0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
77 tayangan8 halaman
Ringkasan jurnal ini membahas tentang pengaruh budaya dalam keistimewaan tata ruang Kota Yogyakarta. Penulis membahas tentang aspek budaya yang mewujud dalam komponen ruang kota Yogyakarta seperti bangunan, jalan, tugu, dan lapangan yang menjadi penanda budaya dan peradabannya. Penulis juga menganalisis konsep-konsep budaya yang digunakan oleh Sultan Hamengku Buwono I dalam membangun struktur dan pola ruang Kota Yogyak
Ringkasan jurnal ini membahas tentang pengaruh budaya dalam keistimewaan tata ruang Kota Yogyakarta. Penulis membahas tentang aspek budaya yang mewujud dalam komponen ruang kota Yogyakarta seperti bangunan, jalan, tugu, dan lapangan yang menjadi penanda budaya dan peradabannya. Penulis juga menganalisis konsep-konsep budaya yang digunakan oleh Sultan Hamengku Buwono I dalam membangun struktur dan pola ruang Kota Yogyak
Ringkasan jurnal ini membahas tentang pengaruh budaya dalam keistimewaan tata ruang Kota Yogyakarta. Penulis membahas tentang aspek budaya yang mewujud dalam komponen ruang kota Yogyakarta seperti bangunan, jalan, tugu, dan lapangan yang menjadi penanda budaya dan peradabannya. Penulis juga menganalisis konsep-konsep budaya yang digunakan oleh Sultan Hamengku Buwono I dalam membangun struktur dan pola ruang Kota Yogyak
Judul Yogyakarta Jurnal Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Volume & Halaman Vol. 26, no. 3, hlm 230-252 Tahun Desember 2015 Penulis Oleh Suryanto, Ahmad Djunaedi, dan Sudaryono Reviewer Margarettha Roselyn . 17/410118/TK/45475 Tanggal 29 September 2018
Abstrak Jurnal yang berjudul “Aspek Budaya Dalam
Keistmewaan Tata Ruang Kota Yogyakarta” ini berisi tentang pengaruh budaya dalam keistimewaan tata ruang kota Yogyakarta yang bisa dilihat dari komponen ruang kotanya maupun komponen ruang kotanya.
Abstrak yang ada pada jurnal ini tersedia dalam dua
bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Secara keseluruhan isi dari abstrak ini merujuk pada topik bahasan yang dibahas dalam jurnal ini sehingga para pembaca sudah dapat membayangkan hal-hal yang akan dibahas dalam jurnal ini dan menjadi mudah memahaminya. Latar Belakang dan Latar belakang dan permasalahan dari jurnal ini Permasalahan membahas tentang kota sebagai produk budaya yang bangunan, jalan, tugu, lapangan dan wujud fisik komponen kota lain yang menjadi ikon kota tersebut menjadi penanda dari kebudayaan dan peradabannya. Setiap periode kebudayaan meninggalkan jejak-jejak penanda tersebut yang mewujud dalam tata ruang kotanya tetapi tidak menjadikan hal tersebut istimewa karena hal tersebut berlaku umum. Di Indonesia, permasalahan tersebut menjadi rancu di Yogyakarta, karena dalam UU Nomor 13 tahun 2012 secara eksplisit disebutkan bahwa budaya (pasal 31) dan tata ruang (pasal 34 dan 35) adalah penciri keistimewaan Yogyakarta padahal banyak kota-kota tua yang tata ruangnya menyerupai Yogyakarta. Hal ini lah yang menjadi latar belakang penulis untuk membahas lebih dalam tentang aspek budaya yang mewujud dalam tata ruang kota Yogyakarta tersebut menjadikan kota Yogyakarta istimewa. Rumusan Pertanyaan Pada bagian rumusan pertanyaan, penulis mengajukan dua pertanyaan yang merupakan upaya untuk menjawab permasalahan yang ada terkait aspek budaya dan tata ruang kota yang mewujud sebagai keistimewaan kota Yogyakarta. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Seperti apakah aspek kebudayaan mewujud sebagai keistimewaan tata ruang kota Yogyakarta? 2. Mengapa wujud tata ruang tersebut dapat disebut sebagai penanda keistimewaan aspek budaya di kota Yogyakarta?
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penulis
dirasa cukup sederhana tetapi sudah dapat mencakup banyak pertanyaan lain yang mendukung jawaban atas permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Manfaat Manfaat yang ingin diberikan oleh penulis melalui penulisan jurnal ini adalah pemahaman mengenai spirit (ruh) melalui penjelasan tentang wujud budaya dalam tata ruang kota dan pemahaman mengenai spirit dari keistimewaan tersebut untuk merumuskan kebijakan- kebijakan pengembangan kota untuk memperkuat ruh (identitas) kota, sebagai sumber energi perkembangan kota Yogyakarta. Metodologi Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam jurnal ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan Hermeneutik versi Paul Ricoeur (2008) karena merupakan hermeneutik yang adaptif terhadap pertentangan di antara metode hermeneutik yang lain. Metode yang digunakan oleh penulis dirasa sudah tepat digunakan pada penelitian jurnal ini karena dengan menggunakan metode ini penulis dapat memberikan pembahasan yang jelas. Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ini, penulis melakukan kajian pada beberapa pustaka untuk mendukung pembahasan yang akan disampaikan yaitu mengenai, 1. Tata Kota Sebagai Produk Budaya Kajian pustaka mengenai hal ini membahas tentang pendeskripsian kota melalui sudut pandang Lewis Mumford (1938) dan Raymond Williams (1973). Kedua tokoh tersebut memberikan deskripsi yang berbeda terhadap kota, tetapi hakekatnya sama karena menurut mereka perkembangan kota sangat erat kaitannya dengan perkembangan perdaban dan kebudayaan. Pada kajian pustaka ini juga membahas tentang perkembangan kota dari awal keberadaan kota (kota-kota awal) hingga kota-kota kontemporer untuk melihat kaitan perkembangan budaya dengan wujud kota secara garis besar. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan kota sebagai proses perkembangan budaya dan peradaban telah meninggalkan jejak-jejak dalam bentuk tata ruang kota tidak terkecuali kota-kota di Indonesia. 2. Kriteria Budaya Sebagai Penanda Keistimewaan Tata Ruang Kota Pada kajian pustaka mengenai hal ini membahas tentang penanda keistimewaan tata ruang kota yang merupakan tanda-tanda peradaban/budaya yang mewujud (tangible). Penanda keistimewaan tersebut harus memenuhi kriteria sejarah, lokalitas, dan mengakar sehingga “gelar” keistimewaan tersebut dapat dipersandingkan dengan kota-kota istimewa di tempat lain.
Sumber-sumber kriteria untuk mengenali penanda
keistimewaan kota Yogyakarta ini yaitu kriteria empiris berdasarkan deskripsi kota-kota istimewa yang ada, kriteria berdasarkan UU 13/2012, dan kriteria berdasarkan KBBI. Kriteria-kriteria tersebut kemudian diintegrasikan dengan menggunakan teknik penjodohan sehingga mencakup faktor sejarah (terkait peristiwa- peristiwa istimewa), budaya (terkait proses budaya bernilai tinggi dalam perkembangan peradaban manusia), posisi (orisinil, inovatif dan kreatif), fungsi/peran (menjadi acuan).
Melalui kajian pustaka ini, pembaca dapat lebih mudah
memahami pembahasan yang akan disampaikan oleh penulis. Kajian pustaka ini menolong membaca untuk mendapatkan dasar dari pembahasan pada jurnal ini. Bahasa dan cara penyampaian pada bagian kajian pustaka ini baik dan tepat sehingga membuat pembaca mudah memahaminya. Temuan dan Pada bagian temuan dan pembahasan pada jurnal ini, Pembahasan penulisa membagi menjadi beberapa sub pokok bahasan, yaitu : 1. Gambaran Umum Perkembangan Kota Yogyakarta Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan letak lokasi kota Yogyakarta yang dinilai sebagai lokasi yang istimewa karena memenuhi syarat-syarat sebagai kedudukan ibu kota kerajaan ditandai dengan padatnya situs-situs budaya dan permukiman sejak dulu. 2. Perkembangan Pemerintah, Sosial, dan Perekonomian Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan perkembangan pemerintah, sosial, dan perekonomian kota Yogyakarta sejak dari berdirinya pada tahun 1755. Sejak awal, pemerintahan di Yogyakarta dipimpin oleh Sultan langsung sebagai penguasa tunggal. Hal ini menunjukkan kuatnya budaya feodal di masyarakat Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta sampai awal abad 20 atau sampai pemerintahan HB VIII (era kolonial) masih berbudaya tradisional feodal. Konsep feudal ini kemudian diwujudkan dalam tata ruang wilayah oleh HB I. Walaupun ada perubahan di sektor ekonomi dan budaya, tata ruang kota Yogyakarta tidak berubah sampai awal abad 20 karena perubahan yang terjadi tidak cukup kuat untuk merubahnya terutma di bagian selatan kota yang didominasi oleh budaya yang berorientasi kraton. 3. Perkembangan Luas Area Perkotaan dan Tata Ruang Kota Yogyakarta Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan perkembangan luas area perkotaan Yogyakarta yang pada tahun 1987 sudah melampaui luas wilayah administrasi kota Yogyakarta. 4. Konsep-Konsep Budaya Pembentuk Ruang Kota Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan konsep- konsep budaya yang digunakan oleh HB I dalam membangun Yogyakarta yang diwujudkan dalam struktur, pola ruang, dan citra kota. Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut : Konsep Catur Sagotra, yaitu konsep yang mengintegrasikan mikrokosmos dan makrokosmos dalam satuan ruang kehidupan. Hal ini diwujudkan dalam posisi kraton, masjid gede, pasar, dan alun-alun yang mewakili fungsi-fungsi penting dalam kehidupan kota, yaitu pemerintah/pemimpin (kraton), religi, etika dan moral (masjid), ekonomi (pasar), dan budaya (alun-alun). Konsep Golong Gilig; Sawiji, Greget, Sengguh Ora Mingkuh; Manunggaling Kawulo Gusti; Sangkan Paraning Dumadi. Konsep Golong gilig diwujudkan dalam bentuk tugu (obelisk) Golong gilig, diletakkan pada garis lurus imajiner dari kraton ke puncak Merapi, berjarak 2,5 km dari kraton. Antara kraton dan tugu dihubungkan oleh jalan lurus, yang diberi nama Margo Utomo, Malioboro (Mali-obor-o/ memakai obor), dan Margo Mulyo. Konsep Sangkan Paraning Dumudadi diwujudkan dalam simbol-simbol ruang dan citra kota di sepanjang poros Tugu-Kraton-Panggung Krapyak. Konsep pengendalian pemerintahan dan pertahanan kota yang diwujudkan dalam bentuk alokasi atau distribusi fungsi ruang dalam wilayah kesultanan. 5. Budaya Sebagai Penanda Keistimewaan Tata Ruang Kota Yogyakarta Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan nilai keistimewaan dari aspek budaya yang ada di tata ruang kota Yogyakarta melalui tabel-tabel analisis yaitu tabel analisis komponen struktur ruang, komponen pola ruang, perwujudan konsep budaya dalam tata ruang kota, analisis keistimewaan struktur ruang kota Yogyakarta dalam aspek kebudayaan, serta kesamaan dan perbedaan struktur ruang kota Yogyakarta. Melalui sub-sub pokok bahasan tersebut, pembaca dapat mengerti tentang aspek budaya dalam keistimewaan tata ruang kota Yogyakarta secara jelas karena penulis menjelaskan dengan secara rinci dan jelas. Pembahasan yang dilakukan oleh penulis mudah dipahami maksud dan tujuannya oleh pembaca. Dialog Teoritik Pada bagian dialog teoritik ini menjelaskan posisi tata ruang kota Yogyakarta dalam teori struktur kota. Pada bagian ini didapatkan juga fakta bahwa kota Yogyakarta satu-satunya kota kerajaan di Indonesia yang pusat kotanya mempunyai poros kuat, menghubungkan landmark kota, seperti kota-kota kerajaan abad pertengahan di Eropa yang memenuhi syarat sebagai penanda keistimewaan. Pembahasan yang diberikan oleh penulis pada bagian ini cukup jelas dan mudah dipahami oleh pembaca. Kesimpulan dan Pada bagian simpulan, penulis memberikan simpulan Saran mengenai pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dn memberikan beberapa saran-saran untuk menjaga keistimewaan kota Yogyakarta. Penulis cukup baik dan menyimpulkan keseluruhan isi jurnal dan mudah dipahami oleh pembaca. Kelebihan 1. Teori dan model analisis yang digunakan oleh penulis tepat dan tersusun sangat rinci sehingga pembaca mudah untuk memahami isi jurnal ini. 2. Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah dipahami maksud dan tujuannya oleh pembaca. Kekurangan Penjelasan yang cukup panjang dan seperti diulang- ulang.