Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

DIAGNOSA MEDIS OSTEOSARCOMAYANG MENGALAMI


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI
DAN MOBILITAS FISIK DI RUANG BONA I
RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

Oleh :
KELOMPOK 11
1. Meviana Dwi Ariyani, S.Kep 131613143006
2. Ersy Rosantri Faah, S.Kep 131613143038
3. Agnes Sevelina Anggraeni, S.Kep 131613143043
4. Muhammad Syaltut, S.Kep 131613143047
5. Suryo Hermawan, S.Kep 131613143099

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Diagnosa Medis


Osteosarcoma yang Mengalami Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi dan
Mobilitas Fisik di Ruang Bona I RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah
dilaksanakan mulai tanggal 5 September 2016 sampai dengan 9 September 2016
dalam rangka pelaksanaan Profesi Keperawatan Dasar.
Telah disetujui untuk dilaksanakan seminar Profesi Keperawatan Dasar.

Disahkan tanggal, 27 September 2016

Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Iqlima Dwi Kurnia, S.Kep., Ns.M.Kep Dwi Endah M, S.Kep., Ns


NIK. 139131743 NIP.196704121997032003

Mengetahui

Kepala Ruangan Bona 1

Erna Supatmini, S.Kep., Ns.


197111301994032003

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2. Tujuan ........................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum ...................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus ..................................................................................2
BAB II RESUME KASUS ......................................................................................3
1.1 Identitas Pasien ..........................................................................................3
1.2 Pengkajian ..................................................................................................3
1.2.1 Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual) ....3
1.2.2 Pengkajian Fisik ...............................................................................6
1.2.3 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................8
1.3 WOC Kasus ...............................................................................................9
1.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan ..............................................................10
1.5 Tindakan Keperawatan yang Telah Dilakukan .......................................10
1.6 Evaluasi ....................................................................................................12
BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................13
3.1 Hambatan Mobilitas Fisik pada Pasien dengan Diagnosa Medis
Osteosarkoma .................................................................................13
3.2 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh pada
Pasien dengan Diagnosa Medis Osteosarkoma ..............................18
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................22
4.1 Kesimpulan ..............................................................................................22
4.2 Saran ........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Osteosarkoma merupakan salah satu jenis yang paling umum dari
tumor ganas yang dimulai di tulang. Tumor ganas yang dimulai dari sel-sel
penyusun tulang (ACS, 2015). Sarkoma osteogenik sering terdapat pada
pria dengan usia 10-25 tahun (Suratun, 2008). Tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut
(Price, 2002).
Menurut WHO tahun jumlah penderita kanker 6.25 juta orang. Di
Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker diantara 100.000
penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar
11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya
dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang
menderita kanker per tahun. Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru
besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun
waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri
dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak
(28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas
yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 %
dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang
90% kasus datang dalam stadium lanjut.
Seseorang yang terdiagnosa osteosarkoma akan dilakukan tes untuk
mengetahui penyebaran sel kanker ke bagian tubuh lainnya. Pengobatan
dilakukan dengan proses pembedahan untuk mengangkat tumor secara
keseluruhan, pada kondisi tertentu tulang-tulang tak bisa diselamatkan lagi.
Terkadang tulang harus diamputasi untuk mencegah menyebarnya kanker.
Tindakan amputasi tersebut akan menggangu kemampuan mobilitas fisik
dari klien itu sendiri.Selain itu,untuk meminimalisasi penyebaran kanker
dilakukan pengobatan dengan kemoterapi. Kemoterapi dapat menyebabkan

1
2

berkurangnya nafsu makan, mual, muntah, sehingga perlu diberikan nutrisi


yang adekuat (Smeltzer& Brenda, 2001).
Berdasarkan permasalahan di atas, sebagai seorang perawat
profesional mempunyai peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan dasar
manusia sebagai tugas utama dalam menerapkan asuhan keperawatan yang
tepat. Proses keperawatan merupakan suatu jawaban untuk pemecahan
masalah dalam keperawatan, karena proses keperawatan merupakan metode
ilmiah yang digunakan secara sistematis dan menggunakan konsep dan
prinsip ilmiah yang digunakan secara sistematis dalam mencapai diagnosa
masalah keperawatan, merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menentukan
tindakan dan mengevaluasi mutu serta hasil asuhan keperawatan.

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien denganOsteosarkoma.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui anatomi fisiologi tulang
2. Mengetahui tentang penyakit Osteosarkoma
3. Mengetahui tentang mobilitas fisik pada pasien dengan Osteosarkoma
4. Mengetahui pengelolaan mobilitas fisik pada pasien osteosarkoma
5. Mengetahui pentingnya nutrisi bagi pasien osteosarkoma
6. Mengetahui kebutuhan nutrisi pada pasien osteosarkoma
7. Mengetahui proses asuhan keperawatan dari penyakit Osteosarkoma?
BAB II

RESUME KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : An. F
Umur :16 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum kawin
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Gili Air, Mataram
Tanggal Masuk : 31 Agustus 2016
Tanggal Pengkajian : 5 September 2016
No. Register : 1247xxx
Diagnosa Medis : Osteosarcoma
1.2 Pengkajian

1.2.1 Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)

a. Pola bernapas
Sebelum sakit
Normal tidak ada sesak nafas,
Saat sakit
Normal tidak ada sesak nafas, RR 24x/menit, irama regular, suara nafas
vesikuler, tidka ada pernapasan cuping hidung
b. Pola makan-minum
Sebelum sakit
Normal, mandiri, makan 3 kali sehari habis 1 porsi
Saat sakit
Nafsu makan menurun, hanya menghabiskan setengah porsi. Pasien
mengatakan nafsu makan menurun setelah mendapatkan terapi

3
4

kemoterapi. Pasien merasakan mual muntah akibat kemoterapi sehingga


nafsu makannya menurun.
c. Polaeliminasi
Sebelum sakit
BAK dan BAB spontan
Saat sakit
BAK dan BAB spontan, teratur, butuh bantuan. BAB sehari sekali,
konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan. BAK 750 cc / hari, warna
kuning jernih
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit
Tidak mengalami kelemahan fisik, bergerak bebas
Saat sakit
Gerakan terbatas, berjalan menggunakan alat bantu karena kehilangan
kaki sebelah kanan sehingga fungsi keseimbangan ekstremitas bawah
terganggu. Kekuatan otot 5 5
x 5
e. Polaistirahat dan tidur
Sebelum sakit
Normal, 8 jam per hari
Saat sakit
Istirahat dan tidur bertambah menjadi 9-10 jam perhari, pasien
mengatakan dapat tidur nyenyak dan bangun tidur dengan keadaan
yang lebih segar karena sudah beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit
f. Pola berpakaian
Sebelum sakit
Dapat menggunakan pakaian secara mandiri
Saat sakit
Perlu bantuan untuk memakai pakaian. Pasien berganti pakaian satu hari
sekali, baju rapih, bersih, dan tidak bau
g. Polarasa nyaman
5

Sebelum sakit
Pasien merasa nyeri pada lutut sebelah kanan yang mengalami
pembengkakan. Lutut tersebut mengalami osteosarcoma
Saat sakit
Setelah tindakan amputasi pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri, tidak
ada keluhan mengenai kenyamanan
h. Pola aman
Sebelum sakit
Pasien merasa aman karena tinggal bersama keluarga
Saat sakit
Pasien merasa aman karena ada ibunya yang selalu menjaganya di rumah
sakit. Pasien mudah beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dan
mudah membangun relasi dengan petugas kesehatan di rumah sakit
maupun dengan pasien lainnya.
i. Polakebersihan diri
Sebelum sakit
Kebersihan diri pasien terpenuhi total secara mandiri
Saat sakit
Kebersihan diri pasien terpenuhi total secara total dengan bantuan. Pasien
mandi satu hari 2 kali, kuku pendek dan bersih, mulut dan gigi bersih
(gosok gigi 1 kali sehari), tempat tidur rapi dan bersih, barang-barang di
meja tertata rapi
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit
Komunikasi lancar, tidak ada gangguan
Saat sakit
Komunikasi lancar, tidak ada gangguan. Saat pengkajian pasien
menjawab semua pertanyaan dengan baik dan terbuka, pasien
menanggapi secara aktif topik pembicaraan yang diajukan saat
pengkajian.
k. Polaberibadah
Sebelum sakit
6

Kebutuhan ibadah terpenuhi


Saat sakit
Kebutuhan ibadah terpenuhi
l. Pola produktifitas
Sebelum sakit
Pola produktivitas pasien terpenuhi dengan bersekolah
Saat sakit
Pola produktivitas pasien tidak terpenuhi karena pasien tidak bisa
bersekolah selama sakit. Pasien menyediakan waktu setiap hari untuk
belajar di rumah sakit. Pasien jarang bermain karena tidak ada pasien
yang sebaya dengannya, pasien lebih suka bermain game di telepon
genggamnya.
m. Pola rekreasi
Sebelum sakit
Terpenuhi
Saat sakit
Tidak terpenuhi, karena keterbatasan mobilitas. Pasien tidak mengikuti
terapi bermain yang ada di ruangan, kadang-kadang pasien berjalan-jalan
di taman saat pagi hari bersama ibunya. Pasien mengatakan suka
menonton televisi di ruang perawat jika dia merasa bosan.
n. Pola kebutuhan belajar
Sebelum sakit
Terpenuhi , pasien belajar 2 jam perhari
Saat sakit
Terpenuhi, pasien belajar 2-4 jam perhari

1.2.2 Pengkajian Fisik

a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran :komposmetis / apatis / somnolen / spoor/koma
GCS :Verbal:5 Psikomotor: 6 Mata :4
b. Tanda-tandavital :
Nadi :100 x/menit Suhu: 36,70C TD : 110/80 mmhg RR :24x/menit
7

c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher:
Normal, tidak ada gangguan
2) Dada :
Paru
Dada simetris, suara nafas vesikuler
Jantung
Normal, irama regular, S1tunggal, CRT 1 detik
3) Payudara dan ketiak :
Normal, tidak ada gangguan
4) Abdomen:
Supel, tidak ada distensi atau asites, bising usus 12x/menit
5) Genetalia:
Normal, bersih
6) Integumen :
Luka operasi amputasi bersih dan kering, tidak ada tanda infeksi, akral
: hangat, kering, merah
7) Ekstremitas:
Atas
Normal
Bawah
Amputasi kaki sebelah kanan, operasi amputasi dilakukan sejak bulan
Juli 2016, pasien sudah menerima keadaan fisiknya pasca amputasi.
Tidak ada kekakuan sendi, tidak ada atropi, tidak nyeri, tidak ada
penurunan sensori persepsi
8) Neurologis:
Status mental dan emosi :
Normal
Pengkajian saraf kranial :
-
Pemeriksaan refleks :
-
8

1.2.3 Pemeriksaan Penunjang

1) Data laboratorium yang berhubungan


Hb: 8,2, Leukosit: 2000, Limfosit: 87
2) Pemeriksaan radiologi
Xray
3) Hasilkonsultasi
-
4) Pemeriksaanpenunjang diagnostik lain
-
9

1.2.4 Analisa Data


INTERPRETASI MASALAH
DATA
(Sesuai dengan patofisiologi) KEPERAWATAN
DS: Kemoterapi Ketidakseimbangan
Pasien mengeluh mual nutrisi kurang dari
muntah sehingga nafsu Mual, muntah kebutuhan tubuh
makan menurun. (00002)
Nafsu makan menurun
DO:
A: Berat badan turun 10 Berat badan menurun
kg
B: Hb: 8,2 Ketidakseimbangan nutrisi
C: Intake oral cairan 1200 kurang dari kebutuhan tubuh
ml/ hari
D: Makanan habis
setengah porsi saja

DS: Osteosarcoma Hambatan


Pasien mengatakan mobilitas fisik
kesulitan untuk berpindah Amputasi kaki kanan (00085)
tempat dan butuh bantuan
Fungsi ekstremitas bawah
DO: Pasien banyak terganggu
menghabiskan waktu di
tempat tidur Hambatan mobilitas fisik

1.3 WOC Kasus

Terlampir
10

1.4 Prioritas Diagnosa Keperawatan

TANGGAL / DIAGNOSA
TANGGAL
NO JAM KEPERAWATAN Ttd
TERATASI
DITEMUKAN (NANDA)
1 5 September Ketidakseimbangan 5/9/16
2016 / 11.00 nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
mual muntah
2 6 September Hambatan mobilitas 7/9/16
2016 / 12.30 fisik berhubungan
dengan amputasi kaki
kanan.

1.5 Tindakan Keperawatan yang Telah Dilakukan

Hari/ No
TindakanKeperawatan Evaluasi proses Ttd
Tgl/Jam Dx
S: Mau makan
Senin,5/9/16
1 sedikit demi sedikit
11.30
1. Memberikan edukasi O: Porsi makan
tentang kebutuhan habis , kurang
nutrisi pasien bersemangat saat
2. Menganjurkan makan
pasien untuk makan, A: Nutrisi kurang
selagi makanan dari kebutuhan
masih hangat tubuh teratasi
3. Menganjurkan sebagian
keluarga pasien P: - Intervensi
untuk membawa dilanjutkan
2 makanan kesukaan - Menganjurka
pasien n keluarga
11

untuk
memotivasi
pasien untuk
makan
- Monitoring
intake
makanan
pasien
- Melakukan
Intervensi
kolaborasi
untuk
pemberian
antiemetik
1. Menganjurkan S: pasien
pasien untuk mengatakan ingin
menggunakan alas mencoba berjalan
kaki yang aman ke luar ruangan
2. Mengajarkan cara dengan
yang aman untuk menggunakan alat
turun dari tempat bantu
tidur dengan O: Berlatih
Rabu,
menggunakan kruk menggunakan alat
7/9/16 2
3. Memastikan kruk bantu dengan
11.00
yang digunakan antusias
aman A: Hambatan
4. Membantu pasien mobilitas fisik
melakukan ambulasi teratasi sebagian
5. Menganjurkan P: - Intervensi
pasien untuk dilanjutkan
berjalan keluar - Latihan
ruangan dengan menggunakan
12

menggunakan alat alat bantu


bantu dan ditemani setiap hari
oleh keluarga - Kolaborasi
dengan
fisioterapi

1.6 Evaluasi

Hari/Tgl No
No Evaluasi TTd
Jam Dx
1 Jumat, 9/9/16 1 S: Pasien mengatakan nafsu makan membaik
10.00 O: Pasien makan dengan lahap, menyisakan
sedikit dari porsi makanan, BB tetap
A: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi sebagian
P: - Intervensi dilanjutkan
- Menganjurkan pasien untuk makan
sedikit tapi sering
- Menganjurkan keluarga pasien untuk
memotivasi pasien agar mau makan
2 Jumat, 9/9/16 2 S: Pasien mengatakan dapat berjalan
10.15 menggunakan alat bantu
O: Pasien mampu berpindah tempat
menggunakan alat bantu dengan bantuan
minimal dari orang lain
A: Hambatan mobilitas fisik teratasi
sebagian
P: - Intervensi dilanjutkan
- Menganjurkan keluarga untuk
mengawasi aktivitas pasien
- Mendorong pasien untuk berlatih secara
rutin
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hambatan Mobilitas Fisik pada Pasien dengan Diagnosa Medis

Osteosarkoma

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan


kemandirian bagi seseorang (Ansari, 2011). Mobilitas fisik yaitu keadaan
keika seseorang mengalami atau bahkan beresiko mengalami keterbatasan
fisik dan bukan merupakan immobile (Ansari, 2011). Mobilitas atau
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya (Bimoariotejo, 2009). Gangguan mobilitas
fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik.Individu
yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara
lain : lansia,individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran
lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomik akibat
perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien
penggunaan kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi),
dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2009).
Pengelolahan pada klien dengan osteosarcoma pada umunya adalah
tindakan amputasi yang akan menggangu kemampuan mobilitas fisik dari
klien itu sendiri. Pasien mendapatkan intervensi medis untuk mengatasi
osteosarcoma yaitu amputasi kaki sebelah kanan. Tindakan amputasi
tersebut berdampak pada fungsi dari ekstremitas bawah, sehingga pasien
memerlukan alat bantu untuk berjalan. Sejak tindakan amputasi pasien
jarang melakukan aktivitas di luar ruangan rawat inap, pasien cenderung
menghabiskan waktunya di tempat tidur. Pasien berjalan-jalan keluar dari
ruang rawat inap hanya ketika ada ibunya yang mendampinginya untuk

13
14

menggunakan kursi roda. Pasien mengatakan memerlukan bantuan dari


orang lain untuk melakukan mobilisasi, biasanya pasien dibantu oleh
ibunya. Dari data diatas dapat diangkat masalah terkait kebutuhan dasar dari
pasien tersebut yaitu hambatan mobilitas fisik.
Untuk memperbaiki kondisi pasien, perawat dapat melakukan
pengelolahan mobilitas fisik untuk pasien dengan osteosarcoma yang
mengalami tindakan pembedahan amputasi
1. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan
kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan)
perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi optimal klien
dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi
cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan
kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa
pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat
membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi
luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk
perawatan luka selanjutnya di masa postoperatif.
2. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk
mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya
amputasi ekstremitas bawah di atas lutut merupakan tindakan yang
mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital
selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan
kepatenan jalan nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan,
memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan
mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk
mengidentifikasi adanya perdarahan massif atau kemungkinan balutan
yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar
tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
15

Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan


perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan
mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab
dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat
menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya
fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien
untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat
penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi
adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom
Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah
yang sudah hilang akibata mputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan
adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa
tidak sehat akal karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah
hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien
mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan
oleh klien benar adanya.
Beberapa intervensi yang sering digunkan perawat untuk klien
osteosarcoma untuk pengelolahan mobilitas fisiknya diantaranya
adalah:
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan post operasi.
2. Bantu dengan dan berikan program latihan yang dipesankan.
3. Latihan rentang gerak, ambulasi, perawatan diri, dan AKS
sesuai toleransi
4. Diskusikan pentingnya membuat waktu instirahat yang sering
untuk recorvery
5. Berikan aktivitas hiburanmenghindaridepresi yang
terjadiakibatkehilangananggotagerak
6. Kaji status neurovaskular; pantau nadi perifer dan periksa warna
kulitpada ekstremitas, kehangatan, sensasi, edema, dan
kelemahan setiap 4jam.
16

7. Bantu dengan dan ajarkan tentang latihan nafas dalam


untukmeningkatkan fungsi pernafasan dan vaskular perifer.
8. Bantu latihan rentang gerak khusus area yang sakit dan yang tak
sakitmulai secara dini pada tahap pasca operasi.
9. Dorong latihan aktif/isometrik untuk bagian ekstrimitas yang
diamputasi
10. Berikan perawatan puntung secara teratur.
11. Instruksikan pasien untuk tidur denga posisi tengkurap sesuai
toleransi sedikitnya 2 kali sehari dengan bantal dibawah
abdomen.
12. Tunjukan/bantu teknik pemindahan dan penggunaan alat
mobilitas seperti walker dan kruk.
13. Tingkatkan ambulasi; bantu sesuai kebutuhan.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah


hambatan mobilitas fisik pada An. F antara lain:
1. Menganjurkan pasien untuk menggunakan alas kaki yang aman
2. Mengajarkan cara yang aman untuk turun dari tempat tidur dengan
menggunakan kruk
a. Anjurkan klien untuk meletakkan kruk didekat tempat tidur
agar mudah dijangkau oleh klien
b. Bantu klien untuk duduk di tepi tempat tidur
c. Ambil kruk dan posisikan kruk di ketiak klien
d. Ujung kruk digunakan sebagai titik tumpu, kemudian kaki yang
sehat turun secara perlahan. ( Amini, 2012)
3. Memastikan kruk yang digunakan aman
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penggunaan kruk (Suratun, 2008):
a. Perawat atau keluarga harus memperhatikan ketika klien akan
menggunakan kruk.
17

b. Monitor klien saat memeriksa penggunaan kruk dan observasi


untuk beberapa saat sampai problem hilang.
c. Perhatikan kondisi klien saat mulai berjalan.
d. Sebelum digunakan, cek dahulu kruk untuk persiapan.
e. Perhatikan lingkungan sekitar.
f. Gunakan wc duduk untuk buang air besar.
g. Bila tidak ada wc duduk, gunakan wc biasa dengan kursi yang
tengahnya diberi lubang.
h. Jaga keseimbangan tubuh.
4. Membantu pasien melakukan ambulasi (Amini, 2012)
a. Pastikan panjang kruk sudah tepat
b. Bantu klien mengambil posisi segitiga, posisi dasar berdiri
menggunakan kruk sebelum mulai berjalan.
c. Ajarkan klien tentang salah satu dari empat cara berjalan
dengan kruk
d. Perubahan empat titik atau cara berjalan empat titik memberi
kestabilan pada klien, tetapi memerlukan panahanan berat
badan pada kedua tungkai. Masing-masing tungkai digerakkan
secara bergantian dengan masing-masing kruk, sehingga
sepanjang waktu terdapat tiga titikdukungan pada lantai
e. Perubahan tiga titik atau cara berjalan tiga titik mengharuskan
klien menahan semua beratbadan pada satu kaki. Berat badan
dibebankan pada kaki yang sehat, kemudian pada kedua
krukdan selanjutnya urutan tersebut diulang. Kaki yang sakit
tidak menyentuh lantai selama fase dini berjalan tiga titik.
Secara bertahap klien menyentuh lantai dan semua beban berat
badan bertumpu pada
f. Cara berjalan dua titik memerlukan sedikitnya pembebanan
berat badan sebagian pada masing-masing kaki. Kruk sebelah
kiri dan kaki kanan maju bersama-sama. Kruk sebelah kanan
dan kaki kiri maju bersama-sama.
18

g. Cara jalan mengayun ke kruk ( swing to gait), klien yang


mengalami paralisi tungkai dan pinggul dapat menggunakan
cara jalan mengayun ini. Penggunaan cara ini dalam jangka
waktu yang lama dapat mengakibatkan atrofi otot yang tidak
terpakai. Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk
kedepan secara bersamaan.pindahkan berat badan kelengan
dan mengayun melewati kruk.
h. Cara jalan mengayun melewati kruk ( swing throughgait)
i. Cara jalan ini sangat memerlukan ketrampilan,kekuatan dan
koordinasi klien. Minta klien untuk menggerakkan kedua kruk
kedepan secara bersamaan. Pindahkan berat badan ke lengan
dan mengayun melewati kruk.
5. Menganjurkan pasien untuk berjalan keluar ruangan dengan
menggunakan alat bantu dan ditemani oleh keluarga

3.2 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh pada

Pasien dengan Diagnosa Medis Osteosarkoma

An.F mendapatkan kemoterapi sebagai tatalaksana dari osteosarcoma


yang dialaminya. Setelah mendapatkan kemoterapi pasien mengatakan
bahwa nafsu makannya menurun. Porsi makan yang didapat dari rumah
sakit tidak pernah dihabiskan. Ibu pasien beberapa kali membawakan
masakan dari rumah atau beli di luar rumah sakit, namun An.F hanya
makan sedikit dari porsi makanan yang dibawakan tersebut. Hasil
laboratorium menunjukkan bahwa albumin dan hemoglobin An.F rendah,
serta diketahui bahwa An.F mengalami penurunan berat badan. Dari data
tersebut maka masalah keperawatan yang muncul adalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia
menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan
kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap
organ baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi. Sedangkan
19

menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses organisme


menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi. Tunjangan nutrisi yang tepat dan akurat pada anak sakit kritis dapat
menurunkan angka kematian. Terdapat dua tujuan dasar dari tunjangan
nutrisi yaitu:
a. Mengurangi konsekuensi respon berkepanjangan terhadap jejas yaitu
starvation dan infrastruktur.
b. Mengatur respon inflamasi, penentuan status nutrisi pada anak sakit
kritis hendaknya dilakukan berulang ulang untuk menentukan
kecukupan nutrisi dan untuk menentukan tunjangan nutrisi
selanjutnya. Pemeriksaan yang berulang-ulang ini penting karena 16-
20% anak yang dirawat di ruang Intensif mengalami defisiensi
makronutrien 48 jam setelah anak dirawat. Disamping itu
disfungsi/gagal organ multipel dapat terjadi sesudah trauma, sepsis
atau gagal nafas yang berhubungan dengan hipermetabolisme yang
berlangsung lama (Setiati,2000).
Penderita kanker seringkali mengalami gangguan nutrisi akibat dari
efek samping terapi yang digunakan, seperti anoreksia, perubahan ambang
rasa kecap, penurunan berat badan, anemia, gangguan metabolism
karbohidrat, protein dan lemak. Salah satu penanganan medis pada kanker
adalah kemoterapi. Kemoterapi merupakan tindakan pemberian senyawa
kimia untuk mengurangi, menghilangkan atau menghambat pertumbuhan
sel kanker pada tubuh pasien. Efek samping dari kemoterapi adalah mual
muntah dan anoreksia. Penurunan nafsu makan merupakan faktor utama
dalam terjadinya penurunan berat badan (Hardiano dkk, 2015). Hal tersebut
juga ditunjukkan pada hasil penelitian dari Ningrum (2015) yang
menyatakan bahwa 85% dari penderita kanker yang menjalani kemoterapi
mengalami mual dan muntah serta penurunan nafsu makan.
20

Pasien dengan osteosarcoma sering mengalami masalah nutrisi akibat


efek samping dari tindakan kemoterapi, seperti berkurangnya nafsu makan,
serta mual dan muntah.Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien dengan
osteosarcoma perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik
relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi
parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter (Smeltzer, 2001).
Mandiri :
1. Patau intake makanan setiap hari, biarkan klien menyimpan buku
harian tentang makanan sesuai indikasi.
2. Ukur tinggi badan (TB), berat badan (BB), dan ketebalan lipatan kulit
triseps atau dengan antropometrik lainnya. Pastikan jumlah penurunan
BB saat ini.
3. Dorong klien untuk makan dengan diet tinggi kalori kaya nutrien,
dengan intake cairan yang adekuat. Dorong penggunaan suplemen dan
makan sedikit tetapi sering.
4. Nilai diet sebelum dan setelah pengobatan, misal makanan, cairan
dingin, bubur saring, roti, krekers, minuman berkarbonat. Berikan
cairan satu jam sebelum atau sesudah makan.
5. Kontrol faktor lingkungan, misal bau/tidak sedap atau bising. Hindari
makanan terlalu manis, berlemak atau makan pedas.
6. Ciptakan suasana makan malam yang menyenangkan, dorong
klienuntuk berbagi makanan dengan keluarga/teman.
7. Dorong penggunaan teknik relaksasi, vasualisasi, bimbingan
imajinasi, latihan saat atau sebelum makan.
8. Identifikasi klien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
9. Dorong komunikasi terbuka mengenai masalah anoreksia.
10. Berikan antiemetik sesuai jadwal reguler sebelum/setelah pemberian
antineoplastik.
11. Evaluasi efektivitas antiemetik.
12. Evaluasi hematest feses, sekresi lambung.
21

Kolaborasi :
1. Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi. Misal, jumlah
limfosit total, transferin serum, dan albumin.
2. Berikan obat-obat sesuai indikasi:
a. Fenotiazin, misal Proklorperazin (compazine), Tietilperazin
(torecan); antidopaminergik, misal Metoklorpramid (reglan),
Ondansetron (zofran); antihistamin, misal Difenhidramin
(benadryl).
b. Kortikosteroid, misal Deksametason (decadron); kanabinoid,
misal 9-tetrahidrokanabinol; Benzodiazepin, misal Diazepam
(valium).
c. Vitamin, khususnya A, D, E, dan B6.
d. Antasid
3. Rujuk pada ahli diet.
4. Pasang/pertahankan selang (NGT) atau enteral, atau jalur sentral untuk
hiperalimentasi parentral bila ada indikasi.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi
masalah nutrisi pada An.F antara lain:

1. Memberikan edukasi tentang kebutuhan nutrisi pasien


2. Menganjurkan pasien untuk makan, selagi makanan masih hangat
3. Menganjurkan keluarga pasien untuk membawa makanan kesukaan
pasien
22

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Osteosarkoma atau sarkoma osteogenik adalah suatu pertumbuhan


yang cepat pada tumor maligna tulang yang tidak diketahui penyebabnya.
Sarkoma osteogenik sering terdapat pada pria dengan usia 10-25 tahun,
terutama pada klien yang menderita penyakit paget (penyakit metabolisme
pada tulang dimana tulang tumbuh secara tidak normal, menjadi rapuh dan
mengalami perubahan bentuk). Osteosarkoma adalah tumor ganas primer
tulang yang paling sering ditemukan, predileksi pada remaja dan dewasa
muda, kekhasan patologinya adalah sel sarkoma memproduksi jaringan
osteoid. Sampai saat ini penyebab pasti dari kanker tulang, namun ada
berapa faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker tersebut.

4.2 Saran

Perawat dalam membuat asuhan keperawatan sebaiknya benar-benar


memperhatikan setiap keluhan dari pasien sehingga komplikasi dapat
dihindari dan dapat meningkatkan kualitas hidup klien. Selain itu, perawat
juga harus berkolaborasi dengan tim medis lain untuk memberi terapi pada
klien serta keluarga sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan secara
maksimal, baik secara mandiri dan berkolaborasi.

22
23

DAFTAR PUSTAKA

ACS, A. C. (2015, Juni Sunday). What Is OSteosarcoma. hal.


http://www.cancer.org/cancer/osteosarcoma/overviewguide/osteosarcoma-
overview-what-is-osteosarcoma. Diakses tanggal 13 September 2016
pukul 16.45 WIB
A.A. Ansari, et al. 2011. Eutrophication : Causes, Consequences and Control,
Department of Botany, Aligarh Muslim University, Uttar Pradesh, India.
Amini, Siti. 2012. Penggunaan Alat Bantu Jalan dan Indikasinya.
http://www.rubrikita.com/2015/02/penggunaan-alat-bantu-jalan.html
Diakses pada tanggal 21 September 2016 pukul 16.42 WIB
Betz C. L., Sowden L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diambil 18September 2016 dari
www.backpainforum.com.
Bukhari, K. Hameed, M.S. Ajmal, M. Togoo, Rafi A. Benign Osteoblastoma
Involving Maxilla A Case Report and Review of the Literature vol 2012,
pp 10.1155-351241.2012
I Dewa Nyoman Supariasa.2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
NANDA NIC NOC. Jakarta. EGC
Kawiyana, Siki (N.D). Osteosarkoma Diagnosis dan Penanganannya. Sub Bagian
/ SMF Orthopaedi dan Traumatologi. Bagian Bedah FK Unud / RSUP
Sanglah Denpasar.
Kemenkes RI 2015, Panduan Nasional Penanganan Kanker: Kanker Tulang
(Osteosarkoma), Versi 1.0, Komite Nasional Penanggulangan Kanker.
Khin Y, 2009. Aggressive Osteoblastoma of The Proximal Humerus50(1): e1-e4.
KNPK, K. N. (2015). Panduan Nasaional Penanganan Kanker Tulang
(Osteosarkoma). Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia.
Komite Nasional Penanggulangan Kanker. 2015. Kanker Tulang (Osteosarkoma)
Panduan Nasional Penanganan Kanker. Kemenkes RI Available at
kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOsteosarkoma.pdf
Made Wiryana (2007) Ventilator Associated Pneumonia. Bagian/ SMF Ilmu
Anestesi dan Reanimasi, FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar. I Peny
Dalam,Volume 8 No 3.
MD, Michele Odell et al. 2009. Cancer Rehabilitation : Principles and practice.
USA: Springer Demos Medicine
24

Mandal, A 2012, Penyebab Penyakit Paget Tulang, hal. http://www.news-


medical.net/health/Causes-of-Pagete28099s-disease-of-the-bone-
%28Indonesian%29.aspx.
Muhsin dan Deswita. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan
Nutrisi Akibat Kanker melalui Pendekatan Model Adaptasi Roy. Ners
Jurnal Keperawatan Vol. 8 No.1
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.
NANDA International. (2012). Nursing Diagnoses Definition and Classification
2012-2014. Oxford: Wiley Blackwell Publishing
NANDA International. (2012). Nursing Diagnoses Definition and Classification
2012-2014. Oxford: Wiley Blackwell Publishing
National Comprehensive Cancer Network. Bone Cancer. NCCN Guidelines
Version 1.2015. Available at:
http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/pdf/bone.pdf
Ningrum, Dyah A. 2015. Pengaruh Kemoterapi terhadap Asupan Makan dan
Status Gizi Penderita Kanker Nasofaring di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.
Moewardi di Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ogura, Koichi et al. 2012. Periosteal Osteoblastoma Of The Distal Femur: A
Case Report And A Riview Of The Literature With Special Emphasis On
The MR Features. The Japan Society of Clinical Oncology 1: 103-107
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Patel SR, Benjamin RS. 2008. Soft Tissue and Bone Sarcomas and Bone
Metastases. dalam: Kasper DL et al.Harrisons Principles of Internal
Medicine 17th ed. USA: McGRAW-HILL.
Potter Perry (2009). Fundamental of Nursing, Buku 1, Edisi : 7, Salemba Medika
:Jakarta.
Price, S. W. 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis proses dab terjadinya penyakit.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hardiano, Randi dkk. 2015. Gambaran Indeks Massa Tubuh Pada Pasien Kanker
yang Menjalani Kemoterapi. JOM Vol. 2 No.2
Rasjad, Choiruddin. (2003). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar :Bintang
Lamimpatue.
Rock CL, Goldman L, Ausiello D. Saunders. 2004. Nutrition in the Prevention
and Treatment of Disease. In: Cecil Textbook of Medicine 22 nd
Syamsuhidayat, R danWim de Jong.(2004). Buku Ajar IlmuBedah.Edisi 2.Jakarta
: EGC
25

Sulistiyani, T. 2014. Osteosarkoma Bisa Berujung Amputasi.


http://joglosemar.co/2014/01/osteosarkoma-bisa-berujung-amputasi.html.
Diakses tanggal 18 September 2016 pukul 10.00 WIB
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol
III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. (2007). BukuSaku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC
26

Lampiran 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Anatomi fisiologi tulang

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat
badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Struktur tulang memberi
perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur
tubuh (Suratun, 2008).
a. Struktur Tulang

Komposisi jaringan tulang terdiri dari (Sloane, 2004):

Gambar 2.1: Struktur tulang (Ethel, 2004)


Tulang tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus
(trabekular atau spongiosa). Tulang kompakta terlihat padat secara
mikroskopis dan tulang ini tersusun atas sistem havers. Sistem havers terdiri
dari kanal Havers yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh
limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentral), kaluna
(ruang di antara lamela yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan
saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan lakuna
27

dan kanal sentral). Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa
nutrien dan oksigen ke osteosit. Tulang kankelus juga keras seperti tulang
kompakta, secara mikroskopis tulang kankelus terlihat lebih besar dan
mengandung lebih sedikit lamela. (Suratun, 2008)
Sel-sel penyusun tulang tediri dari:
1. Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi
sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam
pengendapan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
2. Osteosit merupakan sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas merupakan sel-sel berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan
enzim proteolitik yang memecah matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam darah.

b. Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang

Menurut (Suratun, 2008) pertumbuhan dan metabolisme tulangdipengaruhi


oleh sejumlah mineral dan hormon yang meliputi:
1. Kalsium dan fosfor. Jumlah kalsium (Ca) dalam tulang 99% dan
fosfor 90%. Konsentrasi kalsium dan fosfor mempunyai ikatan yang
erat. Jika kadar Ca meningkat, jumlah fosfor berubah. Keseimbangan
kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitonin dan hormon
paratiroid (PTH). Saat kadar Ca menurun, sekresi PTH meningkat dan
menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoblastik dan
menyumbangkan kalsium ke darah. Jika kadar Ca meningkat sekresi
PTH diminimalkan, hormon tersebut mengurangi ekskresi Ca di ginjal
dan memfasilitasi absorpsinya dari usus halus. Hal ini untuk
mempertahankan suplai Ca di tulang.
2. Kalsitonin. Kalsitonin diproduksi oleh kelenjar tiroid dan merupakan
konsentrasi Ca serum. Jika jumlah kalsitonin meningkat di atas
normal, kalsitonin menghambat absorpsi kalsium dan fosfor dalam
28

tulang serta meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfor melalui urine


sehingga dibutuhkan Ca dan fosfor.
3. Vitamin D. Vitamin ini diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat
diabsorpsi dari usus dan digunakan tubuh. Defisiensi vitamin D
mengakibatkan defisit mineralisasi, deformitas, patah tulang, penyakit
rikets pada anak-anak, dan osteomalasia pada orang dewasa.
4. Hormon pertumbuhan. Hormon pertumbuhan yang bertanggung jawab
meningkatkan panjang tulang dan menentukan jumlah matriks tulang
dibentuk sebelum masa pubertas.
5. Glukokortikoid. Hormon ini mengatur metabolisme protein. Pada saat
dibutuhkan, hormon dapat meningkatkan atau menurunkan
katabolisme untuk mengurangi atau mengintensifkan matriks organik
di tulang dan membantu dalam pengaturan kalsium di intestinum dan
absorpsi fosfor.
6. Hormon seksual
a. Estrogen menstimulasi aktivitas osteoblastik dan cenderung
menghambat peran hormon paratiroid. Jumlah estrogen menurun
saat menopause sehingga penurunan kadar kalsium pada tulang
dalam waktu lama menyebabkan osteoporosis.
b. Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan
massa tulang.

Gambar 2.2. Tulang dengan Osteosarkoma


(KNPK/Komisi Nasional Penanganan Kanker, 2015)
29

2. Etiologi dan faktor risiko

Penyebab pasti osteosarkoma masih belum diketahui. Berikut


beberapa faktor predisposisi yang kemungkinan berperan menyebabkan
terjadinya osteosarkoma (Smeltzer & Brenda G, 2002).
1. Genetik
Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya
keganasan tulang, misalnya sarcoma jaringan lunak atau soft tissue
sarcoma (STS). Dari data penelitian diduga mutasi genetic pada sel
induk mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada satu gen yang telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya osteosarkoma. Gen ini
berhubungan dengan keluarga yang menderita retinoblastoma, yaitu
penyakit kanker yang terjadi pada anak. Ada beberapa gen lain yang
mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen RB-1
dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam terjadinya
STS. Kemudian gen yang diketahui mempunyai peranan adalah gen
MDM-2 (Murine Double Minute 2). Gen ini dapat menghasilkan suatu
protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan
menginaktivitas gen tersebut.
2. Radiasi
Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang
terpapar radiasi seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma
maligna yang mendapat radioterapi. Resiko terjadinya sarcoma pada
klien penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9 %. Terjadinya
keganasan jaringan lunak dan bone sarcoma akibat pemaparan radiasi
sudah diketahui sejak 1922. Walaupun jarang ditemukan,
prognosisnya buruk dan umumnya high grade.
Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant
fibrous histiocytoma (MFH) dan angiosarkoma atau
limfangiosarkoma. Jarak waktu antara radiasi dan terjadinya sarcoma
diperkirakan sekitar 11 tahun.
30

3. Bahan Kimia
Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat
menimbulkan sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan. Bahan kimia
yang lain yaitu fluor (F) adalah elemen golongan halogen dan tidak
pernah terdapat bebas di alam. Ikatan fluor baik organik maupun
inorganik disebut fluoride. Bukti laboratorium menunjukkan bahwa
fluoride dapat mutagenik ketika hadir pada konsentrasi yang cukup.
Mutagen kebanyakan juga karsinogen. Tulang adalah situs utama
untuk akumulasi fluoride dalam tubuh, dan tingkat akumulasi ini
meningkat dalam periode perkembangan tulang. Dengan demikian,
sel-sel tulang, terutama selama ledakan pertumbuhan, mungkin akan
menemukan beberapa konsentrasi fluoride tertinggi dalam tubuh dan
ini dapat di jumpai pada osteosarkoma
4. Virus
Faktor virus pertama kali di kemukakan oleh seorang ahli yang
bernama Rous et al (1912) yang melaporkan bukti dari etiologi virus
sarkoma. Virus yang di beri nama Rous Sarcoma Virus (RSV (sebuah
retrovirus virus atau RNA) mengandung gen yang disebut V-Src, yang
memiliki homolog alami dianggap sebagai proto-onkogen.
Selain empat faktor predisposisi di atas ada faktor yang lain
yaitu penyakit pagets. Pada orang tua dengan umur di atas 50 tahun,
osteosarkoma dapat terjadi karena degenerasi ganas penyakit Paget
dengan prognosis yang jelek (Helmi, 2012). Penyakit Paget adalah
kelainan langka tulang yang mempengaruhi laju pembentukan dan
kehancuran dari berbagai tulang kerangka. Aktivitas osteoklas lebih
aktif daripada osteoblas (Mandal, 2012).
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan patogenesis terjadinya
osteosarkoma adalah: faktor genetik (sindrom LiFraumeni, Retinoblastoma
familial, sindrom Werner, RothmundThomson, Bloom), lesi tulang jinak
(Paget, osteomielitis kronis, displasia fibrosis, osteokondroma dll), riwayat
radiasi dan atau kemoterapi, lokasi implan logam (Kemenkes RI, 2015).
31

Bedasarkan penjelasan etiologi diatas, penyebab osteosarkoma


yang dialami oleh An. F setelah dilakukan pengkajian adalah idiopatik
atau belum diketahui penyebabnya.

3. Klasifikasi

Osteosarkoma dan osteoporosis memiliki jenis masing-masing


berdasarkan lokasi atau penyebab. Berikut klasifikasi osteosarkoma dan
osteoporosis.Menurut American Cancer Society (2015) menyatakan bahwa
osteosarkoma dapat dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu:
1. Low grade. Tumor kelas ini memiliki sedikit pembelahan sel dan
terlihat lebih seperti tulang normal. Mereka cenderung tumbuh secara
perlahan-lahan.
2. Intermediate grade. Tumor kelas ini berada di antara tumor low grade
dan high grade.
3. High grade. Tumor kelas ini memiliki banyak pembelahan sel dan
terlihat sangat abnormal. Tumor ini cenderung tumbuh dengan cepat.
Pada umumnya kejadian osteosarkoma pada anak-anak dan remaja
termasuk pada kelas ini.
Berdasarkan penjelasan klasifikasi diatas, osteosarkoma yang dialami
oleh An. F adalah jenis high grade, memiliki banyak pembelahan abnormal,
tumor tumbuh dengan cepat, sehingga pada penatalaksanaannya dilakukan
amputasi agar tidak bermetastase ke jaringan lainnya.

4. Patofisiologi

Sarkoma oteogenik (osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang


primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang.
Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian tulang panjang
dimana lempeng perumbuhannya (Epiphyseal growthplate) yang sangat
aktif; yaitu distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus, dan
pelvis. Pada orang tua dengan umur di atas 50 tahun, osteosarcoma dapat
32

terjadi akibat degenerasi ganas dari penyakit paget, dengan prognosis sangat
jelek.
Tumor dapat mulai tumbuh di dalam tulang atau pada permukaan
tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan
tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam
sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen paling sering
ke paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, 2006)
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respon osteolitik (destruksi tulang) atau respon osteoblastik (pembentukan
tulang). Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi,
beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat
berbahaya dan menganjam jiwa.
Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat
yang berdifferensiasi jelek dan sering dengan elemen jaringan lunak seperti
fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan
ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding
periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Berikut ini gambar osteosarkoma di femur distal.

Gambar 2.3 Osteosarkoma pada distal femur


(Sumber: http://www.ahlibedahtulang.com)
33

Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh


sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu
proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau
proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.Pada proses
osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum
tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan
tulang yang abortif.
Kebanyakan osteosarkoma dijumpai pada kelompok usia muda antara
10 25 tahun. Kemudian sering menyerang pada daerah ujung metafisis
tulang panjang seperti :
1. Ujung distal tulang femur.
2. Ujung proximal tibial.
3. Ujung proximal humerus.
4. Ujung proximal femur.
5. Untuk tulang pipih yang sering diserang adalah illium.

Adanya tumor tulang


Jaringan lunak di invasi oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang)
Osteoblastik (pembentukan tulang)
Destruksi tulang lokal
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
(Selvia price, 2007)

5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis osteosarcoma menurut Suratun, dkk (2008)


meliputi nyeri, bengkak, terbatasnya gerakan, menurunnya berat badan,
nyeri pada punggung bawah merupakan gejala khas yang disebabkan oleh
adanya penekanan pada vertebra oleh fraktur tulang patologis. Anemi dapat
terjadi akibat adanya penempatan sel-sel neoplasma pada sumsum tulang.
34

Hal ini mengakibatkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria, dan hiperurisemia


selama ada kerusakan tulang. Sel-sel plasma ganas akan membentuk
sejumlah imunoglobulin yang dapat dideteksi melalui serum atau urine
dengan teknik imunoelektroforesis. Gagal ginjal dapat terjadi selama
presipitasi imunoglobulin dalam tubulus (pada pielonefritis). Selain itu,
terjadi hiperkalsemia, peningkatan asam urat, infiltrasi ginjal oleh plasma
sel (mieloma ginjal), trombosis pada vena ginjal, dan kecenderungan
patologis perdarahan merupakan ciri-ciri mieloma dengan dua alasan utama:
1. Penurunan trombosit (trombositopenia) selama adanya kerusakan
megakariosit yang meruapakn sel-sel induk dalam sel-sel tulang.
2. Tidak berfungsinya trombosit, makroglobulin menghalangi elemen-
elemen dan turut serta, dalam fungsi hemostatik.
Komplikasi yang dapat timbul, antara lain gangguan produksi anti
bodi, infeksi yang biasanya disebabkan karena kerusakan sumsum tulang
yang luas merupakan efek kemoterapi, radioterapi, dan steroid yang dapat
menyokong terjadinya leukopenia. Fraktur patologis, gangguan pada ginjal
dan sistem hematologis, serta hilangnya anggota ekstremitas. Komplikasi
lebih lanjut adalah tanda-tanda apatis dan kelemahan.
Tujuan penatalaksanaan adala menghancurkan atau mengangkat
jaringan ganas dengan metode seefektif mungkin. Tindakan pengangkatan
tumor biasanya dengan amputasi. Kemoterapi untuk mengurangi massa
tumor dengan agens pengelat kemoterapi yang dikombinasikan dan
dilaksanakan sebelum dan setelah pembedahan untuk membasmi lesi
mikrometastatik. Selain itu, klien diberi analgesik dan narkotik, serta
alopurinol untuk mengontrol hiperurisemia. Haluaran urine harus baik
(2500-3000 ml/hari) untuk mengukur kadar kalsium serum serta mencegah
hiperkalsium dan hiperurisemia
Gejala dari osteosarkoma yang dialami An.F adalah lutut terasa sakit
dan mengalami bengkak sejak bulan Maret 2016 dan setelah dilakukan
pemeriksaan di pelayanan kesehatan ditemukan adanya osteosarkoma.
35

6. Pemeriksaan diagnostik

Kriteria diagnosis pada osteosarkoma ditegakkan berdasarkan


anamnesis (usia umumnya muda, adanya keluham nyeri), pemeriksaan fisik
(lokalisasi, besar tumor), dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto X-ray
Gambaran klasik menunjukkan reaksi periosteal, gambaran litik dan
sklerotik pada tulang, formasi matrix osteoid di bawah periosteum
dengan gambaran khas Codmans triangle, sunburst, dan moth eaten

2. MRI
Berguna untuk mengetahui ekstensi tumor, keterlibatan jaringan lunak
sekitar (pembuluh darah, saraf, sendi), serta mencari adanya skip
lessions. Skip lession terjadi < 5% pada osteosarcoma.
3. Foto x-ray thorax/ CT scan
Menyingkirkan adanya metastasis di paru
4. Bone scan(+) atau PET CT ( optional )
Menyingkirkan adanya metastasis di tulang
5. Biopsi (biopsi Aspirasi Jarum halus (BAJH/FNAB), core biopsy)
Berguna untuk konfirmasi histopatologi, penegakan diagnosis
6. Pemeriksaan laboratorium darah (LDH / ALP )
Untuk mengevaluasi status keadaan umum dan persiapan terapi
7. Penilaian skor huvos untuk evaluasi histologik respons kemoterapi
neoadjuvant pre operasi. Penilaian ini dilakukan secara semikuantitatif
dengan membandingkan luasnya area nekrosis terhadap sisa tumor
yang riabel :
Grade 1 : sedikit atau tidak ada nekrosis (0 - 50%)
Grade 2 : nekrosis >50 - <90 %
Grade 3 : nekrosis 90 - 99 %
Grade 4 : nekrosis 100 %
36

Pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan An. F adalah


pemeriksaan radiologi xray dan pemeriksaan laboratorium darah Hb: 8,2,
Leukosit: 2000, Limfosit: 87.

7. Penatalaksanaan

Terapi pada osteosarkoma meliputi terapi pembedahan (limb - sparing


surgery atau amputasi), kemoterapi dan radioterapi yang diberikan konkuren
ataupun sekuensial sesuai indikasi.
1. Pembedahan
Terapi pembedahan merupakan terapi utama pada osteosarkoma
yang masih dapat dioperasi, dengan prinsip pembedahan reseksi en
bloc komplit dengan preservasi organ semaksimal mungkin.
Kontraindikasi untuk preservasi organ adalah bila ada keterlibatan
pembuluh darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis, adanya
hematoma besar terkait tindakan biopsi.
Limb sparing surgery dilakukan pada high grade osteosarcoma
dan respon baik terhadap kemoterapi (sel viable < 10 % dan margin
jaringan -), serta tepi bebas tumor. Setelah limb sparing surgery maka
kemoterapi dilanjutkan sebanyak 2 siklus. Jika setelah 3 bulan
dievaluasi terjadi relaps maka dilakukan amputasi. Amputasi juga
dilakukan pada osteosarcom yang letaknya secara anatomik tidak
menguntungkan dan tidak dapat dilakukan limb sparing dengan
margin yang bersih.
Sementara untuk osteosarkoma dengan derajat keganasan tinggi,
secara protokol diberikan kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu, lalu
di evaluasi/ restaging. Jika setelah neo ajuvan ukuran mengecil dan
menjadi resectable maka dilanjutkan dengan terapi pembedahan (wide
excision). Terapi setelah pembedahan terbagi menjadi dua tergantung
ada tidaknya margin jaringan setelah operasi.
Sedangkan pembedahan dengan margin (+) yang memberikan
respon buruk maka pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga
terapi tambahan secara lokal (surgical resection). Pada pasien dengan
37

margin jaringan () dilanjutkan dengan kemoterapi, 2 siklus. Pada


osteosarcoma derajat keganansan tinggi yang setelah restaging tetap
unresectable maka langsung lakukan radioterapi dan kemoterapi tanpa
pembedahan terlebih dahulu. Pada pasien osteosarcoma yang sudah
bermetastasis maka penatalaksanaan nya terbagi juga menjadi dua
yaitu resectable dan unresectable. Pada yang resectable (pulmonary,
visceral, atau skeletal metastasis) maka terapi untuk tumor primer nya
sama dengan penatalaksanaan osteosarcoma derajat keganasan tinggi
dan didukung dengan kemoterapi dan juga metastasectomy.
Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan
adalah kemoterapi, radioterapi, dan megevaluasi ulang tumor primer
untuk mengontrol tumor secara lokal, paliatif treatment.
2. Kemoterapi
Kemoterapi pada osteosarkoma :
First line therapy (primary/neoadjuvan/adjuvanttherapy or metastatic
disease ) :
a. Cisplatin and doxorubicin
b. MAP ( High-dosemethotrexate, cisplatin, and doxorubicin )
c. Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide , and high dose methotrexate
d. Ifosfamide, cisplatin, and epirubicin
Second line therapy ( relapsed/ refractory or metastatic disease )
a. Docetaxel and gemcitabine
b. Cyclophosphamide and etoposide
c. Gemcitabine
d. Ifosfamide and etoposide
e. Ifosfamide, carboplatin, and etoposide
f. High dose methotrexate, etoposide, and ifosfamide
Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap 3 bulan pada tahun pertama
dan kedua terapi, tiap 4 bulan pada tahun ke 3 , tiap 6 bulan pada
tahun ke 4 dan 5, dan follow up pada tahun berikutnya dilakukan
setahun sekali. Jika terjadi relaps maka dilakukan kemoterapi dan /
atau reseksi jika memungkinkan, targeted terapi (mTOR inhibitor,
38

sorafenib), stem cell transplatasi (HDT/SCT), atau terapi suportif . jika


setelah itu pasien memberikan respons yang baik maka lakukan
kontrol sesuai jadwal. Jika setelah kemoterapi dan reseksi ulang
terjadi relaps atau penyakit menjadi progresif maka terdapat beberapa
pilihan penanganan yaitu: reseksi paliatif (jika memungkinkan),
kemoterapi second line, radioterapi paliatif ( radium 223, Samarium-
1 , 153Sm-EDTMP). Dengan pendekatan tersebut, 60-70% pasien
dapat memiliki kesintasan hidup jangka panjang. Apabila sudah
bermetastasis ke paru, tetapi terisolasi di paru saja, maka didapatkan
nilai 35-40% untuk angka kesintasan hidup.
3. Localized disease
Menurut rekomendasi guidelines wide excision merupakan
terapi primer pada pasien dengan low grade (intramedullary dan
surface) oteosarcoma dan lesi periosteal. Setelah wide excision maka
delanjutkan dengan kemoterapi kategori 2b setelah operasi yang
direkomendasikan untuk pasien dengan low grade atau sarcoma
periosteal dengan pathologic findings of high grade disease.
kemoterapi yang sama sebanyak beberapa siklus. Jika respos nya
buruk maka pertimbangkan untuk mengganti regimen. Operasi re-
reseksi dengan atau tanpa radioterapi perlu dipertimbangkan untuk
pasien dengan margin jaringan positif.
Kombinasi proton/photon atau proton beam radioterapi terbukti
efektif untuk kontrol lokal pada pasien dengan osteosarcoma yang
unresectable atau osteosarcoma resectable yang tidak komplit.
Kemoterapi harus mencakup growth factor suportif yang sesuai.
4. Osteosarkoma yang disertai Metastatic disease
10% sampai dengan 20 % pasien osteosarkoma terdiagnosis saat
sudah terjadi metastasis. Walau kemoterapi menunjukan hasil yang
membaik pada pasien non metastatic, high grade, localized
osteosarcoma kemoterapi justru menunjukan hasil kurang memuaskan
pada osteosarkoma yang disertai metastasis. Pada yang resectable
(pulmonary, visceral, atau skeletal metastasis) maka terapi untuk
39

tumor primer nya sama dengan penatalaksanaan osteosarcoma derajat


keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga
metastasectomy. Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan
yang dilakukan adalah kemoterapi, radioterapi, dan megevaluasi ulang
tumor primer untuk mengontrol tumor secara lokal.
Penatalaksanaan osteosarkoma pada An. F telah dilakukan terapi
pembedahan (limb - sparing surgery atau amputasi) pada kaki kanan dan
kemoterapi yang didapatkan berupa Doxorubicin 30 gr.

8. Komplikasi

Komplikasi tergantung pada metastase penyakit terhadap organ-organ


tubuh yang lain, seperti : paru, ginjal, jantung, saraf, dan lain-lain. Biasanya
dibagi menjadi tiga hal yang sering ditemui pada klien osteosarcoma
menurut alur terjadinya komplikasi yaitu
a. Akibat langsung :Patah tulang
Adanya fraktur patologis dalam osteosarcoma dianggap sebagai faktor
prognosis yang buruk dan indikasi untuk amputasi segera. Klien
dengan osteosarcoma yang disertai fraktur patologis atau dengan satu
siklus kemoterapi pra operasi memiliki peningkatan risiko
kekambuhan lokal dan penurunan tingkat kelangsungan hidup
dibandingkan dengan klien yang tidak menderita fraktur patologis
(Scully, et al. 2002).
b. Akibat tidak langsung : Penurunan beratbadan, anemia, penurunan
kekebalan tubuh.
Tulang memiliki suplai darah yang kaya. Patah tulang yang parah
dapat membuat kehilangan banyak darah (Better Health Channel
2014).Dimana hal ini dapat menyebabkan anemia maupun penurunan
kekebalan tubuh pada pasien.
c. Akibatpengobatan : Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah,
kebotakan pada kemoterap, dimana dalam hal ini lebih dipengaruhi
terhadap terapi yang diberikan pada kalanya yang paling sering
terlihat pada klien adalah komplikasi efek samping dari kemoterapi.
40

Komplikasi dari osteosarkoma pada An. F adalah adanya akibat


langsung patah tulang (fraktur patologis) dan memiliki faktor prognosis
yang buruk sehingga dilakukan amputasi.

9. Prognosis

Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika


belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan
hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita
kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga
penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor
dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat
menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti
kemoterapi.
41

Lampiran 2

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : An. F
Umur :16 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum kawin
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Gili Air, Mataram
Tanggal Masuk : 31 Agustus 2016
Tanggal Pengkajian : 5 September 2016
No. Register : 1247xxx
Diagnosa Medis : Osteosarcoma
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.S
Umur :47 tahun
Hub. dengan Pasien : Ibu kandung
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat :Gili air, Mataram
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Saat MRS :Nyeri dan bengkak lutut sebelah kiri
Saat ini :Mual, muntah, nafsu makan menurun
2) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Pemberian antiemetik, menyajikan makanan dalam keadaan hangat
42

b. Status Kesehatan Masa Lalu


1) Penyakit yang pernah dialami : Tidak ada
Pernah dirawat : Tidak pernah
Alergi : Tidak ada
2) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Tidak ada
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
4) Diagnosa Medis dan therapy
Osteosarcoma
Terapi: pembedahan (amputasi), kemoterapi

3. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola bernapas
Sebelum sakit
Normal tidak ada sesak nafas,
Saat sakit
Normal tidak ada sesak nafas, RR 24x/menit, irama regular, suara nafas
vesikuler, tidka ada pernapasan cuping hidung
b. Pola makan-minum
Sebelum sakit
Normal, mandiri, makan 3 kali sehari habis 1 porsi
Saat sakit
Nafsu makan menurun, hanya menghabiskan setengah porsi. Pasien
mengatakan nafsu makan menurun setelah mendapatkan terapi
kemoterapi. Pasien merasakan mual muntah akibat kemoterapi sehingga
nafsu makannya menurun.
c. Polaeliminasi
Sebelum sakit
BAK dan BAB spontan
Saat sakit
43

BAK dan BAB spontan, teratur, butuh bantuan. BAB sehari sekali,
konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan. BAK 750 cc / hari, warna
kuning jernih
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit
Tidak mengalami kelemahan fisik, bergerak bebas
Saat sakit
Gerakan terbatas, berjalan menggunakan alat bantu karena kehilangan
kaki sebelah kanan sehingga fungsi keseimbangan ekstremitas bawah
terganggu. Kekuatan otot 5 5
x 5
e. Polaistirahat dan tidur
Sebelum sakit
Normal, 8 jam per hari
Saat sakit
Istirahat dan tidur bertambah menjadi 9-10 jam perhari, pasien
mengatakan dapat tidur nyenyak dan bangun tidur dengan keadaan
yang lebih segar karena sudah beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit
f. Pola berpakaian
Sebelum sakit
Dapat menggunakan pakaian secara mandiri
Saat sakit
Perlu bantuan untuk memakai pakaian. Pasien berganti pakaian satu hari
sekali, baju rapih, bersih, dan tidak bau
g. Polarasa nyaman
Sebelum sakit
Pasien merasa nyeri pada lutut sebelah kanan yang mengalami
pembengkakan. Lutut tersebut mengalami osteosarcoma
Saat sakit
Setelah tindakan amputasi pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri, tidak
ada keluhan mengenai kenyamanan
44

h. Pola aman
Sebelum sakit
Pasien merasa aman karena tinggal bersama keluarga
Saat sakit
Pasien merasa aman karena ada ibunya yang selalu menjaganya di rumah
sakit. Pasien mudah beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dan
mudah membangun relasi dengan petugas kesehatan di rumah sakit
maupun dengan pasien lainnya.
i. Polakebersihan diri
Sebelum sakit
Kebersihan diri pasien terpenuhi total secara mandiri
Saat sakit
Kebersihan diri pasien terpenuhi total secara total dengan bantuan. Pasien
mandi satu hari 2 kali, kuku pendek dan bersih, mulut dan gigi bersih
(gosok gigi 1 kali sehari), tempat tidur rapi dan bersih, barang-barang di
meja tertata rapi
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit
Komunikasi lancar, tidak ada gangguan
Saat sakit
Komunikasi lancar, tidak ada gangguan. Saat pengkajian pasien
menjawab semua pertanyaan dengan baik dan terbuka, pasien
menanggapi secara aktif topik pembicaraan yang diajukan saat
pengkajian.
k. Pola beribadah
Sebelum sakit
Kebutuhan ibadah terpenuhi
Saat sakit
Kebutuhan ibadah terpenuhi
l. Pola produktifitas
Sebelum sakit
Pola produktivitas pasien terpenuhi dengan bersekolah
45

Saat sakit
Pola produktivitas pasien tidak terpenuhi karena pasien tidak bisa
bersekolah selama sakit. Pasien menyediakan waktu setiap hari untuk
belajar di rumah sakit. Pasien jarang bermain karena tidak ada pasien
yang sebaya dengannya, pasien lebih suka bermain game di telepon
genggamnya.
m. Pola rekreasi
Sebelum sakit
Terpenuhi
Saat sakit
Tidak terpenuhi, karena keterbatasan mobilitas. Pasien tidak mengikuti
terapi bermain yang ada di ruangan, kadang-kadang pasien berjalan-jalan
di taman saat pagi hari bersama ibunya. Pasien mengatakan suka
menonton televisi di ruang perawat jika dia merasa bosan.
n. Pola kebutuhan belajar
Sebelum sakit
Terpenuhi , pasien belajar 2 jam perhari
Saat sakit
Terpenuhi, pasien belajar 2-4 jam perhari

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran :komposmetis / apatis / somnolen / spoor/koma
GCS :Verbal:5 Psikomotor: 6 Mata :4
b. Tanda-tandavital :
Nadi :100 x/menit Suhu: 36,70C TD : 110/80 mmhg RR :24x/menit
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher:
Normal, tidak ada gangguan
2) Dada :
Paru
Dada simetris, suara nafas vesikuler
46

Jantung
Normal, irama regular, S1tunggal, CRT 1 detik
3) Payudara dan ketiak :
Normal, tidak ada gangguan
4) Abdomen:
Supel, tidak ada distensi atau asites, bising usus 12x/menit
5) Genetalia:
Normal, bersih
6) Integumen :
Luka operasi amputasi bersih dan kering, tidak ada tanda infeksi, akral
: hangat, kering, merah
7) Ekstremitas:
Atas
Normal
Bawah
Amputasi kaki sebelah kanan, operasi amputasi dilakukan sejak bulan
Juli 2016, pasien sudah menerima keadaan fisiknya pasca amputasi.
Tidak ada kekakuan sendi, tidak ada atropi, tidak nyeri, tidak ada
penurunan sensori persepsi
8) Neurologis:
Status mental dan emosi :
Normal
Pengkajian saraf kranial :
-
Pemeriksaan refleks :
-
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Hb: 8,2, Leukosit: 2000, Limfosit: 87
2. Pemeriksaan radiologi
Xray
3. Hasilkonsultasi
47

-
4. Pemeriksaanpenunjang diagnostik lain

6. ANALISA DATA
INTERPRETASI MASALAH
DATA
(Sesuai dengan patofisiologi) KEPERAWATAN
DS: Kemoterapi Ketidakseimbangan
Pasien mengeluh mual nutrisi kurang dari
muntah sehingga nafsu Mual, muntah kebutuhan tubuh
makan menurun. (00002)
Nafsu makan menurun
DO:
A: Berat badan turun 10 Berat badan menurun
kg
B: Hb: 8,2 Ketidakseimbangan nutrisi
C: Intake oral cairan 1200 kurang dari kebutuhan tubuh
ml/ hari
D: Makanan habis
setengah porsi saja

DS: Osteosarcoma Hambatan


Pasien mengatakan mobilitas fisik
kesulitan untuk berpindah Amputasi kaki kanan (00085)
tempat dan butuh bantuan
Fungsi ekstremitas bawah
DO: Pasien banyak terganggu
menghabiskan waktu di
tempat tidur Hambatan mobilitas fisik
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF
BERDASARKAN PRIORITAS
TANGGAL / DIAGNOSA
TANGGAL
NO JAM KEPERAWATAN Ttd
TERATASI
DITEMUKAN (NANDA)
1 5 September Ketidakseimbangan 5/9/16
2016 / 11.00 nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
mual muntah
2 6 September Hambatan mobilitas 7/9/16
2016 / 12.30 fisik berhubungan
dengan amputasi kaki
kanan.

36
37

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/ No RencanaPerawatan
Ttd
Tgl Dx NOC NIC

Senin, 1 Setelah dilakukan Nutritional management (1100)


5/9/16 tindakan 1. Menjelaskan pada pasien
keperawatan selama tentang kebutuhan
1 x 24 jam nutrisinya
kebutuhan nutrisi 2. Menciptakan lingkungan
pasien terpenuhi, yang mendukung untuk
dengan kriteria hasil: makan
Nutritional status 3. Menganjurkan pasien untuk
(1004) makan dengan posisi duduk
3) Intake nutrisi 4. Menghidangkan makanan
terpenuhi selagi hangat
4) Intake 5. Menganjurkan keluarga
makanan untuk membawakan
terpenuhi makanan kesukaan pasien
5) Berat badan 6. Kolaborasi pemberian
seimbang antiemetik
38

Rabu, 2 Setelah dilakukan Exercise therapy : ambulation


7/9/16 tindakan (0221)
keperawatan selama 1. Menganjurkan pasien untuk
1 x 24 jam masalah menggunakan pakaian yang
hambatan mobilitas tidak terlalu ketat
fisik pasien teratasi, 2. Menganjurkan pasien untuk
dengan kriteria hasil: menggunakan alas kaki yang
Mobility (0208): aman (tidak licin)
1. Pasien dapat 3. Mengajarkan cara ambulasi
mengkoordinasi yang benar
kan gerakan 4. Monitoring alat bantu
tubuh dengan berjalan
alat bantu 5. Membantu pasien untuk
2. Pasien mampu ambulasi secara mandiri
berpindah dalam batas aman
tempat
3. Pasien mampu
mempertahanka
n keseimbangan
tubuh
39

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/ No
TindakanKeperawatan Evaluasi proses Ttd
Tgl/Jam Dx
S: Mau makan sedikit
demi sedikit
O: Porsi makan habis ,
kurang bersemangat saat
Senin,5/9/16 1 4. Memberikan edukasi makan
11.30 tentang kebutuhan A: Nutrisi kurang dari
nutrisi pasien kebutuhan tubuh teratasi
5. Menganjurkan sebagian
pasien untuk makan, P: - Intervensi
selagi makanan dilanjutkan
masih hangat a. Menganjurkan
6. Menganjurkan keluarga untuk
keluarga pasien memotivasi pasien
untuk membawa untuk makan
makanan kesukaan b.Monitoring intake
2 pasien makanan pasien
c. Melakukan
Intervensi
kolaborasi untuk
pemberian
antiemetik
6. Menganjurkan S: pasien mengatakan
pasien untuk ingin mencoba berjalan
menggunakan alas ke luar ruangan dengan
Rabu,
kaki yang aman menggunakan alat bantu
7/9/16 2
7. Mengajarkan cara O: Berlatih
11.00
yang aman untuk menggunakan alat bantu
turun dari tempat dengan antusias
tidur dengan A: Hambatan mobilitas
40

menggunakan kruk fisik teratasi sebagian


8. Memastikan kruk P: - Intervensi
yang digunakan dilanjutkan
aman d.Latihan
9. Membantu pasien menggunakan alat
melakukan ambulasi bantu setiap hari
10. Menganjurkan e. Kolaborasi dengan
pasien untuk fisioterapi
berjalan keluar
ruangan dengan
menggunakan alat
bantu dan ditemani
oleh keluarga
41

Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl No
No Evaluasi TTd
Jam Dx
1 Jumat, 9/9/16 1 S: Pasien mengatakan nafsu makan
10.00 membaik
O: Pasien makan dengan lahap,
menyisakan sedikit dari porsi
makanan, BB tetap
A: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi sebagian
P: - Intervensi dilanjutkan
f. Menganjurkan pasien untuk makan
sedikit tapi sering
g.Menganjurkan keluarga pasien untuk
memotivasi pasien agar mau makan
2 Jumat, 9/9/16 2 S: Pasien mengatakan dapat berjalan
10.15 menggunakan alat bantu
O: Pasien mampu berpindah tempat
menggunakan alat bantu dengan bantuan
minimal dari orang lain
A: Hambatan mobilitas fisik teratasi
sebagian
P: - Intervensi dilanjutkan
h.Menganjurkan keluarga untuk
mengawasi aktivitas pasien
i. Mendorong pasien untuk berlatih
secara rutin

Anda mungkin juga menyukai