PEMERIKSAAN
NEUROLOGI
Isi Anamnesa
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit sekarang / kronologis
penyakitnya
Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat alergi
Kebiasaan pasien
2
CARA MELAKUKAN
ANAMNESIS .
ANAMNESIS yang baik membawa kita menempuh
setengah jalan kearah diagnosis yang tepat .
3
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS
– Mulai timbulnya
4
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS
5
CARA MELAKUKAN ANAMNESIS
6
CARA PEMERIKSAAN
KESADARAN .
PEMERIKSAAN KESADARAN:
• kwantitatif
• kwalitatif.
7
CARA PEMERIKSAAN KESADARAN .
CARA PEMERIKSAAN
KWANTITATIF (GLASGOW COMA
SCALE )
– MEMBUKA MATA.
– RESPONS VERBAL ( BICARA ).
– RESPONS MOTORIK ( GERAKAN ).
8
PENILAIAN GLASSGOW
COMA SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
EYE OPENING SPONTAN 4
DIPANGGIL 3
RANGSANG NYERI 2
9
10
PENILAIAN GLASSGOW
COMA SCALE (GCS)
TAMPAKAN SKALA NILAI
VERBAL ORIENTASI BAIK 5
RESPONSE
JAWABAN KACAU 4
KATA-KATA TIDAK 3
PATUT
(INAPPROPRIATE)
BUNYI TAK BERARTI 2
INCOMPREHENSIBLE
TIDAK BERSUARA 1
11
PENILAIAN GLASSGOW
COMA SCALE (GCS)
MOTOR SESUAI PERINTAH 6
RESPONSE
LOKALISASI NYERI 5
FLEKSI (DEKORTIKASI) 3
EKSTENSI 2
(DESEREBRASI)
TIDAK ADA RESPONSE 1
(DIAM)
12
13
14
CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.
SOMNOLEN :
Keadaan mengantuk . Kesadaran dapat pulih penuh bila
dirangsang . Somnolen disebut juga sebagai: letargi.
Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya pasien
dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri.
15
CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.
SOPOR ( STUPOR ):
Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat , namun
kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat
mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat
gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien
tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap
perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat
diperoleh jawaban verbal dari pasien..Gerak
motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih
baik.
16
CARA PEMERIKSAAN KWALITATIF.
TUJUAN:
Menegakan diagnosa
Menentukan penatalaksanaan dan perencanaan
perawatan
Mengevaluasi hasil pengobatan
Memberikan informasi sehubungan dengan aspek
hukum
Evaluasi hasil penelitian
Pemeriksaan mungkin mempunyai berbagai tujuan
TUJUAN PEMERIKSAAN
NEUROBEHAVIOR PADA FIT AND
PROPER TEST
Menilai kesehatan jasmani (termasuk otak) dan
rohani
Tingkat kesadaran
Cara pemeriksaan :
Tes mengulang angka
Forward Digit span
Backward Digit span
Contoh
2-5-8 , 1-4-2-5, 4-2-6-8-2-9, 2-5-2-4-8-2-4-7-5 dst.
6 Modalitas
1. Bicara spontan
2. Komprehensi (pemahaman)
3. Penamaan
4. Repetisi (Pengulangan)
5. Membaca
6. Menulis
Pengertian Afasia
Gangguan berbahasa (produksi
dan/atau pemahaman bahasa)
Bahasa merupakan
– Instrumen dasar komunikasi
– Dasar kemampuan kognitif
Stimulus Area auditif primer
auditif perifer Sistem auditif
(girus Hischl) pd
kedua lobus temporalis
Hemisfer Hemisfer
dominan non dominan
Area Corpus
Pusat Identifikasi asosiasi Calosum
kata auditif
AREA WERNICKE posterior
lobus temporalis
sup
Kelancaran Pemahaman Pengulangan Jenis
Baik Anomik
Baik
Buruk Konduksi
Lancar
Baik Transkortikal
sensorik
Buruk
Buruk Wernicke
Transkortikal
Baik Motorik
Baik
Buruk Broca
Tak Lancar Baik Transkortikal
camp
Buruk
Buruk Global
Pemeriksaan Sistem
Bahasa
Perhatikan :
1. berbicara spontan
2. komprehensi (pemahaman)
3. repetisi (mengulang)
4. menamai (naming)
5. membaca
6. menulis
Memori Segera
Memori segera atau pemanggilan segera merupakan pemanggilan
setelah rentang waktu beberapa detik, seperti pada pengulangan
deretan angka.
Amnesia antegrade
ketidak mampuan memepelajari materi baru setealah jejas
otak
Amnesia retrograd
amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas pada
otak.
Amnesia psikogenik
pasien memblok suatu kurun waktu. pasien ini tidak
menunjukkan defisit memori baru, ia dapat mempelajari
aitem baru sewaktu periode amnesia dan setelah periode
amnesia berlalu
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan memori tiap aspek pemerikasaan memori harus
diteliti yaitu memori segera, memori jangka pendek \ memori
baru dan memori rimot.
Memori verbal
Cara pemeriksaan :
Pemeriksa memeriksa orientasi penderita dengan
menanyakan :
• Indetitas pribadi ( nama, umur , tangal lahir dll )
• Tempat ( dimana saat ini berada)
• Waktu ( pagi, siang, sore, tanggal,
tahun dll.)
Memori visual
Cara pemeriksaan :
Pemeriksaan dengan menggunakan 5 obyek kecil, yang dapat dengan
mudah disembunyikan disekitar penderita, misalnya : pensil, sisir, mata
uang sendok dll. obyek ini disimpan disekitar penderita misalnya dibawah
kursi, dibawah bantal, didalam laci di kantung pemeriksa. Sewaktu
disembunyikan penderita melihatnya, kemudian perhatian penderita
dialihkan dengan cara penderita diajak bicara dengan diberikan beberapa
pertanyaan, setelah berselang 5 menit penderita kita tanyakan benda yang
kita simpan tadi dan dimana tempatnya.
Praksis
Integrasi motorik yg digunakan utk
melakukan gerakan kompleks yg bertujuan
Tugas konstruksional :
menggambar garis & balok, berguna dlm
deteksi penyakit otak organik
(HARUS DIMASUKKAN DLM PEMERIKSAAN STATUS MENTAL)
Ketdk mampuan melakukan tugas
konstruksional = apraksia konstruksional
kemampuan konstruksi :
– menggambar atau membangun gamb atau
btk 2 - 3 dimensi
– mencontoh atau menyalin gbr garis dg
pensil & kertas
– merekonstruksi bangunan balok
Kaku kuduk
Kernig
Brudzinski I
Brudzinski II
Brudzinski III
Brudzinski IV
Kaku kuduk dan Brudzinski I
Tes Kernig
Dikatan positif:
Sendi lutut tidak bisa
diekstensikan lebih dari
1350 karena nyeri
sepanjang N. ischiadicus
Terjadi fleksi
involunter pada lutut
kontralateral
Brudzinski II
Cara pemeriksaan.
•Ruang gelap
•Senter , Snellen Chart , Jaeger Chart ,
•Kartu Isihara
•Funduscop
•nformasi pemeriksaan.
Pengenalan warna
Pemeriksaan fundus
PEMERIKSAAN DAYA
PENGLIHATAN
N. Okularis
2. Pemeriksaan pupil
Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).
Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
98
GERAKAN BOLA MATA
NERVUS III, IV dan VI (Okulomotorius, Trokhlearis dan Abdusens)
SARAF OTAK III,IV,VI (NERVUS
OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)
4. refleks akomodasi.
Apabila mata melihat dekat maka, kedua otot rectus
medialis berkontraksi dan mata bergerak ke arah nasal
(Konvergensi), bersamaan dengan gerakan konvergensi,
otot silier berkontraksi juga sehingga menimbulkan
kontraksi pupil (Akomodasi).
102
Lintasan
Konvergensi dan
Akomodasi
PARESE N III Kanan
Kelumpuhan N.III
- Mata tdk dapat digerakkan keatas, kebawah dan ke nasal
- Waktu istirahat posisi mata (lateral bawah)
- Diplopia
- Ptosis (kelumpuhan m.levator palpebra)
- Pupil midriasis (paralisis m.spincter pupilae)
-gangguan reflek akomodasi
Kelumpuhan N.IV
- Terjadi diplopia jika melihat kebawah karena kelumpuhan
otot obliqus superior
- Mata memutar ke medial bawah
- Px biasanya kesulitan turun tangga dan membaca
Kelumpuhan N. VI
- Tidak bisa melirik kelateral
- Bila melihat kedepan akan terjadi diplopia dan strabismus
Nervus Trigeminus (V)
Ada dua bagian
. Sensorik (portio mayor)
. Motorik (portio minor) mengunyah
Menutup mulut
m.pterigoid lateralis
UMN
LMN
Cara Pemeriksaan
MOTORIK
Kondisi diam asimetris lipatan dahi, sudut mata, lipatan
nasolabial & sudut mulut perifer (+) nyata
Kondisi bergerak :
○ M.frontalis : mengangkat alis
○ M.Korugator supersilii : mengerutkan dahi
○ M.Nasalis : melebarkan cuping hidung
○ M.Orbicularis okuli : menutup mata
○ M.Orbicularis oris : mendekatkan & menekannkan ke2 bibir
M.Zigomaticus : tersenyum
M.Risorius :menyeringai/meringis
M.Bucinator : meniup
M.Mentalis : menarik ujung dagu ke
atas
M.Platysma : menarik bibir bwh &
sudut mulut ke bwh
Pemeriksaan :
Angkat alis & kerutkan dahi
perifer asimetris
Pejamkan mata
LAGOPTALMUS
Menyeringai (menunjukkan
gigi), mencucu bibir,
menggembungkan pipi
SENSORIK
Ggn n.cochlearis :
Tuli, Tinitus, Hiperakusis
Ggn n. Vestibularis
Gangguan keseimbangan
Saraf N VIII Cochlearis
Tipe TULI Tipe TULI
Konduksi Persepsi
A B TES DDx
RINNE
WEBER
Pemeriksaan Tuli
Suara bisik
Dg arloji
Garputala
Tes Weber
Tes Rinne
Tes Schwabach
Audiogram
TES RINNE
1
Keras yg mana ?
Kiri
Tuli Kanan
? Sakit 1 2 Sehat
Lateralisasi ke SAKIT Lateralisasi ke SEHAT
Tuli Konduksi Tuli Persepsi
SARAF OTAK VIII ( NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS
Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.
c. Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala
dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga pasien.
Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala
ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar
bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih
pendek ( untuk konduksi udara ). Kemudian garpu tala
dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid
pasien. Disuruh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak
mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid
pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka
dikatakan Schwabach ( untuk konduksi tulang ) lebih pendek.
121
NISTAGMUS
Menimbulkan nistagmus
Manuver Nylen Barany atau
Hallpike
Tes Kalori
○ Spuit 20 cc, jarum ukuran 15 ujung dilindungi karet diisi dg
air suhu 30 derajat
○ Semprotkan ke liang telinga 1 cc/detik
○ Amati arah gerak nistagmus, frekuensi, lamanya
○ Istirahat
○ Tes telinga lain, bandingkan
○ Utk evaluasi kondisi sensitivitas labirin (hipoaktif atau tdk
berfungsi)
Tes Romberg
Tes melangkah
Past pointing
n.IX dan X
SARAF OTAK IX & X( NERVUS
GLOSOFARINGEUS & NERVUS VAGUS)
Cara pemeriksaan:
– Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan
huruf “ a” . Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus
tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga
hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga
bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf ” a” dinding
pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan
tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik
kesisi yang sehat.
– Pemeriksa menggoreskan atau menyentuh dinding
pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas
maka tidak terjadi refleks muntah.
127
Pemeriksaan N. XI
M. Sterno Cleido Mastoideus
M. Trapezius
Pemeriksaan N XII
Pemeriksaan :
Saat lidah diam
Saat lidah digerakkan
133
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
1. Pengamatan.
Gaya berjalan dan tingkah laku.
Simetri tubuh dan ektremitas.
Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.
2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan
pemeriksa, misalnya:
– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
– Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
– Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
– Gerakan jari- jari kaki.
134
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.
Nyeri tekan.
Kontraktur.
Konsistensi ( kekenyalan ).
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada.
– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
– Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
– Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
– Kontraktur otot.
135
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
4. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang
bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2
detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah
diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien mixedema,
pasien dengan gizi buruk ).
136
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
5. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa
kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan
ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat
tahanan yang wajar.
137
138
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk
memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas
atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau
badan pasien dan ia disuruh menahan.
139
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
140
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
141
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
142
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
7. Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala
pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan
aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan
ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi
pada nukleus pengontrolnya. Susunan
ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus,
putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus
ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelum.
143
CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.
144
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya
lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah
gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum,
substansia nigra dan corpus subthalamicus.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama
lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan
menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau
torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus
kaudatus.
145
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Ballismus: gerakan involunter otot proksimal
ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan seorang yang melemparkan cakram.
Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan
berkas porel.
Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan
spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada
otot yang mengalami kerusakan motor neuron.
Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah
kulit.
146
147
148
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
8. Fungsi koordinasi.
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas
serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling
penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik
dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan
korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan
– lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum
serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “
Cerebellar sign “
149
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
– Test telunjuk hidung.
– Test jari – jari tangan.
– Test tumit – lutut.
– Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari
tangan.
– Test fenomena rebound.
– Test mempertahankan sikap.
– Test nistagmus.
– Test disgrafia.
– Test romberg.
150
151
152
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Test romberg positif: baik dengan mata terbuka
maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh
kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan
kestabilan ( bergoyang – goyang ).
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem
walking, dan menunjukkan gejala jalan yang khas
yang disebut “ celebellar gait “
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter
dengan tangan,lengan atau tungkai dengan halus.
Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.
153
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Gait dan Station.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein
memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan adanya
kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang
orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien
berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan
tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
• Jalan diatas tumit.
• Jalan diatas jari kaki.
• Tandem walking.
• Jalan lurus lalu putar.
• Jalan mundur.
• Hopping.
• Berdiri dengan satu kaki.
154
CARA PEMERIKSAAN SISTIM
MOTORIK.
Macam macam Gait:
Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan
secara sirkumduksi.
Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua
tungkai, misalnya spastik paraparese.
Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid
atau paralisis n. Peroneus.
Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang
berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya
otot gluteus.
Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak
membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan
panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan
yang pendek-pendek.
155
156
157
158
159
160
161
Chorea
Hemiballismus
Atetosis
Parkinson Gait
Tredelenburg gait
Steppage Gait
Hemiparetik Gait
Antalgic Gait
Waddling gait
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN SISTEM
SISTEM
SENSORIS
SENSORIS
sistem sensorik dapat dibagi 5 jenis
1. Suhu
2. Raba
3. Nyeri
Sensasi dalam atau propioseptif
1. Stereognosis
2. Fingeragnosis
4. Graphestesia
5. Barognosisi
5. Two Point Dis
6. RL Discriminasi
7. Extension phenomen
Two
point Stereognosis
tactile
discrimin
ation
GRAPHESTESIA
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
Rasa eksteroseptif.
– Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
– Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
– Berlebihnya rasa raba : HIPERTESIA.
Rasa Nyeri.
– Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
– Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
– Berlebihnya rasa nyeri : HIPERGESIA.
180
Nomenklatur untuk pemeriksaan sensorik.
Rasa suhu.
– Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA.
– Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
– Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA.
181
Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM.
a. rasa gerak : KINESTHESIA.
b. rasa sikap : STATESTESIA.
c. rasa getar : PALESTHESIA.
d. rasa tekan : BARESTHESIA.
Rasa DISKRIMINATIF.
– Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan:
STEREOGNOSIS.
– Mengenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS.
– Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS.
– Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit :
GRAMESTESIA.
– Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL.
– Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri :
AUTOTOPOGNOSIS.
182
PEMERIKSAAN REFLEKS.
183
Refleks superficial
Refleks dinding perut :
Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigastrik,
supraumbilical, infra Umbilical dari lateral ke medial.
184
Refleks superficial
Refleks cremaster :
Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah
medial dari atas ke bawah
185
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
Refleks biseps ( B P R ) :
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m. biseps brachii, posisi lengan setengah
ditekuk pada sendi siku.
Refleks triceps ( T P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 )
Efferenst : idem
186
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
187
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
Refleks patella ( K P R ) :
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.
quadriceps Femoris.
Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 )
Afferent : idem
Refleks achilles ( A P R )
Stimulus : ketukan pada tendon achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.
gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : idem
188
Refleks fisiologis ( tendon / periosteum )
- Klonus lutut :
Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah
distal
Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps
femoris selama stimulus berlangsung.
- Klonus kaki :
Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal,
posisi tungkai fleksi di sendi lutut.
Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama
stimulus berlangsung.
189
Refleks patologis
- Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(fanning) jari – jari kaki.
- Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral,
sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski
190
Refleks patologis
- Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari
proksimal ke distal
Respons : seperti babinski
- Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski
191
Refleks patologis
- Schaffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons : seperti babinski
- Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat
Respons : seperti babinski
- Stransky
Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima
Respons : seperti babinski
- Rossolimo
Stimulus : pengetukan pada telapak kaki
Respons : fleksi jari – jari kaki pada sendi interphalangealnya
192
Refleks patologis
- Mendel - Bechterew
Stimulus : pengetukan dorsum pedis pada daerah os
cuboideum
Respons : seperti rossolimo
- Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya
berefleksi
193
Refleks patologis
- Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman
- Leri
Stimulus : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan sikap
lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap keatas
respons : tidak terjadi fleksi di sendi siku
- Mayer
Stimulus : fleksi maksimal jari tengah pasien kearah telapak
tangan.
Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari.
194
Refleks Primitif
- Sucking refleks
Stimulus : sentuhan pada bibir
Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah seolah
– olah menyusu
- Snout refleks
Stimulus : ketukan pada bibir atas
Respons : kontraksi otot – otot disekitar bibir / dibawah
hidung (menyusu)
195
Refleks Primitif
- Graps refleks
Stimulus : penekanan / penempatan jari si pemeriksa
pada telapak tangan pasien.
Respons : tangan pasien mengepal
196
Tes
Tes Provokasi
Provokasi
.Lasegue Sign
Tanda Lasegue.
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring
lalu kedua tungkai diluruskan ( diekstensikan ) , kemudian
satu tungkai diangkat lurus, difleksikan pada persendian
panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam
keadaan ekstensi ( lurus ) .
Keadaan normal dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum
timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan
tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut tanda
Lasegue positif.
Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60 derajat.
198
199
200
Crossed Lasseque
202
Lhermitte
Tinel test
Modifikasi test Laseque yaitu:
– Test dari Bragard :Straight Leg Raising Test kemudian
diikuti dengan dorsofleksi kaki .
Tanda laseque test akan positif pada derajat yang
lebih kecil.
Bowtring Sign.
Penekanan pada fossa Poplitea diatas N.ishiadikus
menimbulkan rasa sakit dipunggung atau kaki.
205
Test untuk membangkitkan rasa nyeri di sendi
panggul/sakroiliaka.
– Test dari Patrick = F-AB-BR-E Sign.
Tumit / maleolus tungkai yang sakit diletakkan pada
tungkai yang lain kemudian diadakan penekanan pada lutut
yang difleksikan itu kemudian timbul gerakan fleksi,
abduksi, ekso rotasi dan ekstensi dan ini akan menimbulkan
rasa nyeri di sendi panggul yang ada kelainannya.
– Test dari contra Patrick.
Dilakukan tindakan kebalikan dari test Patrick lalu timbul
pula rasa nyeri di sendi sakroiliaka.
206
Patrick Sign
Test Homan
Pasien dibaringkan terlentang dan tungkai diluruskan lalu
kaki didorsofleksikan pada sendi pergelangan kaki lalu
timbul rasa nyeri dibetis.
Pasien berbaring terlentang, tungkai diluruskan lalu lakukan
palpasi pada betis dan sekitarnya kemudian timbul rasa
nyeri.
208
PEMERIKSAAN
Pasien KOMA
Teknik Pemeriksaan
KOMA
Penurunan
Kesadaran
Metabolik Neurologis
Onset
symptoms before onset
Riw Penyakit Dahulu
Life style (drug, food, toxic)
Pemeriksaan Intern
Tanda vital ( vital sign )
- Tekanan darah,nadi ,suhu badan, respirasi.
Bau pernafasan
(amoniak,aseton,alcohol,dll)
Kulit
(turgor,warna,bekas injeksi dan luka-luka karena
trauma).
Rhinorrhoe Otorrhoe
Fraktur
Basis Kranii .. (2)
Battle’s sign
(Post auricular ecchymosis)
Raccoon eyes
(Periorbital ecchymosis)
CONT.
Leher
Apakah terdapat fraktur vertebra servikalis?
Kalau yakin tidak ada periksalah KAKU
KUDUK
Toraks
Periksalah jantung dan paru secara teliti
Ektremitas
Apakah ada sianosis pada ujung jari ?.
Apakah ada edema pada tungkai ?.
PEMERIKSAAN MENINGEAL SIGN
1. Kaku KUDUK
Px tidur telentang, tanpa bantal
Putar kepala kekanan – kiri
Flexikan kepala sampai dada
apnestik
Apnoe
Pernafasan Cheyne Stokes
Okulovestibular
– Negatif koma dalam karena lesi batang otak
Reflek Cephalik
Batang otak merupakan tempat inti (nucleus central),
dengan memeriksa reflek inti tersebut kita dapat
mengetahui letak proses dibatang otak
•Reflek pupil
mesencephalon
•Doll’s eye fenomen Pons.
•Reflek oculo auditorik Pons
•Reflek oculovestibuler .( Kalori test). Pons
•Reflek kornea. Pons
•Reflek muntah. Medula Obl
Fungsi traktus piramidalis
kerusakan pada saraf pusat, amat sering terganggu
koma metabolik.
REFLEK CAHAYA
REFLEK KORNEA
REFLEK MUNTAH