Anda di halaman 1dari 10

Abd Kadir.

PERTAUTAN ADAT DAN SYARA' DALAM DIMENSI SOSIAL


DI KOTA GORONTALO
Social Dimension of Sharia and Tradition Bond Gorontalo
Oleh : Abd. Kadir. R
*Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
Kantor: Jl. A.P. Pettarani No. 72 Makassar
Email: abdkadirr@,yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian sejarah sosial Islam yang dilakukan di Gorontalo. Penelitian ini dilakukan
dalam rangka merekonstruksi proses Islamisasi pada kerajaan/kesultanan/daerah lokal di Kawasan
Timur Indonesia sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah dan proses
Islamisasi menjadi salah satu pilar penting dalam pembentukan konstruksi sosio-kultural masyarakat
indonesia. Dengan mendeskripsikan proses Islamisasi pada ranah sosial-politik serta pengaruh Islam
dalam perubahan sosio-kultural diharapkan dapat menjadi refer ensi dalam mengetahui potensi kehidupan
sosial masyarakat di Kawasan Timur Indonesia, khususnya di Kota Gorontalo serta akan sangat berguna
dalam pembinaan dan pengembangan kehidupan beragama secara umum di Indonesia.

Yang dimaksud Islamisasi dalam penelitian ini merupakan proses yang tak pernah berhenti yang diawali
dari penerimaan atau konversi secara massif ke dalam Islam baikproses dialog maupun proses integratif
hingga proses akulturasi nilai-nilai dan ajaran Islam dengan budaya lokal setempat yang akhirnya
membentuk suatu tatanan baru dalam pranata sosio-kultural suatu masyarakat.
Kata Kunci: adat, syara', dimensi, sosial

Abstract
Research is focused on Islamic history in Gorontalo. Research is a part ofproject that aims to reconstruct
the Islamization process in east Indonesian region, an integral part of Indonesian Republic. The history
and the process of Islamization is the pillar of community social and cultural construction. The result can
be used as reference to understand the social and economic potential of east Indonesia region, particu-
larly Gorontalo and to develop public religiosity in Indonesia.
Islamization is a never ending process, from massive converting to Islam, through dialogue and other
means, to integrate and acculturate all Islamic values into local community culture, to be manifested in
new community order.
Key Words: tradition, Sharia, dimension, social

PENDAHULUAN

Latar Belakang

K
egiatan penyebaran agama Islam (Islamisasi) Salah satu kerajaan yang cukup menarik diteliti
merupakan salah satu proses penting dalam dalam hal ini adalah kerajaan Gorontalo yang telah
sejarah Indonesia, bahkan dapat dikatakan mengalami proses Islamisasi hingga mempengaruhi
proses Islamisasi merupakan bagian terpenting dan nilai, tatanan, dan struktur sosial masyarakatnya.
sangat menentukan karena memberikan pengaruh Proses Islamisasi ini hingga pada titik perbaharuan
yang sangat signifikan dalam proses sosial pada hukum adat dan hukum agama sebagai satu kesatuan.
umumnya daerah di Indonesia. Dengan demikian peran Diktum, "adati hulo-huloka to saraqa, saraqa hulo-
kerajaan lokal dalam proses tersebut tidak bisa serta huloka to Kuraqani" (adat bersendikan syara',
merta dinafikan, bahkan perlu diangkat kembali ke syara' bersendikan Alquran). Dengan demikian, Is-
p e r m u k a a n demi melacak p e r a n a n a n n y a dalam lam telah menjadi bagian penting dan fundamen dalam
integrasi dan kohesi sosial bangsa Indonesia sebagai tatanan sosial kerajaan dan masyarakat Gorontalo.
satu kesatuan yang plural. Oleh karena itulah, maka Kementerian Agama, Cq
Abd. Kadir. R

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar 2. Mendeskripsikan perubahan sosial-kultural dan
melakukan penelitian, kajian, dan penulisan tentang pandangan dunia masyarakat sebagai implikasi
Sejarah Sosial Islam pada Kerajaan Gorontalo sebagai yang dipengaruhi oleh Islamisasi.
wujud kesadaran akan pentingnya persenyawaan
Perspektif Teoritis dan Tinjauan Pustaka
keindonesiaan dan keislaman, di samping itu untuk
mengangkat kembali sejarah social kerajaan Gorontalo 1. Sejarah Sosial
yang selama ini belum ter-cover secara memadai
Penelitian sejarah pada kerajaan Gorontalo ini
dalam khasanah sejarah nasional Indonesia.
menggunakan pendekatan sejarah sosial. Secara garis
Masalah Penelitian besar, sejarah sosial terbagi atas 2 metode, yaitu sejarah
Mengacu pada pemaparan terkait dengan kondisi naratif dan sejarah analitis. Sejarah naratif digunakan
obyektif sejarah lokal dan nasional yang mengalami untuk mengkonstruksi sejarah masa lampau kerajaan,
ketimpangan antara das sein dan das solen sebagaimana proses terjadinya dari awal hingga akhir dengan
yang dideskripsikan di atas, maka penelitian ini akan memotret peristiwa-peristiwa dan pelaku sejarah yang
fokus pada beberapa permasalahan, yaitu: berperan penting dalam domain sosial dan politik
kerajaan. Sedangkan sejarah analitis dengan
1. Bagaimana proses Islamisasi pada domain sosial- menggunakan pendekatan multidimensional-
politik kerajaan Gorontalo? multidisipliner dengan memperhatikan kausalitas alur
2. Bagaimana dampak perubahan sosial politik pasca sejarah, kondisi sosio-kultural, dan kondisi kontekstual,
proses Islamisasi dalam domain kerajaan serta komponen-komponen dan kekuatan-kekuatan
Gorontalo? yang mempengaruhi keberadaannya.
Tujuan Penelitian Dalam penulisan sejarah lokal akan mengacu pada
model kajian sejarah yang akan memberikan inspirasi
1. Merekonstruksi sejarah kerajaan Gorontalo
yang heuristik yang berguna dalam penelusuran dan
dengan mengacu pada fakta dan peninggalan
pengumpulan data serta penyusunan. Hobsbawn (1972)
sejarah yang ada.
sangat menekankan penulisan sejarah sosial melalui
2. Mendeskripsikan proses Islamisasi yang terjadi sebuah model, yang sekalipun sangat tidak formal dan
pada ranah sosial-politik kerajaan Gorontalo. terperinci strukturnya, paling tidak sebagai sebuah
3. Mendeskripsikan perubahan sosial dan kultural kerangka akan tampak lingkaran pusat {central nexas)
yang terjadi pada pasca proses Islamisasi. atau lingkar relasi dari permasalahan yang akan digarap.

Kegunaan Penelitian Dalam kaitan dengan model sejarah sosial di atas,


Kuntowijoyo (1994) mengartikulasikan 6 model, yaitu;
1. Sebagai bahan informasi awal tentang eksistensi 1) model evaluasi, 2) model lingkaran sentral, 3) model
keraj aan Gorontalo untuk dikaj i dan dikembangkan interval, 4)model tingkat perkembangan, 5) model
oleh kalangan stakeholder meliputi akademisi, jangka panjang-menengah-pendek, 6) model sistematis.
peneliti, sejarawan, dan pemerintah, khususnya Dari 6 model tersebut secara purposive penelitian ini
pemerintah daerah. memanfaatkan model lingkar sentral yang digagas oleh
2. Sebagai bahan/referensi bacaan dan riset serta Le Roy Ladurie (1976) yang menulis sejarah bertolak
pengungkapan sejarah atas keberadaan kerajaan dari titik sejarah di tengah-tengah dan biasanya selalu
Gorontalo sebagai salah satu kerajaan Islam yang diawali dengan deskripsi sinkronis (sejarah yang
pernah eksis di Nusantara. meneliti fenomena-fenomena sosial yang meluas dalam
ruang, tetapi terbatas dalam waktu) baru kemudian
Ruang Lingkup
secara diakronis (sejarah yang meneliti gejala-gejala
1. Deskripsi mengenai eksistensi kerajaan Gorontalo yang memanjang dalam waktu, tapi terbatas dalam
yang meliputi eksplanasi sejarah berdirinya, proses ruang) ditunjukkan pertumbuhannya.
akulturasi dan i n k u l t u r a s i dengan Islam
Islamisasi di Indonesia
(Islamisasi), proses peristiwa-peristiwa sejarahnya
yang terdiri atas pelaku, struktur, ideologi, serta "Islamisation is a process which has contin-
kultur kerajaan, tatanan sosial-ekonomi kerajaan, ued down to the present day", kata MC. Ricklefs
interaksi dengan kerajaan-kerajaan lainnya di sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Sewang, bahwa
dalam maupun di luar territorial, Islamisasi adalah proses yang tidak pernah berhenti.
Abd. Kadir. R

Islamisasi yang berlanjut hingga saat ini dapat (utama) dengan mengkaji dan menganalisis sumber-
diklasifikasi ke dalam beberapa fase sebagaimana yang sumber tertulis, seperti kronik-kronik dan manuskrip-
diungkapkan oleh J. Noordayn (1956). Noordayn manuskrip klasik, dan literatur-literatur yang muncul
membagi fase Islamisasi untuk domain Sulawesi dalam kemudian, baik hasil riset sarjana asing maupun
tiga tahap. Pertama, sejak datangnya orang Islam, yaitu domestik.
datangnya orang-orang Islam untuk pertama kalinya
Dalam upaya melengkapi data-data primer di atas,
di suatu daerah. Kedua, penerimaan agama Islam,
maka penelitian ini memanfaatkan sumber data
yaitu fase di mana penduduk setempat telah memeluk
sekunder yang terdiri dari dua cara, yaitu; wawancara
agama Islam. Ketiga, penyebaran agama Islam, yaitu
mendalam (indepth interview) dan o b s e r v a s i .
setelah Islam mulai disebarkan ke dalam masyarakat
Wawancara mendalam dilakukan dengan cara pur-
atau disebarkan ke luar daerah di mana Islam pertama
posive dengan para informan utama, yaitu orang-
kali diterima.
orang yang dianggap punya banyak pengetahuan
Islamisasi dapat dipetakan menjadi beberapa do- mengenai permasalahan sejarah kerajaan di Gorontalo
main. Pertama, dengan penerimaan Islam melalui dan proses akulturasinya dengan Islam. Para informan
konversi dengan jalan perpindahan agama atau tersebut terdiri atas kalangan bangsawan kerajaan,
kepercayaan yang dianut sebelum kedatangan Islam, budayawan, dan sejarawan yang selama ini concern
pola penerimaan Islam ini dalam konteks Islamisasi di dengan sejarah Islam, tokoh-tokoh pemangku adat di
Sulawesi dalam analisis Sewang. Diawali dari penduduk lokasi penelitian, dan lain-lain.
yang tinggal di pesisir pantai dan berangsur-angsur Pemilihan informan sebagai sumber data sekunder
merambah hingga wilayah pedalaman. Kedua, yang akan diwawancarai di samping ditentukan dengan
Islamisasi melalui jalur politik, yaitu tahap pertumbuhan cara purposive juga dilakukan dengan cara snow-
kerajaan/kerajaan Islam di Nusantara. Islamisasi pada ball (bola salju). Yaitu melalui informasi yang diberikan
tahapan ini tidak lepas dari peran raja yang dielaborasi oleh informan yang sudah diwawancarai sebelumnya.
melalui tesis Uka Tjandrasasmita, bahwajika gubernur Keuntungan yang diperoleh melaui sistem ini adalah
atau bangsawan menerima agama baru, rakyat akan peneliti tidak menemui banyak hambatan untuk
siap mengikuti. Hal ini dikarenakan dalam adat mereka, menentukan informan yang akan diwawancarai
dalam tingkat yang berbeda-beda, raja atau para berikutnya.
bangsawan dipandang sebagai wakil Tuhan di muka
bumi. Ketiga, pola sosial budaya sebagaimana yang Analisis data
diajukan oleh Ahmad Sewang. Yaitu perubahan yang Data historis yang dikumpulkan baik melalui studi
terjadi secara berfahap dari budaya pra-Islam kepada pustaka maupun wawancara dan observasi akan
agama Islam. Para muballigh Islam tidak melakukan dianalisis melalui beberapa cara, yaitu; rekonstruksi
perombakan pranata sosial-budaya yang sudah ada, fakta-fakta sejarah tersebut melalui metode; heuristik
melainkan mereka memberikan nilai-nilai pada pranata (tahap pengumpulan dan penyeliaan data), kritik
lama atau dengan menambahkan pranata baru yang sumber (penilaian dan seleksi), interpretasi dan
berasal dari budaya Islam. kodifikasi/penyajian terhadap fakta sejarah kerajaan
Gorontalo dan proses akulturasinya dengan Islam.
Metode Penelitian
Asal-Usul Geneologis Kerajaan Gorontalo Pra-
Jenis Penelitian
Islam
Penelitian sejarah sosial Islam di Gorontalo dan
Sebelum masuknya Islam, di daerah Gorontalo telah
proses akulturasinya dengan Islam menggunakan
terbentuk monarki-monarki yang mengacu pada regulasi
metode penelitian sejarah sosial dengan stressing pada
hukum adat (adatrecht). Namun sebelum monarki-
sejarah sosial naratif dan analitis.
monarki itu terbentuk, sejarah wilayah Gorontalo pada
Teknik Penjaringan Data awalnya terdiri atas masyarakat etnis Gorontalo yang
terdiri dari keluarga batih (nuclear family) yang
Riset ini menggunakan teknik penjaringan data
diistilahkan dalam bahasa setempat dengan nama
sejarah secara k o n v e n s i o n a l b e r u p a kajian
ngalaa. Tiap-tiap ngalaa menghuni sebuah rumah
kepustakaan dan dipadukan dengan teknik penjaringan
besar yang populer disebut dengan laihe. Yaitu sebuah
data melalui wawancara dan observasi dalam riset
rumah besar yang disekat dalam beberapa petak. Dari
sosial dengan konsisten pada penelitian sejarah sosial.
laihe inilah terkonsturksi sistem kepemimpinan yang
Kajian pustaka diposisikan sebagai acuan data primer
Abd. Kadir. R

bercorak sosio-kultural. Sebuah laihe dipimpin oleh beliau ditemani oleh Sawerigading dari Luwu untuk
seorang anggota senior yang kharismatik dan mumpuni menaklukkan negeri-negeri di sekitar teluk Tomini. Pada
dari segi pengalaman dan kearifan hidup. Pemimpin laihe tahun 1427 raja Wadipalapa digantikan oleh raja Uloli.
tersebut dinamakanpulo laihe yang artinya orang yang Pada masa pemerintahan raja Uloli, praktis hanya
paling utama di laihe} melanjutkan kebijakan-kebijakanyangtelah dilakukan
oleh raja Wadipalapa. Sekitar tahun 1450 terjadi peralihan
B e b e r a p a ngalaa atau laihe ini kemudian
kekuasaan dari raja Uloli kepada raja Wolanga. Dalam
membentuk sebuah persekutuan yang disebut dengan
pemerintahan raja Wolanga ini dilakukan sebuah
linula lipu atau kerajaan yang menghimpun beberapa
keputusan penting yaitu dengan menjalin hubungan
ngalaa. Linula mempunyai pemimpin internal yang
kerjasama dengan kerajaan Limboto (Limutu). Dari hasil
disebut dengan olongia (raja). Otoritas olongia dalam
perkawinan mereka dikarunai seoranng putra bernama
memimpin linula ini tidak didasarkan pada penunjukkan
Polamolo. Setelah Polamolo beranjak dewasa, baik raja
yang dilakukan secara otoriter dan despotik, melainkan
Wolanga maupun ratu Moliye bersama-sama melakukan
melalui konsensus politik di antara kelompok-kelompok
ekspansi di sekitar wilayah teluk Tomini. Dengan
laihe yang disebut dengan lemboa. Linula-linula ini
demikian kekuasaan kerajaan Gorontalo-Limboto
yang kemudian akan membentuk federasi yang 4
diserahkan kepada Polamolo.
kemudian membentuk satu kerajaan yang disebut lipu
2
Hulontalo (kerajaan Gorontalo). Ikatan perkawinan kedua pemimpin kerajaan
tersebut makin memperkuat penyatuan kerajaan
Dalam tradisi lisan {oral tradition) masyarakat
Gorontalo-Limboto serta semakin memperkuat
Gorontalo dikatakan bahwa cikal bakal berdirinya
kekuasaan, kewibawaan, dan militernya. Demi
kerajaan Gorontalo dibentuk berdasarkan persekutuan
mempertahankan kelangsungan kebesaran kerajaannya,
17 linula yang kemudian berintegrasi ke dalam satu
maka pada tahun 1481 keduanya sepakat untuk
kerajaan dan dengan melalui mekanisme musyawarah
menobatkan putranyaPolamolo untuk menjadi rajayang
maka disepakatilah kerajaan tersebut dipimpin oleh Raja
memerintah baik di Gorontalo maupun Limboto.
Wadipalapa atau Ilahudu pada tahun 13 85. Ke 17 linula
Polamolo merupakan raja pertama yang menjadi
yang mengintegrasikan wilayahnya ke dalam satu
penguasa pada dua kerajaan sebagai raja ia berjuluk
kerajaan adalah: 1) Linula Hungginaa dengan olongia
olongia lo balanga yang maksudnya adalah raja yang
adalah Lihawa. 2) Linula Lupoyo dengan olongia
melak-sanakan pemerintahannya dengan berpindah.
adalah Pel. 3) Linula Billinggata dengan olongia Leg.
Polamolo dalam menjalankan kekuasaannya dengan
4) Linula Wuwabu ( U w a b u ) dengan olongia
Wahimolungo. 5) Linula Biawao dengan olongia berpindah, yaitu selama 7 hari di Gorontalo dan 7 hari
Wakohuludu. 6) Linula Padengo dengan olongia berikutnya di Limboto.
Palangge. l)Linula Huangobotu dengan olongia Dalam rentang masa pemerintahan raja Polamolo
Darangi. 8) Linula Tapa dengan olongia Dielohiyodaa. terjadi peristiwa yang sangat penting yang disebabkan
9) Linula Lawuwono dengan olongia Bunggehulawa. terjadinya perpecahan politik pada dua kerajaan
10) Linula Tuto dengan olongia Titopalangi. 11) Linula tersebut. Kewibawaan Polamolo terlalu lemah dan
Dumanti dengan olongia Buata. 12) Linula Botedia dianggap kurang mampu dalam mengatur dua kerajaan
dengan olongia Tanaa. 13) Linula Ptonggo dengan tersebut. Hal ini menyebabkan hubungan Gorontalo-
o/cwg/aNgobotu. 14)Linula Panggulo dengan olongia L i m b o t o menjadi r e n g g a n g . M e s k i p u n dalam
Hungginyalo. 15) Linula Huangobotu dengan olongia pengambilan keputusan tetap di tangan Polamolo, tapi
Lealini. 16) Linula Tamboo dengan olongia Dailinibotu. tetap saja tak mampu meredam perpecahan politik
17) Linula Hulontalanggi dengan olongia Wadipalapa dalam tubuh kerajaan Gorontalo-Limboto. Dan hal ini
3
(Ilahudu). akhirnya sangat mempengaruhi perjalanan sejarah
Raja Wadipalapa memerintah kerajaan Gorontalo kedua kerajaan tersebut.
selama lebih kurang 42 tahun (1385-1427). Raja Hubungan kedua kerajaan tersebut akhirnya
Wadipalapa giat melakukan ekpansi yang disebutkan pecah setelah terbunuhnya raja Polamolo oleh

' Lipoeto,1947, Sejarah Gorontalo dalam Doea Lima Pohalaa Gorontalo,Volks drukkerij, h. 35.
2
Lipoeta,1947, ibid, h. 51
3
Hasanuddin,2003, Islamisasi di Gorontalo Suatu Tinjauan Sejarah dan Pengaruhnya dalam Masyarakat, Dalam Jurnal Esagenang Vol.1
No 2 Agustus 2003
4
Hasarmddin,2003, ibid, h. 67.
Abd. Kadir. R

pembesar Limboto. Peristiwa pembunuhan raja putri Owutango anak raja Palasa, Okomojolo, setelah
Polamolo dipicu oleh ketersinggungan Dumito dan disepakati oleh pihak kerajaan Palasa, lamaran raja
Hungayo dua orang pembesar kerajaan Limboto yang Amai diterima dengan syarat raja Amai masuk Islam
menganggap Polamolo telah menghina kerajaan beserta seluruh rakyat Gorontalo dan adat istiadat yang
L i m b o t o d e n g a n menyanjung negeri a y a h n y a berlaku pada masyarakatnya harus didasarkan pada
(Gorontalo). Peristiwa ini terjadi sewaktu Polamolo Alquran. Dan persyaratan itu diterima oleh raja Amai,
memerintahkan rakyat Limboto untuk membangun maka dilangsungkanlah pernikahan yang diperkirakan
sebuah sabaqa di daerah Dehuwalolo (sebuah daerah terjadi pada tahun 1524 atau 1495 M. Dari perkawinan
p e r b a t a s a n a n a t a r a G o r o n t a l o dan L i m b o t o ) . k e d u a n y a lahir s e o r a n g putri yang b e r n a m a
Selanjutnya kepala Polamolo dikuburkan di Gorontalo Matolodulakiki. Setelah proses perkawinan, raja Amai
5
dan badannya dikuburkan di Limboto. kemudian kembali ke Gorontalo bersama permaisuri
didampingi oleh 8 raja-raja kecil di bawah kerajaan
Sepeninggal raja Polamolo, kepemimpinan
Palasa. Ke delapan raja tersebut adalah raja Temalate,
kerajaan Gorontalo dipegang diserahkan pada ratu
Lemboo, Siyendeng, Hulangato, Siduan, Sipayo,
Ntihedu yang terjadi pada tahun 1490. Selanjutnya
Songinti, dan Bunuyo. Keikutsertaan kedelapan raja-
tampuk kekuasaan berpindah di tangan raja Detu.
raja tersebut bertujuan untuk pengamanan raja Amai
Namun pemerintahan raja Detu berlangsung sangat
beserta permaisurinya selama perjalanan kembali ke
singkat disebabkan kurangnya perhatian raja Detu
Gorontalo serta menjadi pengamanan bagi kesepakatan
terhadap urusan pemerintahan. Dalam kepemim-
yang dilakukan oleh raja Amai untuk mengislamkan
pinannya, beljau lebih memilih untuk sibuk pada
masyarakat Gorontalo. Mereka juga diharapkan dapat
pekerjaan dan hobinya sebagai pembuat perkakas
membantu raja Amai dan bertugas membimbing
rumah. Atas kurangnya perhatian dari raja Detu, maka
masyarakat Gorontalo untuk masuk Islam serta
para bate kemudian melakukan musyawarah untuk
merancang adat-istiadat Gorontalo yang didasarkan
menentukan kelangsungan pemerintahan kerajaan. 7
pada ajaran Islam.
Kemudian diputuskan untuk menambah seorang raja
dan dipilihlah Pedungge yang merupakan adik dari raja Sebenarnya mengenai waktu masuknya Islam di
Detu sebagai olongia to huliyliya (raja daerah hilir) Gorontalo yang diawali dengan keislaman raja Amai
sedangkan raja Detu sebagai olongia to tilayo (raja terdapat dua perbedaan yang mencolok. Pendapat
6
daerah hulu). pertama menyatakan bahwa terjadi pada tahun 931 H
yang bertepatan dengan tahun 1524 M. Sedangkan
Keputusan para bate tersebut membuat terjadinya
pendapat kedua menyatakan peristiwa tersebut terj adi
perombakan besar dalam struktur kerajaan Gorontalo
pada Tahun 899 H.1495 M. Pendapat kedua diper-
yang sebelumnya hanya dijabat oleh satu orang raja.
pegangi oleh pihak kerajaan sesuai dengan yang tertulis
Selanjutnya, sepeninggal raja Detu dan adiknya raja
di pintu gerbang amsuk Mesjid Hunto Sultan Amai
Pedungge. Pemerintahan kerajaan Gorontalo masih
yang terletak di kelurahan Biawu kota Gorontalo. Yang
dipimpin oleh sepasang raja, yaitu raja Amai sebagai
didirikan tidak lama setelah raja Amai dan rombongan
olongia to tilayo dan raja Tiyabu sebagai olongia to 8
tiba di Gorontalo.
huliyaliya. Pada masa inilah akhirnya, kerajaan
Gorontalo hingga berpengaruh pada daerah di sekitarnya Sejak saat itu, raja Amai melaksanakan amanah
memasuki babakan baru yang sangat menentukan untuk mengislamkan masyarakat Gorontalo dan
kelangsungan kehidupan akibat penerimaan Islam yang menjadikan Islam sebagai sendi dari adat istiadat
pertama kali diterima oleh raja Amai. masyarakat Gorontalo. Sejak saat itu, raja Amai diberi
gelar to lao pamaklumu dan pada saat itu diberi pula
Islamisasi Pada Ranah Kerajaan Gorontalo
gelar tulutani (sultan), karena beliau sebagai raja Is-
Islamisasi kerajaan Gorontalo diawali dengan lam pertama di Gorontalo. Secara umum proses
pengislaman raja Amai yang dimulai dari kunjungannya Islamisasi di ekrajaan Gorontalo berlangsung secara
ke Palasa. Raja Amai kemudian terpikat dan melamar damai tanpa sedikit pun jalan kekerasan. Rakyat

5
Abdussamad. et. all., 1985. Empat Aspek Adat di Gorontalo, Jakarta, Yayasan 23 Januari 1945, h. 57.
6
Hasanuddin. 2004, Manado, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Manado. h. 68.
7
Ibrahim Polontalo. 1998. Masuk dan Berkembangnya Islam di Gorontalo (Makalah) STIK1P Gororntalo, h. 4.
8
Sirajuddin Ismail. 2008. Peran Para Sultan dalam Penyebaran Islam di Gorontalo, dalam Jurnal Al Qalam No.XXI, Januari 2008 h. 60.

.Tnrnal " A l - O a l n m " V o l u m e J 6 N n m n r 76 Tiili - De*;emhpr 7 0 1 0 TIT


Abd. Kadir. R

menerima Islam tanpa ada gesekan yang berarti, rakyat batin. Raja Eyato adalah raja kelima dalam struktur
secara sukarela meninggalkan kepercayaan lama yang kerajaan Gorontalo Islam setelah raja Amai. Pada masa
dinamakan alifuru. Sejak penerimaan Islam, raja dan dua raja antara ratu Motodulakiki dan raja Eyato, proses
rakyat Gorontalo tidak lagi melakukan penyembahan. Islamisasi cenderung statis bahkan dapat dikatakan
terhadap benda-benda keramat yang dianggap sebagai mundur karena masyarakat cenderung hanya lebih
9
prototipe Tuhan. Dan penyebaran islam di Gorontalo mengutamakan kultur asli amsyarakat Gorontalo dan
bersifat top down artinya karena Islam menyebar mengesampingkan kultur yang Islami. Raja Jogugu 12

akibat peran besar dari penguasa yang selanjutnya Eyato kemudian melakukan pembaharuan dalam
diterima secara massif oleh rakyatnya. kerajaan yang bernuansa syariat Islam, termasuk
Sebagai wujud keseriusannya dalam menjadikan memperbaharui hukum adat dan agama yang diatur
Islam sebagai sendi dari adat-istiadat masyarakat dalam satu kesatuan yang berlaku dalam kerajaan.
Gorontalo, raja Amai mencetuskan sebuah rumusan Sejak raja Eyato inilah dicetuskan prinsip dasar dari
yang berbunyi, "syara'a topa-topanga to adati" kultur kerajaan dan masyarakat Gorontalo, yaitu, "adati
(Syara' bertumpu pada adat) dalam hal ini Islam telah hulo-huloqa to saraqa, saraqa hulo-huloqa to
diadatkan oleh raja Amai. Raja Amai bersama 8 raja kuruqani" (adat bersendi syara', syara' bersendikan
yang mendampinginya kemudian berhasil menyusun Alquran). Akibatnya pada periode ini hukum adat yang
185 rancangan adat yang kemudian diberlakukan. 10
berlaku di kerajaan Gorontalo berdasarkan pada .syara'
yang sumbernya adalah Alquran. Begitu pula hukum
Selanjutnya, sepeninggal raja Amai kemudian
adat yang bertentangan dengan Alquran dinyatakan
digantikan oleh putrinya yaitu ratu Motodulakiki. 13
tidak berlaku lagi di kerajaan.
Selama masa peemrintahannya, ratu Motodulakiki terus
mengembangkan proses Islamisasi pada masyarakat Akhirnya kerajaan Gorontalo dapat bertahan
Gorontalo dan memperluas sosialisasi Islam di tengah- selama hampir lima abad (1385-1878). Akibat
tengah amsyarakat. Walaupun Islam telah menjadi keberhasilan pemerintahan Hindia Belanda
agama resmi di Gorontalo, namun ratu Motodulakiki menaklukkan berbagai perlawanan dan menguasai
tetap melakukan pengmbangan pengaruh Islam kerajaan Gorontalo, maka dikeluarkan surat keputusan
terhadap adat istiadat dan tata kehidupan masyarakat kabinet kerajaan oleh pemerintah Hindia Belanda
Gorontalo. Karena pada kenyataannya kebiasaan dari tanggal 26 Mei 1864 dan keputusan Gubarnemen 4
sebagian masyarakat masih belum dapat menyesuaikan September 1864 no 17. Ketetapan tersebut berisi
dengan syariat Islam. Ratu Motodulakiki kemudian bahwa raja dan pembesar kerajaan yang berhenti,
melakukan perubahan adat istiadat dengan me- diberhentikan, atau meninggal dunia tidak dapat
masukkan pengaruh Islam lebih besar dan seimbang digantikan lagi serta tidak dapat membatalkan
dengan adat. Prinsip adat "syara 'a topa-topanga to perjanjian yang telah dilakukan. Setelah raja terakhir
adatf yang dirumuskan oleh raja Amai dirubah oleh yaitu Zainal Abidin Monoarfa yang bergelar ta to
ratu Motodulakiki menjadi "adati hula-hulaa to kareta hulawa wafat pada tanggal 16 April 1878, maka
syara', syara' hula-hulaa to adati" (adat ber- seluruh pemerintahan kerajaan diambil alih oleh
11
sendikan syara'dan syara' bersendikan adat). pemerintahan distrik Hindia Belanda yang ada di
Pandangan ratu Motodulakiki ini didasarkan pada Gorontalo. Dengan demikian berakhirlah kerajaan
prinsip keseimbangan antara posisi hukum adat dan Gorontalo dengan raja Zainal Abidin Monoarfa sebagai
posisi hukum Islam. Kebijakan ratu Motodulakiki ini 14
raja terakhir. Namun, meskipun kerajaan Gorontalo
tetap bertahan, sampai dilakukan perubahan oleh raja telah berakhir, Islam sebagai agama dan juga sendi
Eyato yang berkuasa antara tahun 1673-1679. dari kultur masyarakat Gorontalo tetap tak tergantikan.
Sebelum dinobatkan sebagai raja di Gorontalo, raja Islam tetap menjadi agama dan sendi adat bagi
Eyato dikenal sebagai seorang khatib besar, seorang masyarakat Gorontalo sebagaimaan yang telah
sufi yang diketahui sangat mengutamakan kesucian dicanangkan oleh raja Eyato.

H
Ibrahim Polantalo. op.cit.
"' Sirajuddin Ismail. 2008. Peran Para Sultan dalam Penyebaran Islam di Gorontalo, dalam Jurnal Al Qalam No.XXI, Januari 2008 loc. cit.
" Ibid, h. 67.
,;
Hasanuddin, op.cil, 88.
" Ibrahim Polontalo, op.cit, h. 7-8.
14
Hasanuddin, op.cit, h. 87.

Jurnal "Al-Qalam" Volume 16 N o m o r 26 Juli - Desember 2 0 1 0


218
Abd. Kadir. R

D. Pengaruh Islam dalam Dinamika Budaya Raja Amai menggunakan pendekatan adaptif dalam
Lokal memasukkan pengaruh Islam dalam budaya lokal
Gorontalo yaitu dengan prinsip "saraqa topa-topangan
Karena proses Islamisasi di kerajaan Gorontalo
to adati" (syara' bersendikan adat). Beliau dengan
bersifat top down, di mana raja memegang peranan
dibantu delapan raja kecil yang men-dampinginya sejak
yang sangat menentukan dalam proses Islamisasi baik
dari palasa merumuskan 185 macam pola adat yang
pada ranah keyakinan yang bersifat individual maupun
merupakan akulturasi kultur Gorontalo dengan kultur
pada ranah kehidupan sosial. Oleh karena itu,
kaum muslimin yang meliputi antara lain adat perkawinan,
b e r b i c a r a m e n g e n a i p e n g a r u h Islam t e r h a d a p
penyelenggaraan jenazah, pelaksanaan ibadah, mengatur
dinamika budaya lokal yang ada di G'orontalo, sangat
hubungan sesama (adat dalam pergaulan), pembinaan
tidak bisa dilepaskan dari pengaruh para raja-raja
remaja, kesenian yang bernafaskan Islam, kerukunan
yang pernah berkuasa di kerajaan Gorontalo, di mana
antara rakyat dan pemerintah, kerukunan hidup,
mereka berkontribusi sangat besar pada'pengem- penghormatan terhadap tamu, sosial, pembinaan rumah
bangan agama Islam dan akulturasinya dengan tangga, dan pembinaan sosial keagamaan. 16

budaya dan adat-istiadat masyarakat Gorontalo. Di


antara beberapa raja Gorontalo yang berkuasa sejak Raja yang kedua yang juga cukup memberikn
Gorontalo menerima Islam sebagai agama bagi raja pengaruh dalam penetrasi Islam dengan budaya lokal,
dan masyarakatnya. yaitu ratu Motodulakiki. Di masa pemerintahannya,
ratu Motodulakiki membagi dua kategori tokoh
Dalam sejarah Islamisasi Gorontalo, setidaknya masyarakat yaitu tokoh adat dan tokoh agama (ulama
ada tiga raja yang berperan sangat penting dalam proses atau kadi). Tokoh inilah yang bertugas dalam
Islamisasi dan sosialisasi Islam pada masyarakat setempat pengembangan dan p e m b a n g u n a n budaya dan
ke dalam bentuk hukum-hukum adat yang telah peradaban Islam di Gorontalo. Ratu Motodulakiki
diislamisasikan. Ketiga raja tersebut adalah raja Amai, melakukan terobosan dengan dalam hal pengembangan
raja Motodulakiki, dan raja Eyato.Masa ketiga raja kultur Islam di tengah masyarakat. Beliau mengem-
tersebut juga mencerminkan tiga fase perkembangan bangkan pola adaptif yang telah dilakukan oleh raja
Islamisasi di Gorontalo, khususnya pada ranah sosio- Amai menjadi pola akulturasi dengan diktum adat,
kultural. Masing-masing dari ketiga raja tersebut memiliki "adati hula-hulaqa to saraqa, saraqa hulo-huloqa
kebijakan danjasayang berbeda dalam proses nagaimana to adatF, (adat bersendi syara', syara' bersendi adat)
15
Islam mempengaruhi budaya lokal. Tahap pertama. (Polontalo: 1998). Pola ini akhirnya melahurkan adat
adalah tahap penerimaan islam masuk dalam khasanah yang yang Islami serta syariat islam yang diadatkan.
budaya lokal Gorontalo, yaitu dengan slogan, "Syara' Hingga proses transformasi Islam dalam kehidupan
topa-topaga to adati" (syara' ber-sendikan adat), dalam sosio-kultural m a s y a r a k a t G o r o n t a l o k e n d a t i
hal ini Islamlah yang kemudian diadatkan dan masuk berlangsung secara struktura.1 (top down) namun
dalam khasanah budaya masyarakat Gorontalo. Tahap menggunakan pendekatan dan metode yang bersifat
kedua adalah tahap keseimbangan dan merupakan proses kultural.
akomodasi kultural. Hal ini dilakukan oleh ratu
Motodulakiki dengan kebijakannya, "adati hulo-huloqa Terobosan paling signifikan dalam upaya
to syaraqa, syaraqa hulo-huloqa to adati". Pada menjadikan Islam sebagai nilai dan kultur yang
prinsip ini Islam dan kultur kemudian disejajarkan dan mempengaruhi segenap kehidupan masyarakat
melahirkan prinsip keseimbangan. Sedangkan tahap ketiga Gorontalo adalah sebagaimana yang dilakukan oleh raja
adalah tahap penyempurnaan di masa kekuasaan raja Eyato. Jika dua pendahulunya menggunakan pendekatan
Eyato yang melakukan akomodasi kultural. Pada masa adaptasi (raja Amai) dan akulturasi (ratu Motodulakiki),
sedangkan raj a Eyato pure meng-gunakan pendekatan
raja Eyato dua kebijakan dari raja terdahulu mengenai
Islamisasi total dengan menjadikan Islam sebagai sendi
hukum adat dan hukum syara' disempurnakan oleh raja
dari adat. Dengan prinsip "adati hulo-huloqa to
Eyato yang mendasarkan pada prinsip, "adati hulo-
saraqa, saraqa hulo-huloqa to kuruqani" (adat
huloqa ro saraqa, Saraq hulo-huloa to Hurokani.
bersendi syara', syara 'bersendi kitabullah). Akibatnya
Tahapan ini adalah tahapan penyempurnaan atas proses
dari kebijakan raja Eyato ini, hukum adat yang berlaku
Islamisasi yang ada di Gorontalo.
di kerajaan didasarkan pada hukum syara' yang

15
Sirajuddin Ismail, op.cit, h. 7 1 .
16
Hasanuddin, op.cit, 88.

liirnal "Al-Oaliim" V n l n m p \{* M n m n r [uli _ H p c p m h p r 9 0 1 C i tin


Abd. Kadir. R

bersumber pada Alquran. Begitupula hukum adat yang menjadi penasehat dalam sidang kerajaan, dan
bertentangan dengan Alquran secara otomatis peradilan dalam hukum Islam. Sedangkan dalam
dinyatakan tidak berlaku di kerajaan. tugasnya, qadi dibantu oleh; mapuli atau mufti
Berdasarkan pada prinsip adat tersebut, raja Eyato (penasehat bidang agama Islam), panthongo
kemudian menerapkannya pada kebijakan-kebijakan (penasehat bidang ilmu falak yang bertugas
praktis di antaranya: menetapkan waktu shalat dan masuknya bulan
hijriyah), imam (pemimpin ibadah), saradaa fwakil
1. Menambahkan kalimat dalam ikrar penobatan raj a imam/pengatur tata tertib peribadatan), lebi
yang sebelumnya adalah: (pembantu saradaa), dan kasisi (anggota
a. Huta-huta lo ito eya (tanah, adalah tanah pembantu saradaa).
kepunyaan tuanku) Pada masyarakat Gorontalo. Islam telah menjadi
b. Taluhu-taluhu lo ito eya (air, adalah air bagian dari adat yang tak terpisahkan, atau bahkan
kepunyaan tuanku) lebih dari itu Islam telah menjadi pewarna yang
c. Duputo-duputo lo ito eya (angin, adalah memberi corak pada berbagai bentuk-bentuk praktek
angin kepunyaan tuanku) adat masyarakat Gorontalo, karena Islam merupakan
d. Tawu-tawu lo ito eya (manusia, adalah identitas yang tak terpisahkan dari masyarakat
manusia kepunyaan tuanku). 17 Gorontalo. Hingga yang terjadi selain Islamisasi kultur
Gorontalo, juga pada kulturisasi Islam yang kemudian
Pada masa penobatannya, raja Eyato menam-bahkan menjadi bagian vital dalam tata kehidupan masyarakat
kalimat "dilo paluliya lo ito eya" (tetapi tuanku tidak Gorontalo. Adapun pengaruh ajaran Islam {syara')
diperbolehkan menyalahgunakannya), Penambahan yang mewarnai budaya lokal Gorontalo hingga
kalimat ini sangat sesuai dengan ajaran islam di mana terejawantahkan dalam bentuk praktek-praktek ritual
tidak ada kekuasaan mutlak pada diri sultan atau raja. adat yang mencakup berbagai asek kehidupan
Pada upacara penobatannya, raja Eyato j u g a masyarakat seperti proses perkawinan, penyeleng-
menambahkan kalimat yang penuh makna menyangkut garaan kematian, pelaksanaan ibadah, hubungan sosial,
tugas raja yang sangat berat dan mulia, antara lain: pembinaan anak remaja, kesenian, hubungan kerajaan
a. Tugas maharaja adalah "moiyo to Allah ... dengan rakyat, pembinaan kehidupan masyarakat,
wolo mursala loowali oe sagala" (mem- penghormatan terhadap tamu, hubungan sosial-
bantu Allah dan Nabi utusanNya yang telah keagamaan, dan pembinaan hubungan rumah tangga,
menciptakan segala-galanya. dan lain-lain.
b. Usaha memakmurkan rakyat berpedoman
pada, "agama to taluujipu pei haluluu" PENUTUP
(agama menjadi patokanku dalam mengen- Kesimpulan
dalikan negeri ini)
Proses Islamisasi di Gorontalo berlangsung secara
c. Penyelenggaraan pemerintahan didasarkan top down yang diawali dengan masuk Islamnya raja
pda, "olide olimbunga oledia poheluma" yang kemudian diikuti oleh segenap rakyatnya secara
(ada aturan pemerintahan yang didampingi sukarela. Tahapan Islamisasi di Gorontalo sendiri
oleh dewan permusyawaratan. melalui tiga fase yaitu fase adaptasi yang dimulai sejak
2. Pembinaan Islam. Sistem pemerintahan raja Eyato masuk Islamnya raja Amai dan segenap rakyatnya.
mempertahankan ketiga sistem pemerintahan. Yaitu dengan menjadikan syara' bersendikan adat.
Salah satu diantaranya adalah menempatkan qadi Tahap kedua adalah pada masa pemerintahan ratu
pada bagian formal. Tugas qadi adalah pem-binaan Motodulakiki yang menggunakan metode akulturasi
Islam, penasehat raja, mengetuai pengadilan pidana dengan m e m p o s i s i k a n adat dan syara' secara
dan perdata. Di samping itu, tugas qadi adalah seimbang. Tahap puncak dari Islamisasi kerajaan
membina Islam, membangun mesj id dengan wakaf, Gorontalo adalah pada masa raja Eyato dengan
melaksanakan penyeleng-garaan perayaan Islam menjadikan syara' sebagai sendi bagi adat bertumpu
baik di istana maupun di mesj id, membina peradilan, yang didasarkan pada kitabullah.

'J .Hasanuddin,2004, Gorontalo, tantangan dan Kebijakan Soial Politik Ekonomi Kolonial Belanda, Menado, Balai kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional M e n a d o , ibid.

T>ft .Turnal "Al-Oalam" Volume 16 N o m o r 26 Juli - Desember 2010


Abd. Kadir. R

Akhirnya Islam pun menjadi bagian yang tak Gorontalo yang representatif berupa museum
terpisahkan dari identitas orang Gorontalo, baik sebagai y a n g m e n y i m p a n b e r b a g a i s u m b e r dan
individu maupun kolektif. Bukan orang Gorontalo kalau peninggalan sejarah Gorontalo.
tidak beragama Islam, seperti itulah yang menjadi istilah 2. Banyak situs dan peninggalan sejarah, khususnya
masyarakat Gorontalo yang menandakan bahwa orang yang berkenaan dengan sejarah Islam di Gorontalo
Gorontalo pastilah beragama Islam. Dalam kehidupan yang masih belum terlacak, oleh karena itu, perlu
bermasyarakat pun Islam diposisikan sebagai pemberi kiranya dilakukan upaya serius dalam rangka
corak dan warna bagi serangkaian adat-istiadat pelacakan situs dan peninggalan sejarah yang
masyarakat Gorontalo. Sehingga dapat dikatakan sangat berkaitan dengan sejarah Islam di
Islamisasi pada kerajaan Gorontalo terus bertahan Gorontalo sebagai bagian dari upaya untuk
hingga kini dan ini terlihat dengan serangkaian adat merekonstruksi sejarah Islam di Gorontalo.'
istiadat dan budaya masyarakat Gorontalo yang sangat 3. Tradisi dan kebudayaan masyarakat Gorontalo
kental dengan nuansa Islam. Demikian pula aspek yang memuat pesan-pesan kearifan lokal yang
normatif dari syariat Islam pun diinstitusionallisasi dalam bernafaskan Islam sangat perlu untuk selalu
perangkat dan aturan adat Gorontalo hingga kini. d i l e s t a r i k a n k a r e n a menjadi bagian dari
Rekomendasi keragaman corak kultur Islam yang ada di Indo-
nesia.
1. Salah satu kendala dalam pelacakan sejarah
Gorontalo adalah tidak adanya pusat informasi 4. Perlu diadakan penelitian lanjutan yang berkenaan
yangmemadai mengenai sejarah dan kebudayaan dengan sejarah sosial Islam di Gorontalo dalam
Gorontalo. Oleh karena itu, perlu kiranya dibuat rangka lebih merekonstruksi sejarah sosial Islam
sebuah pusat informasi sejarah dan kebudayaan yang ada di Gorontalo.

. f l i r n a l " A l - O a l u m " V o l u m e \f\ N n m n r 1(\ lull - hptiprnhpr 9(110 1 ^ t


Abd. Kadir. R

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: UGM Kuntowijoyo. Penjelasan Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2008.
Press. 1990. , MetodologiSejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2008.
Abdussamad, et, al. EmpatAspekAdat Gorontalo. Jakarta: Yayasan Lipoeto, Sedjarah Gorontalo dalam Doea Lima Pohalaa.
23 Januari 1942. 1985. Gorontalo: VolksDrukkerij. 1947.
Hasanuddin. Islamisasi di Gorontalo: Suatu Tinjauan Sejarah Lahaji, Pemetaan Kerukunan dan Kerawanan Sosial di Kota
dan Pengaruhnya dalam Masyarakat. Dalam Jurnal Gorontalo. Makalah. 2007.
Esagenang. Vol I, No. 2. Agustus 2003.
Maili, Mashadi. Corak Mistisisme dalam Tradisi Upacara
, Gorontalo: Tantangan dan Kebijakan Sosial, Politik, < ' Keagamaan: Studi Antropologis Terhadap Fenomena
Ekonomi Kolonial Belanda. Manado. Balai Kajfan Sejarah Keislaman di Kota Gorontalo. Makalah. 2009.
dan Nilai Tradisional Manado bekerjasama dengan
Polontalo, Ibrahim. Masuk dan Berkembangnya Islam di
Pemerintah Provinsi Gorontalo. 2004.
Gorontalo. Makalah. STKIP Gorontalo. 1998.
Ismail, Sirajuddin. Peran Para Sultan dalam Penyebaran islam di Tohopf, Ridwan, Penelusuran Sejarah Pendidikan Tinggi Agama di
Gorontalo. Dalam Jurnal al-Qalam. No Xxi. Januari 2008. Gorontalo, (Laporan Penelitian) Gorontalo, IAIN Sultan Amai. 2005.

I., i I Lt A 1 I V lf.l l £ M „ T..1: r^i — I "1 A 1 A

Anda mungkin juga menyukai