Anda di halaman 1dari 41

TRAUMA

ABDOMEN
Dokter Pembimbing : dr. Gunadi Petrus, Sp. B, KBD

Disusun oleh : Mohamad Yanuar Prasetyo Nugroho


Definisi
Trauma abdomen  kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan
pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
tajam/tusuk.
Etiologi
 Trauma tumpul
 trauma abdomen tanpa penetrasi ke dlm rongga
peritoneum.
Bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman.
> 50% krn kecelakaan lalu lintas.

 Trauma tembus
 trauma abdomen dgn penetrasi ke dlm rongga peritoneum.
Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda
tajam atau luka tembak.
Epidemiologi

12,5%

7,4%
Anatomi

1.Luar
 Abdomen
depan

 Pinggang

 Punggung
2. Dalam
 Rongga Peritoneum
 Parietale
 Visceral

 Rongga Pelvis

• Rongga retroperitoneum
Klasifikasi

 Mekanisme
1. Trauma Tumpul : Tanpa penetrasi
2. Trauma Tembus : Dengan penetrasi

 Organ yang terkena


1. Organ padat
2. Organ berongga
Patofisiologi

 Kekuatan Kompresi
→Robek dan timbulnya hematoma subkapsular dari organ
visera yang padat. Juga menyebabkan perubahan bentuk
pada organ berongga & menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal sementara sehingga dapat menimbulkan robekan

 Kekuatan Deselerasi
→ Peregangan & Memotong secara liner → ruptur dari
struktur penyokong
TRAUMA HEPAR
Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma hepar
terbagi menjadi :
 trauma tajam

 trauma tumpul
Mekanisme yang menimbulkan kerusakan hepar pada
trauma tumpul : efek kompresi dan deselerasi.

Trauma kompresi pada hemithorax kanan dapat menjalar


melalui diafragma, dan menyebabkan kontusio pada
puncak lobus kanan hepar.

Trauma deselerasi menghasilkan kekuatan yang dapat


merobek lobus hepar satu sama lain dan sering
melibatkan vena cava inferior dan vena-vena hepatik.
Trauma tajam terjadi akibat tusukan senjata tajam atau
oleh peluru.
Berat ringannya kerusakan tergantung pada jenis trauma,
penyebab, kekuatan, dan arah trauma.

Karena ukurannya yang relatif lebih besar dan letaknya


lebih dekat pada tulang costa, maka lobus kanan hepar
lebih sering terkena cidera daripada lobus kiri, Sebagian
besar trauma hepar juga mengenai segmen hepar
VI,VII, dan VIII.
Gambaran trauma hepar mungkin dapat seperti :
(1) subcapsular atau intrahepatic hematom,

(2) laserasi,

(3) kerusakan pembuluh darah hepar,

(4) perlukaan saluran empedu.


Diagnosis
anamnesis, px.fisik (tanda dan gejala klinik), px.lab dan
px.penunjang (USG, CT-Scan).
Manifestasi Klinis
 nyeri pada epigastrium kanan
 tanda-tanda syok hipovolemik : hipotensi, takikardi,
penurunan jmlh urin, tekanan vena sentral yang
rendah, distensi abdomen
 Tanda-tanda iritasi peritoneum akibat peritonitis biliar
dari kebocoran saluran empedu : nyeri, rigiditas
abdomen, mual dan muntah.
Px. lab
Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hepar akan
diikuti dengan :
 pe↓ Hb & Ht

 leukositosis >15.000/ul, biasanya setelah ruptur hepar

akibat trauma tumpul


 Kadar enzim hati yang ↑ dlm serum darah
(menunjukkan bahwa terdapat cidera pada hepar)
 Pe↑ serum bilirubin, ditemukan pada hari ke3 - ke4
setelah trauma.
CT-Scan
 menentukan lokasi dan luas trauma hepar,
 menilai derajat hemoperitoneum,
 memperlihatkan organ intraabdomen lain yang
mungkin ikut cidera,
 identifikasi komplikasi yang terjadi setelah trauma
hepar yang memerlukan penanganan segera terutama
pada pasien dengan trauma hepar berat,
 untuk monitor kesembuhan.
Grd Type Description
I Hematoma Subcapsular,nonexpanding,<10% surface area
Laceration Capsular tear, nonbleding,< 1 cm parenchymal depth
II Hematoma Subcapsular, nonexpanding,10-15% surface area;
intraparenchymal,
nonexpanding,< 2 cm in diameter
Laceration Capsular tear,active bleding;1-3 cm deep into parencymal,< 10 cm long
III Hematom Subcapsular,> 50% surface area or expanding; rupture
subcapsular
hematom with active bleeding; intraparaencymal hematoma > 2
cm or
expanding
Laceration > 3 cm deep into the parencymal
IV Hematom Ruptur intraparenchymal hematom with active bleeding
Laceration Parenchymal disruption involving > 50% of hepatic lobe
V Laceration Parenchymal disruption involving > 50% of hepatic lobe
Vascular Juxtahepatic venous injuries;ie,retrohepatic vena cava or major hepatic
vein
VI Vascular Hepatic avulsion
Penanganan
 Resusitasi
Jalan nafas yg adekuat harus dipertahankan & Kontrol
perdarahan dan syok.
Infus 2000 ml Ringer Laktat  mengembalikan atau
menjaga BP normal pasien jika kehilangan darah < 15%
volume darah total tanpa perdarahan lanjut yang
signifikan.
Jika kehilangan darah > 15% volume darah atau jika
perdarahan masif tetap berlangsung tekanan darah
biasanya meningkat hampir mencapai normal
kemudian jatuh atau turun dengan cepat.
Non-operatif
Kriteria untuk penatalaksan non operatif adalah:
 Hemodinamik stabil setelah resusitasi,

 Status mental normal

 Tidak ada indikasi lain untuk laparatomi.


Pasien yg ditangani scr non-operatif hrs dipantau di Gadar:
 Monitoring VS & abdomen,

 Px.Ht serial & px.CT/USG  menentukan penatalaksanaan,

 Setelah 48 jam  pindah ke ruang intermediate care unit,


mulai diet oral, tapi masih harus istrahat ditempat tidur
sampai 5 hari.
 Jika px.Ht serial (setelah resusitasi) normal, pasien dapat
dipulangkan dengan pembatasan aktifitas.
 Aktifitas fisik ditingkatkan secara perlahan sampai 6-8
minggu.
 Waktu untuk penyembuhan perlukaan hepar berdasarkan
bukti CT-Scan antara 18-88 hari dengan rata-rata 57 hari.
Indikasi operasi
 - Trauma hepar dengan syok

 - Trauma hepar dengan peritonitis

 - Trauma hepar dengan hematom yang meluas

 - Trauma hepar dengan penanganan konservatif gagal

 - Trauma hepar dengan cedera lain intra abdominal


Prinsip penatalaksanaan operatif trauma hati :
 Kontrol perdarahan yang adekuat

 Pembersihan seluruh jaringan hati yang telah mati

(devitalized liver)
 Drainase yang adekuat dari lapangan operasi
Perawatan Pasca Bedah
 Penderita dirawat di ICU atau ruang perawatan akut

 Bedrest, pasang NGI dan kateter usus

 Diet per oral diberikan bila saluran pencernaan telah

berfungsi
Follow-up
 Bila cedera hepar cukup signifikan dan dilakukan non

operatif managemen: Bedrest 2-3 hari


 Follow-up CT-scan hari 5-7 pasca trauma, kemudian 1
bulan berikutnya
Prognosis
Mortalitas pada trauma hepar 10-15 %.
TRAUMA DUODENUM
Trauma duodenum jarang terjadi, 5% dari cedera
abdomen.
Etiologi
dapat disebabkan oleh trauma tumpul dan trauma
tembus.

Trauma tumpul  kecelakaan lalulintas, jatuh atau


dipukul.

Trauma tembus  luka tikam atau luka tembak


>>disebabkan oleh trauma tembus, luka tembak (75 %),
luka tikaman (20%).

Cedera akibat tikaman pisau biasanya menyebabkan


laserasi pada dinding duodenum,
Insiden bervariasi pada lokasi anatomis dari duodenum,
paling sering terkena
D2(33%),
D3 dan D4 (20%),
D1(15%).

Trauma tembus bisa terjadi diseluruh bagian duodenum


sedang pada trauma tumpul, mayoritasnya terjadi pada
D2, D3.
Perubahan klinis pada awal cedera tidak terlihat jelas dan
akan tampak bila keaadan memberat dan berkembang
menjadi peritonitis.

Pada perforasi retroperitoneal yang masif, keluhan yang


muncul : kekakuan pada abdomen bag.atas dengan
peningkatan suhu yang progresif, takikardi, mual.

Setelah beberapa jam isi duodenum akan mengalami


ekstravasasi kedalam kavum peritoneum dan
berkembang menjadi peritonitis.
Px.penunjang :
 Foto polos abdomen

 Ct-scan
KLASIFIKASI TRAUMA DUODENUM
Grade Deskripsi cedera
I Hematoma melibatkan satu segmen duodenum
Laserasi laserasi sebagian ketebalan dinding, ≠perforasi
II Hematoma melibatkan lebih dari satu segmen duodenum
Laserasi laserasi < 50% sirkumferensi
III Laserasi laserasi 50 sampai 75% sirkumferensi D2
50 sampai 100% sirkumferensi segmen D1,D3,D4
IV Laserasi laserasi >75% sirkumferensi D2
Melibatkan ampulla vater atau distal saluran
empedu
V Laserasi laserasi luas dari duodenumpankreatico
Vaskular devaskularisasi duodenum
NO DERAJAT Determinant keparahan Cedera Duodenum
RINGAN
BERAT
1
Agent Luka Tusuk Tumpul / Peluru
2
Ukuran < 75% Diameter >75% Diameter
3 Lokasi Duodenum Pars III, IV Pars I, II
4
Waktu cedera-Operasi < 24 Jam > 24 Jam
5
Cedera Penyerta Tidak ada Ada (Pankreas, CBD, dll)

6 Prognosis Mortalitas 0% 6%

Morbiditas 6% 14 %
Terapi
 Grade I & II tanpa pembedahan; pengobatan
konservatif & drainase.
penanganan konservatif slm 3 minggu dgn aspirasi NGT
secara kontinyu dan nutrisi parenteral total.
Bila tanda obstruksi tidak mereda, evaluasi dengan
pemeriksaan kontras saluran cerna bagian atas dgn
interval 5-7 hari.

Bila tidak ada perkembangan  laparotomi.


Terapi
 Grade III  reseksi organ
 Grade IV & V,cedera duodenum dan pankreas paling
baik di tangani dengan pancreaticiduodenectomi
Prognosis
 Mortalitas bervariasi dari 5 – 25 % (± 15 %).

 Kebanyakan mortalitas pada pasien cedera duodenum


disebabkan oleh cedera2 penyerta dari organ lain.

 Kematian pada awal cedera duodenum berhubungan dengan


adanya cedera pada pembuluh darah besar  pasien
menunjukkan gejala syok.

 mortalitas trauma tumpul > pd trauma tembus (20% vs 15 %)

 Keterlambatan mendiagnosa cedera duodenum >24 jam 


meningkatkan angka mortalitas sampai 40%.

Anda mungkin juga menyukai