Jurnal Artikel 1
Tahun : 2015
Link unduhan :
https://www.researchgate.net/publication/366863272_Pengaruh_Perkembangan_Permukima
n_Swadaya_terhadap_Upaya_Pelestarian_Cagar_Budaya_Tamansari
Tinjauan Singkat
Situs Cagar Budaya Tamansari memiliki nilai sejarah yang tinggi, sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari keberadaan Kraton Yogyakarta, yang pada awalnya berperan
sebagai tempat Raja dan Kerabat Kraton beristirahat dan mesanggrah (menenangkan
pikiran). Permasalahan yang terjadi adalah sisa-sisa artefak yang ada bercampur-baur
dengan perkembangan perumahan dan kegiatan usaha di sekitarnya, menurun
eksistensinya. Beberapa elemen-elemen peninggalan berupa artefak, masih dapat ditengarai
dalam bentuk puing-puing yang tidak lagi utuh, keberadaannya masih sangat menunjang
untuk memberikan gambaran situasi Kawasan Cagar Budaya Tamansari pada keadaan
aslinya. Hasil akhir dari kegiatan penelitian menunjukkan adanya korelasi antara
pergeseran perilaku masyarakat dalam pengembangan dan pembangunan permukiman
swadaya terhadap upaya konservasi bangunan cagar budaya.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif,
dengan melakukan kajian terhadap kondisi kontekstual atas keberadaan bangunan Cagar
Budaya Tamansari, yang secara perlahan namun pasti dalam periodisasi tertentu
mengalami berbagai kerusakan dan kemunduran fisik baik yang diakibatkan faktor usia,
faktor alam, dan terutama intervensi kegiatan pembangunan permukiman swadaya yang
ada di sekitarnya.
Hasil Temuan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan sebagai bagian dari proses penelitian,
diperoleh gambaran atas Kawasan Cagar Budaya Tamansari, yang memperlihatkan semakin
‘tenggelamnya’ berbagai artefak budaya di tengah lautan permukiman warga. Hampir sulit
untuk dapat ditengarai lagi rentetan bangunan sebagai artefak budaya yang menghubungkan
antara situs yang satu dengan situs yang lain, sebagai kerangka utuh keberadaan Cagar
Budaya Tamansari.
Jurnal Artikel 2
Judul Artikel : Pelestarian Pola Permukiman Tradisional Suku Sasak Dusun Limbungan
Kabupaten Lombok Timur
Tahun : 2010
ISSN/Link : 2686-5742
Tinjauan Singkat
Karakter dari suatu suku dapat dilihat dari tradisi dan budaya yang terbentuk dalam
suatu permukiman dan masih menjaga local wisdom mereka, hal ini dapat terlihat dari
permukiman tradisional Suku Sasak di Dusun Limbungan Kabupaten Lombok Timur, yang
menjaga rumah adat mereka dari segala perubahan. Tujuan dari studi adalah mengidentifikasi
karakteristik non fisik sosial budaya masyarakat Dusun Limbungan, dan mengidentifikasi
karakteristik fisik pola tata ruang permukiman yang terbentuk, menganalisis pola tata ruang
permukiman tradisional yang terbentuk akibat pengaruh fisik dan non fisiknya, dan kearifan
lokalnya, serta menentukan arahan pelestarian bagi permukiman tradisional Limbungan.
Metode yang digunakan adalah deskriptif-evaluatif. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep
keruangan makro yang terbentuk dari tatanan fisik lingkungan hunian memperlihatkan adanya
pembagian ruang permukiman berdasarkan guna lahan, yaitu tempat hunian di bagian tengah,
dan lahan pertanian di bagian luar area permukiman.
Sejak lama disadari bahwa budaya memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk
struktur ruang permukiman. Penggambaran struktur ruang permukiman juga dapat dilihat dari
sisi budaya lain seperti pada pelaksanaan ritual dan acara keagamaan. Acara ini bersifat rutin
akan tetapi ruang yang digunakan tidak semata untuk ritual saja, sehingga strukturnya juga
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif evaluatif, melalui observasi,
kuesioner, dan wawancara. Pengambilan sampel dihitung dengan rumus Slovin,
menggunakan teknik pengambilan proporsional untuk mendapatkan sampel yang merata di
seluruh wilayah studi.
1. Tahap pertama: mengidentifikasi karakteristik sosial budaya masyarakat Dusun
Limbungan
2. Tahap kedua: mengidentifikasi pola tata ruang permukiman Dusun Limbungan dan
menganalisis kesesuaiannya dengan konsep pola tata ruang tradisional Suku Sasak.
3. Tahap ketiga: menentukan arahan pelestarian secara fisik dan non fisik berdasarkan
analisis pola permukiman sebelumnya dengan kondisi bangunan eksisting yang ada.
Hasil Temuan
Dengan merujuk pada data yang dikumpulkan dalam rangka penelitian, ditemukan bahwa :
1. Sistem Kelembagaan
2. Sistem Kekerabatan
3. Kehidupan Ekonomi
5. Guna Lahan
1) Perairan
Warga menggunakan mata air dan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari dan
tanaman padi. Untuk mengurangi pengangkutan air ke atas bukit, pemerintah
2) Hutan
Tahun 1980 Limbungan masih ditutupi oleh lahan hutan. Kemudian pada
tahun 1980-an, pengalihan kepemilikan hutan adalah negara (Perhutani
Lombok Timur).
3) Pertanian
Pada tahun 1919, penduduk desa Limbungan membuka lahan hutan untuk
tanaman padi dan kebun. Sebagian besar penduduk bekerja di ladang.
4) Permukiman
5) Infrastruktur
6. Struktur Bangunan
Setiap ritual menggunakan makam leluhur dan lokasi mikro dan makro masyarakat
tradisional. Semua permukiman tradisional di Dusun Limbungan menghadap ke timur
(sinar matahari), yang mencerminkan kepercayaan suku Sasak bahwa yang muda harus
melindungi yang tua dan menyerang terlebih dahulu. Suku Sasak Limbungan percaya
bahwa Gunung Rinjani memberikan kekuatan gaib kepada Lombok dan menjadi tempat
tinggal Dewi Anjani yang mereka hormati. Kesuciannya meningkat seiring dengan
ketinggian dan kedekatannya dengan Gunung Rinjani. Orang tua selalu tinggal di atas
anak-anak mereka di rumah baru. Rumah anak sulung lebih tinggi dari rumah
saudara-saudaranya. Orang tua harus memberikan teladan leluhur kepada anak-anak
mereka, demikian filosofi mereka.
Denah rumah terdiri dari barisan anak tangga vertikal dan horizontal. Baris vertikal
memiliki anak tangga yang lebih tinggi di bagian belakang, sedangkan baris horizontal
memiliki anak tangga yang lebih rendah di bagian tengah. Tindakan tersebut mencegah
bencana alam dan bencana lainnya. Barisan belakang Dusun Limbungan, dengan rumah
generasi sebelumnya, akan mendapatkan sinar matahari yang cukup karena lebih tinggi
dari barisan depan.
Masyarakat menjadikan Bale Adat adalah rumah dan pusat kegiatan. Bale adat
merupakan pusat upacara dan tempat tinggal di Dusun Limbungan. Lalu ada masjid
(langar) yang melambangkan persatuan karena semua warga Dusun Limbungan
menggunakan sarana ibadah yang multifungsi ini. Serta memanfaatkan sawah untuk
bekerja. Dan melakukan upacara ziarah ke makam leluhur. Ruang publik yang suci ini
merupakan wilayah tersier.
7. Pola Bangunan
2. Faktor hukum adat yang menuntut penduduk Limbungan untuk menjaga rumah asli
mereka baik dari bahan rumah yang terbuat dari bahan alam, orientasi massa bangunan,
serta pola rumah asli Suku Sasak tersebut. Adanya kepatuhan penduduk terhadap
hukum adat dan kearifan lokal genius local penduduk merupakan faktor paling penting
terhadap pelestarian keutuhan rumah asli ini.
3. Membentuk pola grid yang mengelompok menjadi satu kesatuan, rumah-rumah dan
elemennya disusun berjajar rapi seperti tusuk sate, pola ini mencerminkan sistem
kekerabatan.
Studi lanjutan dapat membahas aspek spasial pada permukiman tradisional Sasak
Limbungan, aspek ekonomi masyarakat maupun aspek sosial budaya dalam
permukiman tradisional Sasak Limbungan yang tidak lepas dari tuntutan perkembangan
zaman, dan melanjutkan Permukiman tradisional Limbungan sebagai daya tarik wisata
budaya Suku Sasak yang masih asli. Pemerintah harus ikut campur tangan dalam
arahan pelestarian permukiman dengan cara memberi bantuan dana, promosi, dan
memberikan penyuluhan kepada warga mengenai pentingnya pelestarian pada rumah
tradisional Limbungan, karena jika pemerintah tidak memberikan bantuan dan
dukungan dikhawatirkan masyarakat akan lebih tertarik untuk tinggal di rumah
permanen.
Jurnal Artikel 3
Judul Artikel : Kearifan Kaenbaun Sebagai Dasar Konseptual Pada Tata Spasial Arsitektur
Permukiman Suku Dawan Di Desa Kaenbaun
Tahun : 2019
ISSN : 2541-1217
Tinjauan Singkat
Kaenbaun adalah sebuah desa di Kabupaten Timor Tengah Utara, desa suku
Dawan karena penduduknya hampir 100% berasal dari suku Dawan. Desa Kaenbaun
dihuni oleh 8 suku dalam rumpun suku Dawan,yaitu empat suku perempuan (Salu,
Nel, Sait, dan Kolo) dan empat suku laki-laki (Basan, Timo, Taus dan Foni), yang sepakat
hidup abadi sebagai saudara di dalam desa Kaenbaun (Purbadi 2010). Seperti pada
desa-desa lain di Timor, di desa Kaenbaun hidup rukun suku laki-laki (lian mone) yaitu
suku Basan, Timo, Taus dan Foni, bersama suku perempuan (lian feto) yaitu suku
Sait, Salu, Kaba dan Nel. Warga desa Kaenbaun umumnya adalah petani lahan kering (Foni
2002)yang hidup dari pertanian tadah hujan, namun air dari 4 mata air suku (oekana)
tersedia sepanjang tahun tidak mencukupi untuk pengairan pertanian. Air dari mata air
suci suku (oekana) digunakan sepenuhnya untuk keperluan rumah tangga
dan ternak di dalam kampung (kompleks hunian, perumahan; kuan), disalurkan melalui
jaringan air bersih (pipa dan tandon air) yang dibuat secara khusus.Pedoman-pedoman
yang dikembangkan dari kebudayaan Dawan menjadi acuan perilaku warga desa
Kaenbaun. Setiap suku memiliki pedoman masing-masing, namun ada pedoman
bersama yang menjadi pedoman bagi warga seluruh desa (semua suku). Keberadaan
umesuku, struktur tradisional masyarakat (ada kepala suku pada setiap suku, peran
masing-masing suku) dan ritual-ritual adat berbagai skala yang masih berfungsi dan
dipraktekkan secara konsisten dalam kehidupan orang Kaenbaun menjadi bukti tradisi
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini berlatar belakang adat dan tradisi
lokal (suku Dawan di desa Kaenbaun) yang menyatu dengan gereja Katolik (iman, ajaran
dan institusi) dan membentuk karakter budaya serta tata kehidupan lokal yang khas
Kaenbaun. Budaya khas Kaenbaun muncul dalam kearifan lokal (kearifan Kaenbaun)
mendasari alam pikiran, perilaku manusia dan artefak-artefak orang Dawan di desa
Kaenbaun, termasuk tata keruangan pada arsitektur permukiman desa
Kaenbaun (Purbadi 2010).
Metode Penelitian
Hasil Temuan
Riset yang dilakukan tahun 2005 sd 2010 menunjukkan, tata spasial permukiman
Kaenbaun didasari kearifan lokal (kearifan Kaenbaun). Kearifan Kaenbaun tergambar
jelas dari beberapa prinsip hormat yang muncul dari hubungan empat elemen: manusia,
alam, nenek-moyangdan Tuhan. Kearifan lokal Kaenbaun masih dijaga dan dilestarikan
hingga kini dan menjadi salah satu contoh tentang penggunaan dan pemanfaatan
potensi desa berbasis budaya lokal. Ada sistem relasi penting di kalangan orang
Kaenbaun diturunkan dari bagan “empat unsur penentu”, yaitu: (1) relasi manusia
(atoni) dengan nenek-moyang, (2) relasi manusian dengan alam, (3) relasi antar
manusia (sesama saudara, sesama atoni), dan (4) relasi atoni dengan Tuhan
(tervisualisasi pada bagan)
Ada dua prinsip penting dalam pola ruang. Pertama, prinsip relasi manusia
dan hewan terwujud dalam tata spasial lingkaran konsentris pada keruangan desa
Kaenbaun, yaitu permukiman manusia (kuan) berupa lingkaran terletak di tengah tanah
Kedua, prinsip "dalam dan luar" bagi desa Kaenbaun diwujudkan dengan
adanya pintu gerbang desa Taksoen" sebagai titik hubung ruan-dalam desa dengan
ruang-luar desa. Upacara penerimaan tamu secara adat terjadi di Taksoen,
dilaksanakan dengan upacara adat lengkap dan resmi (ada penyembelihan hewan dan
tutur adat). Selain itu, semua benda dari luar selalu dilihat sebagai "benda panas", maka
harus dilakukan proses pendinginan agar tidak menimbulkan masalah di dalam
desa. Upacara pendinginan juga selalu dilakukan di tempat yang bernama Taksoen dan
selalu dihadiri seluruh warga desa dan semua kepala suku yang ada di
Pertama, prinsip hormat terhadap rumah adat suku-suku sebagai inti permukiman
Kaenbaun diwujudkan dengan tata letak umesuku-umesuku tepat di tengah desa dan
mendapat akses jalan utama desa. Tatanan yang ada di lapangan menunjukkan,
umesuku Foni berada di depan, sebab hakekatnya suku Foni adalah suku penjaga
keamanan desa Kaenbaun. Umesuku Timo dan Taus berada di belakang umesuku Foni,
keduanya adalah suku pengatur pemerintahan (Timo) dan suku penanggungjawab
kesejahteraan desa Kaenbaun (suku Taus). Umesuku Basan terletak relatif di belakang
dari ketiga umesukusebagai ungkapansuku Basan sebagai suku raja (pemimpin)
di desa Kaenbaun, berada di tengah dan dilindungi. Umesuku Nel sebagai perwakilan
suku perempuan (pendatang = perempuan) terletak di dekat umesuku Basan;
perempuan maka di belakang. Artinya, orang Kaenbaun telah menggunakan kearifan lokal
dalam penataan lingkungan (Dahliani 2015),(Siswanto 2009),dan penataan kampung
(Qodariah and Armiyati 2013).
Jurnal Artikel 4
Judul Artikel : Upaya Pelestarian Kampung Kauman Semarang sebagai Kawasan Wisata
Budaya
Tahun : 2013
ISSN : 2255-4668
Tinjauan Singkat
Kampung Kauman merupakan salah satu cikal bakal pertumbuhan Kota Semarang.
Dahulu, kampung ini merupakan kampung para santri, namun kini telah mengalami
perubahan menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Perubahan ini menyebabkan hilangnya
unsur-unsur sejarah dan budaya di Kampung Kauman.
Untuk mengatasi hal tersebut, penelitian ini merumuskan konsep keberlanjutan untuk
Kampung Kauman Semarang. Konsep ini terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, aspek
sosial-budaya, dan aspek ekonomi.
Jadi, Kampung Kauman Semarang merupakan kawasan bersejarah yang memiliki potensi
sebagai kawasan wisata budaya. Pelestarian Kampung Kauman perlu dilakukan secara
komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan
pelaku wisata.
Metode Penelitian
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber dari institusi
pemerintahan yang terkait dan dari hasil observasi lapangan di wilayah studi. Wawancara
dilakukan pada narasumber ahli yang telah ditentukan dengan Teknik purposive sampling
sehingga diharapkan dapat diperoleh informasi yang mendalam tentang Kampung Kauman
dan karakteristik masyarakatnya maupun budayanya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
hasil telaah dokumen dan artikel yang terkait dengan penelitian, seperti dokumen rencana tata
ruang, buku statistik, peta, dan artikel dari internet. Hasil dari observasi ini data yang
diperoleh diolah dengan cara pengkodean, selanjutnya dianalisis dengan deskriptif
Hasil Temuan
Kampung Kauman merupakan kampung yang bersejarah untuk Kota Semarang dan
mempunyai banyak cerita tentang Kota Semarang. Kauman atau Kampung Kauman secara
historis merupakan kampung yang dihuni oleh masyarakat Jawa yang lebih cenderung religi
beragama Islam. Ciri khas utamanya adalah banyaknya Santri yang merupakan pusat
Semarang tempo dulu. Bangunan yang masih kokoh berdiri adalah Masjid Kauman Semarang
dan sebagai pusat peradaban Islam, maka Kauman sangat berperan penting dalam
perkembangan Kota Semarang seperti saat ini. Penduduk yang padat menjadi poin tersendiri
bagi kebudayaan Jawa yang direpresentasikan dalam Kampung Kauman.
Pada saat ini Kampung Kauman masih bertahan dimana pembangunan modern yang
pesat di Kota Semarang. Kebertahanan Kampung Kauman yang sampai saat ini masih
dikenal oleh masyarakat Kota Semarang karena landmark dari Kampung Kauman yaitu
Hasil dari penelitian ini menghasilkan konsep pelestarian yang dihasilkan dari analisis
analisis sebelumnya. Konsep ini untuk mendukung dan tetap mempertahankan Kampung
Kauman untuk tetap dilestarikan nilai budaya maupun sejarahnya. Walaupun konsep ini
berdasarkan ekonomi, keagamaan, dan sosial budaya, namun juga tetap memperhatikan fisik
dari Kampung Kauman untuk mendukung konsep ini menjadi lebih baik. Fisik Kampung
Kauman yang masih bertahan seperti ciri khas kampung tersebut yang berupa bangunan
tradisionalnya dan nama-nama kampung yang memiliki Sejarah masing-masing. Keadaan
fisik Kampung Kauman yang nyaman juga akan menarik pengunjung untuk ke Kauman, dan
dengan konsep tersebut membuat pengunjung untuk lebih mendalami kebudayaan yang ada
di Kauman
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kampung Kauman Semarang mengalami perubahan
fungsi dari kawasan permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Perubahan ini
Aspek fisik meliputi upaya pelestarian bangunan-bangunan bersejarah, penataan ruang, dan
pengembangan infrastruktur. Aspek sosial-budaya meliputi revitalisasi kegiatan
sosial-budaya, peningkatan partisipasi masyarakat, dan pengembangan pendidikan dan
pelatihan. Aspek ekonomi meliputi pengembangan produk wisata budaya, peningkatan
promosi, dan pengembangan usaha masyarakat. Secara umum, penelitian ini memberikan
gambaran yang komprehensif tentang upaya pelestarian Kampung Kauman Semarang
sebagai kawasan wisata budaya. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi yang dapat
diterapkan untuk menjaga kelestarian Kampung Kauman
· Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini cukup komprehensif dan dapat
diterapkan untuk menjaga kelestarian Kampung Kauman. Aspek fisik, sosial-budaya, dan
ekonomi perlu dipertimbangkan secara holistik agar pelestarian Kampung Kauman dapat
berjalan secara berkelanjutan.
· Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan studi lebih lanjut untuk menguji efektivitas
rekomendasi yang diberikan. Studi ini dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan rekomendasi dan evaluasi terhadap dampak yang dihasilkan.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat ditambahkan dalam penelitian ini:
· Penelitian ini dapat diperluas dengan mengkaji aspek-aspek lain yang terkait dengan
pelestarian Kampung Kauman. Aspek-aspek tersebut dapat berupa aspek lingkungan,
aspek keamanan, dan aspek hukum.
· Penelitian ini dapat difokuskan pada salah satu aspek tertentu, misalnya aspek fisik atau
aspek sosial-budaya. Fokus yang lebih spesifik akan menghasilkan rekomendasi yang
lebih detail dan dapat diterapkan secara lebih efektif.