2010: 35). Adapun caranya, yaitu jumlah penduduk Laweyan adalah sebanyak
dengan melakukan dua kritik. Yang dimaksud 2.275 jiwa, kemudian pada tahun 1998 menjadi
dengan kritik adalah kerja intelektual dan ra- 2.296 jiwa, dan pada tahun 1999 menjadi 2.315
sional yang mengikuti metodologi sejarah guna jiwa. Pada tahun 2000 menjadi 2.369 jiwa, lalu
mendapatkan objektivitas suatu kejadian, (c) pada tahun 2001 menjadi 2.404 jiwa, dan selan-
Interpretasi, yaitu menentukan makna saling jutnya pada tahun 2002 menjadi 2.425 jiwa.
berhubungan diantara fakta-fakta yang di- Pada tahun 2003 jumlahnya menjadi 2.446
peroleh. Hal ini dimaksudkan untuk mem- jiwa, dan pada tahun 2004 menjadi 2.530 jiwa
peroleh suatu rangkaian peristiwa yang bermak- (Direkap dari Data Pada BPS Kota Surakarta
na, dan (d) Historiografi, yang merupakan cara dan BPS Provinsi Jawa Tengah 1997-2002,
penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil serta Data Dispendukcapil Kota Surakarta 2003
penelitian sejarah yang telah dilakukan -2004).
(Abdurahman, 1999: 67). Dari jumlah penduduk tersebut, Kawa-
san Laweyan terbagi ke dalam 3 Rukun Warga
HASIL DAN PEMBAHASAN (RW) dan 10 Rukun Tangga (RT) yang masing-
masing dipimpin oleh seorang ketua RW dan
Gambaran Umum Masyarakat Kampoeng ketua RT serta berada di bawah pimpinan
Batik Laweyan seorang Lurah sebagai kepala pemerintahan
Kondisi Geografis kelurahan. Laweyan terdiri dari 8 kampung,
Secara geografis Kampoeng Batik yaitu Kampung Lor Pasar, Klaseman dan Kid-
Laweyan terletak pada 110º BT-111º BT dan ul Pasar yang masuk dalam wilayah RW I,
7,6º LS-8º LS, tepatnya berada di bagian barat- kemudian Kampung Setono dan Sayangan We-
utara Kota Surakarta. Kawasan Kampoeng tan yang masuk dalam wilayah RW II, serta
Batik Laweyan berbatasan langsung dengan Kampung Sayangan Kulon, Kramat dan
beberapa daerah di sekitarnya, di sebelah utara Kwanggan yang masuk dalam wilayah RW III.

31
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015

Sejarah Singkat cenderung tertutup untuk menerima pengaruh


Menurut Soedarmono (2006: 44), budaya dari luar, seperti halnya budaya keraton
Laweyan adalah sebuah kampung dagang dan yang masih sangat kental dengan tradisi Jawa.
pusat industri batik, yang dimulai perkem- Umumnya tradisi di Laweyan adalah
bangannya sejak awal abad 15 M. Kemudian tradisi Jawa seperti pada umumnya, seperti
mengalami masa kejayaan sebagai pusat misalnya tradisi mitoni pada ibu hamil usia
perdagangan batik pada awal abad 20 M. Dae- tujuh bulan, tradisi pitonan, patangpuluhan, satu-
rah Laweyan dulu banyak ditumbuhi pohon san, nyewu pada orang yang meninggal, dan
kapas dan merupakan sentra industri benang tradisi-tradisi khas Jawa seperti kesenian tari-
yang kemudian berkembang menjadi sentra tarian tradisional Jawa, gamelan, keroncong,
industri kain tenun dan bahan pakaian, kain- macapat, karawitan dan sebagainya. Biasanya
kain hasil tenun dan bahan pakaian ini sering kesenian-kesenian tersebut ditampilkan
disebut dengan lawe (Putri, 2011: 1). Bahkan (dimainkan) sebagai pengisi acara hajatan sep-
sejak sebelum tahun 1500 M, di Laweyan telah erti mantenan, sunatan, dan kelahiran bayi.
berkembang pusat perdagangan lawe Kerajaan
Pajang, dan nama Laweyan pun berasal dari Dinamika Kehidupan Masyarakat Laweyan
kata “lawe” tersebut (Chrisnayani, 2009: 1). Pada Masa Krisis Ekonomi Hingga Menjadi
Selain itu, Rajiman (1984: 82) men- Kawasan Wisata
jelaskan bahwa nama Laweyan tidak hanya
dipakai sebagai nama tempat, tetapi juga dipa- Laweyan Pada Periode Krisis Ekonomi 1997
kai untuk menyebut kelompok masyarakat ter- Kehidupan sosial dan budaya masyara-
tentu, yaitu yang terkenal sebagai “Kelompok kat Laweyan pada periode krisis ekonomi ta-
Kaum Kaya” (Wong Nglawehan) di Surakarta, hun 1997 tidak jauh berbeda dengan keadaan
sebab daerah tersebut menjadi pusat sosial masyarakat Laweyan pada masa-masa
perdagangan batik. sebelumnya. Memasuki masa krisis ekonomi
Kondisi Ekonomi, Sosial, Budaya ini pun masyarakat Laweyan juga masih men-
Laweyan sebagai kawasan industri jadi masyarakat yang tertutup dan memiliki
batik membuat sebagian besar masyarakatnya etos kerja yang tinggi. Kepedulian antarwarga
berprofesi sebagai pengusaha di bidang perba- bisa dibilang sangat minim, apalagi pada tahun
tikan. Krisis ekonomi tahun 1997 membuat ini kondisi perekonomian sedang tidak baik.
pengusaha batik di Laweyan banyak yang Masyarakat Laweyan, terutama mere-
menghentikan produksi mereka. Modal dan ka yang tengah merintis usaha baru akibat dari
biaya operasional menjadi masalah yang cukup krisis ekonomi, bertambah sibuk dengan urusan
serius selain turunnya jumlah pelanggan batik. mereka masing-masing, sehingga hubungan
Selain sebagai pengusaha batik, sebagi- sosial dalam masyarakat tidak begitu harmonis.
an kecil masyarakat Laweyan juga berprofesi Menurut Achmad Sulaiman (66 tahun), salah
sebagai buruh pabrik, usaha kuliner dan usaha satu pengusaha batik di Laweyan sejak 1976,
lainnya. Menurut Lurah Laweyan Yuyuk sebenarnya pengusaha-pengusaha batik di
Yuniman (54 Tahun), pedagang batik merupa- Laweyan telah mengalami penurunan produksi
kan profesi yang paling banyak ditekuni oleh batik sejak tahun 1970-an akibat masuknya
masyarakat Laweyan, sedangkan pembatik- teknologi pembuatan batik printing dari China.
pembatiknya kebanyakan berasal dari luar Sebelumnya, masyarakat Laweyan
Laweyan, hanya sedikit pembatik yang berasal hanya memproduksi batik tulis dan cap. Se-
asli dari Laweyan. hingga ketika muncul batik printing yang mem-
Kehidupan sosial masyarakat Laweyan iliki harga jual yang relatif lebih murah serta
terkenal sejak zaman dahulu sebagai masyara- dapat diproduksi dalam skala yang banyak da-
kat dengan sifat yang tertutup, mandiri, dan lam jangka waktu yang lebih cepat dibanding
beretos kerja tinggi. Hal tersebut tidak terlepas batik tulis dan cap, banyak pengusaha batik di
dari latar belakang mereka yang kebanyakan Laweyan yang menghentikan produksi batik
berprofesi sebagai juragan batik. Soedarmono tulis dan capnya karena kalah bersaing.
(2006: 21) mengungkapkan bahwa setiap ru- Selain itu, anjloknya usaha-usaha batik
mah saudagar biasanya dikelilingi oleh tembok- di Laweyan juga disebabkan minimnya regen-
tembok yang tinggi, tujuannya adalah untuk erasi penerus usaha pada tahun-tahun tersebut.
alasan keamanan. Dalam Wawasan 8 Agustus 2004 dijelaskan
Kehidupan budaya masyarakat Lawey- bahwa banyak anak pengusaha batik di Lawey-
an tidak dipengaruhi oleh budaya mana pun, an yang telah memiliki jenjang pendidikan
termasuk budaya kehidupan keraton. Laweyan yang tinggi beralih profesi menjadi birokrat

32
Laweyan dalam Periode … - Ibnu Majah

atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebab profesi- masyarakat yang lebih terbuka. Hal tersebut
profesi tersebut mulai dianggap lebih bergengsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti peru-
dibandingkan dengan menjadi seorang pengu- bahan kondisi ekonomi, perubahan kondisi
saha yang meneruskan usaha keluarga. lingkungan masyarakat, dan kondisi pemerinta-
Ketika memasuki akhir masa Orde han.
Baru yang ditandai dengan terjadinya pergo- Setelah memasuki masa Reformasi
lakan-pergolakan di berbagai daerah, termasuk tahun 1998, masyarakat Laweyan cenderung
di Surakarta, kondisi Laweyan tidak jauh ber- menjadi lebih terbuka dengan melakukan hal-
beda dengan kondisinya pada tahun 1970-an. hal yang bersifat kemasyarakatan. Mereka mu-
Krisis ekonomi yang terjadi pada akhir masa lai meninggalkan budaya individualis yang
Orde Baru, yaitu tahun 1997 kembali membuat sebelumnya telah melekat dalam diri masyara-
perekonomian masyarakat Laweyan menjadi kat Laweyan.
semakin terpuruk. Beberapa pengusaha batik Masyarakat Laweyan memiliki be-
yang sebelumnya masih bertahan akhirnya pun ragam kesenian tradisional. Keadaan ling-
mulai menyerah. Krisis ekonomi pada tahun kungan Laweyan termasuk di dalamnya,
1997 telah membuat harga-harga bahan baku bangunan-bangunan khas Laweyan yang
batik melonjak naik. bernuansa kuno, bertembok tinggi dengan
berbagai pernak-perniknya seperti ukiran-
Kehidupan Masyarakat Laweyan Pascakrisis ukiran merupakan bagian dari kesenian hasil
Memasuki masa Reformasi yang kebudayaan. Peninggalan-peninggalan lainnya
ditandai dengan lengsernya Soeharto dari jab- di Laweyan seperti bungker, makam-makam
atan presiden Republik Indonesia memberikan kuno, langgar (musala) tua di Laweyan, meru-
banyak perbedaan terhadap kondisi kehidupan pakan bagian dari kesenian dalam bentuk fisik.
masyarakat Laweyan. Dalam bidang ekonomi, Pada masa awal Reformasi, keberadaan kese-
berakhirnya masa Orde Baru telah berangsur- nian fisik tersebut masih cukup terawat, mes-
angsur mengembalikan kejayaan perekonomian kipun banyak yang telah berubah dari wujud
masyarakat Laweyan. Para pengusaha batik aslinya karena telah mengalami berbagai pemu-
yang masih bertahan mulai meningkatkan garan.
produksi batik mereka, bahkan mereka juga Kesenian dalam wujud ide atau gaga-
sudah mulai memproduksi batik printing selain san tertuang dalam produksi motif batik. Motif-
batik tulis dan cap. Selain itu, kawasan Lawey- motif batik yang dibuat di Laweyan selalu
an juga mulai menyuguhkan usaha-usaha di memiliki makna yang mendalam. Hasil Motif-
luar bidang perbatikan yang turut berkembang, motif batik yang tergambar dalam kain merupa-
seperti bisnis perhotelan, kuliner, dan lain-lain. kan bagian dari kesenian yang dihasilkan
Berakhirnya Masa Orde Baru dan ber- masyarakat dalam bentuk seni rupa, karena
ganti menjadi Masa Reformasi membuat wujudnya dapat dinikmati dengan mata.
masyarakat Laweyan semakin terbuka dan Kesenian-kesenian lain dalam wujud
peduli terhadap pemerintahan. Sebelumnya, aktivitas masyarakat pun banyak dijumpai di
sejak dahulu masyarakat Laweyan terkenal Laweyan, seperti kesenian tari-tarian tradision-
sebagai masyarakat yang tertutup. Lahirnya al, keroncong, permainan gamelan, macapat,
Masa Reformasi membuat masyarakat Lawey- karawitan, bela diri pencak silat, dan se-
an menjadi lebih mudah bersosialisasi. Mereka bagainya. Kesenian tradisional tersebut tetap
mulai mampu menjalin hubungan yang baik eksis di kalangan masyarakat Laweyan mes-
antarsesama masyarakat. Kerusuhan yang ter- kipun memang sangat jarang penyeleng-
jadi pada tahun 1998 tidak membuat masyara- garaannya.
kat terpecah belah menjadi berkubu-kubu, akan
tetapi malah semakin mempererat hubungan Laweyan Sebagai Kawasan Wisata Sentra
sosial antaranggota masyarakat. Hal tersebut Industri Batik
tak lepas dari kesamaan nasib mereka yang
sama-sama merasa terkekang dengan Berdirinya Forum Pengembangan Kampoeng Ba-
pemerintahan rezim Orde Baru. tik Laweyan (FPKBL)
Dinamika Kebudayaan Pascakrisis Sejak tahun 2004, Laweyan telah
Dinamika kehidupan budaya masyara- dideklarasikan sebagai kawasan wisata sentra
kat Laweyan dari masa ke masa berdasar industri batik. Menurut Pendit (2006: 64) kawa-
pengertian budaya adalah masyarakat yang san wisata atau wilayah wisata adalah tempat
pada awalnya adalah masyarakat yang tertutup atau daerah yang yang karena atraksinya,
kemudian lambat laun berubah menjadi situasinya dalam hubungan lalu lintas dan fasil-

33
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015

itas-fasilitas kepariwisataannya menyebabkan Objek Wisata Kampoeng Batik Laweyan


tempat atau daerah tersebut menjadi objek Kampoeng Batik Laweyan menyuguh-
kebutuhan wisatawan. kan berbagai objek wisata yang dapat dinikmati
FPKBL merupakan sebuah organisasi oleh para wisatawan, seperti:
masyarakat di Laweyan yang bertugas mengel- (1) Industri Batik, Sebagai kawasan wisata sen-
ola keberadaan Kampoeng Batik Laweyan Su- tra industri batik, Kampoeng Batik Laweyan
rakarta sebagai kawasan wisata sentra industri saat ini telah memiliki gerai batik di hampir
batik. Awal mula terbentuknya forum ini be- setiap rumah. Para wisatawan yang berkunjung
rasal dari keprihatinan para pengusaha batik akan dimanjakan dengan pemandangan be-
yang pada era pascakrisis ekonomi masih ber- ragam jenis batik dengan berbagai motif yang
tahan beserta tokoh-tokoh masyarakat Lawey- di-display pada gerai-gerai tersebut.
an terhadap kondisi Kampung Laweyan yang (2) Wisata Edukasi, Wisata edukasi adalah sa-
masih seperti kampung mati. Sebelum ter- lah satu upaya yang dilakukan FPKBL dalam
bentuknya FPKBL, para pengusaha dan tokoh manarik minat wisatawan untuk mengunjungi
masyarakat di Laweyan melihat adanya suatu Kampoeng Batik Laweyan. Wisata edukasi ini
potensi pada Kampung Laweyan yang “mati” melibatkan para pelaku industri batik, terutama
untuk dapat kembali bangkit dan berjaya se- mereka yang bekerja memproduksi batik.
bagaimana pada masa awal berdirinya kawasan Wisata edukasi ditawarkan oleh FPKBL
tersebut. dengan menyediakan petugas-petugas yang
Pada tanggal 24 Oktober 2004 ter- berperan sebagai guide atau pemandu wisata
bentuklah Laweyan sebagai kawasan wisata yang dapat menemani wisatawan dalam men-
sentra industri batik dengan Surat Keputusan jelajah kawasan Kampoeng Batik Laweyan.
dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Wisata edukasi juga menyediakan wahana bagi
(Bappeda) Kota Surakarta. Dalam Surat Kepu- para wisatawan untuk belajar membatik
tusan Bappeda itu disebutkan bahwa kawasan (3) Peninggalan Bersejarah, Kawasan Laweyan
wisata Laweyan dikelola oleh Forum Pengem- memiliki banyak peninggalan bersejarah. Ru-
bangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), mah-rumah berarsitektur kuno dengan pagar
sehingga sehari kemudian, pada tanggal 25 Ok- tembok tinggi yang membuat lingkungan
tober 2004 FPKBL resmi berdiri, sebelumnya Laweyan menjadi khas adalah salah satunya,
forum tersebut hanya dalam bentuk perkum- kemudian terdapat bangunan tempat ibadah
pulan diskusi pengusaha batik dan tokoh-tokoh yang telah berumur seperti Masjid Laweyan
masyarakat di Laweyan. yang berdiri pada masa Kerajaran Pajang tahun
1546 M, Masjid Al-Ma’Moer, dan Langgar
Mekanisme Pengembangan Kampoeng Batik Ichlas atau yang lebih terkenal dengan sebutan
Laweyan Langgar Merdeka yang berdiri pada tahun 1877
Pada awalnya, model pencanangan M. Selain itu, juga terdapat bungker pada salah
FPKBL terhadap Laweyan sebagai kawasan satu rumah warga yang saat ini dibuka untuk
wisata hanya diarahkan pada klaster industri. umum, dan juga makam-makam kuno di
Setelah setahun berjalan, muncullah pemikiran pemakaman samping Masjid Laweyan seperti
baru untuk mengangkat semua potensi yang makam Ki Ageng Henis dan Makam KH Sa-
terdapat di Laweyan, tidak hanya pada klaster manhudi yang dapat digunakan sebagai lokasi
industri saja, namun juga berbagai hal di wisata religi.
Laweyan yang non-industri. Kemudian diben- (4) Selawenan, Selawenan merupakan suatu kon-
tuklah konsep pengembangan Laweyan secara sep acara yang diselenggarakan oleh FPKBL
lebih luas dengan mengemasnya pada suatu sebagai salah satu upaya dalam mengem-
kepariwisataan yang berorientasi pada seluruh bangkan Kampoeng Batik Laweyan. Acara
masyarakat beserta segala sesuatu yang ter- selawenan rencananya akan diselenggarakan
dapat di Laweyan, termasuk peninggalan- secara rutin pada tanggal 25 setiap bulannya.
peninggalan bersejarah. Acara Selawenan digelar untuk menampilkan
Kampoeng Batik Laweyan menyajikan berbagai macam kesenian tradisional Laweyan
wisata berbasis masa lalu lewat sejarah panjang seperti kesenian keroncong, tari-tarian, kara-
Laweyan beserta segala kebudayaannya. witan, ketoprak, macapat, gamelan, dan lain-
Kemudian, kemasan pariwisata Kampoeng lain. Dalam acara tersebut juga dibuka stan-
Batik Laweyan disusun dalam suatu rancangan stan untuk pameran batik.
besar (grand design) dari beberapa aspek yang
terbagi dalam beberapa bidang, seperti bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan tata ruang fisik.

34
Laweyan dalam Periode … - Ibnu Majah

Pengaruh Kampoeng Batik Laweyan Pada Ke- perkembangannya sejak awal abad 15 M. Pada
hidupan Masyarakat kurun waktu 1998-2004 jumlah penduduk
Bagi masyarakat Laweyan, keberadaan Laweyan tergolong padat, hal tersebut membu-
Laweyan sebagai kawasan wisata telah membu- at posisi bangunan perumahan di Laweyan pun
at perekonomian masyarakat Laweyan semakin saling berdekatan.
membaik. Sejak ditetapkan sebagai kawasan Sebagai pengusaha batik, kondisi
wisata, Laweyan menjadi tempat yang banyak perekonomian masyarakat Laweyan tergolong
dikunjungi oleh wisatawan yang berkunjung ke baik. Hingga pada tahun 1970-an, saat produk
Kota Surakarta. Dalam bidang kebudayaan, batik printing masuk, kondisi perekonomian
dibukanya Laweyan sebagai kawasan wisata masyarakat Laweyan sedikit demi sedikit mulai
telah memberikan peluang bagi masyarakat terpuruk. Puncaknya pada tahun 1997, saat
Laweyan untuk kembali melestarikan tradisi- terjadi krisis ekonomi dan berbagai kerusuhan,
tradisi tradisional dengan cara memperkenal- kondisi perekonomian para pengusaha batik
kannya kepada para wisatawan. Laweyan benar-benar buruk. Banyak pengu-
Bagi masyarakat di sekitar kawasan saha yang gulung tikar, dan beralih pada profe-
Kampoeng Batik Laweyan, keberadaan kawa- si yang lain.
san wisata Laweyan berdampak pada semakin Di samping itu, masyarakat Laweyan
maraknya usaha-usaha yang dirintis masyara- dikenal sebagai golongan yang tertutup. Na-
kat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan mun, setelah memasuki masa Reformasi secara
Kampoeng Batik Laweyan. Kemudian bagi bertahap kondisi sosial masyarakat Laweyan
masyarakat umum, kawasan Laweyan telah mulai berubah. Mereka menjadi lebih terbuka
menjadi salah satu destinasi wisata yang layak dan peduli terhadap lingkungan.
dipertimbangkan untuk dikunjungi, sebab ka- Selain mengubah masyarakat Laweyan
wasan tersebut menyajikan beragam paket menjadi lebih terbuka, masa Reformasi telah
wisata seperti wisata sejarah dan edukasi. membuat sebagian masyarakat Laweyan sadar
Bagi pemerintah, Laweyan telah mengundang akan potensi Laweyan. Mereka membentuk
banyak pengunjung dari berbagai penjuru, tidak forum dan berusaha mengembalikan kejayaan
hanya masyarakat Indonesia, namun juga Laweyan. Hingga akhirnya pada tahun 2004,
pengunjung dari luar negeri. Hal itu tentu saja Laweyan resmi dideklarasikan sebagai kawasan
bedampak pada perkembangan pariwisata Kota wisata sentra industri batik yang dikelola oleh
Surakarta. Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan (FPKBL).
Peran Pemerintah Terhadap Perkembangan Kam-
poeng Batik Laweyan Saran
Peran pemerintah terhadap perkem- Keberadaan Kampoeng Batik Laweyan sudah
bangan Kampoeng Batik Laweyan adalah semakin bagus, sehingga sangat cocok bagi
dengan memberikan bantuan dalam mempro- masyarakat luas yang kiranya ingin
mosikan kawasan Laweyan sebagai salah satu melakukan wisata.
daerah tujuan wisata di Kota Surakarta. Masih banyak hal yang dapat dieksplor untuk
Pemerintah juga turut serta memperkenalkan semakin mengembangkan kawasan Kam-
wilayah Laweyan kepada masyarakat secara poeng Batik Laweyan, sehingga bagi
luas, sehingga mampu meningkatkan jumlah Pemerintah diharapkan dapat turut serta
kunjungan. Selain itu, Pemerintah juga ikut berkontribusi.
menyosialisasikan terbentuknya Laweyan se- Bagi peneliti, masih banyak hal yang dapat
bagai kawasan wisata kepada masyarakat diteliti dari kawasan Laweyan. Seperti
Laweyan supaya mereka dapat memberikan penelitian terkait kondisi psikologis
turut berpartisipasi dengan memberikan masyarakat Laweyan, kehidupan masyara-
dukungan dan kontribusi dalam bentuk usaha kat Laweyan sebelum adanya keraton, serta
yang menunjang sektor kepariwisataan. penelitian yang lebih mendalam pada arte-
Kemudian, pemerintah juga memberikan ban- fak-artefak peninggalan bersejarah.
tuan dalam hal permodalan usaha bagi
masyarakat yang mengalami kesulitan modal. DAFTAR PUSTAKA

PENUTUP Abdurahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian


Simpulan Sejarah. Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu.
Laweyan adalah sebuah kampung da-
gang dan pusat industri batik, yang dimulai

35
Journal of Indonesian History, Vol. 3 (2) tahun 2015

Baidi. 2006. “Pertumbuhan Pengusaha Batik cenderungan Perubahan Morfologi Ka-


Laweyan Surakarta (Suatu Studi Sejarah wasan di Kampung Laweyan Surakar-
Sosial Ekonomi)”. Dalam Jurnal Bahasa ta”. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gad-
Dan Seni, Tahun 34, Nomor 2, Hal. 241- jah Mada
253. Surakarta: STAIN Surakarta.
Pendit, Nyoman S. 2006. Ilmu Pariwisata: Se-
Chrisnayani, Amelia Ari. 2009. “Integrated Mar- buah Pengantar Perdana. Jakarta: PT
keting Communication (Komunikasi Pradnya Paramita.
Pemasaran Terpadu) Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta”. Skripsi. Jurusan Putri, An Nuur Sakhaa Hazmitha. 2011.
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial “Saudagar Laweyan Abad XX (Peran
dan Ilmu Politik. Surakarta: Universitas dan Eksistensi dalam Membangun
Sebelas Maret. Perekonomian Muslim)”. Skripsi. Juru-
san Pendidikan Ilmu Pengetahuan So-
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Ter- sial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pen-
jemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta: didikan. Surakarta: Universitas Sebelas
UI Press. Maret.

Kusumawardani, Fajar. 2006. “Sejarah Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori dan Metod-
Perkembangan Industri Batik Tradision- ologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
al di Laweyan Surakarta Tahun 1965-
2000”. Skripsi. Jurusan Sejarah Fakultas Soedarmono. 2006. Mbok Mase: Pengusaha Batik
Ilmu Sosial Universitas Negeri Sema- di Laweyan Solo Awal Abad 20. Jakarta:
rang. Yayasan Warna Warni Indonesia.

Notosusanto, Nugroho. 1971. Norma-Norma Sztompka, Piotr. 2008. Sosiologi Perubahan So-
Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah. sial. Jakarta: Prenada.
Jakarta: Departemen Pertahanan Kea-
manan Pusat Sejarah ABRI. Wawasan. 2004. Romantisme Kampung Saudagar
Batik Solo. 8 Agustus. Hal. 7.
Priyatmono, Alpha Fabela. 2004. “Studi Ke-

36

Anda mungkin juga menyukai