TIDAK BERSUARA 1
PENILAIAN GLASSGOW COMA SCALE
(GCS)
KOMPONEN REAKSI NILAI
MOTOR SESUAI PERINTAH 6
RESPONSE
LOKALISASI NYERI 5
REAKSI PADA NYERI 4
FLEKSI (DEKORTIKASI) 3
EKSTENSI 2
(DESEREBRASI)
TIDAK ADA RESPONSE 1
(DIAM)
• PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE.
Cara ini dapat digunakan untuk menilai refleks brainstem pada pasien koma
• Cara pemeriksaan.
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-
bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu
persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan
setempat, misalnya ingus atau polip. Contoh bahan yang sebaiknya dipakai
adalah : teh,kopi,tembakau,sabun, jeruk.
• Anosmia : hilangnya kemampuan menghidu.
• Hiposmia : berkurangnya kemampuan menghidu.
• Hiperosmia : kemampuan menghidu yang terlalu sensitif.
• Parosmia : gangguan penghiduan berupa menghidu bau yang tidak
sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang
goreng.
• Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak
menyenangkan atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb,
maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
• Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan
olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja
tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa
adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini
adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS
• SARAF OTAK II (NERVUS OPTIKUS)
Tujuan pemeriksaan :
– Untuk mengukur ketajaman penglihatan ( asies visus) dan menentukan
apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan media
refraksi atau neurologis.
– Untuk memeriksa ada tidaknya gangguan lapangan pandang (kampus
visus).
Cara pemeriksaan :
Pemeriksaan ketajaman penglihatan (asies visus)
Asies Visus Kasar : Pasien diminta melihat benda yang letaknya jauh misal jam di
dinding, membaca huruf di buku atau koran.
Asies Visus Jauh : Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen
Pasien diminta untuk melihat huruf-huruf/bentuk yang makin mengecil. Lakukan
untuk masing-masing mata
Asies Visus Dekat : Menggunakan kartu Jaeger membaca huruf-huruf di kartu
Jaeger dari jarak sekitar 30 cm dengan masing-masing mata.
Bila pasien tidak dapat membaca di jarak tertentu minta pasien membaca
menggunakan lempeng pinhole. Bila asies visus membaik maka penurunan asies visus
disebabkan oleh gangguan media refraksi dan bila tidak maka disebabkan oleh
gangguan neurologis.
Bila pasien tidak bisa membaca huruf/bentuk terbesar di kartu Snellen, gunakan :
Tes menghitung jari : Normal dapat terlihat dari jarak 60 m.
Tes melambaikan tangan : Normal dapat terlihat dari jarak 300 m.
Tes cahaya : Normal dapat terlihat dari jarak tidak terhingga.
Memeriksa asies visus dengan pinhole Tes konfrontasi
Lindsay (2005)
Schwartzman (2006)
Pemeriksaan lapang pandang
Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi dari
Donder.
Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan
pemeriksa. Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien
harus ditutup. Pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan
pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa
menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa
dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien
mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberitahu, dan hal
ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila
sekiranya ada gangguan lapangan pandang maka pemeriksa akan lebih
dahulu melihat gerakan tersebut.
Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing
mata harus diperiksa.
Macam macam gangguan lapangan pandang antara lain.
– Hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal ).
– Homonymous hemianopsia.
– Homonymous quadrantanopsia.
– Total blindness dll.
• SARAF OTAK III,IV,VI
(NERVUS OKULOMOTORIUS, TROKLEARIS,
ABDUSENS)
Fungsi N III, IV, dan VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama.
Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan
mengangkat kelopak mata.
Serabut parasimpatik n. III berfungsi mengkonstriksikan pupil.
Cara Pemeriksaan
Terdiri dari:
– pemeriksaan gerakan bola mata
– pemeriksaan kelopak mata
– pemeriksaan pupil
1. Pemeriksaan gerakan bola mata
Lihat ada/tidaknya nistagmus (gerakan bola mata diluar kemauan pasien)
• Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang
digerakkan ke segala jurusan. Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan
matanya. Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua bola mata.
• Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola matanya.
• Gerakan Volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,
misalnya :
– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu
– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti
– Mengepal dan membuka jari-jari tangan
– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul
– Fleksi dan ekstensi artikulus genu
– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki
– Gerakan jari- jari kaki
3. Palpasi otot
– Pengukuran besar otot.
– Nyeri tekan.
– Kontraktur.
– Konsistensi ( kekenyalan ).
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
• Spasme otot akibat iritasi radiks saraf spinalis, misal : meningitis,
HNP.
• Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas).
• Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas).
• Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :
• Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
• Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.
4. Perkusi otot
• Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
• Mioedema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya
terdapat pada pasien mixksdema, pasien dengan gizi buruk)
• Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik
oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot
• Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi
siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
• Flaksid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
• Hipotoni : tahanan berkurang.
• Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai
pada kelumpuhan UMN.
• Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada
Parkinson.
6. Kekuatan otot
• Untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
pemeriksa menahan gerakan ini.
– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.
Cara menilai kekuatan otot
• Refleks ulnaris :
Stimulus : ketukan pada periosteum prosesus stiloideus ulna, posisi lengan
setengah fleksi dan antara pronasi – supinasi.
Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadratus
Aferen : n. ulnaris ( C8-T1 )
Eferen : idem
Refleks patela (KPR)
– Stimulus : ketukan pada tendon patella
– Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps femoris.
Aferen : n. femoralis ( L 2-3-4 ) Eferen : idem
Cara Babinsky
Tanda Rossolimo
– Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
– Respons : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangealnya
Tanda Mendel - Bechterew
– Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada daerah os kuboideum
– Respons : seperti rossolimo
Tanda Hoffman
– Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
– Respons : fleksi ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya
Tanda Tromner
– Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
– Respons : seperti Hoffman
• Refleks Primitif
Sucking reflex
– Stimulus : sentuhan pada bibir
– Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah-olah menyusu
Snout reflex
– Stimulus : ketukan pada bibir atas
– Respons : kontraksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
(menyusu)
Grasp reflex
– Stimulus : penekanan / penempatan jari si pemeriksa pada telapak
tangan pasien.
– Respons : tangan pasien mengepal
Palmo – mental reflex
– Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian
tenar.
– Respons : kontraksi otot mentalis dan orbicularis oris ipsilateral.
Refleks menghisap Refleks menggenggam
CARA PEMERIKSAAN SISTIM SENSORIK
Tujuan pemeriksaan sensorik
• Menetapkan adanya gangguan sensorik.
• Mengetahui modalitas yang terganggu.
• Menetapkan polanya.
• Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang mendasari gangguan sensorik yang
akhirnya dinilai bersama sama dengan pemeriksaan neurologis lain.
Modalitas sensorik dan cara-cara pemeriksaan yang sering dipakai.
1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatis
– Pemeriksaan sensibilitas nyeri
– Pemeriksaan sensibilitas suhu
– Pemeriksaan sensibilitas raba halus
2. Sensibilitas proprioseptif
– Pemeriksaan sensibilitas posisi.
– Pemeriksaan sensibilitas getar.
3. Sensibilitas diskriminatif
– Pemeriksaan kemampuan mengenal bentuk/ukuran.
– Pemeriksaan kemampuan mengenal berat sesuatu benda dsb.
• Cara pemeriksaan
Pemeriksaan raba halus
Alat : kapas.
Cara :
– permukaan kulit ditotol dengan ujung kapas pada sesuai dermatom
kulit.
– Dibandingkan kanan dan kiri.
– Bila ada keluhan sensorik tertentu, lakukan pemeriksaan pemeriksaan
lebih teliti di daerah yang mengalami gangguan. Periksa mulai dari
daerah yang mengalami gangguan ke arah luar atau sebaliknya dan
tentukan batasnya.
Catatan:
– Daerah lateral kurang peka dari medial.
– Ada daerah-daerah erotogenik : leher, sekitar payudara, genitalia.
Pemeriksaan nyeri
Alat : jarum pentul steril.
Cara : jarum ditotol seperti pada pemeriksaan raba halus.
Pemeriksaan suhu
Alat :
– Botol/tabung berisi air panas : suhu 40-45 derajat celcius.
– Botol/tabung berisi air dingin : suhu 10-15 derajat celcius.
Cara pemeriksaan :
– Botol ditempatkan bergantian di permukaan kulit seperti pada
pemeriksaan raba halus.
– Botol botol tersebut harus kering betul.
– Bagian tubuh yang tertutup pakaian lebih sensitif dari bagian tubuh
yang terbuka.
– Pada orang tua sering dijumpai hipestesia yang fisiologik.
Pemeriksaan rasa gerak/posisi sendi
Alat : -
Cara pemeriksaan:
pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari
tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping
kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari
jempol nya berada di atas atau di bawah atau di samping kanan/kiri.
• Rasa eksteroseptif
Hilangnya rasa raba : ANESTESIA
Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA/ HIPOESTESIA
Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA
Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA
Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA/ HIPOALGESIA
Berlebihnya rasa nyeri : HIPERALGESIA
Hilangnya rasa suhu : TERMOANESTESIA
Berkurangnya rasa suhu : TERMOHIPESTESIA/ TERMOHIPOESTESIA
Berlebihnya rasa suhu : TERMOHIPERESTESIA
• Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM
rasa gerak : KINESTESIA
rasa sikap : STATESTESIA
rasa getar : PALESTESIA
rasa tekan : BARESTESIA
Peta Dermatom
http://www.medicalcriteria.com/
http://appsbymj.com/som/complete-foot-dermatome/
PENUTUP
• Perhatikan identitas & penampakan awal.
• Anamnesis yang terarah physical examination is what we do to prove
our hypothesis driven from history taking.
• PF Neuro
– berdasarkan anamnesis & PF umum
– Kenali kontra indikasi pemeriksaan
• Gabungkan semua temuan dx klinis
• Dx klinis + pengetahuan neuroanatomi & fisiologi dx topis
• Dx klinis + dx topis + pengetahuan penyakit dx etiologis, dx patologis
• Dx klinis + dx topis + dx etiologis + dx patologis + px penunjang yang sesuai
dx pasti penatalaksanaan.
• Berpikir secara komprehensif namun selalu memikirkan epidemiologi
keep it simple and stupid
• Melihat, mengingat, dan berlatih
TAKE HOME NOTE