Anda di halaman 1dari 8

REVIEW JURNAL ASPEK BUDAYA DALAM KEISTMEWAAN

TATA RUANG KOTA YOGYAKARTA

Aspek Budaya Dalam Keistmewaan Tata Ruang Kota


Judul
Yogyakarta
Jurnal Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Volume & Halaman Vol. 26, no. 3, hlm 230-252
Tahun Desember 2015
Penulis Oleh Suryanto, Ahmad Djunaedi, dan Sudaryono
Reviewer Margarettha Roselyn . 17/410118/TK/45475
Tanggal 29 September 2018

Abstrak Jurnal yang berjudul “Aspek Budaya Dalam


Keistmewaan Tata Ruang Kota Yogyakarta” ini berisi
tentang pengaruh budaya dalam keistimewaan tata ruang
kota Yogyakarta yang bisa dilihat dari komponen ruang
kotanya maupun komponen ruang kotanya.

Abstrak yang ada pada jurnal ini tersedia dalam dua


bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Secara keseluruhan isi dari abstrak ini merujuk pada
topik bahasan yang dibahas dalam jurnal ini sehingga
para pembaca sudah dapat membayangkan hal-hal yang
akan dibahas dalam jurnal ini dan menjadi mudah
memahaminya.
Latar Belakang dan Latar belakang dan permasalahan dari jurnal ini
Permasalahan membahas tentang kota sebagai produk budaya yang
bangunan, jalan, tugu, lapangan dan wujud fisik
komponen kota lain yang menjadi ikon kota tersebut
menjadi penanda dari kebudayaan dan peradabannya.
Setiap periode kebudayaan meninggalkan jejak-jejak
penanda tersebut yang mewujud dalam tata ruang
kotanya tetapi tidak menjadikan hal tersebut istimewa
karena hal tersebut berlaku umum. Di Indonesia,
permasalahan tersebut menjadi rancu di Yogyakarta,
karena dalam UU Nomor 13 tahun 2012 secara eksplisit
disebutkan bahwa budaya (pasal 31) dan tata ruang
(pasal 34 dan 35) adalah penciri keistimewaan
Yogyakarta padahal banyak kota-kota tua yang tata
ruangnya menyerupai Yogyakarta. Hal ini lah yang
menjadi latar belakang penulis untuk membahas lebih
dalam tentang aspek budaya yang mewujud dalam tata
ruang kota Yogyakarta tersebut menjadikan kota
Yogyakarta istimewa.
Rumusan Pertanyaan Pada bagian rumusan pertanyaan, penulis mengajukan
dua pertanyaan yang merupakan upaya untuk menjawab
permasalahan yang ada terkait aspek budaya dan tata
ruang kota yang mewujud sebagai keistimewaan kota
Yogyakarta. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Seperti apakah aspek kebudayaan mewujud
sebagai keistimewaan tata ruang kota
Yogyakarta?
2. Mengapa wujud tata ruang tersebut dapat disebut
sebagai penanda keistimewaan aspek budaya di
kota Yogyakarta?

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penulis


dirasa cukup sederhana tetapi sudah dapat mencakup
banyak pertanyaan lain yang mendukung jawaban atas
permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya.
Manfaat Manfaat yang ingin diberikan oleh penulis melalui
penulisan jurnal ini adalah pemahaman mengenai spirit
(ruh) melalui penjelasan tentang wujud budaya dalam
tata ruang kota dan pemahaman mengenai spirit dari
keistimewaan tersebut untuk merumuskan kebijakan-
kebijakan pengembangan kota untuk memperkuat ruh
(identitas) kota, sebagai sumber energi perkembangan
kota Yogyakarta.
Metodologi Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam
jurnal ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan
Hermeneutik versi Paul Ricoeur (2008) karena
merupakan hermeneutik yang adaptif terhadap
pertentangan di antara metode hermeneutik yang lain.
Metode yang digunakan oleh penulis dirasa sudah tepat
digunakan pada penelitian jurnal ini karena dengan
menggunakan metode ini penulis dapat memberikan
pembahasan yang jelas.
Kajian Pustaka Pada bagian kajian pustaka ini, penulis melakukan
kajian pada beberapa pustaka untuk mendukung
pembahasan yang akan disampaikan yaitu mengenai,
1. Tata Kota Sebagai Produk Budaya
Kajian pustaka mengenai hal ini membahas tentang
pendeskripsian kota melalui sudut pandang Lewis
Mumford (1938) dan Raymond Williams (1973).
Kedua tokoh tersebut memberikan deskripsi yang
berbeda terhadap kota, tetapi hakekatnya sama
karena menurut mereka perkembangan kota sangat
erat kaitannya dengan perkembangan perdaban dan
kebudayaan.
Pada kajian pustaka ini juga membahas tentang
perkembangan kota dari awal keberadaan kota
(kota-kota awal) hingga kota-kota kontemporer
untuk melihat kaitan perkembangan budaya dengan
wujud kota secara garis besar. Dari kajian ini dapat
disimpulkan bahwa proses perkembangan kota
sebagai proses perkembangan budaya dan
peradaban telah meninggalkan jejak-jejak dalam
bentuk tata ruang kota tidak terkecuali kota-kota di
Indonesia.
2. Kriteria Budaya Sebagai Penanda Keistimewaan
Tata Ruang Kota
Pada kajian pustaka mengenai hal ini membahas
tentang penanda keistimewaan tata ruang kota yang
merupakan tanda-tanda peradaban/budaya yang
mewujud (tangible). Penanda keistimewaan
tersebut harus memenuhi kriteria sejarah, lokalitas,
dan mengakar sehingga “gelar” keistimewaan
tersebut dapat dipersandingkan dengan kota-kota
istimewa di tempat lain.

Sumber-sumber kriteria untuk mengenali penanda


keistimewaan kota Yogyakarta ini yaitu kriteria
empiris berdasarkan deskripsi kota-kota istimewa
yang ada, kriteria berdasarkan UU 13/2012, dan
kriteria berdasarkan KBBI. Kriteria-kriteria
tersebut kemudian diintegrasikan dengan
menggunakan teknik penjodohan sehingga
mencakup faktor sejarah (terkait peristiwa-
peristiwa istimewa), budaya (terkait proses budaya
bernilai tinggi dalam perkembangan peradaban
manusia), posisi (orisinil, inovatif dan kreatif),
fungsi/peran (menjadi acuan).

Melalui kajian pustaka ini, pembaca dapat lebih mudah


memahami pembahasan yang akan disampaikan oleh
penulis. Kajian pustaka ini menolong membaca untuk
mendapatkan dasar dari pembahasan pada jurnal ini.
Bahasa dan cara penyampaian pada bagian kajian
pustaka ini baik dan tepat sehingga membuat pembaca
mudah memahaminya.
Temuan dan Pada bagian temuan dan pembahasan pada jurnal ini,
Pembahasan penulisa membagi menjadi beberapa sub pokok
bahasan, yaitu :
1. Gambaran Umum Perkembangan Kota Yogyakarta
Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan letak
lokasi kota Yogyakarta yang dinilai sebagai lokasi
yang istimewa karena memenuhi syarat-syarat
sebagai kedudukan ibu kota kerajaan ditandai
dengan padatnya situs-situs budaya dan
permukiman sejak dulu.
2. Perkembangan Pemerintah, Sosial, dan
Perekonomian
Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan
perkembangan pemerintah, sosial, dan
perekonomian kota Yogyakarta sejak dari
berdirinya pada tahun 1755. Sejak awal,
pemerintahan di Yogyakarta dipimpin oleh Sultan
langsung sebagai penguasa tunggal. Hal ini
menunjukkan kuatnya budaya feodal di masyarakat
Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta sampai awal
abad 20 atau sampai pemerintahan HB VIII (era
kolonial) masih berbudaya tradisional feodal.
Konsep feudal ini kemudian diwujudkan dalam tata
ruang wilayah oleh HB I. Walaupun ada perubahan
di sektor ekonomi dan budaya, tata ruang kota
Yogyakarta tidak berubah sampai awal abad 20
karena perubahan yang terjadi tidak cukup kuat
untuk merubahnya terutma di bagian selatan kota
yang didominasi oleh budaya yang berorientasi
kraton.
3. Perkembangan Luas Area Perkotaan dan Tata
Ruang Kota Yogyakarta
Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan
perkembangan luas area perkotaan Yogyakarta
yang pada tahun 1987 sudah melampaui luas
wilayah administrasi kota Yogyakarta.
4. Konsep-Konsep Budaya Pembentuk Ruang Kota
Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan konsep-
konsep budaya yang digunakan oleh HB I dalam
membangun Yogyakarta yang diwujudkan dalam
struktur, pola ruang, dan citra kota. Konsep-konsep
tersebut adalah sebagai berikut :
 Konsep Catur Sagotra, yaitu konsep yang
mengintegrasikan mikrokosmos dan
makrokosmos dalam satuan ruang kehidupan.
Hal ini diwujudkan dalam posisi kraton, masjid
gede, pasar, dan alun-alun yang mewakili
fungsi-fungsi penting dalam kehidupan kota,
yaitu pemerintah/pemimpin (kraton), religi,
etika dan moral (masjid), ekonomi (pasar), dan
budaya (alun-alun).
 Konsep Golong Gilig; Sawiji, Greget, Sengguh
Ora Mingkuh; Manunggaling Kawulo Gusti;
Sangkan Paraning Dumadi. Konsep Golong
gilig diwujudkan dalam bentuk tugu (obelisk)
Golong gilig, diletakkan pada garis lurus
imajiner dari kraton ke puncak Merapi, berjarak
2,5 km dari kraton. Antara kraton dan tugu
dihubungkan oleh jalan lurus, yang diberi nama
Margo Utomo, Malioboro (Mali-obor-o/
memakai obor), dan Margo Mulyo. Konsep
Sangkan Paraning Dumudadi diwujudkan
dalam simbol-simbol ruang dan citra kota di
sepanjang poros Tugu-Kraton-Panggung
Krapyak.
 Konsep pengendalian pemerintahan dan
pertahanan kota yang diwujudkan dalam bentuk
alokasi atau distribusi fungsi ruang dalam
wilayah kesultanan.
5. Budaya Sebagai Penanda Keistimewaan Tata
Ruang Kota Yogyakarta
Pada sub pokok bahasan ini menjelaskan nilai
keistimewaan dari aspek budaya yang ada di tata
ruang kota Yogyakarta melalui tabel-tabel analisis
yaitu tabel analisis komponen struktur ruang,
komponen pola ruang, perwujudan konsep budaya
dalam tata ruang kota, analisis keistimewaan
struktur ruang kota Yogyakarta dalam aspek
kebudayaan, serta kesamaan dan perbedaan
struktur ruang kota Yogyakarta.
Melalui sub-sub pokok bahasan tersebut, pembaca dapat
mengerti tentang aspek budaya dalam keistimewaan tata
ruang kota Yogyakarta secara jelas karena penulis
menjelaskan dengan secara rinci dan jelas. Pembahasan
yang dilakukan oleh penulis mudah dipahami maksud
dan tujuannya oleh pembaca.
Dialog Teoritik Pada bagian dialog teoritik ini menjelaskan posisi tata
ruang kota Yogyakarta dalam teori struktur kota. Pada
bagian ini didapatkan juga fakta bahwa kota Yogyakarta
satu-satunya kota kerajaan di Indonesia yang pusat
kotanya mempunyai poros kuat, menghubungkan
landmark kota, seperti kota-kota kerajaan abad
pertengahan di Eropa yang memenuhi syarat sebagai
penanda keistimewaan. Pembahasan yang diberikan
oleh penulis pada bagian ini cukup jelas dan mudah
dipahami oleh pembaca.
Kesimpulan dan Pada bagian simpulan, penulis memberikan simpulan
Saran mengenai pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya dn memberikan beberapa saran-saran untuk
menjaga keistimewaan kota Yogyakarta. Penulis cukup
baik dan menyimpulkan keseluruhan isi jurnal dan
mudah dipahami oleh pembaca.
Kelebihan 1. Teori dan model analisis yang digunakan oleh
penulis tepat dan tersusun sangat rinci sehingga
pembaca mudah untuk memahami isi jurnal ini.
2. Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah
dipahami maksud dan tujuannya oleh pembaca.
Kekurangan Penjelasan yang cukup panjang dan seperti diulang-
ulang.

Anda mungkin juga menyukai