Anda di halaman 1dari 15

Penelitian

Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 123

Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial


(Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika
Sosial-Politik di Indonesia)
Syamsun Ni’am
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, Jawa Timur
niamstainjbr@gmail.com
Diterima Redaksi 29 Juni, diseleksi 22 September, dan direvisi 19 Oktober 2016

Abstract: Abstrak
Sufism – especially tarekat in Indonesia – Sufisme -- khususnya tarekat di Indonesia
in its long story has experienced dynamic -- dalam sejarahnya yang panjang
development. At the early stage of its telah mengalami perkembangan yang
development, Sufism aimed to lead people cukup dinamis. Pada masa-masa awal
to individual piety, to approach the only perkembangannya, sufisme bertujuan
God, as a response and critique of the untuk mengantarkan manusia menuju
widespread deviation based on social-politic kesalehan pribadi untuk mendekatkan diri
conditions committed by the authorities. hanya kepada Tuhan, sebagai respon dan
Then it develops to become a social- kritik atas merajalelanya penyimpangan-
political force and supporter of economic penyimpangan atas kondisi sosial-politik
force to oppose tyrannical authorities. So yang dilakukan oleh para penguasa.
Sufism (or tarekat) as if it became a popular Kemudian berkembang menjadi kekuatan
religion which continuously develops in sosial-politik dan penyokong kekuatan
the community. In this case, sufism is then perekonomian dalam menentang
not regarded as static and conservative kedzaliman dari tirani kekuasaan, sehingga
teaching system and religious practice. But tasawuf (tarekat) seakan-akan menjadi
it has the dynamic role in developing the agama populer yang terus berkembang di
world, included in Indonesia. tengah-tengah umat. Inilah yang kemudian
tasawuf (baca: tarekat) tidak lagi dianggap
Keywords: Tasawuf, Tarekat, Social-Politic sebagai ajaran dan praktek keagamaan
Role in Indonesia. yang statis dan kolot, namun sangat dinamis
dengan ditunjukkan peran sertanya dalam
membangun dunia, termasuk yang terjadi
di Indonesia.
Kata kunci: Tasawuf, Tarekat, dan Peran
Sosial-Politik di Indonesia.

Pendahuluan dengan melihat aspek-aspek ajaran


sufisme yang ajarannya walaupun secara
Sufisme selama ini jika diidentikkan normatif idiologis tampak statis, namun
dengan kehidupan statis, tradisional, di balik kestatisannya telah menyimpan
hidup menyendiri, cuek dengan kedinamisan yang luar biasa; sehingga
hingar-bingarnya dunia, cuek dengan dalam sejarahnya yang panjang diketahui
perubahan, dan berbagai labelitas tidak sedikit gerakan sufisme —melalui
kejumudan lainnya, maka anggapan tarekat misalnya— yang justru menjelma
tersebut kiranya perlu ditinjau ulang sebagai suatu gerakan kekuatan yang

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2


124 Syamsun Ni’am

dapat, tidak hanya memotifasi sebagian integral dari domain Islam —di samping
umat untuk berjuang melawan dan tauhid dan shari’ah— harus juga berperan
mengusir penjajah, namun juga bisa dalam penyelesaian problem-problem
memobilisasi massa dalam jumlah besar keagamaan dan kemanusiaan sebagai
demi tegaknya supremasi hukum, sosial, akibat buruk dari modernisasi tersebut,
kultur, politik, bahkan juga ekonomi. untuk dijadikan solusi alternatif dalam
pemecahan problem-problem sebagai
Oleh karena itu, tidak jarang akibat dari dinamika sosial-politik yang
ditemukan adanya persinggungan antara sewaktu-waktu bisa muncul di Indonesia;
kepentingan ulama sufi untuk menjaga 3) Masih terdapatnya anggapan salah
shari’ah dengan kepentingan kekuasaan bahwa sufisme —termasuk tarekat di
untuk menjaga stabilitas politik. Pada Indonesia— telah menjadi penyebab
zaman kolonial misalnya, potensi itu kemandekan perkembagan (stagnasi)
muncul dalam bentuk gerakan rakyat, Islam, karena ajarannya yang dianggap
seperti perlawanan menteng terhadap masih ortodok, statis, dan cuek (tidak
Belanda (1819), perlawanan Yusuf peduli) terhadap kehidupan dan
Makasar, perlawanan Petani Banten perubahan. Di sinilah ugensi dan
terhadap Belanda (1888); misalnya signifikansi kajian ini.
juga keterlibatan sebuah tarekat dalam
dukungan pemenangan pemilu untuk Oleh karena itu, yang menjadi
salah satu partai politik pada zaman fokus dari masalah yang akan dikaji
kemerdekaan, dan lain-lain. Pengakuan dalam artikel ini adalah: Bagaimana
dan dukungan seorang Syekh tarekat peran tarekat dalam dinamika sosial-
terhadap partai tertentu dan sistem politik di Indonesia mulai dari awal
kekuasaan tertentu, merupakan kekuatan pembentukan Indonesia sebagai Negara
yang cukup berharga yang bisa digunakan Kesatuan (Nation State) hingga masa
untuk kepentingan politik kekuasaan modern. Pendekatan yang digunakan
(Jamil, 2005: ix). dalam kajian ini adalah pendekatan
sejarah (historical approach) dengan
Kajian terhadap sufisme — mengaitkan berbagai sumber referensi
termasuk tarekat di dalamnya— dan tentang keterlibatan tarekat dan perannya
keterlibatannya dalam perubahan sosial- dalam pembentukan karakter ummat
politik (social-politic change) adalah untuk menghadapi kolonialisme, tirani
menarik untuk diangkat dalam artikel kekuasaan hingga kepada perbaikan
ini dikarenakan beberapa pertimbangan: kualitas hidup dan kehidupan dalam
1) Sufisme muncul, tumbuh dan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
berkembang seiring dengan muncul, Artikel ini akan diawali dengan kajian
tumbuh dan berkembangnya Islam itu sejarah mengenai keterkaitan antara
sendiri dan in-context dengan kondisi tarekat dengan dinamika sosial-politik
sosial-politik setempat —termasuk di dan budaya yang berkembang di dunia
Indonesia—, sehingga usia sufisme Islam. Kemudian disinggung sekilas
adalah seusia Islam masuk di Indonesia tentang Islamisasi dan keterlibatan
itu sendiri; 2) Globalisasi dan kapitalisasi tarekat di Indonesia terhadap peran
terus melaju dengan hebatnya seiring sertanya dalam memberikan asessment
dengan perjalanan waktu. Mengiringi (pendampingan) kepada ummat di negeri
hal tersebut, segala konsekuensi yang ini. Stelah itu, secara khusus akan dibahas
diakibatkan olehnya baik yang positif mengenai peran dan keterlibatan tarekat
(membawa mashlahat) maupun yang melalui gerakan dan ajaran para tokoh
negatif (membawa madlarat). Oleh karena tarekat untuk mengusir penjajah hingga
itu, sufisme yang merupakan bagian pembinaan mental spiritual jamaahnya,

HARMONI Mei - Agustus 2016


Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 125

sehingga bangunan karakter ummat Aburdene membuat jargon “spirituality


(character building) dapat diwujudkan yes, organized religion no” (Naisbit dan
dengan baik. Aburdene, 1991: 295; dan Azra, 1996: 297).
Menarik memang, mengamati perilaku
seorang psikolog dari California Amerika
Sufisme Berdialog Dengan Zaman Serikat, Robert Ornstein, yang menjadi
tertarik dengan sufisme. Masalahnya
Berangkat dari asumsi, bahwa sangat sederhana. Dia mengatakan
masyarakat modern sering digolongkan bahwa kemajuan yang dibarengi dengan
sebagai the post industrial society, suatu kemakmuran pada masyarakat industri,
masyarakat yang telah mencapai tingkat ternyata menimbulkan kemiskinan baru,
kemakmuran hidup material yang yaitu kemiskinan batin. Mengeringnya
sedemikian rupa, dengan perangkat ruhani tersebut, seperti munculnya
teknologi yang serba mekanik dan permasalahan dadakan yang bisa
otomat, manusia modern bukannya menimbulkan hal-hal kontroversial
semakin mendekati kebahagiaan di kalangan mereka, sehingga mereka
hidup, melainkan sebaliknya seringkali buru-buru mengadakan koreksi, bahwa
dihinggapi rasa cemas, tidak percaya dalam dirinya ada sesuatu berharga yang
diri, dan krisis moral akibat mewahnya hilang. Hal demikian merupakan gejala
gaya hidup materialistik yang didapat; menarik, bukan saja yang menimpa pada
maka pelarian dan pencarian kepada masyarakat maju dan rasional. Namun
kehidupan lain sebagaimana yang manakala ketenangan batin sudah
terdapat dalam tasawuf atau mistik adalah lenyap, maka siapa pun akan tertarik dan
hal yang mungkin saja terjadi. Karena rindu untuk mencari kebahagiaan dan
di sini mereka akan dapat melepaskan ketenangan yang tak sebatas kesenangan
kejenuhan, atau mengisi kekosongan hedonisme (Umar, 2000: 5).
jiwa setelah dunia modern mereka gapai
dengan terpenuhinya kebutuhan materi Hal demikian juga diakui oleh
yang didapat dengan mudah tersebut. Michael Baigent, sebagaimana dikutip
Nurcholish Madjid, bahwa krisis
Memang, modernisasi di samping epistemologi adalah suatu krisis yang
menjadi frame yang dapat memberikan menjadikan mereka tidak mempunyai
harapan baru bagi masa depan kejelasan tentang ilmu pengetahuan
sejarah manusia, juga telah mereduksi dan makna hidup di Barat, juga ikut
kelengkapan kehidupan manusia sebagai bertanggungjawab atas pertumbuhan
elemen utuh yang terdiri dari dimensi kultus-kultus dan laku mistik yang kini
material dan spiritual. Kecenderungan merajalela di sana. Akibatnya, “kemajuan
dominasi dimensi material pada masa ini ilmu pengetahuan dan teknologi yang
telah menciptakan pencarian terhadap tidak didahului oleh kematangan jiwa
dimensi spiritual manusia. Salah satu adalah bagaikan granat hidup di tangan
cara dalam pencarian dimensi spiritual anak-anak yang akan membahayakan
(keruhanian) dalam Islam tersebut dapat kelangsungan hidupnya” (Madjid, 2000:
ditemukan melalui tasawuf. 580-582). Munculnya berbagai kelompok
dan sekte dengan berbagai cara dan
Gejala kebangkitan spiritualitas
jalan yang ditempuh untuk bisa lebih
pada era modern tersebut, menurut
mendekatkan diri kepada pujaannya
John Naisbit dan Patricia Aburdene
dengan penampilan eksklusifnya,
dalam Megatrends 2000 adalah karena
adalah fenomena menggejala pada saat
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
ini. Munculnya sekte David Koresh di
dapat memberikan makna tentang
Amerika Serikat misalnya, Aum Shinrikyu
kehidupan. Karena itu, Naisbit dan
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2
126 Syamsun Ni’am

dengan tokohnya Shooko Asahara dan keruhanian mulai dicari


di Jepang, sekte Falun Gong dengan kembali” (Nasution, 1995: 114).
pendirinya Li Hongzhi di Cina (Zahro,
2004: 40 dan Jawa Pos, 1999: 4), dan lain- William McInner juga menyatakan
lain, adalah bukti dari fenomena di atas. hal yang sama, bahwa perkembangan
Hal demikian barangkali benar, seperti baru dalam agama pada abad ke-21
yang pernah dilaporkan Azyumardi mendatang antara lain ditandai oleh
Azra, bahwa ditemukan banyak tarekat- perkembangan spiritual yang lebih
tarekat sufi bermunculan di belantara mendalam (McInner dalam Ulumul
Manhattan, New York, lengkap dengan Qur’an, 1990). Dengan demikian,
“Sufi Bookstore”, begitu juga ada seorang munculnya anggapan bahwa dalam
insinyur teknik tamatan Columbia tasawuf kebahagiaan dan ketenangan
University, yang juga sebagai imam hidup —dalam konteks dunia modern—
pada New York Islamic Centre —jebolan itu dapat ditemukan atau paling tidak
Universitas al-Azhar— menjadi khalifah dapat dicari, adalah sesuatu yang tidak
tarekat Halvatiye-jerrahi di Lower West berlebihan.
Side Manhattan (Azra, 1996: 285). Dalam kehidupan sekarang ini,
Gejala kebangkitan spiritualitas di tengah-tengah situasi umat yang
(aspek keruhanian) tersebut juga cenderung mengarah kepada kebobrokan
diakui oleh Harun Nasution dengan moral, dominasi pragmatisme, pupusnya
mengungkapkan, bahwa: rasa percaya diri, mengeringnya rasa
persatuan dan persaudaraan, kasih sayang,
“Pada akhir-akhir ini, banyak saling tolong menolong, dan semacamnya;
pula orang mencari keruhanian tasawuf mulai mendapatkan perhatian
kembali. Ada yang pergi ke agama serius dan dituntut peran sertanya
semula sungguh pun tidak dengan untuk bisa terlibat secara aktif dalam
keyakinan penuh. Terdengar rangka mengatasi masalah-masalah yang
ungkapan seperti ini: ‘Saya dihadapi umat tersebut —sebagai akibat
sebenarnya kurang percaya kepada dari modernisasi. Dalam hal ini, adalah
agama saya, tetapi dalam kekacauan menarik untuk mengadakan penelusuran
nilai yang dibawa kemajuan iptek tentang muncul dan berkembangnya
modern sekarang, saya harus tasawuf dalam diskursus pemikiran Islam
mempunyai pegangan. Kalau tidak, klasik. Di mana tasawuf muncul di saat
kehidupan saya akan mengalami umat Islam sedang mengalami puncak
kekacauan’. Ada pula yang pergi kejayaannya. Rasionalisme (filsafat) dan
ke agama lain, terutama yang formalisme (fiqh) berkembang dengan
ada di Timur, karena agama yang pesat di kalangan umat (masa Dinasti
berkembang di Barat, sudah banyak ‘Abbasiyyah), yang tanpa disadarinya
pula yang dipengaruhi kematerian ternyata menjadikan umat terjebak
yang melanda masyarakat itu. kepada sikap yang cenderung serba
Ada pula yang pergi ke gerakan rasionalistik dan materialistik, serta
keruhanian di luar agama. Ada mengesampingkan aspek ruhani. Kondisi
pula yang mencari keruhanian semacam ini dapat mengakibatkan
pada psikologi, bahkan menurut kekeringan dan pendangkalan ruhani,
informasi terakhir ada yang pergi lebih-lebih sikap rasionalismenya dan
ke sihir. Hidup kematerian ternyata kekayaan materi yang melimpah, ternyata
tidak memuaskan. Di samping belum mampu memecahkan masalah-
hidup kematerian diperlukan hidup masalah yang sedang dihadapi umat
keruhanian. Literatur keagamaan Islam ketika itu. Tradisi kegelimangan

HARMONI Mei - Agustus 2016


Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 127

harta dan kemewahan hidup Kualitas defective itu ada dua macam;
menjadikannya terjerumus ke dalam pertama, adalah ketidaksempurnaan moral
kehidupan yang penuh dengan foya-foya, akibat seseorang melakukan dosa dan
berbuat dosa, yang akhirnya melupakan kejahatan; dan kedua, ketidaksempurnaan
tugas utamanya sebagai Khalifah Allah moral karena bawaan diri yang tak
di muka bumi (khalifat fi al-ardl), yang tampak, jika seseorang mengarahkannya,
mestinya harus tunduk dan patuh kepada maka sifat bawaan tersebut bisa
segala titah-Nya. dikendalikannya.

Dengan demikian, muncul dan Secara jujur akan dapat dikatakan,


berkembangnya tasawuf justru dari segi bahwa kondisi umat yang cenderung
lain untuk menyelamatkan umat Islam mengalami dekadensi moral di tengah
dari proses rasionalisasi dan kehidupan dinamika sosial-politik global seperti
materialistik yang dapat mengikis habis saat ini adalah akibat dari keringnya
dan mendangkalkan serta megeringkan nilai-nilai ruhani, sehingga seringkali
kehidupan ruhani, meskipun ada kehilangan pegangan. Lebih-lebih dengan
sementara orang yang menuduh tasawuf berkembangnya arus modernisasi di
sebagai biang kerok kemunduran umat segala aspek yang menghasilkan proses
Islam (Azra, 1998: 98-99; Nasr, 1980: liberalisasi dan rasionalisasi, yang secara
2; dan Rahmat, 1997: 94). Barangkali konsisten terus melakukan pendangkalan
pendapat seperti ini tidak selamanya spiritualitas. Dalam proses semacam ini,
dapat disalahkan, namun juga perlu maka yang terjadi adalah timbulnya
diperhatikan, sebab penghancuran ajaran proses desakralisasi dan despiritualisasi
spiritualitas (meninggalkan tasawuf) tata nilai kehidupan (Azra, 1998: 100).
berarti mencabut akar ritual dan spiritual Akibatnya, agama secara perlahan-lahan
yang akan mengeringkan sumber-sumber akan kehilangan nilai-nilai kesakralan
keruhanian agama itu sendiri. Sebab dan spiritualitasnya, padahal keduanya
apabila Islam dipisahkan dari aspek merupakan karakteristik yang tidak bisa
ruhani-nya, maka ia hanya akan menjadi dilepaskan dari agama.
kerangka formal belaka, sehingga orang
rasionalistik hanya menerima Islam Dalam kondisi seperti itu, maka
sebagai hal formal belaka. Dengan begitu pesantren sebagai sub-kultur (Wahid,
keindahan Islam niscaya tidak akan 1984: 10) memiliki posisi strategis
pernah ditemukan. untuk membentengi umat dari proses
desakralisasi dan despiritualisasi. Upaya
Pandangan utama dan pertama yang dilakukan pesantren adalah dengan
bagi seorang sufi adalah perjalanan memelihara dan menumbuh kembangkan
jiwa yang dapat membimbing perilaku nilai-nilai spiritual menurut ajaran
jahat, dan mengendalikan diri melawan Islam, yaitu melalui tasawuf (Azra, 1998:
tendensi-tendensi ketidaktundukan hawa 97). Meskipun tidak semua pesantren
nafsu. Al-Qur`an surat Yusuf (12): 53 telah mengajarkan nilai-nilai tasawuf kepada
menginformasikan, bahwa: para santrinya, akan tetapi hampir dapat
dipastikan bahwa seluruh kyai pengasuh
pesantren mengamalkan ajaran tasawuf
Dalam kaitan ini, al-Qusyairi tertentu, bahkan tidak jarang kyai
mengelaborasi lebih jauh bahwa orang- pesantren adalah sekaligus tokoh tarekat
orang sufi mengacu pada jiwa sebagai tertentu. Biasanya ajaran-ajaran tasawuf
pelembagaan kualitas-kualitas defective tersebut, walaupun tidak diajarkan
(ketidaksempurnaan) manusia dan apa secara resmi dan langsung, namun tetap
yang dikritik oleh moral dan akhlaq-nya. bisa dilihat dari perilaku dan sikap para

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2


128 Syamsun Ni’am

santrinya. Kyai sebagai figur utama di menjadi perlawanan terhadap Islam


kalangan pesantren adalah panutan, rasional yang sempat dominan pada
sehingga sikap hidup dan perilaku para abad 9 hingga abad ke-13 M. Pada saat
kyai yang bersumber dari ajaran tasawuf, itu, Islam berkembang secara rasional,
biasanya juga mempengaruhi perilaku sehingga memberi posisi yang terlalu
dan sikap para santrinya. tinggi terhadap peranan akal. Kehidupan
agama pada waktu itu menjadi terasa
kering dan kurang emosional. Sejak
Tarekat Dalam Lintas Sejarah Sosial- saat itu sufisme memiliki daya tarik
Politik Islam yang sangat kuat di kalangan awam
masyarakat. Popularitas sufisme sebagai
Dalam sejarahnya, pada masa-masa gerakan agama populer ini telah banyak
awal (abad pertama Hijriyah), tasawuf menaruh minat para sarjana untuk
muncul di Timur, kemudian menyebar mengkaji berbagai segi dari ordo-ordo
ke berbagai belahan dunia, adalah (tarekat-tarekat) sufi yang meluas dan
sebagai bentuk perlawanan terhadap menggantikan fungsi lembaga-lembaga
semangat merajalelanya penyimpangan keagamaan lain, seperti pemerintahan
dan representasi ajaran-ajaran Islam dan ulama’ Islam terutama setelah abad
secara liar, khususnya yang dilakukan 13 M. ketika dunia Islam dihancurkan
oleh para pemimpin dan politisi pada oleh kekuasaan Mongol (Jamil, 2005: ix).
masa itu (Simuh, 1996: 22-23). Akibat dari
perlawanan tersebut, mereka membentuk Fenomena gerakan sufisme yang
semacam –sebagaimana kata Nurcholish menjadi agama populer sejak abad ke-
Madjid— “pious opposition (oposisi yang 3/9 M. ini dijelaskan oleh Fazlurrahman
bermuatan kesalehan)” (Madjid, 2000: dengan menawarkan gabungan
255-256), dan ingin selalu “meniru” pendekatan. Menurutnya, ada beberapa
seperti apa yang diteladankan Rasulullah faktor dalam menjelaskan fenomena
saw., khususnya oleh para sahabat Nabi ini, yaitu: agama, sosial, dan politik.
(Simuh, 1996: 67). Misalnya, semangat Sufisme pertama-tama mengajarkan
juang, hidup sederhana, saling tolong- tentang kesalehan individu dalam rangka
menolong antar sesama, kasih sayang, pertemuan seorang hamba kepada
dan sebagainya. Tuhan. Pesona keagamaan semacam ini
seakan-akan membawa kesan bahwa
Pada masa itu praktek sufisme hanya ada ”agama dalam agama” dengan
berupa sikap a politis terhadap kehidupan struktur ide-ide, praktek-praktek dan
politik yang kacau, yaitu terjadinya organisasinya yang eksklusif. Melalui
beberapa faksi politik sepeninggal ordo-ordo, sufisme berhasil merumuskan
Rasulullah saw. Sejumlah orang berbagai tahapan secara rapi dan
diidentifikasi sebagai the piety minded menuntun kepada seorang murid (salik)
yang mencoba melakukan pengasingan pemula yang harus melepaskan sifat
diri dari kehidupan politik yang tidak kemanusiaannya menuju sifat ketuhanan.
menentu tersebut, dengan hanya Pesona cita semacam ini terus mengalami
mendekatkan diri kepada Allah swt. Pada perkembangan walaupun mendapat
abad ke-3/9 M., sufisme mulai diajarkan perlawanan dari ulama’ Islam ortodok
secara terbuka di pusat kekuasaan Islam karena dianggap telah berpengaruh
Baghdad, untuk kemudian membentuk kepada adanya penyimpangan (deviasi)
semacam agama populer yang seringkali yang bertentangan dengan cita-
harus berhadapan dengan agama cita awal sufisme itu muncul. Inilah
elit kerajaan. Pada masa ini sufisme faktor keagamaan yang menyebabkan
mengalami pergeseran dari sikap a politis lenyapnya penentangan pihak Islam

HARMONI Mei - Agustus 2016


Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 129

ortodok terhadap gerakan sufisme metode, mode atau sistem (Yunus, 1973:
terutama setelah abad 8/14 M. 236). Sedangkan menurut istilah tasawuf,
tarekat berarti perjalanan seorang salik
Secara sosio-politik, sufisme (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan
dengan ritus-ritusnya yang terorganisir cara menyucikan diri; atau perjalanan
secara rapi dan pertemuan-pertemuan yang harus ditempuh oleh seseorang
mistiknya melalui tarekat, telah untuk dapat mendekatkan diri sedekat
menawarkan suatu pola kehidupan mungkin kepada Tuhan (Ensiklopedi
sosial yang dapat memenuhi kebutuhan- Islam, Jilid 5: 66).
kebutuhan sosial, terutama dari lapisan
masyarakat yang tidak berpendidikan. Abu Bakar Aceh memberikan
Melalui cult-cult sosio-keagamaan inilah pengertian, bahwa tarekat adalah:
sufisme kemudian dihubungkan dengan
kelompok-kelompok profesional yang “Jalan, petunjuk dalam
terorganisir. Di Turki misalnya, pada melaksanakan suatu ibadah sesuai
abad pertengahan, gerakan sufi ini secara dengan ajaran yang ditentukan
intim dihubungkan dengan gilda-gilda dan dicontohkan oleh Nabi dan
profesional dan dengan organisasi militer dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in,
jenissari (yenicheri).1 Bahkan semua turun-temurun sampai kepada
profesi pekerjaan seringkali dihubungkan guru-guru, sambung-menyambung
dengan nama-nama wali tertentu. Hal ini dan rantai-berantai; atau suatu
tampak pula pada kehidupan sufisme cara mengajar atau mendidik,
di Jawa, terdapat judul Bisnis Kaum lama kelamaan meluas menjadi
Sufi oleh Abdul Munir Mulkhan, yang kumpulan kekeluargaan yang
merupakan studi atas tradisi berdagang mengikat penganut-penganut sufi
pada kalangan pengikut tarekat di yang sepaham dan sealiran, guna
Kudus. Sufisme juga merupakan benteng memudahkan menerima ajaran-
perlindungan terhadap otorita negara ajaran dan latihan-latihan dari para
terutama sejak abad ke-5/11 M. ketika pemimpinnya dalam satu ikatan”
kesatuan Islam mulai pudar, dan memberi (Aceh, 1993: 67).
perlindungan kepada rakyat akibat tirani
Dengan demikian, tarekat
kekuasaan yang dzalim, yang justru oleh
selamanya harus mengacu pada tuntunan
kalangan ulama’ fiqh dianggap lebih baik
Nabi, para sahabat dan tabi’in. Dengan
daripada kekacauan dan hidup tanpa
kata lain, tarekat harus dilaksanakan di
ketentuan hukum. Hal ini di samping
atas bangunan shari’at; dan di antara unsur
terjadi di Turki, juga tampak dalam kasus
di Afrika Barat dan Utara, serta Sudan utama yang biasa berlaku dalam dunia
Timur di masa modern (Jamil, 2005: 3-4). tarekat adalah adanya seorang syekh
yang mempunyai tugas membimbing
Tarekat adalah sebuah kata muridnya. Mereka harus memenuhi
bentukan dari kata Arab “thariq” atau kriteria seperti yang dijelaskan oleh al-
“thariqah” dan bentuk plural-nya adalah Junaid al-Bahgdadi (w. 297 H.), yakni
“tharaiq atau thuruq”, yang berarti jalan, harus menguasai ilmu shari’at, menjauhi
tempat lalu lintas, aliran, madzhab, yang haram, zuhd dalam hidup di dunia,
1 Gerakan tarekat di Turki yang hingga kini dan qana’ah. Unsur tarekat selanjutnya
masih tetap eksis dan secara politik memiliki peran sosial-
politik dan pengaruh besar adalah tarekat Bektashi (Turki:
adalah murid, yang berarti orang yang
Bektashi Tarikatı) atau Bektashism (Albania: Bektashizmi berkehendak untuk menempuh jalan
atau Bektashizma), yang didirikan pada abad ke-13 oleh tasawuf di bawah bimbingan seorang
Persia suci Haji Bektash Veli. Bahkan saat ini tarekat
Bektashi ini menjadi salah satu tarekat yang berkembang syekh dengan ketaatan penuh. Unsur
di kalangan militer Turki. Barangkali di dunia ini hanya penting lainnya adalah bai’at (janji setia)
militer Turki, sebagai satu-satunya angkatan bersenjata
yang memiliki sebuah gerakan tarekat. antara murid dengan syekh-nya, yang
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2
130 Syamsun Ni’am

merupakan salah satu tali pengikat pada rentang waktu selanjutnya


agar dapat istiqamah (konsisten) dalam telah menjadi konsumsi bukan hanya
menempuh jalan menuju Allah swt. individual tapi juga kebutuhan publik
(Zahro, 2004: 43). Di samping juga ada melalui pengajaran-pengajarannya. Hal
tata laksana dalam pengamalannya, ini terus berlanjut dari waktu ke waktu
yaitu wirid atau dhikr di samping ratib, dan melampaui batas-batas geografis
muzik, menari, bernafas, dan sebagainya dan sosiologis. Pos-pos mereka yang
—kesemuanya harus mengacu kepada ada di berbagai perbatasan wilayah
ketentuan shari’at. Dalam kaitan ini, yang biasanya disebut ribath, rumah-
Abu Bakar Aceh memberikan penjelasan, rumah peristirahatan mereka disebut
bahwa shari’at itu merupakan peraturan, khanaqah, dan tempat penempaan diri
tarekat merupakan pelaksanaan, hakekat para pembimbing spriritual yang disebut
merupakan keadaan, dan ma’rifat itu khalwah dan zawiyah, merupakan cikal
adalah tujuan akhir dari perjalanan bakal pusat-pusat kehidupan mistik
mistis seorang salik (Aceh, 1993: 68). semisal biara sufi. Hal ini berjalan terus
Oleh karena itu, sekiranya ada anggapan sejak abad ke-11 M. hingga melampaui
miring tentang praktek-praktek tarekat, kawasan perbatasan dan kawasan-
hal itu merupakan realitas yang tidak kawasan non-Arab di Asia Tengah
bisa diabaikan, karena memang dalam dan Afrika Utara. Tepatnya sejak
kenyataannya, seringkali dijumpai adanya pada permulaan abad ke-13 M. inilah
praktek-praktek tarekat yang keluar atau beberapa pusat tertentu menjadi cikal-
bahkan berada di luar bangunan shari’at bakal munculnya tarekat, aliran-aliran
tadi. Bahkan cuek dengan dinamisasi mistik atau pusat-pusat pengajaran sufi
kehidupan. (Jamil, 2005: 51). Kumpulan-kumpulan
tersebut selanjutnya mengambil bentuk
Di samping itu, secara terminologis, organisasi-organisasi yang mempunyai
kata tarekat menurut Gibb (1995: 573), corak dan peraturan-peraturan tersendiri,
telah mengalami pergeseran makna. Pada sehingga mempunyai kekhasan tersendiri
masa pasca abad ke-19 dan 20 tarekat pula.
merupakan a method of moral psychology for
the pactical guidance of individual who had a Menurut J. Spencer Trimingham
mystic call. Pengertian di atas merupakan ada tiga kawasan utama pemikiran dan
kristalisasi dari makna tarekat beberapa praktek-praktek sufi yang dikembangkan.
abad sebelumnya, yakni periode abad Tiga kawasan utama tersebut adalah:
11. Pada masa ini tarekat dimaknai (1) Lingkungan Mesopotamia, (2) Mesir
sebagai the whole system of rits spiritual dan Maghrib, dan (3) Iran, Turki, dan
training laid down for communal life in the India (Trimingham, 1973: 3). Lingkungan
various muslim religious orfers which began tarekat di Mesopotamia meliputi
to be founded at this time (Gibb, 1995: 573). Baghdad, Syiria, hingga ke Mesir. Alur
Dalam perjalanan selanjutnya, tarekat utama isnad tarekat dalam lingkungan ini
bukan saja sebagai lembaga spiritual, adalah Junaid al-Baghdadi (w. 298/ 910),
di mana di dalamnya anggota sebuah menuju ke Ma’ruf al-Karkhi (w. 200/ 815)
tarekat melakukan latihan-latihan secara dan Sirri al-Saqathi (w. 251/ 865). Tarekat-
kolektif, tetapi juga menjadi jaringan tarekat yang berkembang di sini adalah
social, bahkan organisasi sosial yang Suhrawardiyah, Rifa’iyah, dan Qadiriyah.
mempunyai fungsi-fungsi sosiologis
(Lapidus, 1988: 168) dan politis. Sedangkan Mesir dan Maghrib lebih
merupakan lingkungan perkembangan
Tarekat yang pada mulanya beberapa tarekat besar setelah masa
dijalankan secara individual, namun pembentukan sebelumnya. Tarekat yang

HARMONI Mei - Agustus 2016


Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 131

mengalami pertumbuhan baik di sini tarekat dalam dinamika sosial-politik


adalah Syadziliyah. Akan tetapi tarekat dan budaya di berbagai Negara Muslim,
yang muncul di wilayah Mesir dan Maghrib namun pada pembahasan berikut ini
kebanyakan adalah tarekat-tarekat akan dikemukakan mengenai peran
kecil dan kurang tersebar ke beberapa tarekat dalam dinamika sosial-politik
wilayah lain. Adapun di lingkungan dan budaya, khususnya yang terjadi
Iran memadukan dua kecenderungan di Indonesia. Pembahasan ini tentunya
sufi awal Iraqi dan Khurassani yang akan didasarkan kepada analisis sejarah
dinisbatkan kepada al-Junaidi (Sufi dengan melongok kepada peran-peran
Mesopotamia) dan Abu Yazid al-Bisthami holistik tarekat baik melalui praktek dan
(Sufi Malamati, Khurassani). Tarekat- ajaran dari para tokoh tarekat maupun
tarekat besar yang tumbuh di sini adalah jamaahnya yang telah terorganisir secara
Kubrawiyah, Yasaviyah, Maulawiyah, rapi dan baik. Jika peran tarekat pada
Khawajagan-Naqshabandiyah, Chistiyah, masa penjajahan adalah difokuskan
dan Suhrawardiyah India. untuk melawan dan mengusir penjajah
(kolonialisme), maka pada masa
Di tanah air sendiri di antara tarekat
yang mula-mula muncul dan berkembang perkembangan Indonesia hingga masa
luas adalah tarekat Qadiriyah di Baghdad. modern seperti saat ini, tarekat akan
Tarekat ini dinisbatkan kepada Muhy al- berperan penting sebagai institusi
Din Abd al-Wadir ibn Abi Shalih Janki dalam pengembagan kualitas hidup
Daousti (w. 1166 M). Di samping itu, dan kehidupan ummatnya. Demikian
juga tarekat Rifa’iyah di Asia Barat oleh juga pada masa pembangunan, tarekat
Syekh Ahmad Rifa’i (w. 1182 M); tarekat akan memiliki peran signifikan dalam
Shadziliyah di Maroko dengan Nur al- peningkatan kualitas hidup dan kesalehan
Din Ahmad bin Abdullah al-Shadzili (w. sosial yang memiliki konsekuensi
1228 M) sebagai Syekhnya. Dari Mesir terhadap kehidupan bermasyarakat,
berkembang tarekat Badawiyah atau berbangsa dan bernegara secara damai,
Ahmadiyah oleh Syekh Ahmad al-Badawi adil dan makmur.
(w. 1276 M). Sementara dari Asia Tengah
Tarekat, jika pada awalnya
muncul tarekat al-Naqshabandiyah oleh
diidentikkan dengan kehidupan yang
Muhammad bin Muhammad Bahau al-
sangat pribadi (individualistik), adalah
Din al-Naqshabandi (w. 1317 M). Selain
hal yang tidak dapat disalahkan,
itu, bermunculan lagi tarekat lain, seperti
karena memang tujuan munculnya
Bektashiyah di Turki, dan al-Tijaniyah
sufisme (tarekat) pada masa-masa awal
di Afrika Utara (Jamil, 2005: 54). Inilah
adalah sebagai respon dan protes atas
yang kemudian terus mengalami
kejahatan jiwa, sosial dan kultur politik
perkembangan seiring perkembangan
terutama yang dilakukan oleh para
waktu, sehingga disinyalir hingga
penguasa. Namun dalam perkembangan
sekarang ini ada 200 lebih tarekat yang
selanjutnya, sufisme dengan ajaran-
tersebar (Aliade, 1987: 345) dengan
ajaran dan pesan moralnya telah tidak
kekhasan corak, karakter dan aturan-
aturan yang dimilikinya. hanya menarik untuk dikaji secara ilmiah
namun juga diamalkan secara terorganisir
—melalui tarekat misalnya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan banyaknya penelitian
Beberapa Kajian tentang Keterlibatan
tentang peran dan keterlibatan tarekat
Tarekat Dalam Dinamika Sosial-Politik
yang tidak hanya mengajarkan kesalehan
di Indonesia
individual tapi juga kesalehan sosial.
Pada pembahasan sebelumnya, Bahkan dalam sejarahnya yang panjang
telah dikemukakan tentang peran dapat dilihat peran sufisme (baca: tarekat)

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2


132 Syamsun Ni’am

yang begitu besar dalam peng-Islam-an yang sangat terkenal dalam sejarah
Nusantara oleh para Wali Songo. Menurut adalah syekh tarekat, seperti Hamzah al-
Alwi Shihab, penyebaran Islam yang Fanshuri, Syams al-Din al-Sumaterani,
berkembang secara spektakuler di negara- Nur al-Din al-Raniri, dan Abd al-Rauf
negara Asia Tenggara —khususnya al-Sinkili. Kemudian disusul nama-nama
di Indonesia— berkat peranan dan syekh tarekat lainnya, Syekh Yusuf Taj
kontribusi tokoh-tokoh tasawuf (tarekat) al-Khalwati, Syekh Abd al-Shamad al-
adalah kenyataan yang diakui oleh hampir Palimbani, Syekh Muhammad Nafis bin
mayoritas sejarahwan dan peneliti. Hal Idris al-Banjari, dan Syekh Muhammad
ini disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap Hasyim Asy’ari. Tentunya juga
kaum sufi yang lebih kompromis dan keterlibatan Wali Songo, yang dianggap
penuh kasih sayang. Tasawuf memang sebagai pelopor lahir dan berkembangnya
memiliki kecenderungan manusia yang tarekat di Indonesia.
terbuka dan berorientasi kosmopolitan
(Shihab, 2001: 13). Dalam perkembangan selanjutnya,
ternyata tarekat berperan menjadi
Untuk menelusuri peran sosial- pemain utama dan penentu gerakan
politik tarekat dalam dinamika sosial-politik dan ekonomi Nusantara.
kehidupan, ada beberapa pendapat yang Sejarah menjadi saksi bahwa perlawanan
dikemukakan di sini. Misalnya John bersenjata terhadap penjajah, kebanyakan
Obert Voll dan H.A.R. Gibb menyatakan, telah digerakkan oleh para tokoh tarekat.
bahwa ada tiga komunitas yang selalu Pembebasan Sunda Kelapa dari penjajah
terlibat dalam proses kontinuitas dan Portugis yang dipimpin oleh Sunan
perubahan peradaban Islam, setelah Gunungjati atau Syarif Hidayatullah
runtuhnya kekuatan politik Islam, yaitu bersama Fatahillah (Falatehan) pada
ulama’ fiqh, para pedagang Muslim tanggal 22 Juni 1527, telah menjadi bukti
(organisasi komersial), dan asosiasi sufi sejarah. Tantangan terhadap penjajah
(tarekat) (Voll, 1997: 130). Yang disebut ini juga dilakukan oleh para Wali Songo
terakhir ini menurut John Obert Voll, lainnya, dan pimpinan tarekat juga telah
awalnya merupakan kumpulan dari berperan aktif dalam pengorganisasian
sekelompok murid yang hidup bersama militer guna menegakkan kedaulatan
dan menjalankan ajaran-ajaran sufi yang dan kekuasaan politik Islam di Demak,
terkenal. Sejak abad ke-12, organisasi dari Aceh dan juga Maluku. Gerakan ini terus
kelompok ini menjadi semakin resmi, dan mengalami persambungan dari waktu ke
tarekat menjadi semakin berskala lebih waktu selanjutnya.
luas menjadi asosiasi yang berdasarkan
kesalehan. Mereka melakukan fungsi- Ciri pengembangan fungsi tarekat
fungsi yang ruang lingkupnya lebih luas, dari keagamaan menjadi aktif dalam
yang dapat meningkatkan integrasi dan perlawanan bersenjata tidak hanya terjadi
kohesi (kesatuan sosial) (Voll, 1997: 38). di Indonesia, namun juga di negara-negara
lain. Di Sudan misalnya, gerakan Mahdi
Tarekat mulai berkembang dan yang dipimpin oleh Muhammad Ahmad
mulai mempunyai pengaruh besar di menentang penjajah Inggris. Tarekat
Indonesia pada abad ke-6 dan ke-7 H. Sanusiah yang dipimpin oleh Sanusi
Menurut A. Mukti Ali, keberhasilan al-Mahdi juga melancarkan serangan
pengembangan Islam di Indonesia bersenjata dari pusat gerakannya di Jauf
adalah jasa tarekat dan tasawuf. Sejak Gurun Sahara Libia terhadap penjajah
masuknya Islam, bangsa Indonesia telah Barat.
mengenal ahli fiqh (fuqaha’), ahli teologi
(mutakallimun) dan sebagainya. Namun Dari abad ke-17 M. hingga abad
ke-19 M., gerakan tarekat di Indonesia

HARMONI Mei - Agustus 2016


Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 133

menampakkan partisipasinya membela pemberontakan mengusir penjajah.


kepentingan rakyat. Semula dengan Di susul di Sumatera Barat, di Muara
pondok pesantren para guru tarekat Sipongi, Tapanuli Selatan, tarekat juga
bertindak sebagai educator. Tetapi dengan telah menjadi pelopor dalam propaganda
adanya perubahan tatanan politik yang ajaran komunisme. Demikian pula tokoh
menindas rakyat, pondok pesantren tarekat Syatariyah, Sidi Djumadi di Sungai
tidak hanya dijadikan area pembinaan Sarik Pariaman dan Labia Kadir di Ulakan,
spiritual dan agama semata, melainkan telah ikut serta dalam upaya propaganda
juga menanamkan kesadaran cinta komunisme. Menurut penelitian Syafi’i
tanah air, bangsa, dan agama. Gerakan Mufid, bahkan Pangeran Diponegoro
anti penjajah menjadi bagian dari ajaran adalah di antara tokoh tarekat yang
tarekat, dan perang melawan penjajah memiliki andil besar dalam pengusiran
adalah suci dan termasuk jihad fi sabilillah. penjajah di Nusantara —walaupun Mufid
Sangat nyata jika pada abad ke-19 banyak tidak menyebutkan afiliasi Pangeran
bermunculan protes-protes sosial politik Diponegoro terhadap tarekat tertentu—
yang dipimpin ulama’ sufi, seperti di samping Kyai Nawawi Banten, Kyai
protes sosial di Pekalongan (1850) yang Saleh Darat Semarang, Kyai Subkhi (Kyai
dipimpin oleh Kyai Rofi’i. Perlawanan Bambu Runcing) Perakan, Kyai Ramli
bersenjata terhadap Belanda di Cilegon Tamim Jombang, dan lain sebagainya
yang terkenal dengan gerakan protes (Mufid, 2006: 74). Masih banyak lagi
Cilegon (1883), yang dipimpin oleh guru berbagai gerakan tarekat yang tidak
tarekat Haji Warsyid (Jamil, 2005: 39-40). tertulis dalam buku-buku sejarah. Hingga
masa-masa perjuangan kemerdekaan
Keterlibatan tokoh-tokoh sufi abad ke-20, tarekat tetap menjadi elemen
(tarekat) dalam bidang sosial-politik penting dalam dinamika sosial-politik
ternyata telah berlangsung dari generasi Nusantara, seperti yang nampak pada
ke generasi berikutnya. Pada abad ke-18 banyaknya milisi-milisi perlawanan di
di Palembang muncul tokoh tarekat Syekh berbagai pelosok Nusantara.
‘Abd al-Shamad ibn ‘Abd al-Jalil, yang
menyebarkan semangat pertempuran Dalam konteks modern (pasca
(jihad fi sabilillah) ketika terjadi peperangan kemerdekaan), tarekat —baik sebagai
antara Kedah dan Patani melawan organisasi gerakan maupun ajaran—
kerajaan Siam. Pada abad ke-19 tarekat ternyata masih menjadi daya tarik
juga berperan penting dalam gerakan anti tersendiri dalam dinamika sosial-politik
Asing dan perlawanan terhadap penjajah di negeri ini. Hal ini dapat disaksikan
Belanda. Di Banten tarekat Qadiriyah wa melalui dinamika sejarah gerakan tarekat
Naqsyabandiyah telah berperan penting di Indonesia. Muktamar NU ke-26 di
dalam gerakan pemberontakan mengusir Semarang misalnya, pada Juni 1979
penjajah pada tahun 1888. Bahkan tokoh/ telah membentuk Jam’iyah Ahl Tarekat
kyai tarekat tertentu dapat berperan al-Mu’tabarah al-Nahdliyah (Turmudzi,
ganda, tidak hanya peran politik, namun 2004: 67),2 dengan Surat Keputusan PB
juga peran sosial telah dimainkan, seperti 2 Menurut catatan Endang Turmudzi, ada 44
dapat menjadi dukun yang pandai dan aliran tarekat yang diakui oleh kyai NU sebagai tarekat
Mu’tabarah, yaitu: Tarekat Rumaniyah, Rifaiyah, Sa’diyah,
mistikus ulung (Mufid, 2006: 73). Bakriyah, Juztiyah, Umariyah, Alawiyah, Abbasiyah,
Zainiyah, Dasuqiyah, Akbariyah, Bayumiyah, Malamiyah,
Kemudian di Lombok, setelah Ghaibiyah, Tijaniyah, Uwaesiyah, Idrisiyah, Samaniyah,
Buhuriyah, Usaqiyah, Kobrowiyah, Maulawiyah,
pemberontakan Banten tahun 1891, Jalwatiyah, Barumiyah, Ghazaliyah, Hamzawiyah,
muncul tokoh tarekat Qadiriyah wa Haddasiyah, Mathuliyah, Sumbuliyah, Idrusiyah,
Naqsyabandiyah, yang bernama Utsmaniyah, Syadziliyah, Sya’baniyah, Kalhaniyah,
Khodziriyah, Syattariyah, Khalwatiyah, Ba’dasiyah,
Guru Bangkol, untuk memimpin Sukhrowardiyah, Ahmadiyah, Isawiyah Ghorbiyah,
Thuruq Akbaril Auliyah, Qadiriyah wa Naqsyabandiyah,

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2


134 Syamsun Ni’am

Syuriyah NU No. 137/Syur.PB/V/1980, yang dilakukan oleh Wahyu Prasetyo


yang dipimpin oleh K.H. Idham Khalid Susilo (2016) di Desa Srumbung Kauman
dan K.H. Arwani. Di dalam organisasi Magelang misalnya, yang menyatakan
tarekat ini, sebagian jamaah dan tokohnya bahwa berkat gerakan tarekat Qadiriyah
ada yang masuk ke dalam Golongan wa Naqsyabandiyah, masyarakat
Karya (Golkar) —seperti K.H. Mustain Srumbung Kauman telah berubah menjadi
Ramli—, dan sebagian lainnya tidak lebih arif, beradab, dan berkarakter. Di
setuju dengan bergabungnya tarekat ini mana sebelum ada gerakan dan ajaran
ke dalam Golkar. Sebab bagi yang tidak tarekat di desa Srumbung tersebut,
setuju, mereka akan curiga terhadap masyarakatnya lebih dikenal sebagai
kepentingan masing-masing jamaah dan penyabung ayam, pencuri, dan pemabuk.
tokohnya tersebut, sehinga terjadilah
konflik (perpecahan) di kalangan jamaah Muhlasin (2013) meneliti tentang
tarekat tersebut (Turmudzi, 2004: 69). peran tokoh tarekat Qadiriyah wa
Kondisi ini akan berpengaruh kepada Naqsyabandiyah dalam membentuk
pengikut/jamaah tarekat yang memiliki kesalehan sosial di Karangbolong
ciri patuh dan taat terhadap seorang tokoh Kebumen Jawa Tengah. Dia telah
tarekat. Dalam konteks ini, sekiranya menemukan adanya korelasi signifikan
dapat ditunjukkan bahwa demikian antara kegiatan yang yang diprakarsai oleh
besar peran tarekat dalam dinamika per- tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
politikan di Indonesia. dengan pembentukan kesalehan
masyarakatnya. Hal ini dapat dibuktikan
Mengiringi hal tersebut, ternyata melalui kegiatan-kegiatan ritual seperti
tarekat telah memainkan peran penting wirid dan juga kegiatan sosial bersama,
dalam dinamika sosial-politik di seperti gotong-royong, saling membantu
Indonesia, tentunya sesuai dengan kondisi kegiatan-kegiatan warga, dan lain-lain.
zaman yang mengikutinya. Jika pada Semua di bawah komando seorang
masa-masa penjajahan, tarekat berperan mursyid/badal mursyid tarekat Qadiriyah
dan berfungsi sebagai mobilisator massa wa Naqsyabandiyah.
untuk mengusir penjajah; maka pada
masa pasca kemerdekaan, tarekat telah Berbeda dengan penelitian di
memainkan peran penting dalam sosial- atas, Muhammad Juni (2008) telah
politik, ekonomi, budaya, dan agama. meneliti tentang sejarah dan peranan
Demikian juga pada masa reformasi tarekat Syadziliyah di Bekasi. Hasil dari
dan pasca-reformasi tarekat juga harus penelitiannya yang dianggap penting
lebih dapat berperan aktif sebagai adalah peran tarekat Syadziliyah dalam
media/wadah gerakan dan dakwah mempengaruhi jamaahnya untuk selalu
dalam penyelesaian problem-problem hidup aktif dan dinamis, peka terhadap
kebangsaan, keberagaman, keummatan kondisi social. Bagi mereka, bertarekat
dan keberagamaan. tidak harus menyendiri dan menjauh
dari kehidupan sosial. Konsekuensi
Tidak sedikit kajian tentang peran dari pemikiran tersebut adalah adanya
tarekat di tengah perubahan sosial di keterbukaan dengan zaman, sehingga
Indonesia pada saat ini. Ada penelitian tarekat dapat berperan aktif dalam
dan Thariqatul Muslimin. Dari 44 aliran tarekat kehidupan empiris.
tersebut, hanya ada 7 aliran tarekat yang berkembang di
Indonesia, yaitu: Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Tijaniyah, Di Cirebon ada temuan yang
Syadziliyah, Khalidiyah, Syattariyah, dan Khalwatiyyah. menyatakan, bahwa lembaga tarekat
Sedangkan tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
adalah gerakan tarekat yang paling terkenal di Indonesia, telah memiliki peran signifikan dalam
berdasarkan pengikutnya yang besar. Lihat Endang mendorong semangat produktif di
Turmudzi, Kiai dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKiS, 2004),
67. bidang ekonomi dari para pengikut/

HARMONI Mei - Agustus 2016


Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 135

jamaahnya. Kondisi ini justru berbalik doktrin yang diajarkan oleh sufisme
dari asumsi yang mengatakan bahwa (tarekat). Hal ini sekaligus menjadi
lembaga tarekat telah menjadikan antitesis terhadap adanya anggapan
jamaah/ pengikutnyanya lari dari dunia miring bahwa sufisme (tarekat) sebagai
(eskapisme). Dengan kajian ini, maka biang kemunduran Islam.
tidak lah benar asumsi tersebut. Sebab
dalam kajian ini, tarekat justru dapat
memberikan ruang dan mendorong Penutup
untuk bersikap dan berperilaku produktif
dalam berekonomi dan berwirausaha. Dalam sejarahnya yang panjang,
Paling tidak inilah yang dilakukan oleh tasawuf — dalam artian khusus tarekat —
tarekat Syahadatain di Desa Gebang ternyata telah mampu bertahan dan tetap
Kulon Gebang Cirebon (Hakim, Tt). survive di tengah hingar-bingarnya dunia
yang semakin mondial dan global ini. Di
Gambaran tentang gerakan tarekat balik keortodokan ajarannya, tasawuf
dan perannya di tengah perubahan telah mampu menunjukkan kepada
sosial sebagaimana disebutkan di atas dunia dan peran aktifnya tidak hanya
menunjukkan bahwa tarekat senantiasa pada peningkatan pengamalan spiritual-
memiliki tanggung jawab tidak hanya keagamaan semata, namun lebih dari itu,
individual namun juga sosial yang tinggi. telah mampu membangun dinamisasi
Tarekat hadir di tengah ummat pada saat- kehidupan; mulai dari keterlibatannya
saat kritis. Pertama, ia muncul sebagai mengusir imperialis sebagaimana yang
ajaran yang mampu menyerap unsur- pernah dilakukan di Indonesia oleh
unsur asli kebudayaan setempat, sehingga para Wali Songo dan para pemimpin
Islam mudah diterima oleh penduduk tarekat, melepaskan rakyat dari belenggu
Nusantara. Kedua, tarekat dalam tirani kekuasaan sebagaimana di Sudan,
perkembangannya telah melakukan Afrika Utara, Libia, dan lain-lain, hingga
penyesuaian-penyesuaian dengan kultur pada soal-soal sosial-politik, penguatan
setempat dan pemikiran-pemikiran ekonomi, dan lain sebagainya.
baru, sehingga para pengikutnya mudah
beradaptasi. Ketiga, tarekat telah tampil Dengan demikian, jika tasawuf
sebagai alat pemersatu untuk mengusir (tarekat) dianggap sebagai amalan dan
penjajah dan dominasi kebudayaan Barat. aktifitas yang sangat pribadi dan untuk
Bahkan tarekat telah mampu menjadi tujuan yang sangat private adalah hal
gerakan yang bersifat militer untuk yang tidak dapat dibuktikan seluruhnya,
pemberontakan atau peperangan (Mufid, walaupun memang tidak bisa dipungkiri
2006: 78). bahwa masih ditemukan adanya praktek-
praktek dari sebagian sufi (tarekat) yang
Dengan demikian, tarekat sangat eksklusif dan private; bahkan cuek
sebenarnya mempunyai fungsi ganda dengan dunia sekitarnya. Yang terakhir
dalam memegang peran, baik sebagai inilah barangkali yang menjadi penyebab
gerakan spiritual-keagamaan yang adanya anggapan bahwa tasawuf (tarekat)
membawa pesan-pesan moral individual menjadi biang kemunduran Islam dan
dalam rangka mendekatkan diri kepada umatnya.
Tuhan —bahkan menyatu dengan-Nya;
maupun sebagai fungsi sosial-politik Di tengah hiruk-pikuknya dunia
dalam rangka membentuk kesalehan seperti sekarang ini, nampaknya doktrin
sosial untuk selalu peka dan peduli dan ajaran tasawuf mestinya dilihat dan
dengan kondisi sosial. Tentunya dengan ditempatkan pada posisi yang wajar dan
menghayati dan mengamalkan doktrin- proporsional sebagai kontinuitas dari
domain-domain ajaran Islam lainnya,
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2
136 Syamsun Ni’am

seperti tauhid dan shari’ah (dalam ketiga domain tersebut bisa menjadi
pengertian khusus fiqh), sehingga dalam penyebab stagnasi dalam praktek-
penerapannya pun jangan sampai ada praktek keberagamaan selanjutnya,
yang terlalu menonjol dan berat sebelah. yang berakibat kepada klaim-klaim
Sebab, pengabaian salah satu di antara eksklusif (truth claim). Inilah penyebab
kemunduran Islam yang sebenarnya.

Daftar Pustaka

Aceh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarekat; Kajian Historis Tentang Mistik. Solo: Ramadhani,
1993.
Aliade, Mirce (ed.). The Encyclopedia of Islam. New York: Macmillan Publishing Co., 1987.
Azra, Azyumardi. “Neo-Sufisme dan Masa Depannya”, dalam Muhammad Wahyuni
Nafis (Ed.). Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam. Jakarta: Paramadina, 1996.
……….. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos, 1998.
Barsany, Noer Iskandar al-. Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi. Jakarta: Srigunting, 2001.
Bruinessen, Martin van. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: Survei Historis, Geografis dan
Sosiologis. Bandung: Mizan, 1992.
……….. NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru. Yogyakarta: 1999.
……….. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.
……….. “Pesantren dan Kitab Kuning: Pemeliharaan dan Kesinambungan Tradisi
Pesantren”. Ulumul Quran No. 4, Vol. III: 73-85.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta:
LP3ES, 1994.
Gibb, H.A.R. “An Interpretation of Islamic History”. Muslim World, XIV, 1995.
……….. Shorter Encyclopedia of Islam. Leiden: I.J. Brill, 1974.
Hamka. Tasawuf; Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986.
Hakim, Lukman. “Etos Kerja penganut Tarekat (Studi Kasus terhadap Pengikut Tarekat
Syahadatain di Desa Gebang Kulon, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon)”,
Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia, Tt.
Jamil, M. Muhsin. Tarekat dan Dinamika Sosial Politik; Tafsir Sosial Sufi Nusantara.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Jawa Pos, 23 Juli 1999.
Juni, Muhammad. ”Sejarah dan Peranan Tarekat Syadziliyah di Bekasi”, Skripsi. Jakarta:
UIN Syarif Hidayaullah Jakarta, 2008.
Khuluq, Lathiful. Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LkiS,
2000.

HARMONI Mei - Agustus 2016


Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 137

Lapidus, M. Ira. A Histroy of Islamic Societies. Cambridge, 1988.


Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina, 2000.
McInner, William. “Agama di Abad 21”, dalam Ulumul Qur`an, No. 5, Tahun 1990.
Mufid, Ahmad Syafi’i. Tanglukan, Abangan, dan Tarekat: Kebangkitan Agama Jawa. Jakarta:
Yayasan obor Indonesia, 2006.
Muhlasin. “Peran Tokoh Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dalam Membentuk
Kesalehan Sosial (Studi Kasus terhadap Masyarakat Desa Karangbolong
Kebumen Jawa Tengah)”, Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ushuludin-UIN Suka,
2013.
Naisbit, John dan Patricia Aburdene. Megatrend 2000, Ten New Direction for the 1990’s.
New York: Avon Book, 1991.
Nasr, Seyyed Hossein. Living Sufism. London: Unwin Paperbacks, 1980.
Nasution, Harun. Islam Rasional. Bandung: Mizan, 1995.
Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES, 1996.
Rahmat, Jalaluddin. Islam Alternatif. Bandung, Mizan, 1997.
Shihab, Alwi. Islam Sufistik: “Islam Pertama” dan Pengariuhnya hingga Kini di Indonesia.
Bandung: Mizan, 2001.
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada,
1996.
Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, dan Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern. Jakarta: LP3ES, 1986.
Susilo, Wahyu Prasetyo. “Peran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dalam Perubahan
Sosial di Dusun Srumbung, Kauman, Kecamatan Srumbung Magelang”, Skripsi.
Yogyakarta: FIS-UNY, 2016.
Trimingham, J. Spencer. The Sufi Orders in Islam. London: Oxford New York, University
Press, 1973.
Turmudzi, Endang. Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta: LKiS, 2004.
Umar, Ibnu Mahalli Abdullah. Perjalanan Rohani kaum Sufi. Yogyakarta: Kreasi Wacana,
2000.
Voll, John Obert. Islam, Continuity and Change in The Modern World. Terj. Ajad Sudrajad.
Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Wahid, Abdurrahman. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: CV. Dharma Bhakti, 1984.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Palingkar, 1973.
Zahro, Ahmad. Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-1999. Yogyakarta: LkiS,
2004.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2

Anda mungkin juga menyukai