MEGA MENDUNG
Disusun Oleh
PEMBAHASAN
Sejarah timbulnya motif mega mendung berdasarkan buku dan literatur yang
ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China ke wilayah Cirebon. Hal
ini tidak mengherankan karena pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat
persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah,
bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon pada
abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa
dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan.
Salah satu motif batik Megamendung yang menjadi khas Cirebon. Motif yang
merupakan akulturasi dengan budaya Cina itu, kemudian dikembangkan seniman
batik Cirebon sesuai cita rasa masyarakat Cirebon yang beragama Islam. Sebagai
suatu karya seni, megamendung identik dan bahkan menjadi ikon batik pesisiran
Cirebon. Batik ini memiliki kekhasan yang tidak dijumpai di daerah-daerah pesisir
penghasil batik lain di utara Jawa seperti Indramayu, Pekalongan, maupun Lasem.
Kekhasan megamendung atau “awan-awanan” tidak saja pada motifnya yang berupa
gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas seperti biru dan merah, tetapi
juga pada nilai-nilai filosofi yang terkandung pada motifnya. Dalam paham Taoisme,
bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia
luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan
juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan
kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas. Hal ini sangat erat berkaitan
dengan sejarah lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon.
Belum jelas, kapan batik menjadi tradisi di daerah pesisir pantura. Dari
beberapa penuturan, sejarah batik di Cirebon terkait erat dengan proses asimilasi
budaya serta tradisi ritual religius. Prosesnya berlangsung sejak Sunan Gunung Djati
menyebarkan Islam di Cirebon sekitar abad ke-16.
Budayawan dan pemerhati batik, Made Casta (2009) menuturkan, sejarah batik
dimulai ketika Pelabuhan Muara Jati (Cirebon) menjadi tempat persinggahan
pedagang Tiongkok, Arab, Persia, dan India. Saat itu terjadi asimilasi dan akulturasi
beragam budaya yang menghasilkan banyak tradisi baru bagi masyarakat Cirebon.
Pernikahan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Djati merupakan ’pintu gerbang’
masuknya budaya dan tradisi Tiongkok (Cina) ke keraton. Ketika itu, keraton menjadi
pusat kosmik sehingga ide atau gagasan, pernik-pernik tradisi dan budaya Cina yang
masuk bersama Putri Ong Tien menjadi pusat perhatian para seniman Cirebon.
“Pernik-pernik Cina yang dibawa Putri Ong Tien sebagai persembahan kepada Sunan
Gunung Djati, menjadi inspirasi seniman termasuk pebatik,” tutur perupa Made
Casta. Keramik Cina, porselen, atau kain sutra dari zaman Dinasti Ming dan Ching
yang memiliki banyak motif, menginspirasi seniman Cirebon. Gambar simbol
kebudayaan Cina, seperti burung hong (phoenix), liong (naga), kupu-kupu, kilin,
banji (swastika atau simbol kehidupan abadi) menjadi akrab dengan masyarakat
Cirebon. Para pebatik keraton menuangkannya dalam karya batik. Salah satunya
motif mega mendung.
“Tentu dengan sentuhan khas Cirebon, sehingga tidak sama persis. Pada mega
mendung, garis-garis awan motif Cina berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan
megamandung Cirebon cenderung lonjong, lancip, dan berbentuk segitiga. Ini yang
membedakan motif awan Cina dan Cirebon,” tutur Made Casta. H. Komarudin
Kudiya, S.I.P., M.Ds., Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB)
mengemukakan, persentuhan budaya Cina dengan seniman batik Cirebon melahirkan
motif batik baru khas Cirebon.
Gambar 4. Batik Motif Naga Liman
Sumber : https://finunu.wordpress.com/2009/12/28/sejarah-batik-megamendung-
akulturasi-batik-cirebon/
Warna-warna cerah merah dan biru yang menggambarkan maskulinitas dan suasana
dinamis, karena ada campur tangan laki-laki dalam proses pembuatan batik. Di
Trusmi pekerjaan membatik merupakan pekerjaan semesta. Artinya, seluruh anggota
keluarga berperan, si bapak membuat rancangan gambar, ibu yang mewarnai, dan
anak yang menjemurnya (Agung Nugroho, 2009)
Oleh karena itu, warna-warna biru dan merah tua yang digunakan pada motif
mega mendung, mengambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka, dan
egaliter.
Gambar 6. Perubahan Bentuk dari Simbol Awan Tao menjadi Mega Mendung
Sumber : The Chinese Philosophy of Time and Change
Proses terbentuknya motif berasal dari garis lengkung dan spiral pada lambang
huruf awan di Cina. Motif ini digambarkan berupa kumpulan garis-garis spiral yang
menunjukkan bentuk awan. Bentuk tersebut masih digambarkan tidak beraturan
untuk setiap awannya. Tetapi motif tersebut tidak hanya berhenti pada bentuk seperti
itu. Motif awan-awanan ini mengalami perkembangan menjadi bentuk satuan yang
memanjang horizontal. Motif inilah yang diduga merupakan asal dari lahirnya motif
Mega Mendung.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan kajian dan pembahasan mengenai ragam hias Mega
Mendung, maka dapat disimpulkan bahwa ragam hias batik Mega Mendung
merupakan salah satu wujud artefak hasil akulturasi budaya dari negeri Cina. Ditinjau
dari segi visual motifnya dapat disimpulkan bahwa motif mega mendung terinspirasi
dari karya seni yang dibawa dari Cina ke tanah Cirebon serta memenuhi dua tahap
tahap kebudayaan yaitu mitis dan ontologi. Tahap mitis berasal dari nilai filosofi dari
motifnya sendiri yang seiring dengan perubahan zaman, aspek mitis dari filosofi
tersebut tak lagi diperhitungkan bagi penikmat seni atau secara spesifik pengguna
batik motif Mega Mendung, sehingga masyarakat mulai masuk pada tahap ontologis.
Dalam proses kemunculannya, ragam hias batik motif mega mendung juga
memenuhi tiga wujud kebudayaan yaitu ideas, activities, dan artifact. Ketiganya pun
berkaitan satu sama lain. Diawali dengan ideas yang muncul ketika pengaruh Cina
mulai masuk ke Cirebon yang ditandai dengan peristiwa pernikahan Sunan Gunung
Jati dengan Putri Ong Tien dari negeri Cina yang kemudian diikuti dengan
terbentuknya budaya membatik yang rata-rata dilakukan oleh kaum laki-laki anggota
tarekat. Hasil akhirnya berupa artefak dalam bentuk ragam hias batik mega mendung
seperti yang kita kenal selama ini.
Ragam hias batik mega mendung juga tidak dapat dilepaskan dari fakta sejarah
mengenai mentifact dimana ragam hias mega mendung menggambarkan psikologi
masyarakat pesisir yang lugas, terbuka, dan egaliter. Dasi sisi socifact, proses
kemunculan motif mega mendung juga berkaitan dengan kondisi sosial di daerah
Trusmi pada masa itu dimana membatik adalah pekerjaan semesta yang artinya
semua anggota keluarga ikut berperan, sehingga dalam proses perancangan motifnya
banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Dari proses tersebut maka terciptalah artefak
berupa ragam hias motif batik mega mendung yang berwarna biru dan merah yang
menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis dikarenakan terdapat campur
tangan laki-laki dalam proses penciptaan batik itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Adeng. 2009. Batik : Warisan Adiluhung Nusantara. Jogjakarta: Andi Publisher.
Kartodirjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kusrianto, Adi. 2012. Batik: Filosofi, Motif & Kegunaan. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
Prasetyo, Dr. Anindito. 2010. Batik: Kaya Agung Warisan Budaya Dunia.
Yogyakarta: Pura Pustaka.
Van Peursen, C. A. 1976. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta. Penerbit: Kanisius, BPK
Gunung Mulia Jakarta.
Referensi Internet
Batik Megamendung. https://id.wikipedia.org/wiki/Batik_Megamendung. Diakses
pada 7 November 2020, pukul 19.30 WIB
Bukti dan Fakta Sejarah. https://herydotus.wordpress.com/2012/01/11/bukti-dan-
fakta-sejarah/. Diakses pada 7 November 2020, pukul 20.05 WIB.
Nugroho, Agung. 2009. Mega Mendung, Icon Batik Trusmi.
http://atristiyo.multiply.com/journal/item/111/Megamendung-Icon-Batik-
Trusmi-Cirebon. Diakses pada 7 November 2020, pukul 20.57 WIB.
Sejarah Batik Megamendung, Akulturasi Batik Cirebon.
https://finunu.wordpress.com/2009/12/28/sejarah-batik-megamendung-
akulturasi-batik-cirebon/. Diakses pada 7 November 2020, pukul 21.00 WIB.