Anda di halaman 1dari 10

Biografi Haji Agus Salim

Nama : Syifa Retno Manggali


Kelas : XII Mipa 3
Mata Pelajaran: Sejarah Indonesia
Orientasi
• Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq
Soetan Mohammad Salim (berarti "pembela kebenaran"). Ia
dikenal sebagai salah satu pahlawan Indonesia. Dia Lahir di
Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8
Oktober 1884. Haji Agus Salim ditetapkan sebagai salah
satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember
1961 melalui Keppres nomor 657 tahun 1961
• Dia menjadi anak keempat dari pasangan Sultan Moehammad
Salim, seorang jaksa di sebuah pengadilan negeri di Riau dan
Siti Zainab. Karena kedudukan ayahnya, Agus Salim bisa
belajar di sekolah-sekolah Belanda dengan lancar, selain
karena dia anak yang cerdas.
Latar Belakang dan Pendidikan (Karir)
• Karena kedudukan ayah dan kecerdasan Beliau, Agus
Salim dapat dengan lancar belajar di sekolah-sekolah belanda.
Beliau bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) yaitu
sekolah khusus anak-anak Eropa. Selanjutnya ia melanjutkan
pendidikan menengahnya ke Hoogere Burgerschool (HBS) di
Batavia dan setelah menjalani pendidikan selama 5 tahun,
pada tahun 1903 saat Ia berumur 19 tahun Ia lulus sebagai
lulusan terbaik se-Hindia Belanda.
• Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan
pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan
di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab
Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode
inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih
merupakan pamannya dan juga imam Masjidil Haram dan
disana juga Ia mempelajari tentang diplomasi.
• Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak
tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu
diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun
Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang
jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin
Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan
Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur
Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en
Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan
itu, Agus Salim mengawali kariernya di bidang politik di SI (Sarekat
Islam) bersama dengan H.O.S Tjokroaminoto dan juga Abdul Muis.
Namun H.O.S Tjokroaminoto dan Abdul Muis yang pada saat itu
sebagai wakil SI keluar dari Volksraad.
• Kemudian Agus Salim menggantikan mereka di lembaga tersebut
selama 4 tahun yaitu dari tahun 1921 hingga 1924.Tetapi seperti
pendahulunya, Ia merasa bahea perjuangan dari dalam tidak
membawa manfaat dan akhirnya ia memutuskan keluar dari
Volksraad dan fokus pada Sarekat Islam.
• Pada tahun 1923, mulai muncul perpecahan di SI. Semaun
mengharapkan bahwa SI menjadi organisasi yang condong ke kiri,
namun Agus Salim dan Tjokroamnoto menolak, Akhirnya Sarekat
Islam terbelah menjadi 2. Semaun membentuk Sarekat Rakyat dan
berubah menjadi PKI, sedangkan Agus Salim dan Tjokroamnoto
tetap dengan Sarekat Islam.
• Selain menjadi salah satu pendiri Sarekat Islam, Agus Salim juga
menjadi salah satu pendiri Jong Islamieten Bond yang membuat
suatu dongkrakan guna meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku.
Agus Salim juga pernah menjadi anggota PPKI pada masa kekuasaan
Jepang.
• Ketika Indonesia merdeka, Agus Salim diangkat menjadi anggota
Dewan Pertimbangan Agung. Karena kepandaiannya dalam
berdiplomasi, kemudian Agus Salim diangkat menjadi Menteri
Muda Luar Negeri dikabinet Syahrir I dan II dari 12 Maret 1946
hingga 3 Juli 1947. Lalu Ia menjadi Menteri Luar Negeri di kabinet
Hatta dari 3 Juli 1947 hingga 20 Desember 1949. Setelah pengakuan
kedaulatan Indonesia, Agus Salim diangkat menjadi Penasehat
Menteri Luar Negeri.
• Atas prestasinya dalam bidang diplomasi, dengan badan yang kecil
Agus Salim dikalangan diplomatik dikenal sebagai The Grand Old
Man.
• Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI.
Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus
Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung
tinggi Kode Etik Jurnalistik.
• Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia
mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan
Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki
menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
• Sebenernya setelah lulus Ia berharap dapat melanjutkan pendidikan
ke sekolah kedokteran di Belanda. Namun, saat Ia memohon
beasiswa pada pemerintah untuk melanjutkan pendidikannya
tersebut, pemerintah menolaknya tapi dia tidak patah semangat.
Kecerdasan yang dimiliki Agus Salim membuat R.A. Kartini tertarik,
lalu Kartini mengusulkan agar Agus Salim menggantikannya
berangkat ke Belanda dengan cara mengalihkan beasiswa sebesar
4.800 gulden yang berasal dari pemerintah kepada Agus Salim.
Pemerintah pun setuju dengan pengusulan R.A Kartini namun Agus
Salim menolaknya, Ia beranggapan bahwa pemberian beasiswa
tersebut bukan karena kecerdasan atau jerih payahnya melainkan
dari usulan orang lain dan menganggap pemerintah berperilaku
diskriminatif.
Wafatnya Haji Agus Salim
• Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 pada usia 70
tahun di RSU Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Jakarta. Namanya kini diabadikan untuk
stadion sepak bola di Padang.

Anda mungkin juga menyukai