Oleh:
Kelompok 2 kelas A-2
Kelompok 2
Faktor presipitasi:
a. Absolut Hipovolemia: Perdarahan eksternal (perdarahan dari cidera,
pembedahan, GI bleeding). Kehilangan cairan tubuh (nuntah-muntah, diare,
diabetes insipidus, diabetes militus.
b. Relatif Hypovolemia: pengumpulan darah atau cairan (obstruksi saluran
pencernaan), perpindahan cairan (luka bakar, asites), internal bleeding (faktur
tulang panjang), hemothoraks, Vasodilatasi (sepsis)
Manifestasi Klinis:
a. CRT ↓
b. Urin Output ↓
c. Kulit: pucat, dingin, lembab
d. Ansietas, bingung
CARDIOGENIC SHOCK
Shock Kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Faktor Presipitasi:
a. Disfungsi sistolik: ketidakmampuan jantung untuk memompa darah. Contonya:
infrak miokard
b. Disfungsi diastolick: ketidakmampuan jantung untuk mengisi selama diastole.
Contoh: hipertropy ventrikel
c. Disritmia
d. Faktor structural. Contoh: stenosis atau regugirtasi
Faktor Presipitasi: obstruksi fisik yang menghambat pengisian atau aliran darah
sehingga mengurangi cardiac output. Contoh : tamponade jantung, tension
pneumothorax , sindrom vena kava superior, kompartemen sindrom pada abdomen,
emboli paru.
Manifestasi Klinis:
a. Tekanan darah turun
b. Urin output turun
c. Kulit: pucat, dingin, lembab
d. Perfusi serebral menurun: ansietas, bingung
DISTRIBUTIF SHOCK
NEUROGENIC SHOCK
Pada Shock neurogenic terjadi vasodilatasi sebagai akibat dari hilangnya tonus
simpatis. Tekanan dalam pembuluh darah menjadi terlalu rendah untuk mendorong
nutrisi melintasi membran kapiler, dan metabolisme sel terganggu.
Faktor presipitasi:
a. Efek hemodinamik akibat adanya cedera tulang belakang dan/atau penyakit pada
atau diatas T5
b. Anastesi spinal
c. Depresi pusat vasomotor. Contoh : nyeri hebat, obat-obatan, hipoglikemia, cedera
Manifestasi Klinis:
a. Penurunan tekanan darah
b. Suhu tubuh tidak stabil naik dan turun
c. Brakikardi
d. Disfungsi kandung
e. Perfusi kulit menurun
DISTRIBUTIF SHOCK
ANAFILATIK SHOCK
Shock ini disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah
membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) tersebut.
Manifestasi Klinis:
a. Gatal dari meatus auditorius eksternal
b. Dyspnea
c. Laring edema (stridor) dan mengi (bronkospasme).
d. Palpitasi dan takikardia
e. Mual, muntah dan sakit perut
f. Merasa pingsan
g. Kehilangan kesadaran.
DISTRIBUTIF SHOCK
SEPTIK SHOCK
Shock septik adalah bentuk paling umum dari Shock distributif oleh infeksi yang
menyebar luas dalam pembuluh darah.
Faktor presipitasi
a. Infeksi. Contoh : Pneumonia, peritonitis, saluran kemih, saluran napas, prosedur
invasive, kateter menetap
b. Pasien berisiko. Contoh : lansia, pasien dengan penyakit kronis (mis. Diabetes
mellitus,penyekit ginjal kronis, gagal jantung), pasien yang menerima terapi
imunosupresi atau pasien malnutrisi atau lemah
Manifestasi Klinis:
a. Demam
b. Hipertensi paru
c. Edema interstisial
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
KARDIOGENIK
a.
SHOCK
Tes radiologik: Radiografi dada mungkin normal atau terdapat edema paru-paru
b. GDA: Alkalosis respiratori awal yang berlanjut menjadi asidosis metabolik;
terdapat hipoksemia dan hipokapnia.
c. Pemeriksaan laboratorium: Penurunan konsentrasi natrium urin, peningkatan
osmolalitas urin, peningkatan berat jenis urin; hitung sel darah merah,
hemoglobin, dan hematokrit normal; leukositosis, peningkatan BUN, kreatinin
serum, K+ dan Ca+.
d. EKG: Takikardia, disritmia ventrikular
a.
NEUROGENIC SHOCK
Tes radiologik: Radiografi spinal memperlihatkan fraktur servikalis atau cedera
tulang belakang.
b. GDA: Alkalosis respiratori awal yang berlanjut menjadi asidosis metabolik;
mungkin terdapat hipoksemia dan hipokapnia.
c. Pemeriksaan laboratorium: Penurunan konsentrasi natrium urin, peningkatan
osmolalitas urin, peningkatan berat jenis urin; hitung sel darah merah,
hemoglobin, dan hematokrit normal; peningkatan BUN, kreatinin serum.
d. EKG: Frekuensi nadi jantung normal atau pelan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ANAFILATIK SHOCK
a. Tes radiologik: Radiografi dada menyatakan edema paru-paru, bronkokonstriksi,
edema faring dan laring.
b. GDA: Alkalosis respiratori ada pada awalnya, tetapi asidosis metabolik terjadi
sebagai shock lanjut; terdapat hipoksemia dan hipokapnia.
c. Pemeriksaan laboratorium: Hitung sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit
meningkat; peningkatan sirkulasi histamin, K+ dan Ca+, peningkatan berat jenis
urin, penurunan konsentrasi natrium urin, dan leukositosis.
d. EKG: Perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, disritmia
PENATALAKSANAAN
A: Pastikan jalan napas pasien tidak terhalang; periksa napas mereka.
B: Perawat harus waspada dalam mendeteksi hiperventilasi terjadi di alkalosis
respiratorik yang menyebabkan kelelahan otot pernafasan. Jika ini terjadi, pasien
mungkin perlu ventilasi untuk membantu pernapasan.
C:
1. Pantau tanda-tanda vital (suhu tubuh, denyut nadi dan laju respirasi, tekanan
darah, saturasi oksigen - menggunakan pulse oksimeter) setiap setengah jam
untuk pasien berisiko terkena shock
2. Pasien dapat dihubungkan ke monitor EKG untuk menilai status jantung.
3. Periksa CRT
4. Periksa nyeri dada dan amati bibir dan kuku jari jika terdapat sianosis.
5. Memantau kondisi kulit terutama warna dan suhu, karena dapat menunjukkan
keparahan syok.