Anda di halaman 1dari 21

JOURNAL READING

Deep neck space infection – A


retrospective study of 270 cases at
tertiary care center
KENNY NATALIA P
1620221160
Pendahuluan
Definisi :
Deep Neck Space Infection (DNSI) adalah infeksi bakteri yang berasal
dari saluran aerodigestif atas dan melibatkan ruang leher dalam.

Susunan anatomis leher yang kompleks menjadikan diagnosis dan


penentuan lokasi pasti infeksi leher dalam sulit untuk dilakukan.
Banyak infeksi leher dalam yang tidak terlihat jelas pada saat palpasi
atau inspeksi visual.
Etiologi :
- infeksi gigi dan struktur pendukung (odontogenik)
- tonsil dan peritonsil
- kelenjar saliva
- benda asing yang tertahan
- trauma pada kepala dan leher
- kalangan penyalahguna obat intravena

DNSI biasanya bersifat polimikroba. Streptococcus, Peptostreptococcus species, Staphylococcus


aureus dan anaerob merupakan organisme yang paling sering dikultur dari DNSI.
Gejala :
Bergantung pada ruang yang terlibat

Nyeri, demam, malaise, lelah, pembengkakan, odinofagia, disfagia,


trismus, disfonia, otalgia, dan dispnea.
Komplikasi :

- obstruksi jalan napas - sepsis


- trombosis vena dalam - distres pernapasan
- mediastinitis descending - koagulasi intravaskular diseminata
- perikarditis - supurasi pleuropulmonal
- empiema pleuralis - penyebaran hematogen ke organ yang jauh.
- trombosis sinus cavernosus
Penatalaksanaan :

Manajemen DNSI biasanya didasarkan pada drainase abses secara


pembedahan secepatnya diikuti dengan antibiotika

Diagnosis yang sesuai dan manajemen yang cepat dapat secara


efektif mengatasi penyakit dan memberikan kesembuhan tanpa
komplikasi. Namun, untuk hal ini, ahli otolaringologi harus memiliki
pengetahuan yang rinci mengenai presentasi, etiologi, pemeriksaan
dan akses terhadap intervensi medis dan pembedahan yang tepat.
Tujuan Penelitian
Untuk meninjau temuan klinis pada infeksi leher dalam dan
identifikasi faktor-faktor yang menjadi predisposisi terhadap
komplikasi ini
Metode
Merupakan penelitian retrospektif. Dilakukan pada pasien dari Maret 2013
hingga Maret 2016 (tiga tahun terakhir)
Dilakukan di Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorokan, Fakultas
Kedokteran Pemerintah Dr.Shankarrao Chavan, Nanded, Maharashtra, India.
Populasi dan Sample
Populasi penelitian terdiri atas pasien-pasien dengan DNSI yang
melaporkan ke fasilitas

Didapatkan sebanyak 270 partisipan yg memenuhi kriteria


Kriteria Inklusi & Eksklusi
INKLUSI EKSKLUSI

Pasien dengan gejala DNSI semua kelompok Pasien-pasien dengan luka terinfeksi pasca
usia. trauma dan luka akibat keganasan
Hasil & Pembahasan
◦ Dalam penelitian ini, sebagian besar ditemukan
pada dekade ketiga dan keempat kehidupan
mereka. Hal ini bersesuaian dengan penelitian-
penelitian oleh Perischar dan Harel8 dan Meher
dkk16 yang mana 50% dan 60% pasien berada
pada dekade ketiga dan keempat kehidupannya,
secara berturut-turut.
◦ Dalam penelitian kami, dominasi laki-laki terlihat
yaitu sebesar 57.04%, yang sesuai dengan
penelitian oleh Sethi dan Stanley17, Meher dkk16
dan Parischar dan Harel8 yang semuanya ini
menunjukkan dominasi laki-laki.
• Penelitian kami sesuai dengan penelitian oleh
Bakir dkk12, Maher dkk16, Sethi dan Stanley17
dan Marloni dkk18 dengan nyeri sebagai gejala
yang paling sering ditemukan diikuti dengan
pembengkakan, disfagia/odinofagia, dan
trismus. Dalam penelitian oleh Tschiassny19
Etiologi
◦ 70 kasus DNSI bersuber dari odontogenik. Dalam
penelitian retrospektif oleh Parischar dan Harel8
infeksi odontogenik dinyatakan sebagai penyebab
tersering DNSI (43%).
◦ Bottin dkk20 juga melaporkan hasil yang sama
dengan Parischar dan Harel8 dengan 42% dari DNSI
berasal dari odontogenik.
◦ Huang dkk10, Marioni dkk18 dan Eftekharian dkk21
melaporkan bahwa masalah odontogenik
merupakan faktor kausatif tersering untuk DNSI,
pada 42%, 38.8%, dan 49% kasus, secara berturut-
turut.
◦ Penelitian-penelitian oleh Sethi dan Stanley17 dan
Har-El dkk22 juga menunjukkan penyeab utama
DNSI adalah bersumber dari gigi.
◦ Oleh karena itu, hasil penelitian kami yaitu 24.07%
sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya ini.
Lokasi
◦ Presentasi tersering DNSI dalam penelitian kami
adalah Angina Ludwig (17.78%), diikuti dengan
abses submandibularis (13.33%), abses
peritonsilar (12.59%), abses leher anterior
(!2.59%), abses dingin (9.26%).
◦ Angina Ludwig, abses peritonsilaris, dan abses
leher anterior untuk sekitar 42.96% kasus kami,
yang sesai dengan penelitian oleh Khode dkk23
dengan sekitar 60% kasus dengan presentasi
yang serupa.
◦ Abses peritonsilaris dan abses submandibularis
merupakan presentasi tersering kedua dan
ketiga dalam penelitian kami, yang sesuai
dengan hasil penelitian dari Pariscar dkk9 dan
Stalfor dkk24 dengan peritonsilar dan
submandibularis sebagai presentasi kedua dan
ketiga tersering.
◦ Streptococcus species merupakan organisme
yang paling sering dikultur dalam penelitian
kami, yang sesuai dengan penelitian-penelitian
oleh Ridder dkk26, Parischar dan Harel,8 Mumtaz
dkk27 dan Gidley dkk28.
◦ Pada 29 pasien (10.74%), tidak ada organisme
yang berhasil dikultur, yang kemungkinan
disebabkan oleh pengguaan antibiotika pada
waktu kultur dikirimkan.
◦ Dalam penelitian kami, semua pasien mulai
diberikan terapi antibiotika intravena dengan
amoksisilin, asam klavulanat, dan metronidazole,
yang kemudian dimodifikasi atau diubah menjadi
antibiotika lainnya menurut hasil laporan kultur
dan sensitivitas.
◦ Delapan puluh sembilan pasien kami (32.96%)
adalah pengunyah tembakau. Hal ini
menyebabkan buruknya oral hygiene dan
dilaporkan mempengaruhi kerentanan host
terhadap penyakit sistemik dengan
pembentukan biofilm subgingiva yang berperan
sebagai reservoar bakteri Gram negatif, dan
melalui periodontium yang bertindak sebagai
reservoar mediator-mediator inflamasi.25
◦ Selain itu, dalam penelitian kami, diabetes
berkaitan dengan 36.30% pasien, yang sama
dibandingkan dengan penelitian oleh Huang
dkk10 yang melaporkan 30.3% pasien diabetes
melitus.
◦ Dalam penelitian kami, intervensi pembedahan
dilakuka pada 94.81% pasien, yang sesuai dengan
penelitian-penelitian oleh Mumtaz dkk27,
Eftekharian dkk21, Paischar dan Harel8 dan Har-El
dkk22 dengan intervensi pembedahan yang
dibutuhkan pada sekitar 78%, 79%, 100% dan 90%
kasus, secara berturut-turut.
◦ Manajemen jalan napas bersifat menantang pada
pasien-pasien dengan DNSI. Penyebab gangguan
jalan napas yang biasa ditemukan adalah edema
laring dan penekanan lidah ke atas dan ke belakang,
terutama pada angina Ludwig. Dalam penelitian
kami, trakeotomi dilakukan pada 0.74% kasus, yang
tidak sesuai dengan penelitian oleh Eftekharian
dkk21 yang mana trakeotomi dibutuhkan pada 8.8%
kasus. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan dalam pemilihan kasus.
◦ Tiga kunci untuk keberhasilan manajemen infeksi leher dalam adalah
perlindungan dan pengendalian jalan napas, terapi antibiotika dan drainase
secara pembedahan.
◦ Namun, banyak yang masih mempraktkkan pemikiran Leivt bahwa
“antibiotika bukan merupakan pengganti untuk operasi, mereka dapat
digunakan secara bersamaan dengan drainase pembedahan yang tepat”
◦ Keputusan mengenai terapi antibiotika mana yang akan dimulai secara
empiris bagi pasien-pasien dengan DNSI harus diarahkan oleh fakta bahwa
organisme yang paling sering diisolasi adalah Streptococcus species dan
anaerob. Sebagian besar nfeksi bersifat polimikroba sehingga cakupan
antibiotika spektrum luas diharapkan.
◦ Tentu saja, terapi antibiotika harus selalu disesuaikan sebagaimana yang
diarahkan oleh temuan kultur dan sensitivitas pada kasus-kasus yang mana
spesimen diperoleh.28
◦ Durasi cakupan antibiotika diputuskan berdasarkan kondisi umum pasien dan
status luka seperti adanya slough, jaringan granulasi yang sehat atau adanya
indurasi.
Kesimpulan
• DNSI masih merupakan suatu penyakit yang sering ditemukan dan menantang bagi ahli
otolaringologi, dan harus diobati berbasis emergensi.
• Kurangnya nutrisi yang adekuat, oral hygiene yang buruk, mengunyah tembakau, merokok dan
pengunyahan pinang telah mengarahkan pada peningkatan prevalensi penyakit gigi dan
periodontal. Dimana infeksi odontogenik merupakan faktor etiologi yang paling sering untuk
DNSI.
• Pencegahan DNSI dapat dicapai dengan menjadikan populasi sadar akan kebersihan gigi dan
mulut dan mendukung pemeriksaan teratur untuk infeksi gigi.
• Diagnosis dan penatalaksanaan dini adalah hal yang penting, semua pasien harus mulai
diberikan terapi antibiotika intravena empiris, yang kemudian diubah menurut laporan kultur
dan sensitivitas.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai