Anda di halaman 1dari 9

Rajutan Budaya dalam Arsitektur dan Motif Batik Cirebon di

Kampung Batik Trusmi


Tyas Santri dan Agus S. Ekomadyo
Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung
Labtek IXB ITB, Jl.Ganeca No.10 Bandung, Jawa Barat, Indonesia.
tyas.santri@yahoo.com, agus_ekomadyo@yahoo.co.id
Abstrak
Identitas budaya suatu masyarakat tumbuh dan berkembang dengan banyak cara. Sebuah
kebudayaan yang menjadi identitas kekhasan suatu daerah beraneka ragam cara tumbuh dan
berkembangnya. Adakalana dari sistem kepercayaannya yang di jaga dari jaman nenek moyang
leluhurnya bahkan ada yang tumbuh dari percampuran beraneka ragam budaya yang ada. Melalui
kajian historis, diketahui bahwa identitas budaya Kampung Batik Trusmi di Cirebon terbentuk
sebagai hasil rajutan dari berbagi budaya masyarakat: Cina, Islam, Jawa, Sunda, Kolonial, dan
Modern. Melalui telaah semiotika, artikel ini memaparkan rajutan budaya Kampung Batik Trusmi
yang direpresentasikan oleh artifak budayanya, yaitu kain batik dan langgam arsitektur dimana
signifier berupa kain batik dan langgam arsitektur menjadi sistem tanda yang merepresentasikan
signified berupa nilai-nilai budaya yang ada. Pada kain batik, rajutan budaya ini terlihat pada motif
Taman Arum Sunyaragi dan Taman Teratai sebagai signifier dari signified nilai budaya masyarakat
Sunda, Jawa, dan Islam, motif Mega Mendung sebagai signifier dari signified budaya masyarakat
Cina, motif Kompeni sebagai signifier dari signified budaya masyarakat Kolonial, motif Paksi Naga
Liman sebagai signifier dari signified budaya Cina dan Jawa, dan motif Ande-ande Lumut sebagai
signifier dari signified budaya masyarakat Jawa dan Modern. Pada langgam arsitektur, terlihat
signified Islam, Sunda, dan Jawa pada signifier arsitektur Masjid dan Makam Eyang Buyut Trusmi,
langgam arsitektur Cina dan kolonial terlihat pada bangunan-bangunan kuno, dan langgam
arsitektur modern pada bangunan showroom batik. Lebih luas lagi, membaca kain dan langgam
arsitektur Nusantara bisa menjadi media untuk melihat lebih dalam kekayaan budaya Nusantara.
Tulisan ini ditulis berdasarkan pengamatan lapangan dan referensi pustaka terkait. Makalah terbagi
menjadi beberapa tahapan antara lain pedekatan semiotika untuk membaca rajutan budaya di
Kampung Batik Trusmi, sejarah budaya Kampung Batik Trusmi, telaah semiotika arsitektur Kampung
Batik Trusmi, talaah semiotika motif batik Cirebon di kampung Batik Trusmi.
Kata kunci: identitas budaya, Kampung Batik Trusmi, rajutan budaya, semiotika, kain batik, langgam
arsitektur
Pendahuluan
Cirebon merupakan salah satu daerah yang memiliki kekhasan sendiri dimana masyarakat
Cirebon tidak ingin di lihat sebagai orang jawa maupun orang Sunda melaikan sebagai orang Cirebon
di karenakan Cirebon tumbuh dan berkembang dengan pengaruh berbagai macam percampuran
budaya didalamnya. Selain itu juga dipengaruhi lokasi Cirebon yang merupakan salah satu bagian dari
tataran kerajaan padjajaran dan juga merupakan kota pelabuhan yang berada pada jalur perdagangan
dunia (salah satu bandar jalur sutera). Sejarah kerajaan padjajaran dan kontak dagang dengan
pedagang-pedangan Cina dan beberapa etnis lain di Nusantara ini akhirnya berimbas sebagai bentuk
kontak budaya yang turut membentuk karakter budaya. Cirebon juga merupakan salah satu daerah
penghasil batik yang ada di bumi pertiwi ini antara lain ada di daerah Trusmi dan Ciwaringin. Namun
dalam kajian ini akan fokus pada daerah Trusmi saja dengan bahasan tentang bagaimana rajutan
budaya dalam arsitektur dan motif Cirebon di Kampung BatikTrusmi. Trusmi sendiri sebagai sebuah
kampung batik selain sebagai tempat untuk memasarkan juga tempat untuk memproduksi batik
Cirebon.

Permintaan pasar akan batik mulai meningkat setelah adanya peresmian batik oleh UNESCO,
dan tak dipungkiri jika fenomena ini juga berimbas pada keberadaan sebuah kampung batik Cirebon
salah satunya adalah kampung batik Trusmi yang terletak di kecamatan Weru kabupaten Cirebon.
Trusmi menjadi salah satu tempat destinasi kampung wisata batik yang ada di Cirebon yang tumbuh
berkembang seiring berjalannya globalisasi. Nama Trusmi memiliki sejarah cerita yang cukup
beragam salah satunya sering dikaitkan dengan tokoh terkenal di Trusmi yang disebut dengan Ki
Buyut Trusmi sebagi pendiri desa tempat keramat Trusmi berada dan menjadi nenek moyang
masyarakat Trusm. Trusmi sendiri sering diartikan terus semi (tumbuh terus).
Masyarakat Trusmi mayoritas sistem kepercayaannya adalah agama islam karena adanya
keberadaan Ki Buyut Trusmi sebagi salah satu orang yang menyebarkan agama islam di tanah jawa
ini. Namun tak terpungkiri jika ada kontak kebudayaan yang lebih luas di Trusmi sebagai salah satu
daerah di Cirebon. Kebudayaan Cina, Islam, Jawa, Sunda, Kolonial dan budaya massa atau kekinian
masuk turut membentuk karakter budaya, arsitektur dan kerajinan tangan berupa batik.
Budaya Jawa dan suda masuk karena Trusmi sebagai salah satu bagian dari tanah sunda atau
kerajaan pajajaran dan kontak dagang dengan beberapa etnis lain di Nusantara ini. Budaya Islam
masuk bersamaan dengan menyebarnya agama islam di Cirebon. Budaya cina masuk karena
hubungan kontak dagang. Keberadaan penjajah Belanda yang datang di negeri Indonesia ini juga turut
mempengaruhi budaya yang ada di trusmi khususnya budaya berarsitektur. Fenomena budaya massa
yang semakin berkembangnya permintaan batik di Trusmi juga trut membentuk budaya berarsitektur
di kampung ini yang mulai bertransformasi ke arah kekinian. Budaya-budaya ini pada akhirnya
menjadi bagian genius logi dari Trusmi sebagai kampung wisata batik di Cirebon.
Pedekatan Semiotika untuk Membaca Rajutan Budaya di Kampung Batik Trusmi
Sebuah kampung wisata haruslah memiliki sebuah kekhasan agar bisa menjadi sebuah
destinasi wisata, dimana subuah kampung wisata batik hidup dan berkembang dengan kekhasan motif
batiknya, kekhasan pola kehidupanya, kekhasan arsitektur lokal dan sejarah pembentuknya. Hal ini
juga terjadi di Trusmi sebagi sebuah kampung wisata batik yang tumbuh berkembang di Cirebon
memiliki kekhasan itu semua dari percampuran beberapa budaya.
Seperti halnya di Trusmi sebagai salah satu wilayah kampung batik di Cirebon yang
memiliki keraton dan pesisir memiliki satu corak kebudayaan yang unik. Karena dalam sejarah
wilayah ini telah masuk beberapa tata nilai kebudayaan yang saling mempengaruhi, dan sampai
sekarang kebudayaan ini masih tetap eksis dan sama-sama berkembang, tanpa membuat salah satu
kebudayaan ini tersingkir. Kebudayan tersebut adalah budaya Cina, Islam, Jawa, Sunda, Kolonial dan
budaya massa yang kearah kekinian atau moderen. Beberapa kebudayaan yang masuk di Cirebon ini
juga turut mempengaruhi budaya di Kampung Batik Trusmi baik segi arsitekturnya maupun batiknya.
Untuk desain batik yang berkembang di Kampung Batik Trusmi pada dasarnya memiliki
makna simbolisnya berdasarkan dari pola kebudayaan yuang tumbuh dan berkembang di Trusmi.
Untuk membaca makna simboliknya yang berkembang di Kampung Batik Trusmi menggunaka
pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure. Menurut Saussure semiotik adalah relasi antara penanda
dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Pendekatan Saussure mengkaji
bagaimana sistem tanda bisa hidup dalam masyarakat. Pendekatan ini juga kerap disebut pendekatan
strukturalis. Pendekatan ini memandang objek sebagai sebuah tanda (sign), yang mengandung unsur
yang menandakan (signifier) dan unsur yang ditandakan (signified). Signifier dan signified bersatu
membentuk sign yang didasarkan pada referent yang telah ada sebelumnya. (lihat diagram dibawah
ini).
Referent
Sejarah Budaya Kampung Batik
Trusmi Cirebon)
Sign
Kampung Batik Trusmi Cirebon
Signified
Budaya yang mempengaruhi

Signifier
Arsitektur dan motif Batik di Kampung Batik Trusmi

Gambar 1. Diagram sistem tanda strukturalis untuk rajutan (assembly) budaya dalam arsitektur dan
motif batik Cirebon di Kampung Batik Trusmi
Sumber: Analisis penulis, 2013

Dalam kajian assembly atau rajutan budaya dalam arsitektur dan motif batik Cirebon di
Kampung Batik Trusmi ini sign-nya adalah Kampung Batik Trusmi Cirebon, signifier adalah
arsitektur dan motif batik di Kampung Batik Trusmi, signified adalah berbagai budaya yang datang
dan mepengaruhi budaya Cirebon, referent adalah sesuatu yang menjadi dasarnya antara lain sejarah
budaya Kampung Batik Trusmi Cirebon.
Kajian ini merupakan hasil dari pengamatan terhadap arsitektur lokal dari kampung batik
Trusmi dan makna simbolis dari karya batik Trusmi. Metode pendekatan semiotika yang di dukung
oleh penyelidikan historis dokumenter dan diskriptif yang dilakukan dengan teknik survey. Survey
dilakukan adalah survey kepustakaan mengumpulkan dan mempelajari semua pustaka yang berkaitan
dengan judul penelitian, baik yang langsung maupun tidak langsung, serta survey lapangan ke obyek
studi dan mengadakan wawancara dengan beberapa nara sumber terkait.
Sejarah Budaya Kampung Batik Trusmi

Gambar 2. Penanda Kampung Batik Trusmi


Sumber: Batik Eksistensi Untuk Tradisi dan Dokumentasi Tyas, 2013 dan 2014
Kampung Batik Trusmi merupakan salah satu desa terpenting khususnya manakala
membicarakan khasanah kebudayaan Cirebon. Lokasinya cukup strategis yang merupakan daerah
jantung bisnis rakyak yang letaknya merupakan pintu gerbang wilayah Jawa Barat baik dari jalan
utama arah Jakarta, Bandung atau Tegal.

Gambar 3. Kampung Batik Trusmi Cirebon


Sumber: Diolah dari Google Earth, 2013 dan Batik Eksistensi Untuk Tradisi
Kampung Batik Trusmi merupakan kampung sentral batik Cirebon yang memiliki situs yang
di kramatkan yaitu makam Ki Buyut Trusmi. Di kampung Batik Trusmi yang lebih berkembang
adalah sektor industri batiknya dari pada sektor pertanian, masyarakatnya juga hampir sebagian besar
adalah pengrajin batik. Penduduk asli Trusmi mayoritas orang pribumi (suku jawa). Adapun pada
jaman dahulu etnis Cina yang berdagang namun tahun 57-an pergi karena adanya kerusuhan. Adapun
hal yang menarik di Trusmi yaitu ritual-ritual tradisinya. Trusmi sebagai kampung batik merupakan
salah satu embrio perkembangan pariwisata budaya di Cirebon. Kawasan kampung batik Trusmi ini
memiliki kekhasan arsitektur dan karya seni batiknya yang dipengaruhi berbagai kebudayaan
beberapa diantaranya adalah budaya Cina, Jawa, Sunda, Islam, dan Belanda yang pernah turut
membentuk sejarah di Cirebon. Selain itu juga di pengaruhi oleh budaya massa yang mengikuti
perkembangan jaman lebih kearah kekinian.
Telaah Semiotika Arsitektur Kampung Batik Trusmi
Arsitektur di Kampung Batik Trusmi sebagai sebuah penanda (signifier) dari yang
ditandakan (signified) adalah beberapa budaya yang mempengaruhinya antara lain budaya Cina,

Sunda, Jawa, Islam, Belanda, dan budaya massa atau kekinian, hal ini dapat dilihat dari beberapa
arsitektur rumah yang ada memiliki karakter bangunan kolonial, pecinan, islami dan karakter lokal
Jawa, Sunda. Rumah-rumah yang menggunakan ornamen besi seperti yang digunkan dirumah-rumah
orang Cina jaman dulu merupakan sebuah signifier dari signified berupa pengaruh budayaan Cina.

Gambar 4. Ornamen besi pada penyangga atap teras salah satu rumah di Trusmi
Sumber: Dokumentasi Tyas, 2013
Signifier dari signified pengaruh budaya islam, Sunda dan Jawa dapat terlihat dari beberapa
tradisi ritual ritual adat yang masih dijalani masyarakat Trusmi dan dibingkai dengan islami. Untuk
Arsitekturnya signified budaya Islam, Sunda dan Jawa dapat ditemui adanya signifier berupa masjid
agung Trusmi yang didesain dengan menguunakan kubah layaknya atap bangunan kerajaan jaman
dahulu. Dimana disini Jawa juga terpengaruh budaya Hindu.

Gambar 5. Masjid Agung Trusmi


Sumber: Dokumentasi Tyas, 2013
Selain itu juga dapat di jumpai pada signifier berupa arsitektur dari makam Ki Buyut Trusmi
yang terdiri dari beberapa komplek bangunan layaknya pola tatanan kerajaan dan arsitektur lokal
sunda, Jawa terlihat dari bentuk atap joglo dan atap welit (atap dari daun bambu atau alang-alang).

Gambar 6. Denah kompleks Situs Keramat Buyut Trusmi


Sumber: Casta, M.Pd, Taruna, S.Pd (2008). Batik Cirebon Sebuah Pengantar apresiasi, Motif, dan
Makna Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Cirebon.

Gambar 7. Arsitektur Kompleks Makam Ki Buyut Trusmi


Sumber: Dokumentasi Tyas, 2013
Sedangkan untuk signified adanya budaya Belanda mempengaruhi arsitekturnya bisa dilihat
dari signifier bentuk bangunan bangunan kolonial yang tersebar di Trusmi. Bangunan kolonial ini
menjadi salah satu daya tarik yang turut membentuk daya tarik keindahan dan kekhasan kampung
batik di Trusmi. Salah satunya adalah bangunan gedung koperasi batik Trusmi Budi Tresna
merupakan bangunan kolonial.

Gambar 8. Arsitektur Kolonial pada bagunan Koperasi Batik Trusmi


Sumber: Dokumentasi Tyas, 2013

Gambar 9. Arsitektur Kolonial pada beberapa bangunan di Trusmi


Sumber: Dokumentasi Tyas, 2013

Seiring berkembangnya jaman budaya massa yang lebih moderen atau kekinian mulai
mempengaruhi arsitektur yang ada di Trusmi hal ini dikarenakan permintaan pasar akan batik
meningkat sehingga banyak berkembang arsitektur moderen dengan fungsi butik dan showroom.
Disini signifier beruba arsitektur butik danshowroom dan signified adalah budaya moderen atau
kekinian.

Gambar 10. Banguan Butik Dan Showroom Batik Di Trusmi


Sumber: Dokumentasi Tyas, 2013 dan 2014
Telaah Semiotika Motif Batik Cirebon di Kampung BatikTrusmi
Motif batik yang di produksi di kampung Batik Trusmi sendiri selalu berkembang mengikuti
budaya massa namun pada dasarnya di Kampung Batik Trusmi memproduksi motif batik keratonan
dan motif batik pesisiran yang keduanya menyimpan nilai makna simbolisme serta motif-motif
pengembangan yang mengikuti perkembangan. Semiotika atau simbolisme batik ini muncul karena
pengaruh dari budaya yang masuk terutama budaya Islami yang sampai sekarang menjadi
kepercayaan masyarakat Kampung Batik Trusmi.
Seni batik di Kampung Batik Trusmi di pengaruhi oleh budaya Cina hal ini bisa terlihat dari
batik motif mega mendung dan wadasan yang begitu dekat dengan motif awan di Cina. Selain
dipengaruhi oleh kebudayaan Cina motif mega mendung juga hadir karena adanya pemerintahan
Belanda di Cirebon. Mega Mendung merupakan perlambangan dari sebuah harapan masyarakat
Cirebon merindukan datangnya pertolongan saat pemerintahan Belanda.1 Selain itu juga ada motif
kompeni sebagai perlambangan dari adanya Belanda pernah masuk Trusmi. Disinilah signifier
berupa[motif batik mega mendung, wadasan, motif kompeni menandakan adannya sifnified budaya
Cina dan Belanda masuk di Kampung Batik Trusmi

Gambar 11. Motif Kompeni, Motif Mega Mendung dan Wadasan


Sumber: Buku Saku Batik Jawa Barat dan www. google.com
Casta, M.Pd, Taruna, S.Pd (2008). Batik Cirebon Sebuah Pengantar apresiasi, Motif, dan Makna
Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Cirebon. Halaman
179.
1

Adapun menurut katura salah satu seniman dan pengrajin batik di Trusmi dan menurut casta
dalam bukunya Batik Cirebon motif paksinagaliman yang terispirasi dari kereta paksinagaliman ini
merupakan simbolisasi dari makhluk prabangsa yang dibentuk dari kebudayaan tiga kebudayaan yaitu
kebudayaan Islam yang dilambangkan paksi atau burung, kebudayaan Cina yang dilambangkan naga,
dan kebudayaan India yang dilambangkan gajah.

Gambar 12. Motif Paksinagaliman


Sumber: Buku Saku Batik Jawa Barat dan Buku Saku Batik Jawa Barat Jilid II
Sedangkan signified Sunda, Jawa dan juga Islam dalam batik Trusmi dapat dilihat dari
adanya signifier motif batik yang berhiaskan situs-situs sejarah yang ada di Cirebon sepertihalnya
motif batik Taman Arum Sunyaragi, Taman Teratai, Keprabonan. Motif-motif ini menstilisasi dari
bentuk arsitektur situs-situs bersejarah yang ada di Cirebon dan motif ini memiliki nilai makna
simbolisasi yang cukup kuat dari kebudayaan Islami.
Motif Taman Teratai yang di dalamnya dilukiskan sebuah tritunggal dari simbol gajah
(liman), naga, dang burung (paksi) mengingatkan nama kereta Paksi naga Liman yang ada di Keraton
Kanoman. Paksi Naga Liman adalah kosmologi Cirebon yang merupakan panduan dunia atas, dunia
bawah dan dunia tengah. Hidup manusia Cirebon memerlukan ketiga dunia itu yang seimbang. Motif
Taman Arum Sunyaragi yang menggambarkan sebuah keharuman taman yang digunakan rekreasi
keluarga sultan, selain itu digunakan untuk semedi kerabat keraton sebagai sebuah laku yang
merupakan pendekatan diri kepada Allah (manunggaling kawulo gusti). Sedangkan Motif Keprabonan
menggambarkan suatu tempat pengguron tempat belajar ilmu agama keluarga Keraton Kasepuhan.
Dari ketiga motif batik ini terlihat nyata adanya pengaruh kebudayaan Sunda dan Jawa yang dibingkai
dengan kebudayaan Islam dengan akar ajaran tareqat yang mencerminkan kehidupan sehari-hari
masyarakat Trusmi yang mayoritas muslim.

Gambar 13. Motif Taman Arum Sunyaragi, Taman Teratai dan Keprabonan
Sumber: Buku Saku Batik Jawa Barat dan Casta, M.Pd, Taruna, S.Pd (2008). Batik Cirebon Sebuah
Pengantar apresiasi, Motif, dan Makna Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Cirebon.
Signified budaya massa atau moderen terlihat pada signifier berupa motif-motif yang lebih
kekinian terlihat dari perkembangan motif batik yang mengikuti tren massa kini namun tetap memiliki
makna simbolik dibalik desainya dan sesuai dengan budaya yang ada. Seperti halnya pada batik
komar yang mengembangkan batik Trusmi mengikuti tren dengan inovasi-inovasi baru. Yang disebut
penanda inovasi dari Batik Komar adalah diangkatnya berbagai legenda cerita rakyat yang terkenal
dan lazim dinikmati dari literatur sastra kuno kini menjadi cerita bergambar yang dipaparkan dalam
sehelai kain batik yang bernilai seni sekaligus fungsional dan langkah inovasi ini bukanlah melewati

tradisi namun justru menunjang upaya pelestarian yang lebih kuat sehingga tradisi itu tetap memiliki
eksistensi. 2

Gambar 14. Motif Ande-Ande Lumut dan Motif Kesultanan Cirebon


Sumber : Buku Saku Batik Jawa Barat

Gambar 15. Motif Legenda Sangkuriang dan Motif Legenda Sunan Gunung Jati
Sumber : Batik Eksistensi Untuk Tradisi
Kesimpulan
Kebudayaan yang beragam yang mempengaruhi kebudayaan Cirebon juga tumbuh dan
berkembang di Kampung Batik Trusmi sebagai salah satu kampung wisata batik di Cirebon. Dimana
kebudayaan Cina, Islam, Jawa, Sunda, Kolonial dan budaya massa menjadi satu ruang dialog yang
berkembang dengan identitas yang jelas. Kebudayaan-kebudayaan ini juga mempengaruhi segi
arsitektur dan seni motif batiknya. Kebudayaan-kebudayaan ini sama-sama mempengaruhi
perkembangan batik maupun arsitektur yang ada diKampung Batik Trusmi. Dimana terjadi rajutan
antara arsitektur dengan batik terhadap budaya yang ada. Budaya Cina, Islam, Jawa, Sunda dan
Kolonial masuk dan berkembang menjadi bagian dari budaya yang membentuk kekhasan dan daya
tarik yang cukup unik untuk arsitektur dan kerajinan batiknya. Bahkan budaya-buadaya ini yang
menjadi genius logi Kampung Batik Trusmi terutama adalah Islam yang sampai detik ini masih
menjadi ruh dari budaya lokal yang khas. Dimana islam dengan ajaran tareqadnya menjadi dasar dari
pola hidup masyarakat Trusmi dan juga menjadi dasar dalam mengemas budaya-budaya mereka baik
arsitektur maupun batik. Namun lambat laun budaya massa yang selalu berubah-ubah sesuai dengan
keinginan konsumen juga mulai direspon oleh masyarakat Trusmi salah satunya dengan
mengembangkan desain motif batik sesuai keinginan pasar yang mengikuti tren namun tetap tidak
melupakan dasar atau akar nilai makna simbolik yang ada, selain itu dari segi arsitektur juga mulai
banyak bangunan rumah tinggal disulap menjadi butik dan showroom sebagai tempat menjual,
memamerkan sekaligus memproduksi batik, bahkan ada beberapa seniman pengrajin batik yang
membuat sanggar batik untuk belajar membatik langsung untuk penduduk setempat maupun
wisatawan yang datang. Dari sekian banyak persilangan kebudayaan di Kampung Batik Trusmi
Cirebon tidak membuat Kampung Batik Trusmi Cirebon kehilangan kebudayaan lokalnya melainkan
kebudayaan-kebudayaan ini mampu melahirkan budaya yang sangat khas. Dimana unsur kebudayaan
baru hadir tanpa meninggalkan unsur kebudayaan lama yang sudah dihayati dan dimiliki.

Kudiya, Komarudin, M.Ds. Batik Eksistensi Untuk Tradisi.Jakarta: Dian Rakyat. Halaman 77-78.

Daftar Pustaka
Anonim. Artikel Batik Cirebon. Available: http:// fitinline.com/article/read/batik-cirebon, diakses
4-12-2013.
Anonim. Cirebonans Batiks. Available: http://boutiquebatiks.blogspot.com/2009/05/ batikcirebon.
html?m=1, diakses 4-12-2013.
Atik, S Ken. Komarudin Kudya. Herman Jusuf. Djalu Djatmiko. Buku Saku Batik Jawa Barat.
Bandung: YBJB (Yayasan Batik Jawa Barat).
Atik, S Ken. Komarudin Kudya. Herman Jusuf. Djalu Djatmiko. Zaini Rais. Buku Saku Batik Jawa
Barat Jilid II. Bandung: YBJB (Yayasan Batik Jawa Barat).
Broadbent, Geolfrey/Bunt, Richard/Jencks, Charles. 1980. Sign, Symbol, and Architecture. , New
York: Jhon Weleyand Sons.
Casta, M.Pd, Taruna, S.Pd. 2008. Batik Cirebon Sebuah Pengantar apresiasi, Motif, dan Makna
Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Cirebon.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press
Ekomadyo, Agus S. 1999. Pendekatan Semiotika dalam Kajian terhadap Arsitektur Tradisional di
Indonesia: Kasus Sengkalan Memet dalam Arsitektur Jawa. Makalah dipersentasikan pada
Seminar Nasional Naskah Arsitektur Nusantara: Jelajah Penalaran Arsitektur.
Gocher, Jill. Lowrence lim. 1990. The Times Travel Library Cirebon. Time Editions.
Kudiya, Komarudin, M.Ds. Batik Eksistensi Untuk Tradisi.Jakarta: Dian Rakyat.
Preziosi, Donald. 1979. The Semiotics of the Built Environment.
Preziosi, Donald. 1979. Architecture languange and meaning.
Saptono, Hariadi. Warisan Budaya Wangsa Ceribon- Dermayu. Jakarta: Bentara Budaya.
Skober, Tandi. 2013. Manuwarna Ibu Budaya Jawa- Sunda, Cirebon Pegot. Jakarta: Bumen Pustaka
Emas.

Anda mungkin juga menyukai