Tasawuf di Tengah Perubahan Sosial (Studi tentang Peran Tarekat dalam Dinamika Sosial-Politik di Indonesia) 123
Abstract: Abstrak
Sufism – especially tarekat in Indonesia – Sufisme -- khususnya tarekat di Indonesia
in its long story has experienced dynamic -- dalam sejarahnya yang panjang
development. At the early stage of its telah mengalami perkembangan yang
development, Sufism aimed to lead people cukup dinamis. Pada masa-masa awal
to individual piety, to approach the only perkembangannya, sufisme bertujuan
God, as a response and critique of the untuk mengantarkan manusia menuju
widespread deviation based on social-politic kesalehan pribadi untuk mendekatkan diri
conditions committed by the authorities. hanya kepada Tuhan, sebagai respon dan
Then it develops to become a social- kritik atas merajalelanya penyimpangan-
political force and supporter of economic penyimpangan atas kondisi sosial-politik
force to oppose tyrannical authorities. So yang dilakukan oleh para penguasa.
Sufism (or tarekat) as if it became a popular Kemudian berkembang menjadi kekuatan
religion which continuously develops in sosial-politik dan penyokong kekuatan
the community. In this case, sufism is then perekonomian dalam menentang
not regarded as static and conservative kedzaliman dari tirani kekuasaan, sehingga
teaching system and religious practice. But tasawuf (tarekat) seakan-akan menjadi
it has the dynamic role in developing the agama populer yang terus berkembang di
world, included in Indonesia. tengah-tengah umat. Inilah yang kemudian
tasawuf (baca: tarekat) tidak lagi dianggap
Keywords: Tasawuf, Tarekat, Social-Politic sebagai ajaran dan praktek keagamaan
Role in Indonesia. yang statis dan kolot, namun sangat dinamis
dengan ditunjukkan peran sertanya dalam
membangun dunia, termasuk yang terjadi
di Indonesia.
Kata kunci: Tasawuf, Tarekat, dan Peran
Sosial-Politik di Indonesia.
dapat, tidak hanya memotifasi sebagian integral dari domain Islam —di samping
umat untuk berjuang melawan dan tauhid dan shari’ah— harus juga berperan
mengusir penjajah, namun juga bisa dalam penyelesaian problem-problem
memobilisasi massa dalam jumlah besar keagamaan dan kemanusiaan sebagai
demi tegaknya supremasi hukum, sosial, akibat buruk dari modernisasi tersebut,
kultur, politik, bahkan juga ekonomi. untuk dijadikan solusi alternatif dalam
pemecahan problem-problem sebagai
Oleh karena itu, tidak jarang akibat dari dinamika sosial-politik yang
ditemukan adanya persinggungan antara sewaktu-waktu bisa muncul di Indonesia;
kepentingan ulama sufi untuk menjaga 3) Masih terdapatnya anggapan salah
shari’ah dengan kepentingan kekuasaan bahwa sufisme —termasuk tarekat di
untuk menjaga stabilitas politik. Pada Indonesia— telah menjadi penyebab
zaman kolonial misalnya, potensi itu kemandekan perkembagan (stagnasi)
muncul dalam bentuk gerakan rakyat, Islam, karena ajarannya yang dianggap
seperti perlawanan menteng terhadap masih ortodok, statis, dan cuek (tidak
Belanda (1819), perlawanan Yusuf peduli) terhadap kehidupan dan
Makasar, perlawanan Petani Banten perubahan. Di sinilah ugensi dan
terhadap Belanda (1888); misalnya signifikansi kajian ini.
juga keterlibatan sebuah tarekat dalam
dukungan pemenangan pemilu untuk Oleh karena itu, yang menjadi
salah satu partai politik pada zaman fokus dari masalah yang akan dikaji
kemerdekaan, dan lain-lain. Pengakuan dalam artikel ini adalah: Bagaimana
dan dukungan seorang Syekh tarekat peran tarekat dalam dinamika sosial-
terhadap partai tertentu dan sistem politik di Indonesia mulai dari awal
kekuasaan tertentu, merupakan kekuatan pembentukan Indonesia sebagai Negara
yang cukup berharga yang bisa digunakan Kesatuan (Nation State) hingga masa
untuk kepentingan politik kekuasaan modern. Pendekatan yang digunakan
(Jamil, 2005: ix). dalam kajian ini adalah pendekatan
sejarah (historical approach) dengan
Kajian terhadap sufisme — mengaitkan berbagai sumber referensi
termasuk tarekat di dalamnya— dan tentang keterlibatan tarekat dan perannya
keterlibatannya dalam perubahan sosial- dalam pembentukan karakter ummat
politik (social-politic change) adalah untuk menghadapi kolonialisme, tirani
menarik untuk diangkat dalam artikel kekuasaan hingga kepada perbaikan
ini dikarenakan beberapa pertimbangan: kualitas hidup dan kehidupan dalam
1) Sufisme muncul, tumbuh dan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
berkembang seiring dengan muncul, Artikel ini akan diawali dengan kajian
tumbuh dan berkembangnya Islam itu sejarah mengenai keterkaitan antara
sendiri dan in-context dengan kondisi tarekat dengan dinamika sosial-politik
sosial-politik setempat —termasuk di dan budaya yang berkembang di dunia
Indonesia—, sehingga usia sufisme Islam. Kemudian disinggung sekilas
adalah seusia Islam masuk di Indonesia tentang Islamisasi dan keterlibatan
itu sendiri; 2) Globalisasi dan kapitalisasi tarekat di Indonesia terhadap peran
terus melaju dengan hebatnya seiring sertanya dalam memberikan asessment
dengan perjalanan waktu. Mengiringi (pendampingan) kepada ummat di negeri
hal tersebut, segala konsekuensi yang ini. Stelah itu, secara khusus akan dibahas
diakibatkan olehnya baik yang positif mengenai peran dan keterlibatan tarekat
(membawa mashlahat) maupun yang melalui gerakan dan ajaran para tokoh
negatif (membawa madlarat). Oleh karena tarekat untuk mengusir penjajah hingga
itu, sufisme yang merupakan bagian pembinaan mental spiritual jamaahnya,
harta dan kemewahan hidup Kualitas defective itu ada dua macam;
menjadikannya terjerumus ke dalam pertama, adalah ketidaksempurnaan moral
kehidupan yang penuh dengan foya-foya, akibat seseorang melakukan dosa dan
berbuat dosa, yang akhirnya melupakan kejahatan; dan kedua, ketidaksempurnaan
tugas utamanya sebagai Khalifah Allah moral karena bawaan diri yang tak
di muka bumi (khalifat fi al-ardl), yang tampak, jika seseorang mengarahkannya,
mestinya harus tunduk dan patuh kepada maka sifat bawaan tersebut bisa
segala titah-Nya. dikendalikannya.
ortodok terhadap gerakan sufisme metode, mode atau sistem (Yunus, 1973:
terutama setelah abad 8/14 M. 236). Sedangkan menurut istilah tasawuf,
tarekat berarti perjalanan seorang salik
Secara sosio-politik, sufisme (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan
dengan ritus-ritusnya yang terorganisir cara menyucikan diri; atau perjalanan
secara rapi dan pertemuan-pertemuan yang harus ditempuh oleh seseorang
mistiknya melalui tarekat, telah untuk dapat mendekatkan diri sedekat
menawarkan suatu pola kehidupan mungkin kepada Tuhan (Ensiklopedi
sosial yang dapat memenuhi kebutuhan- Islam, Jilid 5: 66).
kebutuhan sosial, terutama dari lapisan
masyarakat yang tidak berpendidikan. Abu Bakar Aceh memberikan
Melalui cult-cult sosio-keagamaan inilah pengertian, bahwa tarekat adalah:
sufisme kemudian dihubungkan dengan
kelompok-kelompok profesional yang “Jalan, petunjuk dalam
terorganisir. Di Turki misalnya, pada melaksanakan suatu ibadah sesuai
abad pertengahan, gerakan sufi ini secara dengan ajaran yang ditentukan
intim dihubungkan dengan gilda-gilda dan dicontohkan oleh Nabi dan
profesional dan dengan organisasi militer dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in,
jenissari (yenicheri).1 Bahkan semua turun-temurun sampai kepada
profesi pekerjaan seringkali dihubungkan guru-guru, sambung-menyambung
dengan nama-nama wali tertentu. Hal ini dan rantai-berantai; atau suatu
tampak pula pada kehidupan sufisme cara mengajar atau mendidik,
di Jawa, terdapat judul Bisnis Kaum lama kelamaan meluas menjadi
Sufi oleh Abdul Munir Mulkhan, yang kumpulan kekeluargaan yang
merupakan studi atas tradisi berdagang mengikat penganut-penganut sufi
pada kalangan pengikut tarekat di yang sepaham dan sealiran, guna
Kudus. Sufisme juga merupakan benteng memudahkan menerima ajaran-
perlindungan terhadap otorita negara ajaran dan latihan-latihan dari para
terutama sejak abad ke-5/11 M. ketika pemimpinnya dalam satu ikatan”
kesatuan Islam mulai pudar, dan memberi (Aceh, 1993: 67).
perlindungan kepada rakyat akibat tirani
Dengan demikian, tarekat
kekuasaan yang dzalim, yang justru oleh
selamanya harus mengacu pada tuntunan
kalangan ulama’ fiqh dianggap lebih baik
Nabi, para sahabat dan tabi’in. Dengan
daripada kekacauan dan hidup tanpa
kata lain, tarekat harus dilaksanakan di
ketentuan hukum. Hal ini di samping
atas bangunan shari’at; dan di antara unsur
terjadi di Turki, juga tampak dalam kasus
di Afrika Barat dan Utara, serta Sudan utama yang biasa berlaku dalam dunia
Timur di masa modern (Jamil, 2005: 3-4). tarekat adalah adanya seorang syekh
yang mempunyai tugas membimbing
Tarekat adalah sebuah kata muridnya. Mereka harus memenuhi
bentukan dari kata Arab “thariq” atau kriteria seperti yang dijelaskan oleh al-
“thariqah” dan bentuk plural-nya adalah Junaid al-Bahgdadi (w. 297 H.), yakni
“tharaiq atau thuruq”, yang berarti jalan, harus menguasai ilmu shari’at, menjauhi
tempat lalu lintas, aliran, madzhab, yang haram, zuhd dalam hidup di dunia,
1 Gerakan tarekat di Turki yang hingga kini dan qana’ah. Unsur tarekat selanjutnya
masih tetap eksis dan secara politik memiliki peran sosial-
politik dan pengaruh besar adalah tarekat Bektashi (Turki:
adalah murid, yang berarti orang yang
Bektashi Tarikatı) atau Bektashism (Albania: Bektashizmi berkehendak untuk menempuh jalan
atau Bektashizma), yang didirikan pada abad ke-13 oleh tasawuf di bawah bimbingan seorang
Persia suci Haji Bektash Veli. Bahkan saat ini tarekat
Bektashi ini menjadi salah satu tarekat yang berkembang syekh dengan ketaatan penuh. Unsur
di kalangan militer Turki. Barangkali di dunia ini hanya penting lainnya adalah bai’at (janji setia)
militer Turki, sebagai satu-satunya angkatan bersenjata
yang memiliki sebuah gerakan tarekat. antara murid dengan syekh-nya, yang
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2
130 Syamsun Ni’am
yang begitu besar dalam peng-Islam-an yang sangat terkenal dalam sejarah
Nusantara oleh para Wali Songo. Menurut adalah syekh tarekat, seperti Hamzah al-
Alwi Shihab, penyebaran Islam yang Fanshuri, Syams al-Din al-Sumaterani,
berkembang secara spektakuler di negara- Nur al-Din al-Raniri, dan Abd al-Rauf
negara Asia Tenggara —khususnya al-Sinkili. Kemudian disusul nama-nama
di Indonesia— berkat peranan dan syekh tarekat lainnya, Syekh Yusuf Taj
kontribusi tokoh-tokoh tasawuf (tarekat) al-Khalwati, Syekh Abd al-Shamad al-
adalah kenyataan yang diakui oleh hampir Palimbani, Syekh Muhammad Nafis bin
mayoritas sejarahwan dan peneliti. Hal Idris al-Banjari, dan Syekh Muhammad
ini disebabkan oleh sifat-sifat dan sikap Hasyim Asy’ari. Tentunya juga
kaum sufi yang lebih kompromis dan keterlibatan Wali Songo, yang dianggap
penuh kasih sayang. Tasawuf memang sebagai pelopor lahir dan berkembangnya
memiliki kecenderungan manusia yang tarekat di Indonesia.
terbuka dan berorientasi kosmopolitan
(Shihab, 2001: 13). Dalam perkembangan selanjutnya,
ternyata tarekat berperan menjadi
Untuk menelusuri peran sosial- pemain utama dan penentu gerakan
politik tarekat dalam dinamika sosial-politik dan ekonomi Nusantara.
kehidupan, ada beberapa pendapat yang Sejarah menjadi saksi bahwa perlawanan
dikemukakan di sini. Misalnya John bersenjata terhadap penjajah, kebanyakan
Obert Voll dan H.A.R. Gibb menyatakan, telah digerakkan oleh para tokoh tarekat.
bahwa ada tiga komunitas yang selalu Pembebasan Sunda Kelapa dari penjajah
terlibat dalam proses kontinuitas dan Portugis yang dipimpin oleh Sunan
perubahan peradaban Islam, setelah Gunungjati atau Syarif Hidayatullah
runtuhnya kekuatan politik Islam, yaitu bersama Fatahillah (Falatehan) pada
ulama’ fiqh, para pedagang Muslim tanggal 22 Juni 1527, telah menjadi bukti
(organisasi komersial), dan asosiasi sufi sejarah. Tantangan terhadap penjajah
(tarekat) (Voll, 1997: 130). Yang disebut ini juga dilakukan oleh para Wali Songo
terakhir ini menurut John Obert Voll, lainnya, dan pimpinan tarekat juga telah
awalnya merupakan kumpulan dari berperan aktif dalam pengorganisasian
sekelompok murid yang hidup bersama militer guna menegakkan kedaulatan
dan menjalankan ajaran-ajaran sufi yang dan kekuasaan politik Islam di Demak,
terkenal. Sejak abad ke-12, organisasi dari Aceh dan juga Maluku. Gerakan ini terus
kelompok ini menjadi semakin resmi, dan mengalami persambungan dari waktu ke
tarekat menjadi semakin berskala lebih waktu selanjutnya.
luas menjadi asosiasi yang berdasarkan
kesalehan. Mereka melakukan fungsi- Ciri pengembangan fungsi tarekat
fungsi yang ruang lingkupnya lebih luas, dari keagamaan menjadi aktif dalam
yang dapat meningkatkan integrasi dan perlawanan bersenjata tidak hanya terjadi
kohesi (kesatuan sosial) (Voll, 1997: 38). di Indonesia, namun juga di negara-negara
lain. Di Sudan misalnya, gerakan Mahdi
Tarekat mulai berkembang dan yang dipimpin oleh Muhammad Ahmad
mulai mempunyai pengaruh besar di menentang penjajah Inggris. Tarekat
Indonesia pada abad ke-6 dan ke-7 H. Sanusiah yang dipimpin oleh Sanusi
Menurut A. Mukti Ali, keberhasilan al-Mahdi juga melancarkan serangan
pengembangan Islam di Indonesia bersenjata dari pusat gerakannya di Jauf
adalah jasa tarekat dan tasawuf. Sejak Gurun Sahara Libia terhadap penjajah
masuknya Islam, bangsa Indonesia telah Barat.
mengenal ahli fiqh (fuqaha’), ahli teologi
(mutakallimun) dan sebagainya. Namun Dari abad ke-17 M. hingga abad
ke-19 M., gerakan tarekat di Indonesia
jamaahnya. Kondisi ini justru berbalik doktrin yang diajarkan oleh sufisme
dari asumsi yang mengatakan bahwa (tarekat). Hal ini sekaligus menjadi
lembaga tarekat telah menjadikan antitesis terhadap adanya anggapan
jamaah/ pengikutnyanya lari dari dunia miring bahwa sufisme (tarekat) sebagai
(eskapisme). Dengan kajian ini, maka biang kemunduran Islam.
tidak lah benar asumsi tersebut. Sebab
dalam kajian ini, tarekat justru dapat
memberikan ruang dan mendorong Penutup
untuk bersikap dan berperilaku produktif
dalam berekonomi dan berwirausaha. Dalam sejarahnya yang panjang,
Paling tidak inilah yang dilakukan oleh tasawuf — dalam artian khusus tarekat —
tarekat Syahadatain di Desa Gebang ternyata telah mampu bertahan dan tetap
Kulon Gebang Cirebon (Hakim, Tt). survive di tengah hingar-bingarnya dunia
yang semakin mondial dan global ini. Di
Gambaran tentang gerakan tarekat balik keortodokan ajarannya, tasawuf
dan perannya di tengah perubahan telah mampu menunjukkan kepada
sosial sebagaimana disebutkan di atas dunia dan peran aktifnya tidak hanya
menunjukkan bahwa tarekat senantiasa pada peningkatan pengamalan spiritual-
memiliki tanggung jawab tidak hanya keagamaan semata, namun lebih dari itu,
individual namun juga sosial yang tinggi. telah mampu membangun dinamisasi
Tarekat hadir di tengah ummat pada saat- kehidupan; mulai dari keterlibatannya
saat kritis. Pertama, ia muncul sebagai mengusir imperialis sebagaimana yang
ajaran yang mampu menyerap unsur- pernah dilakukan di Indonesia oleh
unsur asli kebudayaan setempat, sehingga para Wali Songo dan para pemimpin
Islam mudah diterima oleh penduduk tarekat, melepaskan rakyat dari belenggu
Nusantara. Kedua, tarekat dalam tirani kekuasaan sebagaimana di Sudan,
perkembangannya telah melakukan Afrika Utara, Libia, dan lain-lain, hingga
penyesuaian-penyesuaian dengan kultur pada soal-soal sosial-politik, penguatan
setempat dan pemikiran-pemikiran ekonomi, dan lain sebagainya.
baru, sehingga para pengikutnya mudah
beradaptasi. Ketiga, tarekat telah tampil Dengan demikian, jika tasawuf
sebagai alat pemersatu untuk mengusir (tarekat) dianggap sebagai amalan dan
penjajah dan dominasi kebudayaan Barat. aktifitas yang sangat pribadi dan untuk
Bahkan tarekat telah mampu menjadi tujuan yang sangat private adalah hal
gerakan yang bersifat militer untuk yang tidak dapat dibuktikan seluruhnya,
pemberontakan atau peperangan (Mufid, walaupun memang tidak bisa dipungkiri
2006: 78). bahwa masih ditemukan adanya praktek-
praktek dari sebagian sufi (tarekat) yang
Dengan demikian, tarekat sangat eksklusif dan private; bahkan cuek
sebenarnya mempunyai fungsi ganda dengan dunia sekitarnya. Yang terakhir
dalam memegang peran, baik sebagai inilah barangkali yang menjadi penyebab
gerakan spiritual-keagamaan yang adanya anggapan bahwa tasawuf (tarekat)
membawa pesan-pesan moral individual menjadi biang kemunduran Islam dan
dalam rangka mendekatkan diri kepada umatnya.
Tuhan —bahkan menyatu dengan-Nya;
maupun sebagai fungsi sosial-politik Di tengah hiruk-pikuknya dunia
dalam rangka membentuk kesalehan seperti sekarang ini, nampaknya doktrin
sosial untuk selalu peka dan peduli dan ajaran tasawuf mestinya dilihat dan
dengan kondisi sosial. Tentunya dengan ditempatkan pada posisi yang wajar dan
menghayati dan mengamalkan doktrin- proporsional sebagai kontinuitas dari
domain-domain ajaran Islam lainnya,
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 15 No. 2
136 Syamsun Ni’am
seperti tauhid dan shari’ah (dalam ketiga domain tersebut bisa menjadi
pengertian khusus fiqh), sehingga dalam penyebab stagnasi dalam praktek-
penerapannya pun jangan sampai ada praktek keberagamaan selanjutnya,
yang terlalu menonjol dan berat sebelah. yang berakibat kepada klaim-klaim
Sebab, pengabaian salah satu di antara eksklusif (truth claim). Inilah penyebab
kemunduran Islam yang sebenarnya.
Daftar Pustaka
Aceh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarekat; Kajian Historis Tentang Mistik. Solo: Ramadhani,
1993.
Aliade, Mirce (ed.). The Encyclopedia of Islam. New York: Macmillan Publishing Co., 1987.
Azra, Azyumardi. “Neo-Sufisme dan Masa Depannya”, dalam Muhammad Wahyuni
Nafis (Ed.). Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam. Jakarta: Paramadina, 1996.
……….. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos, 1998.
Barsany, Noer Iskandar al-. Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi. Jakarta: Srigunting, 2001.
Bruinessen, Martin van. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: Survei Historis, Geografis dan
Sosiologis. Bandung: Mizan, 1992.
……….. NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru. Yogyakarta: 1999.
……….. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.
……….. “Pesantren dan Kitab Kuning: Pemeliharaan dan Kesinambungan Tradisi
Pesantren”. Ulumul Quran No. 4, Vol. III: 73-85.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta:
LP3ES, 1994.
Gibb, H.A.R. “An Interpretation of Islamic History”. Muslim World, XIV, 1995.
……….. Shorter Encyclopedia of Islam. Leiden: I.J. Brill, 1974.
Hamka. Tasawuf; Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986.
Hakim, Lukman. “Etos Kerja penganut Tarekat (Studi Kasus terhadap Pengikut Tarekat
Syahadatain di Desa Gebang Kulon, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon)”,
Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia, Tt.
Jamil, M. Muhsin. Tarekat dan Dinamika Sosial Politik; Tafsir Sosial Sufi Nusantara.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Jawa Pos, 23 Juli 1999.
Juni, Muhammad. ”Sejarah dan Peranan Tarekat Syadziliyah di Bekasi”, Skripsi. Jakarta:
UIN Syarif Hidayaullah Jakarta, 2008.
Khuluq, Lathiful. Fajar Kebangunan Ulama: Biografi K.H. Hasyim Asy’ari. Yogyakarta: LkiS,
2000.