Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

AGRESIVITAS DITINJAU DARI


EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI,
BIOPSIKOSOSIAL DAN
PENATALAKSANAANNYA
Oleh :
Vivian Chau

Pembimbing :
dr. Elly Tania, Sp.KJ
Definisi
Perilaku ini terjadi ketika individu bersaing
untuk mendapatkan makanan, air, dan
Sinyal, postur, dan tindakan yang
sumber daya lain yang diperlukan untuk
digunakan untuk membantu mendapatkan
bertahan hidup dan reproduksi, ketika
tujuan spesifik, atau untuk bertahan dari
mereka mempertahankan wilayah atau
ancaman serangan aktual.
keturunan mereka, atau sebagai respons
terhadap frustrasi atau ketakutan.

AGRESIFITAS

Penting sebagai langkah awal menuju


Diklasifikasikan sebagai ofensif atau defensif
pencapaian kemajuan dalam layanan
berdasarkan kondisi distal dan proksimal,
yang diberikan kepada individu dengan
topografi perilaku, dan konsekuensinya
disabilitas intelektual dan perilaku agresif.
Epidemiologi
◦ McLaughlin et al dalam penelitian meta-analisis menemukan bahwa tingkat prevalensi rata-rata 77% dari 29
penelitian dapat dihitung.
◦ Agresi verbal (o/ McLaughlin et al )  salah satu bentuk dari perilaku mengancam agresif verbal atau non-
verbal, namun non-fisik, dan pelecehan verbal dianggap lebih dominan.

◦ Namun studi ini menganggap agresi verbal dan pelecehan verbal sebagai sinonim, sedangkan pada
kenyataannya, merujuk pada perilaku yang beragam secara eksplisit. Oleh karena hal ini menyebabkan
kebingungan di seluruh studi yang sebagian besar dilakukan dalam setting keperawatan umum dan psikiatris.

◦ Tidak ada penelitian yang diidentifikasi dalam bidang kecacatan intelektual; Namun demikian, dapat
disimpulkan dari penelitian terkait sehubungan dengan perilaku agresif dan kecacatan intelektual bahwa
agresi verbal adalah elemen inti dari perilaku agresif.
Epidemiologi
◦ Crocker et al menemukan dalam studi longitudinal yang menggabungkan metode
kualitatif dan kuantitatif yang dalam sampel 3165 individu dengan cacat intelektual, 37,6%
menunjukkan agresi verbal.

◦ Penelitian ini menggunakan Modified Overt Aggress Scale (MOAS), survei kuantitatif teruji
reliabilitas yang didistribusikan ke dalam tiga layanan di Kanada.

◦ Dimasukkan dalam penelitian ini adalah tingkat fungsi kecacatan intelektual dan korelasi
terkait lainnya dari kecacatan intelektual.

◦ Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan tingkat fungsi ringan atau sedang
(41,4%) berfungsi lebih mungkin daripada mereka yang memiliki tingkat parah atau berat
(29,4%) berfungsi untuk menunjukkan perilaku agresif secara verbal dan bahwa tidak ada
efek usia yang jelas diamati untuk prevalensi ini.
Epidemiologi
◦ McClintock et al melakukan meta-analisis yang menggabungkan hasil beberapa penelitian yang
membahas prevalensi dan korelasi perilaku agresif termasuk agresi fisik luar dan hipotesis penelitian terkait.
◦ Pendekatan meta-analitis  berfokus pada total 86 studi potensial dan 22 dianggap mengandung data
yang cukup untuk memungkinkan analisis statistik dilakukan untuk membandingkan
 menafsirkan bahwa sangat sulit untuk membuat perbandingan antara studi untuk merumuskan prevalensi
rata-rata agresi fisik karena keterbatasan studi dan kurangnya tingkat prevalensi perilaku agresif keseluruhan.
◦ laki-laki secara signifikan lebih mungkin daripada perempuan untuk menunjukkan agresi terhadap orang
lain.
◦ Dan di empat tingkat fungsi dalam kecacatan intelektual, ditetapkan bahwa individu dengan kecacatan
intelektual yang parah lebih cenderung menunjukkan agresi terhadap orang lain daripada mereka yang
berfungsi pada tingkat kecacatan intelektual tingkat ringan hingga sedang.
Epidemiologi
◦ Meysamie et al, agresi fisik secara signifikan lebih umum di antara anak laki-laki, tetapi agresi verbal dan
relasional tidak menunjukkan perbedaan gender yang signifikan setelah mengendalikan efek perancu
dalam analisis regresi logistic.

◦ Namun banyak penelitian lain yang tidak mendukung hasil penelitian ini. Perbedaan prevalensi agresi
antara anak laki-laki dan perempuan dapat disebabkan oleh perbedaan definisi agresi di berbagai
budaya di seluruh dunia.

◦ Penelitin ini menemukan bahwa agresi fisik cenderung menurun di antara anak-anak dengan
bertambahnya usia dan hanya sebagian kecil dari anak-anak yang agresif tetap demikian di masa
remaja mereka; dengan kata lain, agresi fisik memuncak pada usia 30 bulan dan kemudian menurun.
Selain itu ditemukan bahwa menonton program TV kekerasan dikaitkan dengan prevalensi yang lebih
tinggi dari agresi verbal, fisik dan relasional; sama halnya, dalam tinjauan sistematis yang dilakukan oleh
Bushmann dan rekan-rekannya, diindikasikan bahwa kesediaan untuk menonton program TV kekerasan
terkait dengan pemikiran dan tindakan agresif anak-anak.
Etiopatologi
Gangguan explosive
Psikiatri intermiten

Agresi dan psikosis


Kejang dan agresi
Agresi dan
Demensia dan agresi penyalahgunaan zat

Obat-obat lain
Kontribusi biologis
terhadap agresi

Kontribusi sosial
terhadap agresi
1. Psikiatri

a. Gangguan Explosive
Intermiten

Kriteria diagnostic DSM-IV TR :

1. Beberapa episode kegagalan untuk menolak impuls agresif yang akibatkan tindakan
serangan serius atau perusakan property.

2. Tingkat agresivitas yang di ekspresikan selama episode ini sangat tidak proporsional
dengan pemicu stress psikososial apapun

3. Episode agresif tidak disebabkan oleh gangguan mental lain dan bukan karena efek
fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum (misalnya, trauma kepala,
penyakit Alzheimer)
1. Psikiatri

b. Agresi dan psikosis

• Salah satu alasan potensial untuk hasil yang bertentangan pada hubungan antara
psikosis dan agresi  kenyataan bahwa riwayat perilaku agresif masa lalu yang
terkait dengan gangguan kepribadian antisosial dan penyalahgunaan zat secara
independen terkait dengan agresi, dan dengan demikian perlu dipertimbangkan.
1. Psikiatri
c. Agresi dan
penyalahgunaan zat

◦ Alkohol — Bukti epidemiologis yang menghubungkan alkohol dengan perilaku agresif


sangat banyak.
◦ Keracunan alkohol, penyalahgunaan dan ketergantungan sangat terkait dengan
kegiatan kriminal.
◦ Ada korelasi positif antara jumlah etanol yang dikonsumsi dan frekuensi berbagai variasi
tindakan kekerasan termasuk kekerasan seksual, pelecehan anak, dan pembunuhan.
◦ Orang-orang yang melakukan perilaku agresif melaporkan konsumsi etanol dalam jumlah
yang lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki riwayat seperti itu.
◦ Selain itu, konsumsi alkohol lebih besar pada individu yang lebih cenderung melakukan
kekerasan, seperti individu dengan (Antisocial Personality Disorders) ASPD.
1. Psikiatri

d. Obat-obat lain

• Terdapat penelitian yang menyatakan jika penyelahgunaan benzodiazepine,


flunitrazepam, narkoba, diduga dapat mempengaruhi meningkatnya agresi.

• sejumlah benzodiazepin telah digunakan secara efektif untuk mengelola agresi


pada populasi pasien psikiatrik.

• Flunitrazepam (Rohypnol) meningkatkan kemungkinan keterlibatan dalam


penyerangan fisik, kekerasan seksual, dan kecelakaan kendaraan bermotor.

• Sebuah survei terhadap pengguna narkoba Mexico City  ada hubungan


penyalahgunaan flunitrazepam dan perkelahian jalanan, perampokan, dan
pemerkosaan.
Lanjutan…

• Studi forensik pasien psikiatris dan remaja yang menyalahgunakan flunitrazepam lebih sering
terlibat dalam pelanggaran yang melibatkan perampokan, senjata, dan obat-obatan,
tindakan kekerasan impulsif, dan pelanggaran pidana berat yang serius.

• Hal tersebut mungkin disebabkan oleh mekanisme aksi farmakologis bersama pada reseptor
GABA, dan hilangnya kontrol penghambatan secara bersamaan.

• Bensodiazepine  terbukti efektif secara klinis dalam mengurangi agitasi dan perilaku
agresif, nampaknya ada subset individu yang penggunaan atau penyalahgunaan
benzodiazepin yang berat dapat memfasilitasi perilaku agresif. Sejarah kekerasan kriminal
dan / atau gangguan kepribadian dapat menjadi faktor penyebab.
2. Demensia dan
agresi

• Perilaku agresif dapat mewakili upaya pasien untuk mengomunikasikan


kebutuhan yang tidak terpenuhi kepada pengasuh, seperti pengalaman nyeri
fisik, rasa lapar, kesepian, atau kebosanan.
• Perilaku responsif juga dapat terjadi sebagai reaksi terhadap rangsangan yang
dianggap sebagai stres karena meningkatnya kerentanan pasien terhadap
stress.

• Mempertimbangkan potensi penyebab perilaku responsif akan memfasilitasi


pengembangan intervensi yang tepat sasaran. Meninjau status medis pasien
penting untuk memahami pemicu untuk perilaku responsif.
2. Demensia dan
agresi

• Mempertimbangkan potensi penyebab perilaku responsif akan memfasilitasi


pengembangan intervensi yang tepat sasaran. Meninjau status medis pasien
penting untuk memahami pemicu untuk perilaku responsif.

 perubahan perilaku yang tiba-tiba dapat menandakan perkembangan


delirium.
 Rasa sakit dan ketidaknyamanan juga dapat memicu perilaku agresifitas.
• • Mengingat
Banyak penelitian
hubungan telah
antara
menyelidiki
emosi, kognisi,
peran 5-HTdandalam
agresi,fungsi
tampaknya
saraf dan
cocok
agresi:
bahwa banyak
penelitian telah memfokuskan penyelidikan mereka pada transmisi saraf serotonergik,
1.sebuah
Frankle et al yang
sistem  melaporkan
sebagian berkurangnya distribusi
besar terlibat dalam 5-HT transporter
regulasi di ACC pasien dengan
keadaan emosi.
gangguan kepribadian agresif dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Pengurangan
• Reseptor
aktivasiserotonin
prefrontal(5-HT)
diamati
di daerah
dalam otak
menanggapi
tertentu, agen
terlibat
pelepasan
dalam modulasi
serotonergik
dan perilaku
(d, 1-
agresif.
fenfluramin) pada individu dengan agresi impulsif, seperti yang didiagnosis dengan
• Level
gangguan
5-HT yangkepribadian
rendah dikaitkan
ambang,dengan
dan pada peningkatan
pasien depresi
agresi dengan
pada manusia.
riwayat perilaku bunuh
diri.

2. Menggunakan teknologi positron emission tomography (PET), Parsey et al.  (+) hubungan
negatif antara skor pada skala agresi dan 5-HT reseptor-binding di PFC dan amygdala.
Lebih lanjut, individu dengan tingkat agresi impulsif yang tinggi mengurangi aktivasi di PFC.

3. New et al  (+) bahwa individu dengan gangguan kepribadian borderline, yang menjalani
12 minggu pengobatan serotonin reuptake inhibitor (SSRI) selektif, meningkatkan aktivasi
PFC awal, yang berkorelasi negatif dengan peringkat agresi.
3. Kontribusi biologis
terhadap agresi

• Genetika dapat berkontribusi pada perilaku agresif dalam beberapa cara.


• Laki-laki > perempuan
• Orang yang terlahir dengan trisomi 21, atau sindrom Down, mengalami kekurangan
intelektual dalam situasi yang menantang tertentu dan dapat menjadi agresif.

• Orang-orang tertentu dilahirkan dengan kekurangan alel untuk monoamine oksidase


(MOA), yang memetabolisme serotonin.  sebabkan peningkatan serotonin dan
kelebihan serotonin telah dikaitkan dengan agresi, terutama pada individu yang
hidup dalam lingkungan sosial ekonomi yang penuh tekanan.
4. Kontribusi sosial
terhadap agresi

• Berhubungan dengan lingkungan  adanya tekanan

• Kemiskinian , tinggal didaerah berbahaya, lingukan pergaulan yang menyimpang,


penyebaran media yang menapilkan kekerasan yang jelas, pengasuhan yang buruk.

• Respon agresif  ketakutan, merasa terancam, atau merasa di luar kendali, bingung,
disorientasi, atau frustrasi
Manifestasi klinis
ANAK-ANAK DAN BALITA

◦ Perilaku agresif selama masa kanak-kanak dilihat sebagai bagian dari proses perkembangan normal.
◦ Sebelum anak mengembangkan keterampilan verbal, perilaku agresif dimanifestasikan secara fisik.
◦ Keterampilan verbal dapat digunakan untuk tujuan agresif, tetapi juga untuk meredakan perilaku agresif
dengan mengkomunikasikan kebutuhan yang tidak dapat diekspresikan secara fisik.
◦ Balita menunjukkan perilaku agresif dengan menangis, menjerit, menggigit, menendang, melempar, dan
menghancurkan benda. (puncak : 18 hingga 24 bulan dan perlahan-lahan menurun pada usia 5 tahun)
◦ Ditemukan bahwa mayoritas anak-anak pertama kali mencapai permulaan perilaku agresif sebelum usia
2tahun, pada sekitar 17 bulan. Selain itu, pada anak-anak dengan keterlambatan perkembangan, tingkat
perilaku agresif yang lebih tinggi dan masalah perilaku eksternal lainnya dapat ditemukan.
Manifestasi klinis
ANAK USIA SEKOLAH

◦ Ketika anak-anak usia sekolah ini mulai memiliki lebih banyak interaksi sosial dan
mengembangkan lebih banyak hubungan, perilaku agresif terhadap teman sebaya mungkin
muncul.

◦ Laporan maternal mengenai agresi fisik antara usia 2 tahun dan 11 tahun menunjukkan bahwa
perilaku agresif sebenarnya dapat menurun seiring waktu.

◦ Studi sama  peningkatan dalam laporan perilaku agresif tidak langsung dari usia 4 - 11 tahun.
karena peningkatan penggunaan keterampilan verbal anak-anak dan sejumlah besar
hubungan sosial dan interaksi selama jangka waktu ini.

◦ Hal ini menunjukkan bahwa, untuk anak-anak usia sekolah, perilaku agresif yang ditampilkan
pada tahap perkembangan ini terbawa dari usia sebelumnya, tetapi tidak dimulai selama
tahap ini.
Manifestasi klinis
REMAJA
◦ Mulai sering muncul. ( bisa sampai berakibatkan cidera sampai kematian o/k adanya
penggunaaan senjata )
◦ Biasanya terjadi dalam kelompok
◦ Perilaku agresif  untuk mendapatkan popularitas atau status sosial yang tinggi dengan
menunjukkan kekuatan atau kontrol atau adanya tekanan dari teman dapat
menyebabkan tingkah laku agresif karena takut diisolasi atau kehilangan kedudukan sosial.
◦ Banyak peneliti  perilaku agresif remaja sebagai masalah kesehatan masyarakat yang
penting.
Manifestasi klinis
DEWASA
◦ Perilaku agresif dapat meningkat menjadi tindakan yang lebih serius dan penuh kekerasan,
seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, pelecehan anak, dan
pembunuhan.
◦ Dewasa muda (usia 18-24 tahun)  tingkat pembunuhan tertinggi.
◦ Kekerasan pada pasangan  tidak hanya untuk korban fisik yang dapat ditanggungnya
tetapi juga untuk trauma emosional yang terlibat. (kekerasan/pelecehan seksual)
◦ Sebagai contoh, 7,7% dari semua wanita di Amerika Serikat melaporkan menjadi korban
kekerasan seksual, dan sekitar 22% wanita secara fisik dianiaya oleh pasangan pria di
beberapa titik dalam kehidupan mereka.
Manifestasi klinis
ORANGTUA

◦ >> terjadi dipanti jompo (diduga karena prevalensi demensia yang meningkat)
◦ Sering diarahkan ke penghuni atau pengasuh
◦ Gangguan perilaku adalah gejala umum demensia :
gangguan kognitif,
aphasia,
agnosia,
kerusakan otak  akibatkan hilangnya penghambatan dan disregulasi emosional,
kesulitan psikososial.
Manifestasi klinis
ORANGTUA

◦ Pasien yang mengalami kesulitan menyampaikan kebutuhan mereka secara verbal dapat
menunjukkan perilaku agresif; dengan demikian, perilaku agresif dapat berfungsi untuk
melindungi diri terhadap tindakan yang mereka anggap sebagai ancaman.
◦ Perilaku agresif : pembunuhan dan bunuh diri
◦ Insiden lebih tinggi pada usia >55 tahun (laki-laki > perempuan)
Diagnosis
◦ Fokus utama : pengembangan penilaian risiko untuk membantu mengidentifikasi
individu-individu yang paling berisiko menunjukkan perilaku kekerasan.

◦ Penilaian:
 pengumpulan informasi tentang perilaku masa lalu dan saat ini dari pasien, penyedia
layanan kesehatan, keluarga, dan teman
tinjauan pengobatan sebelumnya (berhasil dan tidak berhasil)
pemeriksaan klinis pasien dari waktu ke waktu.
◦ Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan pemeriksaan status mental menyeluruh.
◦ Faktor-factor yang dinilai : isi pikir, terutama halusinasi, delusi, ide bunuh diri, dan ide
pembunuhan.
◦ Penilaian orientasi dan memori juga penting untuk menegakkan diagnosis banding.
◦ Disorientasi mungkin merupakan petunjuk pertama bahwa kondisi somatik yang
mendasarinya mengubah status mental pasien.

◦ Ciri-ciri kepribadian antisosial mungkin menjadi faktor paling penting dalam beberapa
kasus kekerasan pasien di mana perilaku yang diarahkan pada tujuan, seperti
pemerasan uang atau rokok.
◦ Perilaku agresif  heterogen.

◦ Pertimbangan diagnostik diferensial :


gangguan kepribadian borderline,
gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan kecemasan umum,
gangguan perkembangan saraf.

◦ didiagnosis memiliki mania  memiliki kondisi kronis lainnya (yang dapat komorbiditas)
yang dibiarkan tidak diobati jika tidak dikenali.
TATALAKSANA
Anger Pengobatan
Management psikotropika
Terapi
perilaku

• untuk menekankan bahwa  Mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang emosi
kemarahan adalah emosi orang tersebut dan orang lain. latihan untuk memahami
yang normal dan dapat berbagai emosi termasuk kemarahan
ditangani dengan cara
yang tidak menempatkan
pasien di posisi sulit.  Restrukturisasi kognitif  untuk membantu orang tersebut
membuat penilaian realistis terhadap situasi.
 Umumnya dilakukan
melalui penggunaan  Inokulasi stress  pengenalan rangsangan pemicu stres yang
latihan relaksasi (relaksasi dipersonalisasi kepada individu dalam kondisi di mana mereka
progresif) didukung untuk mengendalikan gairah dan reaksi stres
mereka.
TATALAKSANA
Anger Pengobatan
Management psikotropika
Terapi
perilaku

• Pendekatan perilaku dirancang untuk mengubah


interaksi perilaku-lingkungan melalui beberapa
kombinasi:
(a) pengajaran perilaku baru,
(b) pengaturan atau pengayaan lingkungan,
(c) mengubah kontinuitas penguatan,
dan / atau
(d) manipulasi jadwal dan rutinitas.
TATALAKSANA
Anger Pengobatan
Management psikotropika
Terapi
perilaku

Lorazepam Obat-obatan psikotropika yang


digunakan untuk tujuan ini
termasuk antipsikotik;
antidepresan; mood stabilizers
Haloperidol
termasuk antiepileptik,
psichostimulant, antagonis
opioid, dan beta-blocker; serta
Anti psikotik generasi
obat anti ansietas
kedua

Anda mungkin juga menyukai