Anda di halaman 1dari 236

1

PEMERIKSAAN
NEUROLOGI
Isi Anamnesa
 Keluhan Utama
 Riwayat Penyakit sekarang / kronologis
penyakitnya
 Riwayat penyakit dahulu (RPD)
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat alergi
 Kebiasaan pasien

2
CARA MELAKUKAN
ANAMNESIS .
ANAMNESIS yang baik membawa kita menempuh
setengah jalan kearah diagnosis yang tepat .

Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola


umum yaitu:

• Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan


semua keluhan serta kelainan yang dideritanya.

• Pemeriksa ( dokter ) membimbing pasien


mengemukakan keluhannya atau kelainannya
dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.

3
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS

– “ Keluhan utamanya “ yaitu keluhan yang


mendorong pasien datang berobat ke dokter.

– Kemudian ditelusuri tiap keluhan dengan mencari


“Riwayat penyakit yang sedang dideritanya.”

– Mulai timbulnya

– Krononologi timbulnya gejala gejala.

4
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS

 Perjalanan penyakitnya dimana perlu ditanyakan :

– Lokalisasi keluhan atau kelainan.


– Bagaimana sifat keluhan atau kelainan?
– Seberapa kerasnya keluhan atau seberapa besarnya
kelainan itu?
– Kapan timbulnya dan bagaimana perjalanan selanjutnya.
– Bagaimana mula timbulnya?
– Faktor-faktor apakah yang meringankan atau memperberat
keluhan, gejala atau kelainan?
– Gejala – gejala atau tanda – tanda patologik apakah yang
menyertai /mengiringinya?

5
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS

 Terapi dan segala pemeriksaan yang telah dilakukan


sebelumnya.
 Diagnosa penyakit penyakit sewaktu di rawat
sebelumnya.
 Uraian mengenai perjalanan penyakit selama masa
diantara perawatan terakhir dan saat pasien
diwawancarai ini.
 Bagaimana dengan nafsu makan, pola tidur,
pekerjaan dan kehidupan sosial keluarga selama ini.
 Bagaimana efek psikologi terhadap penyakitnya yang
diderita nya.

6
CARA PEMERIKSAAN
KESADARAN .
 PEMERIKSAAN KESADARAN:
• kwantitatif
• kwalitatif.

– Cara kwantitatif dengan menggunakan Glasgow Coma


Scale dipandang lebih baik karena beberapa hal.
• Dapat dipercaya.
• Sangat teliti dan dapat membedakan kelainannya hingga tidak
terdapat banyak perbedaan antara dua penilai ( obyektif ).
• Dengan sedikit latihan dapat juga digunakan oleh perawat sehingga
observasi mereka lebih cermat.

7
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN .

 CARA PEMERIKSAAN
KWANTITATIF (GLASGOW COMA
SCALE )

– MEMBUKA MATA.
– RESPONS VERBAL ( BICARA ).
– RESPONS MOTORIK ( GERAKAN ).

8
PENILAIAN GLASSGOW
COMA SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
EYE OPENING SPONTAN 4

DIPANGGIL 3

RANGSANG NYERI 2

TIDAK ADA RESPONSE 1


(DIAM)

9
10
PENILAIAN GLASSGOW
COMA SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
VERBAL ORIENTASI BAIK 5
RESPONSE
JAWABAN KACAU 4

KATA-KATA TIDAK 3
PATUT
(INAPPROPRIATE)
BUNYI TAK BERARTI 2
INCOMPREHENSIBLE

TIDAK BERSUARA 1

11
PENILAIAN GLASSGOW
COMA SCALE (GCS)
MOTOR SESUAI PERINTAH 6
RESPONSE
LOKALISASI NYERI 5

REAKSI PADA NYERI 4

FLEKSI (DEKORTIKASI) 3

EKSTENSI 2
(DESEREBRASI)
TIDAK ADA RESPONSE 1
(DIAM)
12
13
14
 CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.

Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu:

 Normal : kompos mentis.


 Somnolen.
 Sopor
 Koma – ringan.
 Koma.

 SOMNOLEN :
Keadaan mengantuk . Kesadaran dapat pulih penuh bila
dirangsang . Somnolen disebut juga sebagai: letargi.
Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya pasien
dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri.

15
CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.

 SOPOR ( STUPOR ):
Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat , namun
kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat
mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat
gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien
tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap
perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat
diperoleh jawaban verbal dari pasien..Gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih
baik.

16
CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.

 KOMA-RINGAN ( SEMI – KOMA ) .


Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap
rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih
baik. Gerakan terutama timbul sebagai respons
terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak dapat
dibangunkan.

 KOMA ( DALAM ATAU KOMPLIT).


Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban
sama sekali terhadap rangsang nyeri yang
bagaimanapun kuatnya
17
PEMERIKSAAN FUNGSI
MENTAL
PEMERIKSAAN NEUROBEHAVIOR

TUJUAN:
 Menegakan diagnosa
 Menentukan penatalaksanaan dan perencanaan
perawatan
 Mengevaluasi hasil pengobatan
 Memberikan informasi sehubungan dengan aspek
hukum
 Evaluasi hasil penelitian
 Pemeriksaan mungkin mempunyai berbagai tujuan
TUJUAN PEMERIKSAAN
NEUROBEHAVIOR PADA FIT AND
PROPER TEST
 Menilai kesehatan jasmani (termasuk otak) dan
rohani

 Menilai kemampuan dalam proses belajar dan


menyelesaikan masalah berdasarkan
kemampuan intelektualnya yang dilandasi oleh
keutuhan fungsi kognisinya.
Pemeriksaan status mental Berurutan

1. Pemeriksaan tingkat kesadaran


2. Atensi dan Konsentrasi
3. Orientasi
4. Pemeriksaan fungsi bahasa
5. Pemeriksaan memori
6. Gnosis (pengenalan obyek)
7. Praksis
PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN

Tingkat kesadaran

GCS (Glasgow Coma Scale)


ATENSI DAN KONSENTRASI
Atensi kemempuan untuk memusatkan perhatian
Konsentrasi kemampuan mepertahankan pada fokus

Cara pemeriksaan :
Tes mengulang angka
Forward Digit span
Backward Digit span

Contoh
2-5-8 , 1-4-2-5, 4-2-6-8-2-9, 2-5-2-4-8-2-4-7-5 dst.

Normal bila dapat mengulang enam sapai tujuh angka


dengan benar (forward). Pada backward digit span normal
apabila dapat mengulang 4 angka
ORIENTASI

Pemeriksaan orientasi memori jangka pendek

pemeriksaan orientasi meliputi :


1. Orientasi tempat
2. Orientasi waktu
3. Orientasi orang

Kesalahan dalam orientasi mencerminkan memori


jangka pendek juga terganggu
AFASIA
Kemampuan berbahasa

6 Modalitas

1. Bicara spontan
2. Komprehensi (pemahaman)
3. Penamaan
4. Repetisi (Pengulangan)
5. Membaca
6. Menulis
Pengertian Afasia
 Gangguan berbahasa (produksi
dan/atau pemahaman bahasa)

 Bahasa merupakan
– Instrumen dasar komunikasi
– Dasar kemampuan kognitif
Stimulus Area auditif primer
auditif perifer Sistem auditif
(girus Hischl) pd
kedua lobus temporalis

Hemisfer Hemisfer
dominan non dominan

Area Corpus
Pusat Identifikasi asosiasi Calosum
kata auditif
AREA WERNICKE posterior
lobus temporalis
sup
Kelancaran Pemahaman Pengulangan Jenis

Baik Anomik
Baik
Buruk Konduksi
Lancar
Baik Transkortikal
sensorik
Buruk
Buruk Wernicke
Transkortikal
Baik Motorik
Baik
Buruk Broca
Tak Lancar Baik Transkortikal
camp
Buruk
Buruk Global
Pemeriksaan Sistem
Bahasa
Perhatikan :
1. berbicara spontan
2. komprehensi (pemahaman)
3. repetisi (mengulang)
4. menamai (naming)
5. membaca
6. menulis

sisi otak mana yg dominan (kidal atau tdk)


1. Bicara Spontan / Internal
• Lancar / Tidak • Mutisme
• Fluen/ non fluen •
2. Pemahaman Perintah – Parafasia
• Perintah motorik sederhana – komplek
• Soal/ pernyataan – Ya / Tidak ,
• Suruh menunjuk Gb, benda, warna
3. Menirukan ucapan
• Menirukan kata, kalimat
4. Menamakan (Naming)
• Benda, gambar, Huruf …….., warna
5. Membaca
• Huruf, kata, kalimat, paragraf
6. Menulis
• Huruf, kata, kalimat
• Perintah / Dikte
Pemeriksaan
Kelancaran Berbicara
1. Bicara lancar : lancar, spontan, tanpa
tertegun utk mencari kata yg
diinginkan
2. kelancaran bahasa verbal : refleksi
efisiensi penemuan kata
3. utk mendeteksi masalah berbahasa
ringan pd lesi otak yg ringan atau
demensia dini
Tes Kelancaran
Menemukan kata
(sejmlh kata dlm periode waktu tertentu),
bandingkan dg normal
Dipengaruhi usia, intelegensia, tk.
pendidikan :
69 th  20 nama hewan dlm 1 menit (normal)
70 th  17
80 th  15,5

menyebutkan nama benda yg berawalan


huruf tertentu
Pemeriksaan Pemahaman
(komprehensi) bahasa
lisan
1. Percakapan : kemampuan memahami
pertanyaan dan suruhan yg diberikan
pemeriksa
2. Suruhan : serentetan suruhan
(sederhana - sulit)
3. Yes / no question
4. Menunjuk : menunjuk benda tertentu
Pemeriksaan Repetisi
(Pengulangan)
1. Menyuruh px mengulang, mulai dari
kata yg sederhana (satu patah kata)
- banyak kata (satu kalimat)
2. normal : mampu mengulang kalimat
yg mengandung 19 suku kata
3. gangguan kemampuan mengulang
 kelainan patologis pd daerah
peri-sylvian
Pemeriksaan penamaan
& menemukan kata
 Kesulitan menemukan kata = kemampuan
menyebut nama (menamai)  ANOMIA
 Mencakup kemampuan px menyebut :
– Nama obyek - simbol matematik
– Bagian dr obyek - nama tindakan
– bagian tubuh
– warna
– gambar geometrik
 Obyek lazim & langka ditemui
 Bila px kesulitan, dpt dibantu dg
memberikan suku kata pemula dengan
menggunakan kalimat penuntun atau
melukiskan / memperagakan
kegunaannya atau memilih diantara
jwban

 Perhatikan jwban yg diberikan : cepat


atau lamban atau tertegun atau
neologisme
 Px yg AFASIA selalu AGRAFIA, dan
sering ALEKSIA  pemeriksaan baca &
tulis bisa dipersingkat

 Px yg tdk afasia  pemeriksaan baca -


tulis harus dilakukan sepenuhnya
(karena dpt terjadi terpisah, tanpa
afasia)
MEMORI
status mental yang memungkinkan seseorang
menyimpan informasi untuk dipanggil
kembali dikemudian hari.

Hasil tes memori


• Gangguan organik
• Faktor psikiatrik (depresi dan anxietas)
Proses Memori
•informasi diterima oleh modalitas sensorik khusus disimpan
sebentar dimemori jangka pendek (memori kerja).
•menyimpan dan mempertahan kan informasi dalam bentuk
yang lebih permanen (memori jangka panjang ).
•Proses penyimpanan ini dapat ditingkatkan melalui
pengulangan (repetisi), Penyimpanan merupakan proses aktif
yang membutuhkan upaya melalui praktek dan latihan.
•Langkah akhir pada proses memori adalah memanggil kembali
(recal) menjumput (retrival) informasi yang telah disimpan.
Pembagian Memori :

Memori Segera
Memori segera atau pemanggilan segera merupakan pemanggilan
setelah rentang waktu beberapa detik, seperti pada pengulangan
deretan angka.

Memori baru/ janka pendek ( rescent memori)


kemampuan untuk mengingat materi yang baru dan menjumput
materi tersebut setelah interval beberapa menit , jam atau hari.

Memori Rimot ( jangka panjang)


Kemampuan mengumpulkan fakta atau kejadian yag terjadi
bertahun – tahun sebelumnya, seperti nama guru atau nama teman
waktu kecil dulu.
Amnesia
Kelainan pada fungsi memori

Amnesia antegrade
ketidak mampuan memepelajari materi baru setealah jejas
otak

Amnesia retrograd
amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas pada
otak.

Amnesia psikogenik
pasien memblok suatu kurun waktu. pasien ini tidak
menunjukkan defisit memori baru, ia dapat mempelajari
aitem baru sewaktu periode amnesia dan setelah periode
amnesia berlalu
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan memori tiap aspek pemerikasaan memori harus
diteliti yaitu memori segera, memori jangka pendek \ memori
baru dan memori rimot.

Pemeriksaan memori segera ( immediate recall)


Dilakukan dengan cara mengulang angka.
Cara pemeriksaan :
penderita diberitahu untuk menyebutkan angka yang telah
pemeriksa sebutkan. Mula-mula dengan menyebutkan dua angka,
tiga angka, dan seterusnya.
contoh aitem tes : 4-7; 3-6-8; 1-3-7-3; 2-5-3-6-7; 2-7-4-7-8; 1-
5-7-4-8-4-1 dst

Skor orang dengan intelegensi rata-rata dapat dengan akurat


mengulangi 5 sampai 7 angka tanpa kesulitan.
Pemeriksaan memori baru ( rescent memori )
1. Memori verbal
2. Memori visual.

Memori verbal
Cara pemeriksaan :
Pemeriksa memeriksa orientasi penderita dengan
menanyakan :
• Indetitas pribadi ( nama, umur , tangal lahir dll )
• Tempat ( dimana saat ini berada)
• Waktu ( pagi, siang, sore, tanggal,
tahun dll.)
Memori visual

Cara pemeriksaan :
Pemeriksaan dengan menggunakan 5 obyek kecil, yang dapat dengan
mudah disembunyikan disekitar penderita, misalnya : pensil, sisir, mata
uang sendok dll. obyek ini disimpan disekitar penderita misalnya dibawah
kursi, dibawah bantal, didalam laci di kantung pemeriksa. Sewaktu
disembunyikan penderita melihatnya, kemudian perhatian penderita
dialihkan dengan cara penderita diajak bicara dengan diberikan beberapa
pertanyaan, setelah berselang 5 menit penderita kita tanyakan benda yang
kita simpan tadi dan dimana tempatnya.

Skor memori visual


Orang normal berusia diawah umur 60 tahun dapat menyebutkan 4 atau 5
obyek yang disembunyikan setelah 5 menit tanpa kesulitan.
Penderita usia 70 – 90 tahun kurang mampu melakukanya .
Apabila penderita mampu melakukan kurang dari 3 obyek maka dapat
dikatakan telag terjadi gangguan memori.
Memori Rimot ( jangka panjang)

Pertanyaan yang dapat diajukan mengenai diri pribadi


adalah :

Dimana anda dilahirkan ?


Kapan anda dilahirkan ?
Dimana anda sekolah SD,SMP,SMA?
Apa saja pekerjaan anda? kapan ? dimana ?
Siapa nama istri anda ? anak ? berapa anak anda ?
Siapa nama ibu anda ?
APRAKSIA
Praksis Konstruksional

Praksis
Integrasi motorik yg digunakan utk
melakukan gerakan kompleks yg bertujuan

 Tugas konstruksional :
menggambar garis & balok, berguna dlm
deteksi penyakit otak organik
(HARUS DIMASUKKAN DLM PEMERIKSAAN STATUS MENTAL)
 Ketdk mampuan melakukan tugas
konstruksional = apraksia konstruksional

 kemampuan konstruksi :
– menggambar atau membangun gamb atau
btk 2 - 3 dimensi
– mencontoh atau menyalin gbr garis dg
pensil & kertas
– merekonstruksi bangunan balok

 Merupakan fungsi kognitif non - verbal tk


tinggi
Pemeriksaan
 Menggambar segi empat
 Mereproduksi bangunan geometri dg pensil dan
kertas
 menggambar secara spontan
 Reproduksi pola dg menggunakan batang korek
api
 Membuat konstruksi dari balok 3 dimensi
 Tugas analisa spasial, yaitu pasien diminta
menandai bagian yg bertindihan
Implikasi Klinis
 Kemampuan konstruksional merup
fungsi kortikal terintegrasi tinggi yg
primer dilaksanakan oleh lobus parietal
 Gangguan kinerja konstruksional 
diduga adanya penyakit pd bagian
posterior hemisfer serebral (meskipun
daerah lain dpt juga ikut terlibat)
Apraksia

 Adalah gangguan didapat pd gerakan


motorik yg dipelajari dan berurutan , yg
bukan disebabkan oleh gangguan
elementer pd tenaga, koordinasi,
sensorik atau kurangnya pemahaman
(konprehensi) atau atensi.
 Apraksia bkn ggn motorik tk rendah, tp
defek dlm perencanaan motorik
(langkah2 integratif yg dibutuhkan pd
gerakan terampil atau yg dipelajari)

 Klasifikasi apraksia berdsrkan kerumitan


(kompleksitas) & sifat dr tugas yg
dilaksanakan
Macam - macam Apraxi
a
 Apraxia ideomotor
 Apraxia ideasional (lesi cerebral difus)
 Cortical motor apraxia
 Apraxia agraphia (lesi di writing center exner
89)
 Apraxia swallowing (menelan), contoh
ceguken
 Apraxia gaze & head-neck (apraxia dlm
melirik, lesi pd area 8)
 Apraxia tangan & jari (dressing apraxia)
1. Apraksia Ideomotor
 Jenis yg paling sering dijumpai
 Tdk mampu melakukan gerakan motorik yg
sebelumnya pernah dipelajari scr akurat
 ketidak mampuan lobus frontal untuk
menerjemahkan aksi menjadi gerakan
mortorik
 ggn dpt dilihat pd otot buko-fasial,
ekstremitas sup/inf, atau otot badan
 Misal :
– Px tdk mampu memperagakan bgmn minum
dg menggunakan sedotan
– tdk mampu meniup api
 Gagal  apraksia bukofasial
– Kesulitan dlm gerakan lengan atau tungkai
(“Beri hormat !”, “Peragakan bgmn
menendang bola!”)
 Gagal  apraksia anggota gerak
– Kesulitan grakan tubuh (“Peragakan bgmn
sikap seorang petinju mennagkis serangan
lawan”)
 Gagal  apraksia gerak tbh seluruhnya
 Px apraksia ideomotor mungkin tdk
mampu memejamkan mata atas
suruhan, namun dpt mengedipkan mata
scr spontan,
 tdk mampu menjulurkan lidah atas
perintah, namun gerakan lidahnya
adekuat bila ia berbicara
 px mungkin mengalami kesulitan
melaksanakan tugas yg sederhana
(berpakaian, menyisir rambut,
menggunakan alat makan)
Pemeriksaan
 Bukofasial
– Bagaimana meniup lilin yg menyala
– Menjulurkan lidah
– Minum melalui semprit
 Anggota gerak
– Memberi hormat
– Mengetok palu
– Menyisir rambut
– Menendang bola
 Seluruh tubuh
– Melakukan smash pd bulu tangkis
– Sikap seorang petinju
Implikasi Klinis
 Berasosiasi erat dg fungsi bahasa pd hemisfer yg dominan
 Pemahaman verbal merupakan prasarat dari penilaian
praksis
 Bila suruhan telah dipahami, informasi meluas ke girus
supramarginal yg letaknya berbatasan (misal hembus lilin
menyala) di asosiasikan dg memori kinetik (gerakan) yg
berada di korteks parietal post-rolandik.
 Memori dr gerakan ditransfer ke daerah pre motor tmpt
memori bagi pola motorik dicetuskan.
 Daerah premotor kemudian mengarahkan neuron piramid di
daerah motor untuk melaksanakan aksi
 Lesi di salah satu titik di sepanjang jalur  apraksia
ideomotor
2. Apraksia Ideasional

 Adalah ggn perencanaan motorik yg kompleks


(> tinggi dr ideomotor)
 Kegagalan dlm melaksanakan tugas yg
mempunyai berbagai komponen yg berurutan
 Px tdk mampu memformulasikan ranc aksi (plan
of action). Perintah melakukan aksi jelas
dipahami, namun px tdk mampu merencanakan
rentetan aktivitas yg diperintah
 Contoh :
– Px disuruh menuangkan air dari teko
ke dlm gelas, px mungkin gagal
menuangkan air, & mungkin
mengangkat gelas ke bibir atau
mengangkat teko dan minum
langsung dari teko

– Menyalakan lilin dg korek api


(Tahapannya : korek menyala - lilin
dinyalakan - korek ditiup utk
memadampak api), px dpt melakukan
gerakan tsb tp kacau urutannya
Implikasi Klinis

 Sering dijumpai pd px dg penyakit otak bilateral


(penyakit kortikal difus, t.u. Lobus parietal)
 Ketidakmampuan mengetahui kegunaan suatu
obyek  agnosia obyek (px berusaha
menyalakan lilin dg menggesekkan lilin pd
kotak korek api)
 Apraksia idesional umumnya tdk sendiri, namun
dijumpai bersama deteriorasi intelektual luas
3. Cortical Motor
Apraxia
 Px dpt melakukan tindakan sesuai
perintah hanya lebih lamban
– Apraxia Speech
– Musical apraxia
AGNOSIA
Definisi
 Gagal mengenal suatu obyek kendati
sensasi primernya (inderanya) berfungsi
baik
 Gangguan persepsi sensasi, walaupun
sensibilitas primernya normal
  dpt melibatkan semua jenis sensasi
(visual, rasa raba & persepsi tbh)
Macam Agnosia
 Verbal agnosia
 visual spatial agnosia (tdk mampu mengenali tata
ruang. Px biasanya takut turun tangga)
 Visual agnosia (tdk mampu mengenali obyek melalui
penglihatan)
 Agnosia taktil (astereognosia), tdk mampu mengenali
obyek dg sentuhan atau perabaan
 Visual - verbal agnosia (gx buta kata, alexia tanpa
agrafia)
 Sindrom Gerstmann, gx alexia, agrafia, dan R/L
discrimination (lesi di are 22,39)
Agnosia visual
 Adlh tak mampu mengenal obyek scr visual,
pdhal penglihatannya adekuat
 mungkin disebabkan oleh kelainan yg
melibatkan area asosiasi visual otak (px dpt
melihat obyeknya, namun tdk dpt
mengenalinya atau menyebutkan namanya)
 perlu disingkirkan kemungkinan adanya afasia
nominal bila px dpt menamai obyek tsb melalui
perabaan (taktil)
Agnosia Jari
Adalah keadaan px yg tdk mampu
mengidentifikasi jarinya tau jari
orang lain (misal tak mampu
melakukan suruhan “Tunjuk
telunjukmu! Kanan atau ibu jari
kirimu !”)
Cara Pemeriksaan
Px disuruh menutup mata, pemeriksa
meraba salah satu jarinya, kemudian px
buka mata, & menunjukkan jari yg
diraba oleh pemeriksa
Pemeriksa menyebutkan nama jari, &
suruh px menunjukkan pd jari
pemeriksa (misal “Tunjuklah jari manis
saya!”)
Px dg agnosia jari biasanya
mempunyai lesi di hemisfer yg
dominan
Lesi di parietal - occipital mungkin
dpt menyebabkan agnosia jari,
bila didptkan pula kelainan disfasia
tes ini sulit dilakukan atau sulit
dinilai
Agnosia Taktil
(Astereognosia)
Adalah keadaan dmn tdpt
kegagalan mengenal st obyek
melalui perabaan, sedang sensorik
primernya baik
dpt dijumpai pd lesi yg melibatkan
lobus parietal yg non dominan
Cara Pemeriksaan
Suruh px menutup mata
Tempatkan pd tangan atau
genggamannya suatu benda,
misal kunci atau peniti
dg cara meraba2 suruh px
mengenalinya
Anosognosia adlh tdk mengakui
adanya penyakit atau kelainan,
merupakan keadaan tdk mengakui
atau tdk menyadari adanya gangguan
fungsi pd sebagian tbh (misal : tdk
mengakui adanya kelumpuhan, pdhal
jelas terlihat adanya hemiplegi)
anosognosia merupakan gamb kelainan
di frontal posterior & lobus parietal
otak, & > sering terlihat bila lesi
melibatkan hemisfer yg non dominan
Menigeal Sign
Meningeal Sign

 Adalah tanda-tanda adanya perangsangan


selaput otak. Bisa terjadi karena infeksi, zat
kimia, darah, atau neoplasma
Pemeriksaan

 Kaku kuduk
 Kernig
 Brudzinski I
 Brudzinski II
 Brudzinski III
 Brudzinski IV
Kaku kuduk dan Brudzinski I
Tes Kernig

Dikatan positif:
Sendi lutut tidak bisa
diekstensikan lebih dari
1350 karena nyeri
sepanjang N. ischiadicus
Terjadi fleksi
involunter pada lutut
kontralateral
Brudzinski II

 Salah satu tungkai diangkat atau tungkai


atas dan bawah fleksi sendi lutut kemudian
difleksikan pada sendi panggul
 Positif  fleksi sendi lutut kontralateral
Brudzinski III dan IV

 Brudzinski III  pasien tidur terlentang


tekan pipi kiri-kanan dengan kedua ibu jari
tepat dibawah oz zygomaticum. Interpretasi
positif  fleksi reflektorik kedua siku
 Brudzinski IV  pasien tidur terlentang
tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari.
Interpretasi positif  fleksi kedua sendi
lutut
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN
NERVUS
NERVUS
CRANIALIS
CRANIALIS
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).

 Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya


gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui
apakah gangguan tersebut disebabkan oleh
gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
PEMERIKSAAN N.I
PERSIAPAN

Px dlm keadaan sadar (GCS 456)


Pastikan tidak ada:
 Obstruksi mukosa
 Penyakit mukosa hidung baik akut maupun kronik.

Gunakan bhn yg dikenal px


 Jangan menggunakan bhn yg iritatif spt amoniak
 Jgn menggunakan bahan yg menimbulkan sensasi “isis”
(mentol), krn bisa menyebabkan salah persepsi
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).

 Cara pemeriksaan.

Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta


untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak
merangsang .
Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan
menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan
atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.

Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh, kopi,


tembakau, sabun, jeruk.
CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS ).

 Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.


 Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
 Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
 Parosmia
Parosmi adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang
tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang
goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak
menyenangkan, tapi bau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb,
maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
 Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan
olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja
tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa
adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah
halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.
N. II Opticus

Alat & Persiapan :

•Ruang gelap
•Senter , Snellen Chart , Jaeger Chart ,
•Kartu Isihara
•Funduscop
•nformasi pemeriksaan.

Abnormal : -Strabismus / Pupil


- Visus 6/6 , 1/60 , 1/300
- Gangg. Lapang pandang
- Buta warna
PEMERIKSAAN NERVUS
OPTIKUS
 Daya penglihatan

 Pengenalan warna

 Medan lapangan pengelihatan

 Pemeriksaan fundus
PEMERIKSAAN DAYA
PENGLIHATAN

 Membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter, bisa


juga dg hand held snellen chart (jarak 14 inci)
 Jari tgn : 60 m
 Lambaian tgn (Hand movement) : 300 m
 Cahaya lampu :tak terhingga
 Tdk dpt melihat sama sekali : Buta total
PEMERIKSAAN PENGENALAN WARNA

 warna pada kartu istihara


 Benang wol sesuai dengan warna yang
diperintahkan.
PEMERIKSAAN MEDAN
LAPANGAN PENGLIHATAN
 Test konfrontasi
 Test perimetri
 Test kampimeter
PEMERIKSAAN FUNDUS
 Pemeriksaan emetrop & ametrop
 Pemeriksaan gambar retina
 Pemeriksaan gambar papil nervi
optisi
Pemeriksaan N III, IV & VI
 Otot-otot dari mata memperoleh persarafan dari N.
Okulomotorius (III), N. Troklearis (IV) & N Abdusens
(VI).

N. Okularis

1. Observasi Kelopak Mata


2. Reflek pupil langsung dan tidak langsung
3. Gerakan bola mata
4. Konvergensi dan Akomodasi
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)

1.Pemeriksaan kelopak mata:


 Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri dan kanan . Ptosis
adalah kelopak mata yang menutup.

2. Pemeriksaan pupil
 Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
 Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).
 Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.

Pemeriksaan refleks pupil:


refleks cahaya.
 Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
 Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil ( miosis ).
 Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada
pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera.
 Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan
pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
PEMERIKSAAN REFLEK CAHAYA

LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG


Reflek Cahaya Langsung dan tidak langsung
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)

2.Pemeriksaan gerakan bola mata.


 Lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata diluar
kemauan pasien).
 Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan
pemeriksa yang digerakkan kesegala jurusan. Lihat
apakah ada hambatan pada pergerakan matanya.
Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua bola
mata.
 Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola matanya.

98
GERAKAN BOLA MATA
NERVUS III, IV dan VI (Okulomotorius, Trokhlearis dan Abdusens)
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)

4. refleks akomodasi.
Apabila mata melihat dekat maka, kedua otot rectus
medialis berkontraksi dan mata bergerak ke arah nasal
(Konvergensi), bersamaan dengan gerakan konvergensi,
otot silier berkontraksi juga sehingga menimbulkan
kontraksi pupil (Akomodasi).

 caranya : pasien diminta untuk melihat telunjuk


pemeriksa pada jarak yang cukup jauh, kemudian dengan
tiba – tiba dekatkanlah pada pasien lalu perhatikan reflek
konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua
bola mata akan berputar kedalam atau nasal.
 Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak
dengan miosis pupil.

102
Lintasan
Konvergensi dan
Akomodasi
PARESE N III Kanan
Kelumpuhan N.III
- Mata tdk dapat digerakkan keatas, kebawah dan ke nasal
- Waktu istirahat posisi mata (lateral bawah)
- Diplopia
- Ptosis (kelumpuhan m.levator palpebra)
- Pupil midriasis (paralisis m.spincter pupilae)
-gangguan reflek akomodasi

Kelumpuhan N.IV
- Terjadi diplopia jika melihat kebawah karena kelumpuhan
otot obliqus superior
- Mata memutar ke medial bawah
- Px biasanya kesulitan turun tangga dan membaca

Kelumpuhan N. VI
- Tidak bisa melirik kelateral
- Bila melihat kedepan akan terjadi diplopia dan strabismus
Nervus Trigeminus (V)
 Ada dua bagian
. Sensorik (portio mayor)
. Motorik (portio minor) mengunyah

m.masseter,m.temporalis, m.pterigoid med.

Menutup mulut

m.pterigoid lateralis

gerak rahang bawah


buka mulut
Gb.Ciri “ Perioral = Onion “
Lesi Central di
Gb.Ciri Lesi Perifer A di : Pons
B di : Medulla Oblongata
CORNEAL REFLEKS
PEMERIKSAAN N.VII
Otot2 wajah mendpt persarafan dr 2 sisi

UMN

LMN
Cara Pemeriksaan
 MOTORIK
Kondisi diam  asimetris lipatan dahi, sudut mata, lipatan
nasolabial & sudut mulut  perifer (+) nyata
Kondisi bergerak :
○ M.frontalis : mengangkat alis
○ M.Korugator supersilii : mengerutkan dahi
○ M.Nasalis : melebarkan cuping hidung
○ M.Orbicularis okuli : menutup mata
○ M.Orbicularis oris : mendekatkan & menekannkan ke2 bibir

 M.Zigomaticus : tersenyum
 M.Risorius :menyeringai/meringis
 M.Bucinator : meniup
 M.Mentalis : menarik ujung dagu ke
atas
 M.Platysma : menarik bibir bwh &
sudut mulut ke bwh
Pemeriksaan :
Angkat alis & kerutkan dahi 
perifer  asimetris

Pejamkan mata
LAGOPTALMUS

Menyeringai (menunjukkan
gigi), mencucu bibir,
menggembungkan pipi
 SENSORIK

Lakrimasi  Tes Schirmer  lakmus uk 5x50


mm. slh satu ujung kertas dilpat & diselipkan
pd conjungtival sac di dkt sudut mata medial
kri & kanan, biarkan 5 mnt dg mata terpejam.
○ Normal air mata conjunctival sac membasahi
lakmus (biru) sepanjang 20-30 mm dlm waktu 5 mnt
○ < 20 mm atau (-)  produksi <
○ False  Conjungtivitis
Refleks Stapedius (Stethoscope loudness
balance test)
Stetoskop pd telinga px  ketuk lembut diafragma stetoskp
atau dg garputala 256 Hz dkt stetoskop
Hiperakusis  > keras, lesi di dkt tmpt keluar n.VII bran stem)

Pengecapan 2/3 anterior lidah


Px julurkan lidah,dikeringkan dulu  gunakan lidi kapas 
sentuhkan pd 2/3 ant ldah Gula (ujung), asam,garam
(pinggir),kopi(belakang lidah)
Px menunjukkan kertas yg bertuliskan asin,asam,manis,paht
Tiap kali pemriksaan, px kumur2 dahulu dg air hangat kuku,
lidah dikeringkan lag, & lanjutkan dg bhn lain
N VIII
Pemeriksaan Pendengaran

Ggn n.cochlearis :
Tuli, Tinitus, Hiperakusis

Ggn n. Vestibularis
Gangguan keseimbangan
Saraf N VIII Cochlearis
Tipe TULI Tipe TULI
Konduksi Persepsi
A B TES DDx

RINNE
WEBER
Pemeriksaan Tuli
Suara bisik
Dg arloji

Garputala
Tes Weber
Tes Rinne
Tes Schwabach

Audiogram
TES RINNE
1

Garputala diletakan pada


2
Proc.Stylomastoideum Sesudah tidak dengar
Pindahkan kedepan telinga

Masih dengar Tidak dengar


 Rinne Positip = Normal
 Rinne Negatif
 Tuli Konduksi
Tes Weber

Keras yg mana ?

Kiri
Tuli Kanan

? Sakit 1 2 Sehat
Lateralisasi ke SAKIT Lateralisasi ke SEHAT
Tuli Konduksi Tuli Persepsi
SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS

Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.

c. Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala
dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga pasien.
Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala
ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar
bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih
pendek ( untuk konduksi udara ). Kemudian garpu tala
dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid
pasien. Disuruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak
mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid
pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka
dikatakan Schwabach ( untuk konduksi tulang ) lebih pendek.

121
NISTAGMUS
Menimbulkan nistagmus
Manuver Nylen Barany atau
Hallpike
Tes Kalori
○ Spuit 20 cc, jarum ukuran 15 ujung dilindungi karet diisi dg
air suhu 30 derajat
○ Semprotkan ke liang telinga 1 cc/detik
○ Amati arah gerak nistagmus, frekuensi, lamanya
○ Istirahat
○ Tes telinga lain, bandingkan
○ Utk evaluasi kondisi sensitivitas labirin (hipoaktif atau tdk
berfungsi)

Normal pada suhu dingin nistagmus akan berlawanan dengan


tempat rangsangan, sedangkan pada suhu panas searah
dengan tempat rangsangannya. (COWS)
Elektronistagmografi
Tes keseimbangan

 Tes Romberg
 Tes melangkah
 Past pointing
n.IX dan X
SARAF OTAK IX & X( NERVUS
GLOSOFARINGEUS & NERVUS VAGUS)

 Cara pemeriksaan:
– Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan
huruf “ a” . Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus
tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga
hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga
bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf ” a” dinding
pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan
tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik
kesisi yang sehat.
– Pemeriksa menggoreskan atau menyentuh dinding
pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas
maka tidak terjadi refleks muntah.

127
Pemeriksaan N. XI
M. Sterno Cleido Mastoideus

M. Trapezius
Pemeriksaan N XII
 Pemeriksaan :
 Saat lidah diam
 Saat lidah digerakkan

 Saat lidah diam


 Pasien diminta untuk membuka mulut kemudian kita lihat lidahnya.
 Pada kelumpuhan unilateral yang bersifat UMN, pada lidah yang lumpuh tidak
tampak adanya atrofi dan fasikulasi , tampak seperti lidah orang normal . Jika
kelumpuhan unilateral bersifat LMN lidah tampak atrofi dan fasikulasi pada lidah
yang lumpuh.
Saat lidah digerakkan.
•Pasien diminta untuk mengeluarkan lidahnya. Pada
kelumpuhan sesisi lidah (unilateral) lidah akan
menyimpang ke sisi yang lumpuh. Batas garis tengah
sebagai pembatas adalah diantara gigi incisivus.
Sedangkan kelumpuhan yang bilateral lidah tidak bisa
digerakkan.

•Untuk menilai kekuatan otot lidah, dengan cara :


ujung jari pemeriksa ditempatkan pada salah satu pipi
penderita, kemudian penderita diminta mendorong
ujung jari tersebut dengan ujung lidahnya dan
dibandingkan kekuatan dorongan kanan dan kiri.
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.

 Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya


dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk
menjamin kelengkapan dan ketelitian
pemeriksaan.

133
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

1. Pengamatan.
 Gaya berjalan dan tingkah laku.
 Simetri tubuh dan ektremitas.
 Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.

2. Gerakan Volunter.
 Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan
pemeriksa, misalnya:
– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
– Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
– Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
– Gerakan jari- jari kaki.

134
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

3. Palpasi otot.
 Pengukuran besar otot.
 Nyeri tekan.
 Kontraktur.
 Konsistensi ( kekenyalan ).
 Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
– Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
– Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
– Kontraktur otot.

 Konsistensi otot yang menurun terdapat pada.


– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
– Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.

135
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

4. Perkusi otot.
 Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang
bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2
detik saja.
 Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah
diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien mixedema,
pasien dengan gizi buruk ).

 Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung


untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot
yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

136
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

5. Tonus otot.
 Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa
kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan
ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat
tahanan yang wajar.

 Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali


( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
 Hipotoni : tahanan berkurang.
 Spastik : tahanan meningkat dan terdapat
pada awal gerakan , ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
 Rigid : tahanan kuat terus menerus selama
gerakan misalnya pada Parkinson.

137
138
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

6. Kekuatan otot.
 Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk
memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas
atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau
badan pasien dan ia disuruh menahan.

139
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

Cara menilai kekuatan otot :

 Dengan menggunakan angka dari 0-5.


– 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
– 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan
gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh
otot tersebut.
– 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat ( gravitasi ).
– 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
– 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
– 5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

140
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

Anggota gerak atas.


 Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
 Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
 Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
 Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
 Pemeriksaan abduksi ibu jari.
 Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
 Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
 Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
 Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
 Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
 Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
 Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
 Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).

141
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

Anggota gerak bawah.


 Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf
femoralis ).
 Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf
obturatorius ).
 Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” ( L4,L5,
S1,S2,saraf siatika ).
 Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf
tibialis ).
 Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2,
saraf tibialis

142
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

7. Gerakan involunter.
 Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala
pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan
aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan
ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi
pada nukleus pengontrolnya. Susunan
ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus,
putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus
ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelum.

143
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

 Tremor saat istirahat : disebut juga tremor striatal,


disebabkan lesi pada corpus striatum ( nukleus
kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan
lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan
substansia nigra pada sindroma Parkinson.
 Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga
tremor serebellar, disebabkan gangguan mekanisme
“feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes
piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul
kekacauan gerakan volunter.

144
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
 Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya
lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah
gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum,
substansia nigra dan corpus subthalamicus.
 Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama
lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan
menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau
torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus
kaudatus.

145
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
 Ballismus: gerakan involunter otot proksimal
ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan seorang yang melemparkan cakram.
Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan
berkas porel.
 Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan
spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada
otot yang mengalami kerusakan motor neuron.
Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah
kulit.

146
147
148
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
8. Fungsi koordinasi.
 Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas
serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling
penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik
dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan
korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan
– lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum
serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “
Cerebellar sign “

149
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
 Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
– Test telunjuk hidung.
– Test jari – jari tangan.
– Test tumit – lutut.
– Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari
tangan.
– Test fenomena rebound.
– Test mempertahankan sikap.
– Test nistagmus.
– Test disgrafia.
– Test romberg.

150
151
152
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
 Test romberg positif: baik dengan mata terbuka
maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh
kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan
kestabilan ( bergoyang – goyang ).
 Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem
walking, dan menunjukkan gejala jalan yang khas
yang disebut “ celebellar gait “
 Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter
dengan tangan,lengan atau tungkai dengan halus.
Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.

153
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Gait dan Station.
 Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein
memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan adanya
kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang
orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien
berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan
tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
• Jalan diatas tumit.
• Jalan diatas jari kaki.
• Tandem walking.
• Jalan lurus lalu putar.
• Jalan mundur.
• Hopping.
• Berdiri dengan satu kaki.

154
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Macam macam Gait:
 Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan
secara sirkumduksi.
 Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua
tungkai, misalnya spastik paraparese.
 Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
 Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid
atau paralisis n. Peroneus.
 Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang
berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya
otot gluteus.
 Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak
membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan
panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan
yang pendek-pendek.

155
156
157
158
159
160
161
Chorea
Hemiballismus
Atetosis
Parkinson Gait
Tredelenburg gait
Steppage Gait
Hemiparetik Gait
Antalgic Gait
Waddling gait
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN SISTEM
SISTEM
SENSORIS
SENSORIS
sistem sensorik dapat dibagi 5 jenis

1. Sensasi superfisial atau eksteroseptif


2. Sensasi dalam atau propioseptif
3. Sensasi viseral atau interoseptif
4. Sensorik Khusus
5. Combined sensation atau rasa
kombinasi :
Pemeriksaan sensoris bertujuan

1. Menetapkan adanya gangguan sensoris


2. Mengetahui modalitasnya
3. Menetapkan polanya
4. Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang
mendasari gangguan sensoris
syarat yang harus dipenuhi

1. Penderita sadar, kooperatif ,kecerdasan yang


cukup.

2. Pemeriksaan santai dan penderita memejamkan


mata.

3. Penderita diberi tahu maksud dan tujuan


pemeriksaan
Pemeriksaan SENSORIS
Alat & Tehnik :

1. Jarum bundel , Bulu / kapas , Tabung isi air


dingin 5-10, panas 40-45, garpu tala 128 Hz
2. Informasi pemeriksaan
3. Perhatikan Gb. Dermatome
4. Bandingkan D & S , Proksimal & Distal
5. Gambarkan kelainan sensoris

Abnormal : Perhatikan ciri2 tiap lesi


Sensasi
superfisial atau
eksteroseptif

1. Suhu
2. Raba
3. Nyeri
Sensasi dalam atau propioseptif

RASA POSISI RASA GETAR


Fungsi LUHUR SENSORIS /kortical sensori
RASA KOMBINASI

1. Stereognosis
2. Fingeragnosis
4. Graphestesia
5. Barognosisi
5. Two Point Dis
6. RL Discriminasi
7. Extension phenomen
Two
point Stereognosis
tactile
discrimin
ation

GRAPHESTESIA
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
 Rasa eksteroseptif.
– Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
– Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
– Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.

 Rasa Nyeri.
– Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
– Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
– Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA.

180
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
 Rasa suhu.
– Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA.
– Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
– Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA.

 Rasa abnormal dipermukaan tubuh.


– kesemuten : PARESTHESIA.
– nyeri panas dingin yang tidak keruan : DISESTHESIA

181
Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM.
 a. rasa gerak : KINESTHESIA.
 b. rasa sikap : STATESTESIA.
 c. rasa getar : PALESTHESIA.
 d. rasa tekan : BARESTHESIA.

 Rasa DISKRIMINATIF.
– Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan:
STEREOGNOSIS.
– Mengenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS.
– Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS.
– Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit :
GRAMESTESIA.
– Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL.
– Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri :
AUTOTOPOGNOSIS.

182
PEMERIKSAAN REFLEKS.

 Hasil pemeriksaan refleks merupakan informasi penting yang


sangat menentukan. Penilaian refleks selalu berarti penilaian
secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan. Respon
terhadap suatu perangsangan tentu tergantung pada intensitas.
Oleh karena itu refleks kedua belah tubuh yang dapat
dibandingkan harus merupakan hasil perangsangan yang
berintensitas sama.
 Refleks fisiologis yang dibangkitkan untuk pemeriksaan
klinis meliputi refleks superficial dan refleks tendon atau
periosteum. Pada penderita penyakit syaraf tertentu dapat
dibandingkan refleks patologis atau juga refleks primitif. Dari
penilaian terhadap refleks fisiologis dan patologis ini kita
dapat memperkirakan letak / jenis lesi.

183
Refleks superficial
 Refleks dinding perut :
Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigastrik,
supraumbilical, infra Umbilical dari lateral ke medial.

Respons : kontraksi dinding perut


Afferent : n. intercostal T 5 – 7 ( epigastrik )
n. intercostal T 7 – 9 ( supra umbilical )
n. intercostal T 9 – 11 ( umbilica )
n. intercostal T 11 – L 1 ( infra umbilical )
n. iliohypogastricus
n. ilioinguinalis
Efferent : idem

184
Refleks superficial

Refleks cremaster :
Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah
medial dari atas ke bawah

 Respons : elevasi testis Ipsilateral


 Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
 Efferent : n. genitofemoralis

185
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

Refleks biseps ( B P R ) :
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m. biseps brachii, posisi lengan setengah
ditekuk pada sendi siku.

Respons : fleksi lengan pada sendi siku


Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 )
Efferenst : idem

Refleks triceps ( T P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 )
Efferenst : idem

186
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

Refleks periosto radialis :


Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi
Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi
karena kontraksi m. brachioradialis
Afferent : n. radialis ( C 5-6 )
Efferenst : idem

Refleks periosto ulnaris :


Stimulus : ketukan pada periosteum procesus styloigeus ulnea,
posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi – supinasi.
Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator
quadratus
Afferent : n. ulnaris ( C B-T1 )
Efferent : idem

187
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

Refleks patella ( K P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.
quadriceps Femoris.
Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 )
Afferent : idem

Refleks achilles ( A P R )
Stimulus : ketukan pada tendon achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.
gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : idem

188
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )

- Klonus lutut :
Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah
distal
Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps
femoris selama stimulus berlangsung.

- Klonus kaki :
Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal,
posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama
stimulus berlangsung.

189
Refleks patologis

- Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(fanning) jari – jari kaki.

- Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral,
sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski

190
Refleks patologis

- Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari
proksimal ke distal
Respons : seperti babinski

- Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski

191
Refleks patologis
- Schaffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons : seperti babinski

- Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
Respons : seperti babinski

- Stransky
Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
Respons : seperti babinski

- Rossolimo
Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
Respons : fleksi jari – jari kaki pada sendi interphalangealnya

192
Refleks patologis

- Mendel - Bechterew
Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada daerah os
cuboideum
Respons : seperti rossolimo

- Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya
berefleksi

193
Refleks patologis
- Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman

- Leri
Stimulus : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan sikap
lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap keatas
respons : tidak terjadi fleksi di sendi siku

- Mayer
Stimulus : fleksi maksimal jari tengah pasien kearah telapak
tangan.
Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari.

194
Refleks Primitif

- Sucking refleks
Stimulus : sentuhan pada bibir
Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah
– olah menyusu

- Snout refleks
Stimulus : ketukan pada bibir atas
Respons : kontraksi otot – otot disekitar bibir / dibawah
hidung (menyusu)

195
Refleks Primitif
- Graps refleks
Stimulus : penekanan / penempatan jari si pemeriksa
pada telapak tangan pasien.
Respons : tangan pasien mengepal

- Palmo – mental refleks


Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit telapak
tangan bagian Thenar.
Respons : kontraksi otot mentalis dan orbicularis
oris ipsilateral.

196
Tes
Tes Provokasi
Provokasi
.Lasegue Sign
 Tanda Lasegue.
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring
lalu kedua tungkai diluruskan ( diekstensikan ) , kemudian
satu tungkai diangkat lurus, difleksikan pada persendian
panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi ( lurus ) .
Keadaan normal dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum
timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan
tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut tanda
Lasegue positif.
Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60 derajat.

198
199
200
Crossed Lasseque

 Flesksi pada sendi paha yang tidak sakit


dengan lutut tetap ekstensi
 Positif bila terasa nyeri pada sis yang sakit
Tes Provokasi

Test untuk mengetahui lokalisasi rasa nyeri.


 Tindakan untuk mengetahui adanya kelainan di daerah tulang
belakang servikal.
 distraksi servikal.
 kompresi servikal : tindakan Lhermitte.
 tindakan valsava.
 test menelan.
 Tindakan dari Tinel: untuk mengetahui ” tanda kesemuten
akibat lesi susunan saraf perifer.Dengan melakukan
penekanan pada saraf perifer:
 Bila hasil ya: timbul rasa nyeri ini berarti terjadi lesi irritatif.
 Bila hasil nya timbul kesemuten ini berarti adanya regenerasi saraf
perifer.

202
Lhermitte
Tinel test
Modifikasi test Laseque yaitu:
– Test dari Bragard :Straight Leg Raising Test kemudian
diikuti dengan dorsofleksi kaki .
Tanda laseque test akan positif pada derajat yang
lebih kecil.

Test dari O’CONNEL = test laseque silang.


Nyeri timbul pada pangkal N. Ishiadikus yang sehat
pada waktu dilakukan SLRS test.

Bowtring Sign.
Penekanan pada fossa Poplitea diatas N.ishiadikus
menimbulkan rasa sakit dipunggung atau kaki.

205
 Test untuk membangkitkan rasa nyeri di sendi
panggul/sakroiliaka.
– Test dari Patrick = F-AB-BR-E Sign.
 Tumit / maleolus tungkai yang sakit diletakkan pada
tungkai yang lain kemudian diadakan penekanan pada lutut
yang difleksikan itu kemudian timbul gerakan fleksi,
abduksi, ekso rotasi dan ekstensi dan ini akan menimbulkan
rasa nyeri di sendi panggul yang ada kelainannya.
– Test dari contra Patrick.
 Dilakukan tindakan kebalikan dari test Patrick lalu timbul
pula rasa nyeri di sendi sakroiliaka.

206
Patrick Sign
Test Homan
 Pasien dibaringkan terlentang dan tungkai diluruskan lalu
kaki didorsofleksikan pada sendi pergelangan kaki lalu
timbul rasa nyeri dibetis.
 Pasien berbaring terlentang, tungkai diluruskan lalu lakukan
palpasi pada betis dan sekitarnya kemudian timbul rasa
nyeri.

Test dari NAFSIGER - VIETS.


Pasien terlentang /berdiri kemudian dilakukan penekanan
pada kedua v. Jugularis sampai pasien merasa kepalanya
penuh sekitar 1,5- 2,5 menit , bila tekanan intrakranial
meningkat timbul rasa nyeri radikuler yang makin
bertambah.

208
PEMERIKSAAN
Pasien KOMA
Teknik Pemeriksaan
KOMA
Penurunan
Kesadaran

Metabolik Neurologis

• Anamnesis • Breathing pattern


• Defisit neurologis • Kelainan pupil
• Refleks cephalik
• Meningeal sign • Lateralisasi
Anamnesis

 Onset
 symptoms before onset
 Riw Penyakit Dahulu
 Life style (drug, food, toxic)
Pemeriksaan Intern
Tanda vital ( vital sign )
- Tekanan darah,nadi ,suhu badan, respirasi.

Bau pernafasan
(amoniak,aseton,alcohol,dll)

Kulit
(turgor,warna,bekas injeksi dan luka-luka karena
trauma).

Selaput mokosa mulut


adanya darah, bekas minum racun dll.
Kepala
Keduduka kepala :
Opistotonus (meningitis), miring kekanan atau kekiri
( tumor fosa posterior)
Darah dari hidung atau telinga ?
Brill hematoma, tanda mastoid (Battle Sign) ?.
Apakah terdapat fraktur impressi dibawah rambut ?.
Fraktur Basis Kranial .. 1

Rhinorrhoe Otorrhoe
Fraktur
Basis Kranii .. (2)
Battle’s sign
(Post auricular ecchymosis)

Raccoon eyes
(Periorbital ecchymosis)
CONT.

Leher
Apakah terdapat fraktur vertebra servikalis?
Kalau yakin tidak ada periksalah KAKU
KUDUK
Toraks
Periksalah jantung dan paru secara teliti
Ektremitas
Apakah ada sianosis pada ujung jari ?.
Apakah ada edema pada tungkai ?.
PEMERIKSAAN MENINGEAL SIGN
1. Kaku KUDUK
 Px tidur telentang, tanpa bantal
 Putar kepala kekanan – kiri
 Flexikan kepala sampai dada

Positip (+) : saat fleksi kepala


Leher kaku (tahanan),
kepala tidak menyentuh dada
Atau dada ikut terangkat

Makna : iritasi meningen


Tanda Brudzinski I / Leher
Menetapkan proses di batang otak
Observasi umum

Penderita melakukan gerakan


menelan,mengunyah,mengecap dan membasahi bibir

fungsi batang otak masih baik

Gerakan multifokal (myoklonik jerk)


menunjukkan kelainan yang sifatnya difus (koma
metabolik).

Posisi decorticate ketika kita beri rangsangan


nyeri menunjukan lesi pada hemisfer yang berarti
prognosa lebih baik.

Posisi decerebrate menunjukkan lesi pada batang


otak, prognosa lebih buruk.
Pendekatan diagnostik
pasien tidak sadar
 Membedakan secara cepat faktor penyebab apakah
kerusakan stuktural atau metabolik dan manajemen
 Komponen yang harus diperiksa :
– Pola pernafasan
– Ukuran dan reaksi pupil
– Pergerakan mata dan
– Respon dari okulovestibuler
Gambaran Pola Nafas
Pernafasan cheyne stok

Hiperventilasi neurogenik sentral

apnestik

Pernafasan cluster & pernafasan ataxic

Apnoe
Pernafasan Cheyne Stokes

 Pola : periode hiperpnoe diselingi periode


apnoe sekitar 10-20 detik.
 Penyebab
– Disfungsi dari hemisfer kiri dan kanan (level diensefalon)
– Proses gangguan metabolik seperti uremia, gangguan fungsi hati
berat, atau infark bilateral atau lesi karena massa pada proensefalon
dengan perubahan anatomi/ pergeseran pada diensefalon
Hiperventilasi Neurogenik Sentral

Pada disfungsi batang otak atau pons bagian atas


Pernafasan cepat antara 40-50x/mnt
PO2 meningkat lebih dari 70-80 mmHg
Jika level PO2 di bawah normal  hipoksemia
Penyakit jantung, paru, dan problem metabolik dapat juga
menyebabkan hiperventilasi
Pernafasan Apneustik

Lokasi di lesi bagian bawah pons, didapat fase


inspirasi yang memanjang dan berhenti pada
saat inspirasi maksimal/penuh.
Pernafasan Kluster

Hanya signifikan pada kerusakan bagian bawah


pons, karakteristik kelainan ini hampir sama
dengan pernafasan mendekati proses apnoe
Pernafasan Ataksik

Kerusakan terjadi pada bagian bawah


pontine atau masalah pada pusat pernafasan
di medullar
Polanya tidak teratur dan kadang pada henti
nafas  adanya petunjuk menghembuskan
nafas dan akhirnya pernafasan dada
Ukuran dan besar pupil

 Mid posisi (2-5 mm), tidak mengecil dengan cahaya atau


irreguler  lesi fokal di midbrain
 Pinpoint, reaktif  lesi pons, intoksikasi opiat,
pilokarpin
 Unilateral dilatasi, RC (-)  herniasi uncal
 Bilateral, fix, dilatasi  herniasi sentral, iskemia dan
hipoksia global atau intoksikasi luminal, atropin,
scopolamin atau glutetimid
Perubahan Pupil pada Lesi
di Otak Akibat Koma
Gerakan Bola Mata
 Posisi istirahat:
– Deviasi gaze menjauhi lesi  lesi hemisfer kontralateral
– Deviasi gaze sesuai hemisfer  lesi pons kontralateral
– Deviasi ke bawah  lesi tektum otak mesensefalon

 Refleks Okulosefalik (doll’s eye)


– Disfungsi hemisfer serebri bilateral

 Okulovestibular
– Negatif  koma dalam karena lesi batang otak
Reflek Cephalik
Batang otak merupakan tempat inti (nucleus central),
dengan memeriksa reflek inti tersebut kita dapat
mengetahui letak proses dibatang otak

•Reflek pupil
mesencephalon
•Doll’s eye fenomen Pons.
•Reflek oculo auditorik Pons
•Reflek oculovestibuler .( Kalori test). Pons
•Reflek kornea. Pons
•Reflek muntah. Medula Obl
Fungsi traktus piramidalis
kerusakan pada saraf pusat, amat sering terganggu

Bila Traktus piramidalis tidak terganggu

koma metabolik.

Adanya gangguan pada traktus piramidalis


dapat kita ketahui dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
•Kelumpuhan ( paralisis).
•Reflek tendon.
•Reflek Patologis.
•Tonus.
PEMERIKSAAN PADA PENDERITA KOMA

REFLEK CAHAYA

REFLEK KORNEA

REFLEK MUNTAH

ADAKAH KELUMPUHAN ? Tanda lateralisasi


Stadium Diensefalon Mesensefalon Pons Medulla
Klinis oblongata
Derajat -Somnolens Koma Koma Koma
kesadaran -Stupor
Pola Pernafa -Eupnea CNH -CNH Apneustic
san -Cheyne Stoke Ataxic
-Apneustic
Tensi Stabil normal Tidak stabil Hipertensi Tensi drop
Nadi Stabil normal Mulai bradikardi Bradikardi Bradikardi
Suhu badan Normal Mulai naik Hipertermia Hipertermia
Kedudukan Bergerak kian Strabismus Diam di Diam di
bola mata kemari divergen tengah tengah
konjugat ipsilateral
Pupil Isokor Anisokor ipsilat Mid Position Midriasis ODS
Miosis Midriasis ipsilat fixed
(midriasis)
Stadium Diensefalon Mesensefalon Pons Medulla
Klinis Oblongata
R. Cahaya +/+ +/- -/- -/-
R. Bulu Mata +/+ +/+ -/- -/-
R. Cornea +/+ +/+ -/- -/-
R. Mata +/+ +/- ipsilat +/- -/-
Boneka
R. Kalorik +/+ +/- ipsilat +/- -/-
R. Muntah +/+ +/+ +/+ -/-
Sikap/tonus -Paratonia - Decorticate R. Decorticate R. Flaccid
-Decorticate R. Decerebrate R.

Neuro fokal + (unilateral) + (unilateral) Bilateral sulit dinilai


(sulit dinilai)

Anda mungkin juga menyukai