Anda di halaman 1dari 39

Onkologi THT

Hans Natanael (1015129)


Preceptor: dr. Yan Edwin Bunde, Sp. THT - KL
Ca Laring

Ca Nasofaring

Ca Sinonasal

Angiofibroma
Ca Laring
Klasifikasi Ca Laring
Tumor jinak laring(5%)
• Papiloma laring (terbanyak frekuensinya)
• Adenoma
• Kondroma
• Mioblastoma sel granuler
• Hemangioma
• Lipoma
• Neurofibroma
Tumor ganas laring
Pendahuluan
• RSCM: ketiga (Ca nasofaring, Ca hidung dan sinus paranasal)
• WHO: 1,2 orang per 100.000 meninggal
• Etiologi: ?
• Merokok
• Alkohol
• Terpajan oleh sinar radioaktif
• PENTING!!  diagnosis dini, tindakan kuratif tepat
• Tujuan pengobatan:
• Mengeluarkan laring yang terkena
• Memperhatikan fungsi respirasi, fornasi, serta sfingter laring
Klasifikasi
• Supraglotik
• Glotik
• Subglotik
• Transglotik
Gejala Klinis
• Serak
• Dyspnoe dan stridor
• Nyeri tenggorokan
• Disfagia
• Batuk dan hemoptisis
• GK lain: referred pain ke telinga,
halitosis, penurunan BB
• Pembesaran KGB
• Nyeri tekan laring
Diagnosis
• Anamnesis dan pemeriksaan klinis
• Pemeriksaan laring:
Tidak langsung  kaca laring
Langsung  laringoskopi
• Pemeriksaan laboratorium darah
• Pemeriksaan radiologi:
• foto thorax
• CT scan

DIAGNOSA PASTI  Biopsi laring


Klasifikasi UICC
1. Tumor primer (T)
a. Supra glottis :
T is: tumor insitu
T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l
T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal
T1a: tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika
ariepiglotika, ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.
T1b: tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga
ventrikel atau pita suara palsu
T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya
infiltrasi ke dalam.
T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring
b. Glotis :
T is :tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan
posterior) dengan pergerakan normal
T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli
T 1b : tumor mengenai kedua pita suara
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis
maupun subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau
terganggu.
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua
pita suara
T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring
c. Sub glotis :
T is :tumor insitu
T 0 : tak jelas adanya tumor primer
T 1 : tumor terbatas pada subglotis
T 1a: tumor terbatas pada satu sisi
T 1b: tumor telah mengenai kedua sisi
T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua
pita suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu
T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita
suara
T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar
laring.
2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
N x : kelenjar tidak dapat dinilai
N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar.
N 1 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter ≤ 3 cm
N 2 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6 cm
atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤6 cm
N 2a:klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - ≤ 6
cm.
N 2b:klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤ 6 cm
N 3:kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral
N 3 a :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm
N 3 b :klinis terdapat kelenjar bilateral
N 3 c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral
3. Metastase jauh (M)
M 0 : tidak ada metastase jauh
M 1 : terdapat metastase jauh

4. Stadium :
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1, T2, T3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0, M0
Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1
Penatalaksanaan
Stadium Penatalaksanaan
I radiasi
II operasi
III operasi
IV operasi + rekonstruksi, bila masih memungkinkan

Jenis pembedahan:
• Laringektomi totalis
• Laringektomi parsialis
• Diseksi leher radikal
Rehabilitasi:
• Vibrator di submandibula
• Esophageal speech
Ca Nasofaring
Pendahuluan
• TERSERING!!
• Diagnosis dini sulit
• Etiologi: EBV
• Faktor risiko:
• laki-laki
• ras mongoloid
• makanan diawetkan
• genetik
Gejala klinis
• Gejala nasofaring: epistaksis
ringan, sumbatan hidung
• Gejala telinga: tinnitus, otalgia
• Gejala mata dan saraf: diplopia,
neuralgia trigeminal,
• Metastasis/gejala leher: benjolan
Diagnosis
• CT scan kepala dan leher
• Serologi IgA anti EA dan VCA untuk virus EB
• DIAGNOSA PASTI  Biopsi nasofaring
• dari hidung (blind biopsy)
• melalui mulut (kateter nelaton)
• Histopatologi:
• sel skuamosa (berkeratinasi)
• tidak berkeratinisasi
• tidak berdiferensiasi
Klasifikasi UICC
1. Tumor primer (T)

T 0: tidak tampak tumor


T 1 : tumor terbatas di nasofaring
T 2 : tumor meluas ke jaringan lunak
T2a: ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa ke parafaring
T2b: disertai ke parafaring
T 3 : tumor menginvasi stukur tulang dan/atau sinus paranasal
T 4 : tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau keterlibatan
saraf kranial, fossa intratemporal, hipofaring, orbita, atau
ruang mastikator
2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)
N x : kelenjar tidak dapat dinilai
N 0 : tidak ada pembesaran
N 1 :metastasis KGB unilateral, ukuran terbesar ≤6 cm, di atas fossa
supraklavikula
N 2 : metastasis KGB biilateral, ukuran terbesar ≤6 cm, di atas fossa
supraklavikula
N 3: metastasis KGB biilateral, ukuran terbesar >6 cm, atau di dalam
fossa supraklavikula
N 3 a :ukuran lebih dari 6 cm
N 3 b :di dalam fossa supraklavikula
3. Metastase jauh (M)
M 0 : tidak ada metastase jauh
M 1 : terdapat metastase jauh
stadium T N M
0 1s 0 0
I 1 0 0
IIA 2a 0 0
IIB 1 1 0
2a 1 0
2b 0,1 0
III 1 2 0
2a, 2b 2 0
3 2 0
IVa 4 0,1,2 0
IVb semua 3 0
IVc semua semua 1
Penatalaksanaan
stadium penatalaksanaan
I radiasi
II kemoradiasi
III kemoradiasi
IV kemoradiasi
N > 6 cm: kemoterapi dosis penuh, lanjut kemoradiasi

Kemoterapi: mitomycin C + 5-fluorouracil


Indikasi pembedahan:
•benjolan tidak menghilang pada penyinaran
•benjolan timbul kembali setelah penyinaran
Syarat pembedahan:
•tumor induk sudah hilang
•tidak ada metastasis jauh
Prognosis
• 5-year survival rate
• I: 76,9%
• II: 56,0%
• III: 38,4%
• IV: 16,4%
• Rekurensi: tersering < 5 tahun
Ca Sinonasal
Pendahuluan
• Jarang ditemukan; diagnosis dini sulit
• RSCM: 10-15% keganasan di THT
• Etiologi dan faktor risiko:
• zat kimia/bahan industry (nikal, debu kayu, formaldehid, kromium, minyak
isopropyl, dll)
• Alkohol, asap rokok, makanan yang diasin atau diasap
• Laki-laki
• Histopatologi:
• karsinoma sel skuamosa
• kanker kelenjar liur
• adenokarsinoma
Gejala klinis
• gejala nasal: obstruksi, rinorea, epistaksis, deformitas, ingus berbau
• gejala orbital: diplopia, proptosis, oftalmoplegia, gangguan visus
• gejala oral: penonjolan/ulkus di palatum/proc. alveolaris
• gejala fasial: penonjolan pipi, nyeri, anestesia, parestesia
• gejala intrakranial: nyeri kepala hebat, oftalmoplegia, gangguan visus,
likuorea
Diagnosis
• foto polos sinus paranasal
• CT scan
• MRI
• foto thorax
Klasifikasi IUCC
T1 : tumor terbatas di mukosa sinus, paling berat T4 sudah meluas sampai
ke orbita, sinus sfenoid dan frontal dan/atau rongga intrakranial

N x : kelenjar tidak dapat dinilai


N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar.
N 1 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter ≤ 3 cm
N 2 :klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6 cm
atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter ≤6 cm
N 2a:klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - ≤ 6

M : Metastase, menggambarkan metastase jauh


M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.
Penatalaksanaan & prognosis
• Kemoterapi
• Pembedahan:
• maksilektomi medial, total,
radikal
• eksenterasi orbita
• kraniotomi
• KI bedah: metastasis jauh,
sinus kavernosus bilateral,
orbita bilateral
• Survival rate: 75% (agresif)
Juvenile
Nasopharynx
Angiofibroma
Pendahuluan
• Histologik jinak, klinis ganas
• etiologi: ?
• teori jaringan asal
• ketidakseimbangan hormonal
• Banyak pada remaja laki-laki
• 7-19 tahun
• jarang >25 tahun
Patogenesis
posterolateral choanae

Tepi posterior septum Lateral ke foramen sfenopalatina


Membentuk tonjolan massa
mendorong septum
fissura pterigomaxillaris

fossa intratemporalis
-benjolan di pipi
-”rasa penuh” di wajah

Mata (“muka kodok”)


intrakranial
Gejala klinik
• hidung tersumbat progresif
• epistaksis masif berulang
• gangguan penciuman
• otalgia
• cephalgia
Klasifikasi (Session)
• IA: terbatas di nares postrior dan atau nasofaring
• IB: meliputi nares posterior dan atau nasofaring dengan mnimal 1
sinus paranasal
• IIA: meluas sedikit ke fossa pterigomaksila
• IIB: memenuhi fossa pterigomaksila tanpa mengerosi tulang orbita
• IIIA: mengerosi dasar tengkorak dan meluas sedikit ke intrakranial
• IIIB: meluas ke intrakranial dengan/tanpa ke sinus kavernosus
Klasifikasi (Fisch)
• I: terbatas di rongga hidung, nasofaring, tanpa mendestruksi tulang
• II: mengivasi fossa pterigomaksila, sinus paranasal dengan destruksi
tulang
• III: menginvasi fossa intratemporal, orbita dengan atau regio paraselar
• IV: menginvasi sinus kavernosus, regio chiasma optik, fossa pituitaria
Diagnosis
• Pemeriksaan fisik:
• tumor, konsistensi kenyal
• nasofaring: keunguan
• luar nasofaring: putih/abu
• muda: merah muda, tua: kebiruan
• Pemeriksaan penunjang:
• foto anteroposterior, lateral, Waters  Holman Miller sign
• MRI
• Arteriografi a. carotis externa (a. maksila interna homolateral)
• biopsi  TIDAK DILAKUKAN (mengakibatkan perdarahan massif)
Penatalaksanaan

• Pembedahan
Transpalatal
Rinotomi lateral
Rinotomi sublabial
+ kraniotomi frontotemporal
• Hormonal: flutamid
• Radioterapi

Anda mungkin juga menyukai