Permintaan pasar akan batik mulai meningkat setelah adanya peresmian batik oleh UNESCO,
dan tak dipungkiri jika fenomena ini juga berimbas pada keberadaan sebuah kampung batik Cirebon
salah satunya adalah kampung batik Trusmi yang terletak di kecamatan Weru kabupaten Cirebon.
Trusmi menjadi salah satu tempat destinasi kampung wisata batik yang ada di Cirebon yang tumbuh
berkembang seiring berjalannya globalisasi. Nama Trusmi memiliki sejarah cerita yang cukup
beragam salah satunya sering dikaitkan dengan tokoh terkenal di Trusmi yang disebut dengan Ki
Buyut Trusmi sebagi pendiri desa tempat keramat Trusmi berada dan menjadi nenek moyang
masyarakat Trusm. Trusmi sendiri sering diartikan terus semi (tumbuh terus).
Masyarakat Trusmi mayoritas sistem kepercayaannya adalah agama islam karena adanya
keberadaan Ki Buyut Trusmi sebagi salah satu orang yang menyebarkan agama islam di tanah jawa
ini. Namun tak terpungkiri jika ada kontak kebudayaan yang lebih luas di Trusmi sebagai salah satu
daerah di Cirebon. Kebudayaan Cina, Islam, Jawa, Sunda, Kolonial dan budaya massa atau kekinian
masuk turut membentuk karakter budaya, arsitektur dan kerajinan tangan berupa batik.
Budaya Jawa dan suda masuk karena Trusmi sebagai salah satu bagian dari tanah sunda atau
kerajaan pajajaran dan kontak dagang dengan beberapa etnis lain di Nusantara ini. Budaya Islam
masuk bersamaan dengan menyebarnya agama islam di Cirebon. Budaya cina masuk karena
hubungan kontak dagang. Keberadaan penjajah Belanda yang datang di negeri Indonesia ini juga turut
mempengaruhi budaya yang ada di trusmi khususnya budaya berarsitektur. Fenomena budaya massa
yang semakin berkembangnya permintaan batik di Trusmi juga trut membentuk budaya berarsitektur
di kampung ini yang mulai bertransformasi ke arah kekinian. Budaya-budaya ini pada akhirnya
menjadi bagian genius logi dari Trusmi sebagai kampung wisata batik di Cirebon.
Pedekatan Semiotika untuk Membaca Rajutan Budaya di Kampung Batik Trusmi
Sebuah kampung wisata haruslah memiliki sebuah kekhasan agar bisa menjadi sebuah
destinasi wisata, dimana subuah kampung wisata batik hidup dan berkembang dengan kekhasan motif
batiknya, kekhasan pola kehidupanya, kekhasan arsitektur lokal dan sejarah pembentuknya. Hal ini
juga terjadi di Trusmi sebagi sebuah kampung wisata batik yang tumbuh berkembang di Cirebon
memiliki kekhasan itu semua dari percampuran beberapa budaya.
Seperti halnya di Trusmi sebagai salah satu wilayah kampung batik di Cirebon yang
memiliki keraton dan pesisir memiliki satu corak kebudayaan yang unik. Karena dalam sejarah
wilayah ini telah masuk beberapa tata nilai kebudayaan yang saling mempengaruhi, dan sampai
sekarang kebudayaan ini masih tetap eksis dan sama-sama berkembang, tanpa membuat salah satu
kebudayaan ini tersingkir. Kebudayan tersebut adalah budaya Cina, Islam, Jawa, Sunda, Kolonial dan
budaya massa yang kearah kekinian atau moderen. Beberapa kebudayaan yang masuk di Cirebon ini
juga turut mempengaruhi budaya di Kampung Batik Trusmi baik segi arsitekturnya maupun batiknya.
Untuk desain batik yang berkembang di Kampung Batik Trusmi pada dasarnya memiliki
makna simbolisnya berdasarkan dari pola kebudayaan yuang tumbuh dan berkembang di Trusmi.
Untuk membaca makna simboliknya yang berkembang di Kampung Batik Trusmi menggunaka
pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure. Menurut Saussure semiotik adalah relasi antara penanda
dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Pendekatan Saussure mengkaji
bagaimana sistem tanda bisa hidup dalam masyarakat. Pendekatan ini juga kerap disebut pendekatan
strukturalis. Pendekatan ini memandang objek sebagai sebuah tanda (sign), yang mengandung unsur
yang menandakan (signifier) dan unsur yang ditandakan (signified). Signifier dan signified bersatu
membentuk sign yang didasarkan pada referent yang telah ada sebelumnya. (lihat diagram dibawah
ini).
Referent
Sejarah Budaya Kampung Batik
Trusmi Cirebon)
Sign
Kampung Batik Trusmi Cirebon
Signified
Budaya yang mempengaruhi
Signifier
Arsitektur dan motif Batik di Kampung Batik Trusmi
Gambar 1. Diagram sistem tanda strukturalis untuk rajutan (assembly) budaya dalam arsitektur dan
motif batik Cirebon di Kampung Batik Trusmi
Sumber: Analisis penulis, 2013
Dalam kajian assembly atau rajutan budaya dalam arsitektur dan motif batik Cirebon di
Kampung Batik Trusmi ini sign-nya adalah Kampung Batik Trusmi Cirebon, signifier adalah
arsitektur dan motif batik di Kampung Batik Trusmi, signified adalah berbagai budaya yang datang
dan mepengaruhi budaya Cirebon, referent adalah sesuatu yang menjadi dasarnya antara lain sejarah
budaya Kampung Batik Trusmi Cirebon.
Kajian ini merupakan hasil dari pengamatan terhadap arsitektur lokal dari kampung batik
Trusmi dan makna simbolis dari karya batik Trusmi. Metode pendekatan semiotika yang di dukung
oleh penyelidikan historis dokumenter dan diskriptif yang dilakukan dengan teknik survey. Survey
dilakukan adalah survey kepustakaan mengumpulkan dan mempelajari semua pustaka yang berkaitan
dengan judul penelitian, baik yang langsung maupun tidak langsung, serta survey lapangan ke obyek
studi dan mengadakan wawancara dengan beberapa nara sumber terkait.
Sejarah Budaya Kampung Batik Trusmi
Sunda, Jawa, Islam, Belanda, dan budaya massa atau kekinian, hal ini dapat dilihat dari beberapa
arsitektur rumah yang ada memiliki karakter bangunan kolonial, pecinan, islami dan karakter lokal
Jawa, Sunda. Rumah-rumah yang menggunakan ornamen besi seperti yang digunkan dirumah-rumah
orang Cina jaman dulu merupakan sebuah signifier dari signified berupa pengaruh budayaan Cina.
Gambar 4. Ornamen besi pada penyangga atap teras salah satu rumah di Trusmi
Sumber: Dokumentasi Tyas, 2013
Signifier dari signified pengaruh budaya islam, Sunda dan Jawa dapat terlihat dari beberapa
tradisi ritual ritual adat yang masih dijalani masyarakat Trusmi dan dibingkai dengan islami. Untuk
Arsitekturnya signified budaya Islam, Sunda dan Jawa dapat ditemui adanya signifier berupa masjid
agung Trusmi yang didesain dengan menguunakan kubah layaknya atap bangunan kerajaan jaman
dahulu. Dimana disini Jawa juga terpengaruh budaya Hindu.
Seiring berkembangnya jaman budaya massa yang lebih moderen atau kekinian mulai
mempengaruhi arsitektur yang ada di Trusmi hal ini dikarenakan permintaan pasar akan batik
meningkat sehingga banyak berkembang arsitektur moderen dengan fungsi butik dan showroom.
Disini signifier beruba arsitektur butik danshowroom dan signified adalah budaya moderen atau
kekinian.
Adapun menurut katura salah satu seniman dan pengrajin batik di Trusmi dan menurut casta
dalam bukunya Batik Cirebon motif paksinagaliman yang terispirasi dari kereta paksinagaliman ini
merupakan simbolisasi dari makhluk prabangsa yang dibentuk dari kebudayaan tiga kebudayaan yaitu
kebudayaan Islam yang dilambangkan paksi atau burung, kebudayaan Cina yang dilambangkan naga,
dan kebudayaan India yang dilambangkan gajah.
Gambar 13. Motif Taman Arum Sunyaragi, Taman Teratai dan Keprabonan
Sumber: Buku Saku Batik Jawa Barat dan Casta, M.Pd, Taruna, S.Pd (2008). Batik Cirebon Sebuah
Pengantar apresiasi, Motif, dan Makna Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Cirebon.
Signified budaya massa atau moderen terlihat pada signifier berupa motif-motif yang lebih
kekinian terlihat dari perkembangan motif batik yang mengikuti tren massa kini namun tetap memiliki
makna simbolik dibalik desainya dan sesuai dengan budaya yang ada. Seperti halnya pada batik
komar yang mengembangkan batik Trusmi mengikuti tren dengan inovasi-inovasi baru. Yang disebut
penanda inovasi dari Batik Komar adalah diangkatnya berbagai legenda cerita rakyat yang terkenal
dan lazim dinikmati dari literatur sastra kuno kini menjadi cerita bergambar yang dipaparkan dalam
sehelai kain batik yang bernilai seni sekaligus fungsional dan langkah inovasi ini bukanlah melewati
tradisi namun justru menunjang upaya pelestarian yang lebih kuat sehingga tradisi itu tetap memiliki
eksistensi. 2
Gambar 15. Motif Legenda Sangkuriang dan Motif Legenda Sunan Gunung Jati
Sumber : Batik Eksistensi Untuk Tradisi
Kesimpulan
Kebudayaan yang beragam yang mempengaruhi kebudayaan Cirebon juga tumbuh dan
berkembang di Kampung Batik Trusmi sebagai salah satu kampung wisata batik di Cirebon. Dimana
kebudayaan Cina, Islam, Jawa, Sunda, Kolonial dan budaya massa menjadi satu ruang dialog yang
berkembang dengan identitas yang jelas. Kebudayaan-kebudayaan ini juga mempengaruhi segi
arsitektur dan seni motif batiknya. Kebudayaan-kebudayaan ini sama-sama mempengaruhi
perkembangan batik maupun arsitektur yang ada diKampung Batik Trusmi. Dimana terjadi rajutan
antara arsitektur dengan batik terhadap budaya yang ada. Budaya Cina, Islam, Jawa, Sunda dan
Kolonial masuk dan berkembang menjadi bagian dari budaya yang membentuk kekhasan dan daya
tarik yang cukup unik untuk arsitektur dan kerajinan batiknya. Bahkan budaya-buadaya ini yang
menjadi genius logi Kampung Batik Trusmi terutama adalah Islam yang sampai detik ini masih
menjadi ruh dari budaya lokal yang khas. Dimana islam dengan ajaran tareqadnya menjadi dasar dari
pola hidup masyarakat Trusmi dan juga menjadi dasar dalam mengemas budaya-budaya mereka baik
arsitektur maupun batik. Namun lambat laun budaya massa yang selalu berubah-ubah sesuai dengan
keinginan konsumen juga mulai direspon oleh masyarakat Trusmi salah satunya dengan
mengembangkan desain motif batik sesuai keinginan pasar yang mengikuti tren namun tetap tidak
melupakan dasar atau akar nilai makna simbolik yang ada, selain itu dari segi arsitektur juga mulai
banyak bangunan rumah tinggal disulap menjadi butik dan showroom sebagai tempat menjual,
memamerkan sekaligus memproduksi batik, bahkan ada beberapa seniman pengrajin batik yang
membuat sanggar batik untuk belajar membatik langsung untuk penduduk setempat maupun
wisatawan yang datang. Dari sekian banyak persilangan kebudayaan di Kampung Batik Trusmi
Cirebon tidak membuat Kampung Batik Trusmi Cirebon kehilangan kebudayaan lokalnya melainkan
kebudayaan-kebudayaan ini mampu melahirkan budaya yang sangat khas. Dimana unsur kebudayaan
baru hadir tanpa meninggalkan unsur kebudayaan lama yang sudah dihayati dan dimiliki.
Kudiya, Komarudin, M.Ds. Batik Eksistensi Untuk Tradisi.Jakarta: Dian Rakyat. Halaman 77-78.
Daftar Pustaka
Anonim. Artikel Batik Cirebon. Available: http:// fitinline.com/article/read/batik-cirebon, diakses
4-12-2013.
Anonim. Cirebonans Batiks. Available: http://boutiquebatiks.blogspot.com/2009/05/ batikcirebon.
html?m=1, diakses 4-12-2013.
Atik, S Ken. Komarudin Kudya. Herman Jusuf. Djalu Djatmiko. Buku Saku Batik Jawa Barat.
Bandung: YBJB (Yayasan Batik Jawa Barat).
Atik, S Ken. Komarudin Kudya. Herman Jusuf. Djalu Djatmiko. Zaini Rais. Buku Saku Batik Jawa
Barat Jilid II. Bandung: YBJB (Yayasan Batik Jawa Barat).
Broadbent, Geolfrey/Bunt, Richard/Jencks, Charles. 1980. Sign, Symbol, and Architecture. , New
York: Jhon Weleyand Sons.
Casta, M.Pd, Taruna, S.Pd. 2008. Batik Cirebon Sebuah Pengantar apresiasi, Motif, dan Makna
Simboliknya. Cirebon: Badan Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Cirebon.
Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.
Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press
Ekomadyo, Agus S. 1999. Pendekatan Semiotika dalam Kajian terhadap Arsitektur Tradisional di
Indonesia: Kasus Sengkalan Memet dalam Arsitektur Jawa. Makalah dipersentasikan pada
Seminar Nasional Naskah Arsitektur Nusantara: Jelajah Penalaran Arsitektur.
Gocher, Jill. Lowrence lim. 1990. The Times Travel Library Cirebon. Time Editions.
Kudiya, Komarudin, M.Ds. Batik Eksistensi Untuk Tradisi.Jakarta: Dian Rakyat.
Preziosi, Donald. 1979. The Semiotics of the Built Environment.
Preziosi, Donald. 1979. Architecture languange and meaning.
Saptono, Hariadi. Warisan Budaya Wangsa Ceribon- Dermayu. Jakarta: Bentara Budaya.
Skober, Tandi. 2013. Manuwarna Ibu Budaya Jawa- Sunda, Cirebon Pegot. Jakarta: Bumen Pustaka
Emas.