Anda di halaman 1dari 42

CARA PEMERIKSAAN

NEUROLOGI
• PEMERIKSAAN KESADARAN
dapat dinyatakan secara kwantitatif maupun kwalitatif.

Cara kwantitatif
dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
dipandang lebih baik karena beberapa hal.
• – Dapat dipercaya.
• – Sangat teliti dan dapat membedakan kelainannya
hingga tidak terdapat banyak perbedaan antara dua
penilai (obyektif ).
• – Dengan sedikit latihan dapat juga digunakan oleh
perawat sehingga observasi mereka lebih cermat.
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN .

• CARA PEMERIKSAAN KWANTITATIF


(GLASGOW COMA SCALE )

• – MEMBUKA MATA.
• – RESPONS VERBAL ( BICARA ).
• – RESPONS MOTORIK ( GERAKAN ).
PENILAIAN GLASSGOW COMA SCALE
(GCS)
• TAMPAKAN SKALA NILAI
• EYE OPENING SPONTAN 4
DIPANGGIL 3
RANGSANG NYERI 2
TDK ADA RESPONSE 1
(DIAM)
PENILAIAN GLASSGOW COMA SCALE
(GCS)
• TAMPAKAN SKALA NILAI
• VERBAL RESPONSE ORIENTASI BAIK 5

JAWABAN KACAU 4

KATA2 TDK PATUT 3


(INAPPROPRIATE)

BUNYI TAK BERARTI 2


INCOMPREHENSIBLE

TIDAK BERSUARA 1
PENILAIAN GLASSGOW COMA SCALE
(GCS)
MOTOR RESPONSE SESUAI PERINTAH 6

LOKALISASI NYERI 5

REAKSI PADA NYERI 4

FLEKSI (DEKORTIKASI) 3

EKSTENSI (DESEREBRASI) 2

TIDAK ADA RESPONSE(DIAM) 1


CARA PEMERIKSAAN
KWALITATIF.

• Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa


yaitu:

• Normal : kompos mentis.


• Somnolen.
• Sopor
• Koma – ringan.
• Koma.
• SOMNOLEN : Keadaan mengantuk . Kesadaran dapat
pulih penuh bila dirangsang . Somnolen disebut juga
sebagai: letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh
mudahnya pasien dibangungkan, mampu memberi
jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

• SOPOR ( STUPOR ): Kantuk yang dalam. Pasien


masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat
, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih
dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih
terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri
pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi
terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak
dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien..Gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
• KOMA-RINGAN ( SEMI – KOMA ) .
Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap
rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb)
masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai
respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak
dapat dibangunkan.
• KOMA ( DALAM ATAU KOMPLIT).
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban
sama sekali terhadap rangsang nyeri yang
bagaimanapun kuatnya
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL
• . KAKU KUDUK.

Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb:


Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala
pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala
ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan
adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai
dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL
• KERNIG SIGN.

Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring


difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai
membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila
teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang
dari sudut 135 derajat , maka dikatakan kernig sign
positif.
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL

• BRUDZINSKI SIGN.

Ini meliputi : Tanda leher menurut Brudzinski, Tanda


tungkai kontralateral menurut Brudzinski, Tanda pipi
menurut Brudzinski, Tanda simfisis pubis menurut
Brudzinski dan istilah ini sering disalahpahamkan
dengan Tanda Brudzinski 1 ( Brudzinski’s neck sign),
Tanda Brudzinski 2 ( Brudzinski’s contralateral leg sign)
dstnya.
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL
• Tanda Leher menurut Brudzinski

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan


yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang
berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan
sehingga dagu menyentuh dada..
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul
dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
CARA PEMERIKSAAN RANGSANG
MENINGEAL
• Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski.
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi
secara reflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.

• Tanda tungkai kontra lateral menurut Brudzinski.


Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan
pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi
panggul. Bila timbul gerakan secara
reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan
panggul ini menandakan test ini postif.

• Tanda pipi menurut Brudzinski.


Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan
disusul oleh gerakan fleksi secara reflektorik dikedua siku dengan
gerakan reflektorik keatas sejenak dari kedua lengan.
CARA PEMERIKSAAN SARAF
KRANIALIS.
• SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).

• Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu,


selain itu untuk mengetahui apakah gangguan
tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau
penyakit hidung lokal.

• Cara pemeriksaan :
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium
bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung
diperiksa
satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya
dengan
tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau
kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.

• Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh,


kopi,tembakau,sabun, jeruk.
CARA PEMERIKSAAN SARAF
KRANIALIS.
• SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS ).

• Tujuan pemeriksaan :
Untuk mengukur ketajaman penglihatan ( visus) dan menentukan apakah
kelainan pada
penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
Untuk mempelajari lapang pandang.

• Cara pemeriksaan :
1. pemeriksaan penglihatan ( visus )
Ketajaman penglihatan diperiksa dengan :
• membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh
melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku
atau koran.
• melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta
untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, kartu
snellen ialah huruf huruf yang disusun makin kebawah makin kecil , barisan
paling bawah mempunyai huruf huruf paling kecil yang oleh mata normal dapat
dibaca dari jarak 6 meter.
Lanjutan….
• menggunakan jari jari yang digerakkan harus dapat
dilihat dalam jarak 60 meter. contoh visus = 2/60
pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada
jarak 2 meter Untuk gerakan tangan harus tampak
pada jarak 300 meter. Jika kemampuannya hanya
sampai membedakan adanya gerakan , maka
visusnya ialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien
hanya dapat melihat pergerakan tangan pada jarak 3
meter. Namun jika hanya dapat membedakan antara
gelap dan terang maka visus nya 1/~, bila dengan
sinar lampu masih belum dapat melihat maka
dikatakan visus pasien tersebut adalah nol. Bila
hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan
maka mata kiri harus ditutup dengan telapak tangan
kanan dan sebaliknya.
Lanjutan…
• pemeriksaan lapang pandang.

Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi


dari Donder.Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak
1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan
maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya
pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh
melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu
melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari
tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan
gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat
gerakan jari – jari pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila
sekiranya ada gangguan kampus penglihatan ( visual field ) maka
pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.Gerakan jari
tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata
harus diperiksa.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)

• Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa


bersama sama .
Fungsinya ialah menggerakkan otot mata
ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut
otonom N III mengatur otot pupil.

• Cara pemeriksaan.
Terdiri dari:
– pemeriksaan gerakan bola mata.
– pemeriksaan kelopak mata.
– pemeriksaan pupil.
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)

1.Pemeriksaan gerakan bola mata.


• Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata diluar
kemauan pasien).
• Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa
yang digerakkan kesegala jurusan. Lihat apakah ada
hambatan pada pergerakan matanya. Hambatan yang terjadi
dapat pada satu atau dua bola mata.
• Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola matanya.

2.Pemeriksaan kelopak mata:


• Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri dan
kanan . Ptosis adalah kelopak mata yang menutup.
Lanjutan…..

3.Pemeriksaan pupil
• Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
• Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).
• Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.

• Pemeriksaan refleks pupil:


refleks cahaya.
• Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
• Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil ( miosis ).
• Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran
kembali yang tidak terjadi dengan segera.
• Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan
pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
Lanjutan…..

• refleks akomodasi.
• caranya , pasien diminta untuk melihat telunjuk
pemeriksa pada jarak yang cukup jauh, kemudian
dengan tiba – tiba dekatkanlah pada pasien lalu
perhatikan reflek konvergensi
pasien dimana dalam keadaan normal kedua bola
mata akan berputar kedalam atau nasal.

• Reflek akomodasi yang positif pada orang normal


tampak dengan miosis pupil.
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS ).

Cara pemeriksaan.

• Pemeriksaan motorik.

• pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m .


masseter dan m. Temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan,
besar dan tonus nya sama .
• pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada
deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan
terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan
bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan ,
rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain
pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan
kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi
tengah.
Lanjutan….
• Cara pemeriksaan.

• Pemeriksaan sensorik.
– Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri
dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi,
pipi dan rahang bawah.
• Pemeriksaan refleks.
• a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V).\
Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan
menutup matanya atau menanyakan apakah pasien
dapat merasakan.
SARAF OTAK VII ( NERVUS FASIALIS ).
• Pemeriksaan fungsi motorik.

• Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri


dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi,
tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut
mulut.Kemudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara
lain:
– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
– Mengangkat alis
– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan
pemeriksa.
– Moncongkan bibir atau menyengir.
– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri
dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan
keluar kebagian sisi yang lumpuh.
Lanjutan…….
• Pemeriksaan fungsi sensorik.

• Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk


menjulurkan lidah , kemudian pada sisi kanan dan kiri
diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien
cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.
• Bahannya adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %,
Kinine 0,075 %.
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5
• menit ).
SARAF OTAK VIII ( NERVUS
KOKHLEARIS, NERVUS VESTIBULARIS
• Pemeriksaan N. Kokhlearis.

Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.

a. Pemeriksaan Weber.
• Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan kiri
pasien.Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan
sama keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras ).
• Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media
kiri , pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat ” nerve deafness ”
disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih keras .

b. Pemeriksaan Rinne.
• Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien.
• Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari pada
melalui tulang.
• Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika
pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positip. Pada orang normal
test Rinne ini positif. Pada ” Conduction deafness ” test Rinne negatif.
Lanjutan….
• Pemeriksaan N. Kokhlearis.

Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.

c. Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran
pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan
kemudian ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak
mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga
pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka
dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek ( untuk konduksi udara ).
Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada
tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah
tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid
pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka
dikatakan Schwabach ( untuk konduksi tulang ) lebih pendek.
Test Pendengaran dengan garputala
512 MHz
Normal Tuli Konduktif Tuli Sensorik
Kiri ** Kiri **
• Weber Ki = Ka >Telinga sakit >Telinga normal
Ki > Ka Ka > Ki
• Rinne Udara >Tulang Tulang > Udara Tulang &nUdara **
(+) (-) (-)
• Scwabach Membandingkan : Hantaran tulang Hantaran
udara Pasien memendek memendek
& Petugas

** Terganggu
Pemeriksaan N. Vestibularis.
a. Pemeriksaan dengan test kalori.

– Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin ) timbul


nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan ( diberi
air panas ) timbul nystagmus kekiri. Nystagmus ini
disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase
pelan, misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat ke kiri.
– Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan
temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

b. Pemeriksaan “past pointing test”.

– Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan


jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien
diminta untuk mengulangi. Normalnya pasien harus
dapat melakukannya.
Lanjutan…
c. Test Romberg .

• Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan
kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang
lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang
yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam
selama 30 detik atau lebih.

d. Test melangkah ditempat ( Stepping test ).

• Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50


langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien
diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari
tempatnya selama test berlangsung.
• Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1
meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30
derajat.
SARAF OTAK IX & X( NERVUS GLOSOFARINGEUS
& NERVUS VAGUS)

• Cara pemeriksaan:

– Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan


huruf “ a” . Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus
tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga
hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga
bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf ” a” dinding
pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan
tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik
kesisi yang sehat.
– Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding
pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas
maka tidak terjadi refleks muntah.
SARAF OTAK XI (NERVUS AKSESORIUS)

Cara pemeriksaan.

• Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan


menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk
mengangkat pundaknya.

• Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien


diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan
ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba
tonus dari m. Sternocleidomastoideus.
SARAF OTAK XII ( NERVUS HIPOGLOSUS ).

Cara pemeriksaan.

• Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan


perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian
disebut: dysarthri.

• Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser


kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun.

• Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.

• Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah.

• Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah


kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada
kedua sisi pipi.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

• Dengan menggunakan angka dari 0-5.


– 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh
total.
– 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus
digerakkan oleh otot tersebut.
– 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat ( gravitasi ).
– 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
– 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
– 5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK.

Tahap Pemeriksaan.

• Test untuk rasa raba halus.


Alat pemeriksa : kapas.

Cara pemeriksaan:
• permukaan diraba dengan ujung – ujung kapas tersebut.
• dari atas ke bawah/ sebaliknya.
• Dibandingkan kanan dan kiri.

Yang perlu diingat:


• Daerah lateral kurang peka dari medial.
• Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar mammae,
genetalia.
Lanjutan…
Test untuk rasa nyeri superficial.
Alat pemeriksa : jarum bundel

Cara pemeriksaan : jarum diletakkan tegak lurus dan cara sama spt
diatas.

Test untuk rasa suhu.


Alat pemeriksa :
– Botol/tabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius.
– Botol/tabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius.

Cara pemeriksaan :
– Botol botol tersebut harus kering betul.
– Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitif dari bagian tubuh
yang terbuka.
– Pada orang tua sering dijumpai hipestesia yang fisiologik.
PEMERIKSAAN REFLEKS.
• Hasil pemeriksaan refleks merupakan informasi penting yang
sangat menentukan. Penilaian refleks selalu berarti penilaian
secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan. Respon terhadap
suatu perangsangan tentu tergantung pada intensitas. Oleh
karena itu refleks kedua belah tubuh yang dapat dibandingkan
harus merupakan hasil perangsangan yang berintensitas sama.

• Refleks fisiologis yang dibangkitkan untuk pemeriksaan klinis


meliputi refleks superficial dan refleks tendon atau
periosteum. Pada penderita penyakit syaraf tertentu dapat
dibandingkan refleks patologis atau juga refleks primitif. Dari
penilaian terhadap refleks fisiologis dan patologis ini kita
dapat memperkirakan letak / jenis lesi.
Refleks superficial

• Refleks cremaster :
Stimulus : goresan pada kulit paha
sebelah medial dari atas ke bawah
• Respons : elevasi testis Ipsilateral
• Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
• Efferent : n. genitofemoralis
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

• Refleks biseps ( B P R ) :
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendonm. biseps brachii, posisi lengan setengah
ditekuk pada sendi siku.
• Respons : fleksi lengan pada sendi siku
• Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
• Efferenst : idem

• Refleks triceps ( T P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi
• Respons : extensi lengan bawah disendi siku
• Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 )
• Efferenst : idem

• Refleks patella ( K P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon patella
• Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.
• quadriceps Femoris.
• Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 )
• Afferent : idem
• Refleks patologis

- Babinski
• Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior.
• Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(fanning) jari – jari kaki.

- Chaddock
• Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian
lateral, sekitar malleolus lateralis dari posterior ke
anterior.
• Respons : seperti babinski
• Refleks Primitif

- Sucking refleks
• Stimulus : sentuhan pada bibir
• Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah –olah menyusu

- Snout refleks
• Stimulus : ketukan pada bibir atas
• Respons : kontraksi otot – otot disekitar bibir / dibawah hidung (menyusu)

- Graps refleks
• Stimulus : penekanan / penempatan jari sipemeriksa pada telapak
tangan pasien.
• Respons : tangan pasien mengepal

- Palmo – mental refleks


• Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian
Thenar.
• Respons : kontraksi otot mentalis dan orbicularisoris ipsilateral.

Anda mungkin juga menyukai