Anda di halaman 1dari 8

Blangkon Yogyakarta sebagai Simbol Kebudayaan Jawa

Vincentius Twee Prasanto


Universitas Katolik St. Thomas
1. Pendahuluan
Manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya budaya. Budaya menjadi hidup
manusia dimanapun manusia itu berada. Manusia yang meupakan makhluk dinamis akan
secara terus menerus dan berkelanjutan mengalami perubahan dengan caranya masing-
masing. Budaya hadir sebagai cara manusia dalam beradaptasi terhadap lingkungan dan
alam yang ia hadapi. Indonesia adalah suatu negara yang memiliki banyak kebudayaan
dan berbagai macam budaya disetiap daerahnya. Pada hakikatnya manusia adalah animal
simbolicum, secara harafiah hal ini diartikan bahwa manusia adalah binatang dengan
simbol. Artinya, bahwa manusia adalah binatang dengan simbol, yang secara tidak
langsung bahwa kebudayaan terbentuk oleh simbol-simbol.
Kebudayaan tersusun dari simbol-simbol yang merepresentasikan sebuah konsep
masyarakat, dan simbol sendiri memiliki makna yang dilekatkan dan juga mempunyai
makna yang memaknakan sesuatu hal. Dalam hal ini,tentunya hal ini sangat penting dalam
memahami unsur-unsur kebudayaan pada suatu daerah. Banyak hal yang menjadi latar
belakang terciptanya suatu hasil dari budaya tersebut. Sebagai contohnya adalah perbedaan
keadaan geografi dan demografi suatu masyarakat di wilayah tertentu akan sangat
mempengaruhi terciptanya kekhasan watak dan kepribadian dalam setiap kelompok
masyarakat.
Manusia yang beradatasi dengan wilayah dan kependudukannya memberi hasil dan
salah satunya adalah pakaian. Pakaian juga menunjukkan identitas, kedudukan seseorang.
Demikian dengan suku Jawa yang masyarakatnya memiliki kebudayaan khas di mana di
dalam sistem ataupun metode budayanya digunakan simbol-simbol untuk sarana atau
sebagai media penyampaian pesan atau nasehat-nasehat bagi suku dan bangsanya. Salah
satu perlengkapan yang dipakai dalam busana adat Jawa adalah Blangkon atau ikat kepala.
Blangkon merupakan kelengkapan busana yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa.
Blangkon yang menjadi sebuah atribut memiliki makna yang dalam bagi setiap kehidupan,
dalam segi keindahan maupun pada segi sosial masyarakat Jawa.
2. Pembahasan
2.1 Blangkon Yogyakarta sebagai Pelengkap Pakaian Tradisional
Dalam berpakaian adat Jawa biasanya terdapat atribut-atribut penunjang
didalamnya yang dapat menambah kewibawaan seorang pria. Blangkon merupakan
salah satu atribut penutup kepala yang terbuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria
sebagai kelengkapan dari pakaian tradisional jawa.1 Blangkon tidak hanya berfungsi
sebagai tutup kepala, tetapi di dalamnya terdapat gambaran tentang cara berpikir orang
Jawa dan mempunyai makna simbolisme tertentu2. Blangkon yang merupakan

1
Lukita Ayu Tiana, Maskun, dan Wakidi, Analisis Blangkon Pola Yogyakarta, (FKIP
Unila: BandarLampung).
2
Sarino, Blangkon Gaya Yogyakarta Ditinjau dari Bentuk Motif dan Makna
Simbolisnya,
file:///D:/A.%20Tugas%20Kuliah/A%20file/Tugas%20Semester%202/Masyarakat%20&%2
0Kesenian%20Indo/Folklor/Bhan%20blangkon/Blangkon%20gaya%20Yogyakarta%20ditinj
kelengkapan pakaian tradisional Jawa, di samping fungsinya sebagai enutup kepala
juga terkandung maksud simbolik berupa pengharapan dalam nilai-nilai hidup.3
Sebagian besar masyarakat Jawa menjadikan Blangkon sebagai simbol atau ciri khas
yang digunakan sebagai penbeda antara kaum ningrat Kraton dengan masyarakat jelata
yang hanya memakai iket sebagai penutup kepala. Menurut seorang antropolog
Coleridge menyatakan bahwa sebuah simbol sebenarnya mengambil dalam bagian
realitas yang menmbuatnya dapat dimengerti dan diapahami.4 Suatu simbol itu tidak
terlepas dari keikutsertaannya manusia dalam melakukan peran sebagai subjek yang
mampu dan bisa mamahami, serta memaknai suatu benda yang sebagai objek yang bisa
dimengerti dan mudah dipahami arti, eksistensi dan kedudukannya.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti akan asal usul orang jawa memakai Iket
sebagai penutup kepala. Iket telah tersebut dalam legenda Aji Saka, yang merupakan
pencipta tahun Saka atau tahun Jawa. Menurut legenda terjadi sekitar 20 abad yang lalu
ketika Aji Saka berhasil mengalahkan Dewa Cengkar hanya menggelar kain penutup
kepala yang kemudian bisa menutupi seluruh tanah Jawa. Ada cerita lain bahwa Iket
atau Blangkon merupakan hasil pengaruh dari budaya Hindu dan Islam dimana para
pedagang dari keturunan Arab yang menggunakan kain panjang yang dililitkan di
kepala. Cerita lain juga mengatakan bahwa karena terjadi peperangan kain menjadi
langka, sehingga pemimpin kraton meminta seniman untuk menciptakan ikat kepala
yang lebih efisien yaitu Blangkon.5
Menurut Erwin Goodenoug menyatakan bahwa simbol adalah barang atau pola
yang apa pun sebabnya, bekerja pada manusia, dan berpengaruh pada manusia,
melampaui pengakuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam
bentuk yang diberikan itu.6 Blangkon juga menjadi simbol sosial yang menunjukkan
martabat maupun kedudukan sosial bagi pemiliknya. Blangkon pada awalnya dikenal
sebagai iket, iket memiliki bentuk, guna, serta manfaat yang sama dengan blangkon.
Blangkon pada prinsipnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk persegi empat
bujur sangkar. Ukurannya selebar 105 cm x 105 cm. Yang digunakan hanya separuh
kain. Ukuran blangkon diambil daari jarak antara garis lintang dari telinga kanan dan
kiri melalui dahi dan melalui atas. Umumnya bernomor 48 dan yang paling kecil 48
dan yang paling besar 59. Mengenakan iket ternyata tidak mudah dan memakan waktu,
namun seiring dengan kemajuan pemikiran dan seni untuk membuat penutup kepala
yang lebih praktis.7

au%20dari%20bentuk%20motif%20dan%20makna%20simbolisnya.pdf, diakses 27 Mei


2022.
3
Dr. Nadjamuddin Ramly, Katalog Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018 Buku
satu (Direktorat Jenderal Kebudayaan: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, 2018), hlm. 116.
4
W. Dilistone, Daya Kekuatan Simbol: The Powert of Symbol (Yogyakarta: Kanisius,
2002), hlm. 20-21.
5
Anugrah Cisara, (2018), Blangkon dan Kaum Pria Jawa, Jurnal, Seni Budaya. 16(2),
hlm. 165.
6
W. Dilistone, Daya Kekuatan Simbol: The Powert of Symbol (Yogyakarta: Kanisius,
2002), hlm. 19.
7
Dewi Sundari, Makna Blangkon bagi Orang Jawa
https://www.kompasiana.com/dewisundari/591bec387fafbdc01ebc102e/makna-blangkon-
bagi-orang-
Dalam blangkon tersimpan nilai-nilai kehidupan sehari-hari seperti keindahan,
ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Blangkon Yogyakarta mengandung Filosofi
bahwa masyarakat Jawa pandai menyimpan rahasia dan tidak suka membuka aib orang
lain atau diri sendiri. Dalam bertutur kata dan bertingkah laku penuh dengan kehati-
hatian, sebagai bukti keluhuran budi pekerti orang Jawa. Blangkon Yogyakarta juga
menyimpan makna jika orang Jawa senantiasa berpikir untuk berbuat yang terbaik demi
sesama, meski harus mengorbankan dirinya sendiri. Adapun wiron atau wiru yang
berjumlah 17 lipatan melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari. Blangkon
Yogyakarta dipengaruhi oleh faktor rasa masyarakat Yogyakarta agar yang
memakainya terlihat baik, sopan, pantas. Hubungan dengan kepribadian orang Jawa
yakni; sifatnya yang sopan, tutur katanya baik dan lemah lembut, ini semua melekat
pada diri abdi dalem.8 Blangkon hanya dibuat ole hara seniman yang ahli dengan pakem
(aturan) tentang iket. Semakin memenuhi pakem yang ditetapkan, maka blangkon akan
semakin tinggi nilainya.

2.3 Makna Blangkon Yogyakarta9


2.3.1 Makna Estetika
Makna estetika Blangkon pola Yogyakarta tercermin dari bentuk
blangkon yang dibuat sedemikian rupa sehingga memancarkan keindahan dan
bernilai seni. Makna estetika Blangkon pola Yogyakarta terdiri dari dua bagian
yaitu “bentuk” dan “motif” Blangkon pola Yogyakarta yaitu;
Bentuk Blangkon Yogyakarta:
a. Wiron
Wiron biasa disebut juga sebagai lipatan kain Blangkon utuk pola
Yogyakarta bagian atas menyamping dan dilipat pada bagian kiri dan kanan
menghadap ke atas. Berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat
shalat dalam satu hari.
b. Sintingan
Sintingan berbentuk seperti daun yang terletak di kiri kanan Mondolan.
Bentuk Sintingan yang seperti daun dan mempunyai dua ujung di kedua sisinya
merupakan simbol dari sendi-sendi agama terutama agama Islam. Dua ujung
tersebut merupakan simbol dari syahadat tauhid dan syahadat rasul.
c. Mondolan
Blangkon pola Yogyakarta terdapat ciri khas tersenidiri, yang disebut
Mondolan. Mondolan ini berbentuk bundar di bagian bawah sebalah belakang
Blangkon. Bentuk Blangkon menyerupai telur ayam, ada jug yang menyebutnya

jawa#:~:text=Makna%20blangkon%20dalam%20hal%20ini,khalifah%2C%20kita%20memb
utuhkan%20kekuatan%20Tuhan, diakses 27 Mei 2022.
8
Nail Hakim Faqihuddin, Makna simbolis Pakaian Dinas Abdidalem Keraton
Yogyakarta (Fakultas Filsafat UGM: Yogyakarta).
9
H. J. Wibowo Supanto Pramono Moeijono, Pakaian Adat Tradisional Daerah-
daerah Istimewa Yogyakarta (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990), hlm.
80-87.
menyerupai tembolok ayam. Mondolan bermakna kebulatan tekad seorang pria
dalam melaksanakan tugas walaupun sangat berat.
d. Kuncung
Berada di bagian atas depan dari Blangkon, di sudut atas dahi. Pada
umumnya saat ini Blangkon tidak ada diberi Kuncung, Kuncung memiliki
kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjungsanjung dan
dipuja.
e. Tengahan (Cewekan)
Pada Blangkon pola Yogyakarta bagian atas mulai dari depan
memanjang atau terbelah dua disebut Tengahan atau Cewekan ada juga yang
menyebutnya dengan istilah Waton. Tengahan ini bermakna permohonan
pertolongan kepada Allah SWT.
f. Kepet
Kepet terletak di bagian belakang telinga, bagian ini hamper sama untuk
setiap Blangkon. Bagian Blangkon yang paling menunjukkan ciri Blangkon
adalah Cetet yaitu bagian ekor Blangkon berupa lembaran kain yang berbentuk
runcing, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.

Motif Blangkon Pola Yogyakarta:

g. Motif Truntun
merupakan motif batik blangkon yang berbentuk bunga-bunga kecil
yang melambangkan bintang di malam hari. Motif ini sangat cocok untuk
dikombinasikan dengan pakaian adat Jawa yang dominan gelap.
h. Motif Modang
Motif Modang adalah motif yang mengandung makna kesaktian untuk
meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus
mengalahkan musuh yang datangnya dari diri sendiri.
i. Motif Kumitir
Motif ini merupakan motif blangkon yang menggambarkan orang yang
tidak mau berdiam diri dan ingin selalu berusaha keras dalam menjalani
kehidupannya.
j. Motif Celeng Kewengen
Motif ini adalah motif blangkon yang menggambarkan dan memiliki
makna keberanian, sifat yang jujur, polos, dan apa adanya.

k. Motif Blumbang
Motif ini merupakan istilah yang berasal dari kata blumbang dan
memiliki arti kolam atau tempat yang penuh dengan air. Dan air sendiri adalah
salah satu sumber kehidupan.
2.3.2 Makna Martabat
Makna martabat tercermin dari kegunaan blangkon sebagai alat
pembeda antara kaum ningrat Kraton dengan rakyat biasa. Pada Blangkon ini
mengandung makna martabat didalamya yang berhubungan dengan fungsi dan
kegunaan. Bagi kaum pria kepala merupakan bagian yang suci dan dan
kedudukannya lebih tinggi dibandingkan anggota tubuh lainnya. Maka untuk
melindungi kepala tersebut dibutuhkan sebuah pelindung kepala yaitu sebuah
blangkon selain itu juga para pria Jawa mengangap ketika seseorang memakai
blangkon maka kewibawaan pria tersebut akan bertambah.
Blangkon Yogyakarta ini juga memiliki peran dalam membedakan
golongan sosial yang ada dalam masyarakat Jawa. Pada zaman dahulu terdapat
tiga golongan sosial dalam masyarat yaitu , Wong Cilik (rakyat biasa), Priyayi,
dan bangsawan. Golongan sosial yang ada dalam masyarakat itu juga yang
menentukan cara berpakaianya termasuk dalam pengunaan blangkon. rakyat
kecil menggunakan iket, (sejenis kain yang dililitkan dikepala), dan golongan
selanjutnya yaitu golongan priyayi dan bangsawan mengunakan sebuah
blangkon, selain itu juga bentuk blangkonnya pun juga memiliki sebuah
perbedaan berdasarkan statusnya. Blangkon jetitan, adalah jenis yang hanya
dipakai oleh para pangeran, Blangkon Jeplakan, adalah yang dipakai oleh para
prajurit, dan Blangkon Tempen, adalah jenis yang dipakai oleh para Lurah.
2.3.3 Makna Etika
Etika sendiri dapat dipahami sebagai tindakan ataupun perbuatan
manusia yang dianggapp baik dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat
sekitar. Etika tidak hanya betindak saja tetapi juga dalam mengatur diri dalam
berpakaian bagaimana yang seharusnya baik dilakukannya. Makna etika
tercermin dari kehidupan dan kepribadian orang jawa. Penilaian etika yang ada
dalam blangkon pola Yogyakarta ini meliputi dua bagian yang tidak bisa lepas
yaitu tentang sebuah rasa dan juga hubungannya dengan kepribadian orang
Jawa. Selain itu juga sebuah kepribadian orang Jawa juga berpengaruh dalam
pembuatan blangkon. Dalam berpakaian, masyarakat Jawa sangat dipengaruhi
oleh faktor kesopanan dan etika maka pakaian yang dikenakan dalam diri setiap
orang menpengaruhi kepribadian seseorang baik itu dalam hal berbicara,
tingkah laku maupun cara berjalannya.
2.4 Tujuan dibuatnya Blangkon Yogyakarta
Tujuan dibuatnya Blangkon Yogyakarta adalag sebagai pelindung kepala
dimana pemakaiannya diletakkan di kepala dan digunakan oleh para kaum pria Jawa
sebagai pelindung dari terik matahari, hujan, dan angin. Blangkon itu dibuat juga
sebagai suatu kelengkapan pakaian. Setiapsuku bangsa yang berada di Indonesia tentu
memiliki pakaian adat yang menjadikan ciri khasnya masing-masing. Begitupun dalam
atribut pakaian adat Pria Jawa yang salah satunya adalah Blangkon. Bagi Abdi Dalem
yang bertugas di kraton, pemakaian Blangkon merupakan suatu kewajiban. Blangkon
itu sebagai wujud keindahan. Dalam Blangkon tersimpan nilai-nilai kehidupan seperti
keindahan, ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Bentuk dan motif Blangkon
merupakan kesatuan ide yang dikeluarkan oleh masyarakat Jawa terkusus orang Jawa
lalu disalurkan ke dalam suatu proses, sehingga tercipta benda pakai yang memiliki
nilai keindahan bagi pemakainnya.10 Tidak dipungkiri bahwa semua tujuan
dimaksudkan agar masyarakat Jawa mengerti dan memahami sebagaimana dituliskan,
sehingga Blangkon tetap terus-menerus dapat dilestarikan sebagai suatu kekayaan
budaya Jawa.

2.5 Blangkon Yogyakarta sebagai Simbol dalam Kebudayaan Jawa


Foklor merupakan sebagian kebudayaan suatu kolektif (kelompok Masyarakat)
yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun diantara macam kolektif apa saja
secara tradisional dalam versi yang berbeda.11 Hakikat folklor merupakan identitas
lokal yang terdapat dalam kehidupan masyarakat tradisional. Rasa memiliki terhadap
tradisi yang sudah mengakar dan menyejarah membuat emosi masing-masing
warganya menjadi menyatu.12 Di dalam kebudayaan bisa didapatkan melalui
penyampaian secara lisan maupun benda-benda sebagai simbolik yang dapat dilihat,
digunakan, yang merupakan milik bersama secara terus menerus diwariskan secara
turun-temurun dan menjadi identitas yang diakui bersama dalam suatu kelompok.
Kelengkapan pakaian atau atribut merupakan suatu daya upaya folklor dalam
atribut busana Jawa yang sampai sekarang masih dilestarikan, hal ini menjadi ciri khas
pelengkap pakaian orang Jawa yang mempunyai maksud simbolik berupa pengharapan
dalam nilai-nilai hidup. Dalam berpakaian, masyarakat Jawa sangat dipengaruhi oleh
faktor kesopanan dan etika, maka pakaian yang dikenakan dalam diri setiap orang
mempengaruhi kepribadian seseorang. Maka pemakaian Blangkon dikepala membuat
seseorang terlihat rapi sehingga diharapkan tingkah lakunya menjadi sopan, serta tutur
katanya menjadi lebih baik dan lemah lembut.
Penilaian etika yang ada dalam blangkon pola Yogyakarta ini meliputi dua
bagian yang tidak bisa lepas yaitu tentang sebuah rasa dan juga hubungannya dengan
kepribadian orang Jawa Dalam faktor rasa, tradisi orang Jawa juga memberi pengaruh
dalam proses pembuatannya, karena dalam sebuah pembuatan sebuah benda orang jawa
terlebih dahulu mempertimbangkan misalnya, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas,
benda tersebut untuk diipakai dan dipandang masyarakat pada umumya. Hal ini juga
lah yang kemudian dipakai juga dalam pembuatan.Blangkon membutuhkan sebuah
pemikiran dan penilaian tertentu agar blngkon pantas dipakai seseorang dan sesuai
dengan keadaaan lingkungannya.
Blangkon pada perkembangan zaman tidak hanya digunakan oleh masyarakat
Jawa saja, namun juga masyarakat lain yang menggunakannya. Blangkon dipakai di
kepala membuat pria lebih berwibawa dan orang yang melihatnya pun akan merasa
senang. Blangkon Yogyakarta memiliki mondolan di belakang mencerminkan
pengendalian diri seseorang dalam segala kepribadiannya maupun tindakannya. Bukan
hanya orang Jawa yang bisa menggunakan Blangkon, tetapi siapa saja, asal tetap
memperhatikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

3. Penutup
Blangkon merupakan sebuah kelengkapan busana dalam pakaian adat Jawa, Blangkon
memiliki sebuah fungsi dan makna yang mendalam bagi kehidupan masyarakat Jawa.
Blangkon dipakai sebagai penutup kepala dan terdapat sebuah nilai yang penting di

10
Lukita Ayu Tiana, Maskun, dan Wakidi, Analisis Blangkon …, (FKIP Unila:
BandarLampung).
11
James Danabdjaja, Foklor Indonesia (Jakarta: Pustaka Grafipers, 1995), hlm. 2.
12
Purwadi M. Hum, Folklor Jawa (Yogyakarta: Pura Pustaka Yogyakarta, 2009),
hlm. 8.
dalamnya seperti keindahan, ketekunan, ketelitian, kesoanan, dan kesabaran. Blangkon
secara umum bisa digunakan oleh siapa saja dan tidak hanya oleh orang Jawa.

Daftar Pustaka
Cisara, Anugrah. 2018. Blangkon dan Kaum Pria Jawa, Jurnal, Seni Budaya.
Danabdjaja, James. Foklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafipers, 1995.
Dilistone, W. Daya Kekuatan Simbol: The Powert of Symbol. Yogyakarta:
Kanisius, 2002.
Faqihuddin, Nail Hakim. Makna simbolis Pakaian Dinas Abdidalem Keraton
Yogyakarta. Fakultas Filsafat UGM: Yogyakarta.
Hum, Purwadi M, Folklor Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka Yogyakarta, 2009.
Moeijono, Wibowo Supanto Pramono. Pakaian Adat Tradisional Daerah-daerah
Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1990.
Ramly, Nadjamuddin. Katalog Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018 Buku
satu. Direktorat Jenderal Kebudayaan: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2018.
Sarino. Blangkon Gaya Yogyakarta Ditinjau dari Bentuk Motif dan Makna
Simbolisnya.
file:///D:/A.%20Tugas%20Kuliah/A%20file/Tugas%20Semester%202/Ma
syarakat%20&%20Kesenian%20Indo/Folklor/Bhan%20blangkon/Blangko
n%20gaya%20Yogyakarta%20ditinjau%20dari%20bentuk%20motif%20d
an%20makna%20simbolisnya.pdf, diakses 27 Mei 2022.
Sundari, Dewi. Makna Blangkon bagi Orang Jawa.
https://www.kompasiana.com/dewisundari/591bec387fafbdc01ebc102e/ma
kna-blangkon-bagi-orang-
jawa#:~:text=Makna%20blangkon%20dalam%20hal%20ini,khalifah%2C
%20kita%20membutuhkan%20kekuatan%20Tuhan, diakses 27 Mei 2022.
Wakidi Tiana, Lukita Ayu,dan Maskun. Analisis Blangkon Pola Yogyakarta.
FKIP Unila: BandarLampung.

Anda mungkin juga menyukai