Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH SENI BUDAYA

“BATIK”

Oleh Kelompok 1 :
Putri Azzahra Aulia Wael (25)
Nurhikmah Ramadhani (24)
Luthfiyah Khumaerah T (14)
Windi Widya Astuti (32)
Afini Istiqamah (02)
Karmila (10)

SMA NEGERI 1 BANTAENG


KAB. BANTAENG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah
kami yang membahas Batik. Tidak lupa shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Saw. Yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman
kepintaran seperti sekarang ini.
Makalah ini kami susun agar pembaca dapat menambah wawasan mengenai Batik
yang kami harap dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami sangat berterima kasih atas
segala bantuan yang diberikan dari segala pihak untuk makalah kami.

Penulis sangat berharap kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca agar
menjadi pembelajaran dalam melakukan penulisan selanjutnya.

Bantaeng, 07 Maret 2023


A. Sejarah Batik

Batik berasal dari zaman nenek moyang dan dikenal sejak abad ke 17. Pada saat itu,
motif dari batik didominasi oleh bentuk binatang serta tanaman. Akan tetapi, kemudian motif
batik pun berkembang dan beralih pada motif-motif yang menyerupai awan maupun relief
candi.
Kerajinan dari batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit. Arca
Bhairawa adalah salah satu contoh dari gaya seni Arca Majapahit yang dibuat di daerah
Sumatera pada sekitar abad ke 14. Berkembangnya kesenian batik meluas di Indonesia
setelah akhir abad ke 18 atau sekitar awal ke 19. Kemudian batik cap dikenal setelah perang
dunia I selesai atau pada tahun 1920.
Sejarah batik di Indonesia memiliki kaitan erat dengan perkembangan Kerajaan
Majapahit serta penyebaran ajaran agama Islam di Pulau Jawa. Menurut beberapa catatan,
pengembangan dari batik banyak dilakukan pada zaman Kesultanan Mataram dan kemudian
berlanjut pada zaman Kasunan Surakarta serta Kesultanan Yogyakarta.
Keberadaan dari kegiatan batik tertua diketahui berasal dari Ponorogo dengan nama
Wengker, sebelum abad ketujuh, Kerajaan di Jawa Tengah mulai belajar batik dari Ponorogo.
Oleh sebab itulah, batik-batik Ponorogo memiliki corak yang agak mirip dengan batik yang
beredar di Jawa Tengah, hanya saja batik ponorogo merupakan batik yang dihasilkan dari
lilin berwarna hitam pekat. Selain itu, batik Ponorogo juga biasa disebut sebagai batik
irengan dan dekat dengan unsur-unsur magis.
Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus
berkembang hingga kerajaan berikutnya serta raja-rajanya. Kesenian batik secara umum
meluas di Indonesia dan kemudian secara khusus di pulau Jawa setelah akhir dari abad ke 18
atau hingga awal abad ke 19.
Teknik batik sendiri diketahui ada lebih dari 1.000 tahun, kemungkinan teknik
tersebut berasal dari Mesir kuno atau Sumeria. Kemudian, teknik batik meluas di beberapa
negara di Afrika Barat, seperti Nigeria, Kamerun dna Mali, Asia seperti Sri Lanka, India,
Iran, Bangladesh, Thailand, Malaysia dan Indonesia.

B. Pencipta / Penemu
Penemu batik pertama di Indonesia adalah K.R.T. Hardjonagoro atau lebih dikenal
dengan nama Go Tik Swan. Beliau merupakan seniman asal Surakarta yang
membangkitkan era seni batik klasik dan modern di Tanah Air.
Go Tik Swan, umumnya dikenal dengan nama K.R.T. Hardjonagoro (lahir pada 11
Mei 1931—5 November 2008)[1] adalah seorang budayawan dan sastrawan Indonesia
yang menetap di Surakarta. Ia dilahirkan sebagai putra sulung keluarga Tionghoa yang
termasuk golongan Cabang Atas atau priyayi Tionghoa di kota Solo (Surakarta). Karena
kedua orangtuanya sibuk dengan pekerjaan mereka, Tik Swan diasuh oleh kakeknya dari
pihak ibu, Tjan Khay Sing, seorang pengusaha batik di Solo. Ia mempunyai empat tempat
pembatikan: dua di Kratonan, satu di Ngapenan, dan satu lagi di Kestalan, dengan
karyawan sekitar 1.000 orang.

Sejak kecil Tik Swan biasa bermain di antara para tukang cap, dengan anak-anak yang
membersihkan malam dari kain, dan mencucinya, mereka yang membubuhkan warna
coklat dari kulit pohon soga, dan orang-orang yang menulisi kain dengan canting. Ia juga
senang mendengarkan mereka menembang dan mendongeng tentang Dewi Sri dan
berbagai cerita tradisional Jawa. Dari mereka ia belajar mengenal macapat, pedalangan,
gending, Hanacaraka, dan tarian Jawa.
Tik Swan dikirim bersekolah di Neutrale Europesche Lagere School bersama warga
kraton, anak-anak ningrat, anak-anak pemuka masyarakat, dan anak-anak pembesar
Belanda. Ini disebabkan karena kedua orangtuanya adalah keturunan pemuka masyarakat
Tionghoa pada saat itu. Ayahnya adalah cucu dari Luitenant der Chinezen di Boyolali
sedangkan ibunya cucu Luitenant der Chinezen dari Surakarta.
Tidak jauh dari rumah kakeknya, tinggallah Pangeran Hamidjojo, putra Paku Buwana
X, seorang indolog lulusan Universitas Leiden dan juga penari Jawa klasik. Di rumah
sang pangeran selalu diadakan latihan tari yang sejak awal sudah mempesona Tik Swan.
Sementara itu Pangeran Prabuwinoto membangkitkan minat Go Tik Swan pada karawitan
Jawa.

C. Tahun Ditemukannya Batik


Batik sendiri diprakirakan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Dalam catatan sejarah,
batik telah ditemukan sejak zaman Majapahit dan populer pada akhir abad XVIII atau
permulaan abad XI.
D. Gambar
 Motif Batik Sogan (Solo)

 Motif Batik Mega Mendung (Cirebon)

 Motif Parang (Pulau Jawa)\

 Motif Kawung (Jawa Tengah)


 Motif Batik Tujuh Rupa (Pekalongan)

 Motif Batik Gentongan (Madura)


E. Nilai Jual
Kemenperin mencatat, nilai ekspor dari industri batik nasional pada semester I tahun
2019, mencapai USD17,99 juta. Sementara itu, sepanjang tahun 2018, tembus hingga USD52
juta. Negara tujuan utama pengapalan produknya, antara lain ke Jepang, Amerika Serikat, dan
Eropa.
Kemudian, dengan nilai perdagangan dunia untuk produk pakaian jadi yang mencapai
USD442 miliar, industri batik kita berpeluang besar untuk meningkatkan pangsa pasarnya,
mengingat kain lembaran batik juga merupakan salah satu bahan baku produk pakaian jadi.
Di Indonesia, kebanyakan kain batikyang dibuat untuk daster memang dicetak bukan
batik tulis seperti pada umumnya. Daster batik dibandrol dengan harga jual antara Rp 40 ribu
hingga Rp 50 ribu.
Namun, nilai jual dari batik tulis dengan beragam kualitas, harganya juga bervariasi.
Mulai dari kisaran harga Rp. 100,000 sampai Rp. 500,000 an keatas. Tergantung dari kualitas
kain dan tingkat kesulitan pembuatan batik tersebut.

F. Pesan Moral dan Kesan


Nilai merupakan harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan terhadap sesuatu
yang dapat berupa apa saja, mulai dari manusia baik fisik maupun mental, benda, keadaan,
peristiwa dan lain-lain. Ketika seseorang memakai pakaian batik, maka akan terdapat
beberapa nilai yang dapat kita amati. Pertama, nilai instrinsik yaitu nilai yang berasal dari
dalam diri seseorang, yaitu berupa rasa bangga. Terlebih lagi ketika orang tersebut memakai
pakaian batik yang bermotif indah dan halus. Kedua, nilai ekstrinsik, yaitu nilai yang berasal
dari luar (lingkungan) yaitu berupa rasa kebangsaan atau nasionalisme. Sudah dijelaskan di
atas bahwa batik merupakan budaya nasional bangsa Indonesia jadi dapat pula dikatakan
bahwa batik melekat pada diri bangsa Indonesia.
Dari sehelai kain batik akan didapatkan nilai estetik atau keindahan. Hal ini dapat kita
liahat dalam sehelai kain dihiasi dengan perpaduan antara motif, ornament, warna, dan corak
sehingga akan dihasilkan sebuah karya seni yang juga memiliki nilai manfaat sebagai
penutup raga. Adanya nilai manfaat dan nilai estetik dalam sehelai kain batik, menjadikannya
memiliki nilai ekonomis. Dimana pengrajin batik (orang yang membuat kain batik) akan
mendapatkan uang atau imbalan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam pembuatan batik tersebut dibutuhkan ketelatenan yang luar biasa dari seorang
pengrajin batik, maka dapat disimpulkan juga bahwa dalam batik terdapat nilai ketelatenan
dilihat dari proses pembuatannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam sehelai kain batik akan menghasilkan beberapa
nilai, yaitu nilai instrinsik, nilai ekstrinsik, nilai historis, nilai budaya, nilai filosofis, nilai
manfaat, nilai estetik, nilai ekonomis dan nilai ketelatenan.

Anda mungkin juga menyukai