Anda di halaman 1dari 26

Disusun oleh:

Ketua : Kevin Riady


Wakil : Dwi Ryan
Sekretaris : Syifa Retno Manggali
Bendahara : Marisa Tamara Sari
Anggota : - Erina Novita
- Ishakimuda
- M. Aldi Adha
- M.Ricky Subagja
- Bunga Eka Putri

Mata Pelajaran : Sosiologi


Guru Pembimbing: Riyanty Herlina S.Pd
Kelas XII MIPA 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Batasan masalah...............................................................................................3
C. Rumusan masalah.............................................................................................3
D. Tujuan...............................................................................................................3
E. Manfaat.............................................................................................................3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kearifan Lokal.............................................................................4
1.Pengertian menurut para ahli.....................................................................4
B Sistem Mata Pencaharian...............................................................................5
C Sistem Kemasyarakatan Orang Bali.............................................................7
D. Sistem Kasta....................................................................................................9
E. Hari Raya Umat Hindu di Bali.....................................................................11
F. Pernikahan Adat Bali...................................................................................14
G. Upacara Keagamaan....................................................................................16
H. Pura, Tempat Persembahayangan Umat Hindu di Bali...........................19
I. Bahasa............................................................................................................20
J. Religi...............................................................................................................20

BAB III
KESIMPULAN...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................23
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kearifan Lokal Suku Bali ” tepat pada
waktunya. Makalah ini merupakan tugas mata pelajaran “Sosiologi”. Makalah ini
merupakan salah satu bentuk penerapan ilmu sosial, semoga makalah ini dapat
berguna untuk siswa pada umumnya.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada selaku guru mata pelajaran sosiologi
atas bimbingan dan pengarahannya selama penyusunan makalah ini serta pihak-
pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu.

Saya juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
saya sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan pada
intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar di masa yang akan datang
lebih baik lagi.

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bali dikenal sebagai daerah tujuan wisata (DTW) yang sangat populer, tidak saja di
Indonesia tetapi juga mancanegara. Citra dan identitas Bali sebagai daerah tujuan
wisata yang indah, agung, eksotis, lestari, dengan perilaku masyarakatnya yang ramah
dan bersahaja, ditopang oleh adat istiadat dan budayanya yang mendasarkan pada
prinsip keharmonisan dan keseimbangan dengan bertumpu pada nilai-nilai Agama
Hindu dan falsafah hidup Tri Hita Karana. Kedua ajaran ini saling berkaitan, di mana
agama Hindu menjiwai falsafah Tri Hita Karana, dan sebaliknya falsafah Tri Hita
Karana mendasarkan pada ajaran agama Hindu. Pendukung kebudayaan Bali adalah
masyarakat Bali, yang dikenal sebagai etnik Bali atau orang Bali. Sebagai sebuah
etnik, orang Bali memiliki ciri identitas etnik yang melekat pada diri dan
kelompoknya.

Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2008: 3) mendefinisikan etnik Bali sebagai


sekelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaan, baik
kebudayaan lokal Bali maupun kebudayaan nasional. Rasa kesadaran akan kesatuan
kebudayaan Bali ini diperkuat oleh adanya kesatuan bahasa, yakni bahasa Bali, agama
Hindu, dan kesatuan perjalanan sejarah dan kebudayaanya. Keyakinan terhadap
agama Hindu melahirkan berbagai macam tradisi, adat, budaya, kesenian, dan lain
sebagainya yang memiliki karakteristik yang khas, yang merupakan perpaduan antara
tradisi dan agama. Dalam kehidupan sehari-hari, karakteristik tersebut mewujudkan
diri dalam berbagai konsepsi, aktivitas sosial, maupun karya fisik orang Bali (Supatra
2006; Geriya, 2008).

Identitas etnik orang Bali juga tampak pada busana tradisional Bali dan identitas
ruang serta lingkungan tempat tinggal (Supatra, 2006: 88-89). Dalam pengertian
ruang dan tempat tinggal, persamaan-persamaan yang menjadi ciri identitas etnik
orang Bali mencakup kesamaan sebagai krama desa (warga desa) dari suatu desa
pakramanan (desa adat) dengan berbagai aturan yang mengikatnya, yang termuat
dalam Awig-awig Desa Pakraman (peraturan tertulis desa adat) (Windia dan
Sudantra, 2006; Sirtha, 2005).

1
B. Batasan Masalah
1. Sistem mata pencaharian
2. Sistem kekerabatan
3. Sistem bahasa
4. Sistem religi
5. Sistem teknologi
6. Sistem kesenian

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian dari kebudayaan, terutama kebudayaan di daerah Bali?
2. Apa saja macam-macam kebudayaan yang terdapat di Bali ?
3. Pengaruh apa saja dari banyaknya kebudayaan di Bali ?
4. Bagaimana presepsi warga asing mengenai Bali ?
D. Tujuan
1. Agar kita dapat memahami dan mengetahui tentang arti dari kebudayaan
terutama kebudayaan daerah Bali.

2. Agar kita dapat mengetahui berbagai macam kebudayaan yang terdapat di


daerah Bali.

3. Agar kita dapat memahami dan mengetahui pengaruh apa saja yang bisa di
timbulkan dengan adanya kebudayaan Bali.

4. Agar kita dapat mengetahui persepsi atau mind set kebanyakan warga asing
mengenai Pulau Bali.

E. Manfaat
1.Untuk penulisan dari makalah ini bermanfaat untuk menyelesaikan mata
pelajaran sosiologi serta dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang sudah di
dapat dari pelajaran sosiologi ini.

2. Untuk orang lain, makalah ini dapat menjadi sumber referensi untuk menjadi
bahan penulisan lebih lanjut.

3. Untuk ilmu pengetahuan, makalah ini dapat memperkaya sumber acuan di dunia
pendidikan terkait dengan kearifan lokal.

3
Disamping hidup sebagai krama desa sebuah desa pakraman, seluruh masyarakat Bali
juga terikat dalam kelompokkelompok kekerabatan yang disebut dadia, yang jumlah
anggotanya bervariasi dan bertempat tinggal menyebar, tidak selalu pada satu
teritorial tertentu.

Geertz and Geertz (1975) menyebutkan, bahwa dadia merupakan basis atau unit
terkecil dari kelompok masyarakat adat di Bali yang terdiri dari beberapa kuren
(keluarga), dan merupakan bagian dari desa pakraman. Mereka terikat oleh kesamaan
wit (asal) berdasarkan kesamaan leluhur, dan terikat pula oleh suatu tempat
persembahyangan bersama, yakni Pura Dadia (Windia dan Sudantra, 2006: 71).
Dalam kehidupan kesehariannya, perilaku masyarakat Bali juga mendasarkan pada
nilai-nilai Agama Hindu dan falsafah Tri Hita Karana. Falsafah hidup Tri Hita Karana
sangat menekankan adanya keharmonisan dan keseimbangan hidup antara manusia
dengan manusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan manusia dengan lingkungannya.
Prinsip-prinsip ini terinternalisasi dan terinstitusionalisasi dalam struktur sosial
masyarakat Bali dan menjadi pandangan hidup masyarakat Bali, baik dalam
mengembangkan system pengetahuan, pola-pola perilaku, sikap, nilai-nilai, tradisi,
seni, dan sebagainya.

Pada akhirnya falsafah Tri Hita Karana ini menjadi ideologi dan core values (inti
ajaran) dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali. Ideologi dan core values
inilah yang kemudian menjadi landasan bagi standar peraturan yang digunakan
institusi-institusi utama, seperti kuren dan dadia, sekaa (organisasi tradisional), subak
(organisasi pengairan) dan desa pakramanan di Bali, dalam mengevaluasi perilaku
anggotanya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kearifan Lokal


Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat
dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom)
biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui
cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita
rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu
pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan
pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap
budaya dan keadaan alam suatu tempat.

1. Pengertian Menurut Para Ahli

1.) Sibarani (2012)


Pengertian kearifan lokal menurut Sibarani adalah suatu bentuk pengetahuan
asli dalam masyarakat yang berasal dari nilai luhur budaya masyarakat
setempat untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat atau dikatakan bahwa
kearifan lokal.

2.) Al Musafiri, Utaya Dan Astina (2016)


Pengertian kearifan lokal menurut Al Musafiri, Utaya dan Astina adalah peran
untuk mengurani dampak globalisasi dengan cara menananmkan nilai-nilai
positif kepada remaja. Penanaman nilai tersebut didasarkan pada nilai, norma
serta adat istiadat yang dimiliki setiap daerah.

3.) Apriyanto (2008)


Pengertian kearifan lokal menurut Apriyanto adalah berbagai nilai yang
diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi
pedoman hidup mereka.
4.) Rahyono (2009)
Pengertian kearifan lokal menurut Rahyono adalah kecerdasan manusia yang
kelompokk etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat.
Artinya, kearifan lokal disini yaitu hasil dari masyarakat tertentu melalui
pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat lain.

4
B. Sistem Mata Pencaharian
1. Bercocok tanam

Mata pencarian pokok dari orang Bali adalah bertani. Dapat dikatakan 70% dari
mereka berpenghidupan bercocok tanam, dan hanya 30% hidup dari peternakan,
berdagang, menjadi buruh, pegawai, dan lain-lain. Berhubung dengan perbedaan-
perbedaan lingkungan alam dan iklim diberbagai tempat di Bali, maka terdapatlah
perbedaan dalam pengolahan tanah untuk bercocok tanam itu.

Di daerah Bali bagian utara, tanah dataran sedikit curah hujan, maka dari itu
bercocok tanam relatif lebihterbatas daripada di Bali bagian selatan. Di samping bercocok
tanam di sawah, di Bali bagian utara sebelah timur dan sebelah baratnya ada usaha
menanam buah-buahan ( jeruk ),palawija, kelapa dan kopi ( di pegunungan ).

Kebun kopi rakyat menurut laporan Jawatan Pertanian meliputi daerah luas
26.657Ha dan terutama terdapat di pegunungan daerah Buleleng ( Singaraja ) dan
Tabanan. Kadangkala letaknya sangat tinggi dan sering sukar didatangi. Ada dua jenis
kopi yang ditanam, yaitu jenis Robusta dan Arabika. Kedua-duanya diexpor baik keluar
Bali maupun keluar negeri dan ini tidak sedikit artinya bagi perekonomian rakyat. Dilihat
dari segi hasilnya, maka sesudah kopi, penghasilan kelapa merupakan hal yang penting.
Luas-luas kebun kelapa menurut Jawatan Pertanian meliputi daerah yang luasnya
6.650,50Ha. Kecuali untuk keperluan rakyat sendiri, kelapa juga diexpor. Pohon-pohon
kelapa kecuali di kebun-kebun atau diladang ditanam juga di halaman rumah-rumah.
Terutaman di daerah pantai banyak orang menananm pohon kelapa. Selain untuk
membuat kopra, maka batok serta serabut kelapa dipergunakan sebagai bahan untuk
kerajinan rakyat. Adapun hasil penanaman buah-buahan seperti jeruk ( terutama di
Kabupaten Buleleng ) serta salak ( di Karangasem ), diexpor keluar pulau, terutama ke
kota-kota besar di Jawa.

Di daerah Bali bagian selatan yang merupakan daerah dataran yang lebih luas yang
pada umumnya dengan curah hujan yang cukup baik, penduduk terutama mengusahakan
bercocok tanam disawah. Sedapat mungkin apabila keadaan mengijinkan, maka
penduduk berusaha terutama bercocok tanam di sawah. Untuk kepentingan ini maka
diperlukanlah pengaturan air yang sebaik-baiknya. Berkembanglah atas usaha rakyat
sistem subak yang mengatur perairan dan penanaman di sawah-sawah. Apabila air cukup,
maka ditanamlah padi yang terus menerus, tanpa di selingi oleh palawija ( sistem
demikian yang di sebut di Bali tulak sumur ).

5
Sebaliknya pabila keadaan kurang cukup, maka diadakan giliran penanaman padi dan
palawija ( sistem ini di sebut sistem kertamasa ). Semua cara tersebut di atur oleh
organisasi pengairan rakyat, subak.

Subak mempunyai pengurus yang di kepalai oleh klian subak, anggota serta bagian-
bagian bawahan yang mengatur pengairan serta penanaman pada wilayah ssawah
tertentu. Di samping itu subak mempunyai juga aspek keagamaan dan untuk ini
mempunyai suatu sistem upacara-upacara serta tempat pemujaan sendiri. Dalam
hubungan dengan pemerintahan, subak mengenal suatu sistem administrasi dari sedahan
hingga sedahan-agung pada tingkat kabupaten. Di daerah-daerah yang karena luas tanah
pada umumnya tidak mencukupi keperluan penduduk yang bertambah padat dengan laju
yang cepat, terdapat pula sistem penggarapan tanah yang dikerjakan oleh buruh tani.
Dahulu sebelum adanya undang-undang yang mengatur hal ini, ada berbagai sistem bagi
hasil antara pemilik tanah dan penggarapnya. Di daerah yang airnya kurang atau yang
mendapat air dari hujan, maka ditanamlah padi gaga, jagung, kacang-kacangan dan
sebagainya. Demikian keadaan makan penduduk Bali di berbagai daerah berbeda-beda,
ada yang makan beras tulen dan ada yang makan beras campuran ( dengan jagung atau
dengan ketela rambat, ialah cacah )

2. Peternakan

Kecuali bercocok tanam, berternak juga merupakan uasaha yang penting dalam
masyarakat pedesaan di Bali. Binatang peliaraan yang terutama adalah babi dan sapi.
Babi dipelihara terutama oleh kaum wanita biasanya sebagai sambilan dalam kehidupan
rumah tangga, sedangkan sapi untuk sebagian dipergunakan dalam hubungan dengan
pertanian, sebagai tenaga pembantu di sawah atau di ladang, dan untuk sebagian
dipelihara untuk dagingnya. Ada juga babi dan sapi yang di export keluar negeri seperti
ke Hongkong dan Singapura. Boleh dikatakan bahwa setiap rumah tangga di Bali
memelihara babi sebagai sebagai sambilan, karena pengembiakannya relatif lebih cepat
dan lebih mudah daripada sapi. Sedangkan untuk pemeliharaan sapi yang baik terdapat
pada daerah-daerah tertentu di Bali, yaitu menurut letaknya. Daerah yang baik adalah
misalnya derah kecamatan Penebel dan Marga ( Tabanan ), karena daerah-daerah tersebut
bergunung-gunung dan mendapat hujan yang cukup, sehingga banyak tanah yang tidak di
pergunakan untuk usaha pertanian sehingga dapat dipakai untuk memelihara rumput yang
berguna bagi ternak. Di samping sapi dan babi, ada juga dipelihara ternak kerbau, kuda,
kambing, tetapi hasilnya relatif jauh lebih sedikit.

6
3. Perikanan

Suatu mata pencaharian lain adalah perikanan, baik perikanan darat maupun
perikanan laut. Perikanan darat boleh dikatakan umumnya merupakan mata pencaharian
sambilan dari penanaman padi di sawah, terutama di daerah-daerah dengan cukup air,
artinya air sepanjang masa itu ada. Jenis ikan yang dipelihara adalah ikan mas, karper dan
mujair.

4. Kerajinan

Di Bali terdapat pula cukup banyak industri dan kerajinan rumah tangga usaha
perseorangan,atau usaha setengah besar, yang meliputi kerajinan pembuatan benda-benda
anyaman, patung, kain tenun,benda-benda mas, perak dan besi,perusahaan meesin-mesin,
percetakan, pabrik kopi, pabrik rokok, pabrik makanan kaleng, tekstil, pemintalan, dan
lain-lain. Usaha dalam bidang ini tentu memberikan lapangan kerja yang agak luas
kepada penduduk.

Oleh karena perdagangan di Bali menarik dalam bidang pemandangannya,


aktivitas-aktivitas adat istiadat, upacara dan kesenian, maka banyaklah wisatawan baik
dari dalam negeri maupun luar negeri mengunjungi Bali. Untuk menunjang
kepariwisataan, maka timbullah perusahaan-perusahaan seperti perhotelan, taxi, travel
bureau, took kesenian dan sebaginya. Terutama di derah-daerah Denpasar ( Badung ),
Gianyar, Bangli, dan Tabanan. Kepariwisataan telah merangsang adanya pengembangan
kreasi-kreasi kesenian baik seni tabuh, seni tari maupun seni rupa.

C. Sistem Kemasyarakatan Orang Bali

1. Banjar

Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah.


Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang
keramat. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang
lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak
tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah
lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan
untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.

7
Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari
yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar. Ia dipilih
dengan masa jabatab tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut
segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi
juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah
yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya
berkaitan dengan administrasi pemerintahan.

2.Subak

Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang
yang menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota
banjar. Warga subak adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air
irigasinya dari dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu
tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga
banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari
bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu
akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.

3.Sekaha

Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak


dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-
temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah
menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya
sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya
permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan
berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan
menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan)
dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari
organisasi banjar maupun desa.

8
4. Gotong Royong

Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong
(nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti menenem,
menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah,
dinding rumah, menggali sumur dan sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau
upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan
kematian. nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan
tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih
ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng
(menarik).

D. Sistem Kasta

Seperti yg kita ketahui, sebagian besar masyarakat Bali memeluk agama Hindu. Atas
dasar itulah sampai sekarang system kasta masih dapat dijumpai di Bali. Kasta
merupakan peninggalan nenek moyang orang hindu diBali yg diwariskan dari generasi ke
generasi. Pada zaman dahulu, kasta itu dibuat berdasarkan profesi masyarakat. Sampai
saat ini diBali ada 4 kasta yaitu:

1. kasta Brahmana

Kasta brahmana merupakan kasta yang memiliki kedudukan tertinggi, dalam generasi
kasta brahmana ini biasanya akan selalu ada yang menjalankan kependetaan. Dalam
pelaksanaanya seseorang yang berasal dari kasta brahmana yang telah menjadi seorang
pendeta akan memilik sisinya, dimanasisya-sisya inilah yang akan memperhatikan
kesejahteraan dari pendeta tersebut, dan dalam pelaksanaan upacara-upacara keagamaan
yang dilaksanakan oleh anggotasisya tersebut dan bersifat upacara besarakan selalu
menghadirkan pendeta tersebut untuk muput upacara tersebut. Dari segi nama seseorang
akan diketahui bahwa dia berasal dari golongan kasta brahmana, biasanya seseorang yang
berasal dari keturunan kasta brahmana ini akan memiliki nama depan “Ida Bagus untuk
anak laki-laki, Ida Ayu untuk anak perempuan, atau pun hanya menggunakan kata Ida
untuk anak laki-laki maupun perempuan”. Dan untuk sebutan tempat tinggalnya disebut
dengangriya.

9
2. KastaKsatriya

Kasta ini merupakan kasta yang memiliki posisi yang sangat penting dalam pemerintahan
dan politik tradisional di Bali, karena orang-orang yang berasal dari kasta ini merupakan
keturuna dari Raja-raja di Bali pada zaman kerajaan. Namun sampai saat ini kekuatan
hegemoninya masih cukup kuat, sehingga terkadang beberapa desa masih merasa abdi
dari keturunan Raja tersebut. Dari segi nama yang berasal dari keturunan kasta ksatriya
ini akan menggunakan nama “AnakAgung, DewaAgung, Tjokorda, dan ada juga yang
menggunakan nama Dewa”. Dan untuk nama tempat tinggalnya disebut dengan Puri.

3. KastaWesya

Masyarakat Bali yang berasal dari kasta ini merupakan orang-orang yang memiliki
hubungan erat dengan keturunan raja-raja terdahulu. Masyarakat yang berasal dari kasta
ini biasanya merupakan keturunan abdi-abdi kepercayaan Raja, prajurit utama kerajaan,
namun terkadang ada juga yang merupakan keluarga Puri yang ditempatkan diwilayah
lain dan diposisikan agak rendah dari keturunan asalnya karena melakukan kesalahan
sehingga statusnya diturunkan. Dari segi nama kasta ini menggunakan nama seperti I
GustiAgung, I GustiBagus, I GustiAyu, ataupun I Gusti. Dinama untuk penyebutan
tempat tinggalnya disebut dengan Jero.

4. KastaSudra

Kasta Sudra merupakan kasta yang mayoritas di Bali, namun memiliki kedudukan sosial
yang paling rendah, dinama masyarakat yang berasal dari kasta ini harus berbicara
dengan Sor Singgih Basa dengan orang yang berasal dari kasta yang lebih tinggi atau
yang disebut dengan Tri Wangsa. Sampai saat ini masyarakat yang berasal dari kasta ini
masih menjadi parekan dari golongan Tri Wangsa. Dari segi nama warga masyarakat dari
kasta Sudra akan menggunakan nama seperti berikut :

– Untuk anak pertama : Gede, Putu, Wayan.

– Untuk anak kedua :Kadek, Nyoman, Nengah

– Untuk anak ketiga :Komang

– Untuk anak keempat :Ketut

10
Dan dalam penamaan rumah dari kasta ini disebut dengan umah.

Dengan uraian yang telah disampaikan di atas dalam penulisan makalah ini yang
dimaksud dengan struktur kekuasaan dalam masyarakat Bali adalah struktur yang tercipta
dalam kehidupan masyarakat Bali yang menciptakan elit-elit lokal dalam kehidupan
masyarakat Bali.

E. Hari Raya Umat Hindu di Bali

1. Hari Raya Galungan

Hari raya Galungan: Buda Kliwon Dungulan adalah hari memperingati terciptanya alam
semesta beserta isinya dan kemenangan dharma melawan adharma Umat Hindu
melakukan persembahan kehadapan Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara/dengan segala
manisfestasinya sebagai tanda puji syukur atas rahmatnya serta untuk keselamatan
selanjutnya. Sedangkan penjor yang dipasang di muka tiap-tiap perumahan yaitu
merupakan aturan kehadapan Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung.

2. Haru Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan diperingati setiap 210 hari atau 6 bulan sekali dalam kalender Bali
tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan. (1 bulan dalam kalender Bali = 35
hari).

Di hari suci diceritakan Ida Sang Hyang Widi turun ke dunia untuk memberikan berkah
kesejahteraan buat seluruh umat di dunia. Sering juga diyakini, pelaksanaan upacara pada
hari raya Kuningan sebaiknya dilakukan sebelum tengah hari, sebelum waktu para Betara
kembali ke sorga.

Kuningan adalah rangkaian upacara Galungan, 10 hari sebelum Kuningan. Pada hari itu
dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda
terimakasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia (umat) menerima anugrah dari
Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan
oleh beliau kepada umatNya atas dasar cinta-kasihnya. Di dalam tebog atau selanggi
yang berisi nasi kuning tersebut dipancangkan sebuah wayang-wayangan (malaekat)
yang melimpahkan anugrah kemakmuran kepada kita semua.

11
3. Hari Raya Nyepi

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan
perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan / kalender Saka, yang dimulai
sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di
Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktifitas seperti biasa. Semua kegiatan
ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup,
namun tidak untuk rumah sakit.

Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,
untuk menyucikan Buwana Alit (alam manusia / microcosmos) dan Buwana
Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa
rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.

4. Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan

Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan
upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana
persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) di arak ke pantai atau danau, karena
laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh
(kotor) di dalam diri manusia dan alam.

Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada “tilem sasih kesanga” (bulan mati yang ke-9), umat
Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat,mulai dari
masing-masing keluarga,banjar,desa,kecamatan dan seterusnya, dengan mengambil salah
satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu
masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung
(besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan
segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah
masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta
lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta
Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan
memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.

12
Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur,
mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan
dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga
bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan
rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya
dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang
diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta
Kala dari lingkungan sekitar.

5. Puncak acara Nyepi

Keesokan harinya, yaitu pada Purnama Kedasa (bulan purnama ke-10), tibalah Hari Raya
Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktifitas
seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan “Catur Brata” Penyepian yang
terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api),
amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak
mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa,brata,yoga dan
semadhi.

Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang
putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan,
sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. Tiap orang
berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu),yoga
( menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan), tapa (latihan ketahanan menderita),
dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).

Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk
menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru. Kebiasaan merayakan hari
raya dengan berfoya-foya, berjudi, mabuk-mabukan adalah sesuatu kebiasaan yang keliru
dan mesti diubah.

13
6 .Ngembak Geni (Ngembak Api)

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh
pada “pinanggal ping kalih” (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru
Saka tersebut memasuki hari kedua. Umat Hindu bersilaturahmi dengan keluarga besar
dan tetangga, saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain.

7. Hari Raya Saraswati

Merupakan hari suci untuk merayakan turunnya ilmu pengetahuan sebagai sinar suci
yang memberikan penerangan kebijaksanaan hidup. Jatuh pada hari Sabtu Umanis
Watugunung. Banyak dirayakan di sekolah-sekolah, dan pusat-pusat pendidikan, tentu
saja di tempat para pinandita.

F. Penikahan Adat Bali

Pernikahan adat bali sangat diwarnai dengan pengagungan kepada Tuhan sang pencipta,
semua tahapan pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria, karena masyarakat Bali
memberlakukan sistem patriarki, sehingga dalam pelaksanan upacara perkawinan semua
biaya yang dikeluarkan untuk hajatan tersebut menjadi tanggung jawab pihak keluarga
laki – laki. hal ini berbeda dengan adat pernikahan jawa yang semua proses
pernikahannya dilakukan di rumah mempelai wanita. Pengantin wanita akan diantarkan
kembali pulang ke rumahnya untuk meminta izin kepada orang tua agar bisa tinggal
bersama suami beberapa hari setelah upacara pernikahan.

Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:

1. Upacara Ngekeb

Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja
menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya
mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.

14
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang
terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan.
Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi
calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.

Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan
upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan
sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak
diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada
saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung
kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai
perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai
remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.

2. Mungkah Lawang ( Buka Pintu )

Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin
wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang menyanyikan
tembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria
telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.

3 .Upacara Mesegehagung

Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari
tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai
ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. kemudian keduanya ditandu lagi
menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan
mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan
segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali
benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng.

4. Madengen–dengen

Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari
energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau
Balian

15
5. Mewidhi Widana

Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi


Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan
penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin
yang telah dilakukan pada acara – acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya
menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa.
Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan

6. Mejauman Ngabe Tipat Bantal

Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang
telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke
rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan. Acara ini
dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin
wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah
menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga
pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan
kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras,
gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah–buahan serta lauk pauk khas bali.

G. Upacara Keagamaan

Adapun pelaksanaan Panca Yadnya terdiri dari :


1. Dewa Yadnya, yaitu upacara suci kehadapan para dewa-dewa
2. Butha Yadnya, yaitu upacara suci kehadapan unsur-unsur alam
3. Manusa Yadnya, yaitu upacara suci kepada manusia
4. Pitra Yadnya, yaitu upacara suci bagi manusia yang telah meninggal
5. Rsi Yadnya, yaitu upacara suci kehadapan para orang suci umat

Untuk lebih jelasnya mengenai pelaksanaan Panca Yadnya secara simpel dapat diuraikan
sebagai berikut :

16
1. Upacara Dewa Yadnya
Dewa asal kata bahasa Sanskrit “Div” yang artinya sinar suci, jadi pengertian Dewa
adalah sinar suci yang merupakan manifestasi dari Tuhan yang umat Hindu di Bali
menyebutnya Ida Sanghyang Widhi.Yadnya artinya upacara suci.Upacara Dewa Yadnya
adalah pemujaan serta persembahan kehadapan Tuhan dan sinar-sinar suciNYA yang
disebut dewa-dewi. Salah satu dari Upacara Dewa Yadnya seperti Upacara Hari Raya
Saraswati yaitu upacara suci yang dilaksanakan oleh Umat Hindu untuk memperingati
turunnya Ilmu Pengetahuan yang dilaksanakan setiap 210 hari yaitu pada hari Sabtu,
yang dalam kalender Bali disebut Saniscara Umanis uku Watugunung, pemujaan
ditujukan kehadapan Tuhan sebagai sumber Ilmu Pengathuan dan dipersonifikasikan
sebagai Wanita Cantik bertangan empat memegang wina (sejenis tasbih), genitri
(semacam alat musik) serta lontar bertuliskan sastra ilmu pengetahuan di dalam kotak
kecil.

2. Upacara Bhuta Yadnya

Bhuta artinya unsur yang diadakan, sedangkan Yadnya artinya upacara suci. Kata
“Bhuta” sering dirangkaikan dengan kata “Kala” yang artinya “waktu” atau
“energi”.Bhuta Kala artinya unsur alam semesta dan kekuatannya. Bhuta Yadnya adalah
pemujaan serta persembahan yang ditujukan kehadapan Bhuta Kala yang tujuannya untuk
menjalin hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala dan memanfaatkan daya gunanya.
Salah satu dari upacara Bhuta Yadnya adalah Upacara Tawur ke Sanga (IX) menjelang
Hari Raya Nyepi (tahun baru kalender Bali).
Upacara Tawur ke Sanga (IX) adalah upacara suci yang merupakan persembahan kepada
Bhuta-Kala agar terjalin hubungan yang harmonis dan bisa memberikan kekuatan kepada
manusia dalam kehidupan.

3.Upacara Manusa Yadnya


Manusa artinya manusia, Yadnya artinya upacara suci. Upacara Manusa Yadnya adalah
upacara suci dalam rangka pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual
terhadap seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir
kehidupan.

17
Adapun beberapa upacara Manusa Yadnya adalah :
a. Upacara Bayi Lahir.
Upacara ini merupakan cetusan rasa bahagia dan terima kasih dari kedua orang tua atas
kelahiran anaknya, walaupun disadari bahwa hal tersebut akan menambah beban baginya.
Kebahagiaannya terutama disebabkan beberapa hal antara lain :
1). Adanya keturunan yang diharapkan akan dapat melanjutkan tugas-tugasnya terhadap
leluhur dan masyarakat.
2). Hutang kepada orang tua terutama berupa kelahiran telah dapat dibayar.

b. Upacara Tutug Kambuhan, Tutug Sambutan dan Upacara Mepetik.


Upacara Tutug Kambuhan, merupakan upacara suci yang bertujuan untuk penyucian
terhadap si bayi dan kedua orang tuanya. Penyucian kepada si Bayi dimohonkan di dapur,
di sumur/tempat mengambil air dan di Merajan/Sanggah Kemulan (Tempat Suci
Keluarga). Upacara Tutug Sambutan (105 hari) dan Mepetik, adalah upacara suci yang
tujuannya untuk penyucian Jiwatman dan penyucian badan si Bayi seperti yang dialami
pada waktu acara Tutug Kambuhan. Pada upacara ini nama si bayi disyahkan disertai
dengan pemberian perhiasan terutama gelang, kalung/badong dan giwang/subeng,
melobangi telinga dan pengguntingan rambut untuk pertama kalinya, apabila keadaan
ubun-ubun si bayi belum baik, maka rambut dibagian ubun-ubun tersebut dibiarkan
menjadi jambot (jambul)dan akan digunting pada waktu upacara peringatan hari lahir
yang pertama atau sesuai dengan keadaan. Upacara pengguntingan rambut ini disebut
Upacara Mepetik.
c. Upacara Perkawinan
Bagi Umat Hindu upacara perkawinan mempunyai tiga arti penting yaitu :
Sebagai upacara suci yang tujuannya untuk penyucian diri kedua calon mempelai agar
mendapatkan tuntunan dalam membina rumah tangga dan nantinya agar bisa
mendapatkan keturunan yang baik dapat menolong meringankan derita orang tua/leluhur.
1).Sebagai persaksian secara lahir bathin dari seorang pria dan seorang wanita bahwa
keduanya mengikatkan diri menjadi suami-istri dan segala perbuatannya menjadi
tanggung jawab bersama.
2). Penentuan status kedua mempelai, walaupun pada dasarnya Umat Hindu menganut
sistim patriahat tetapi dibolehkan pula untuk mengikuti sistim patrilinier (garis Ibu).

18
4. Upacara Pitra Yadnya (Ngaben )
Pitra artinya arwah manusia yang sudah meninggal. Yadnya artinya upacara suci.
Upacara Pitra Yadnya adalah upacara suci yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
penyucian dan meralina ( kremasi) serta penghormatan terhadap orang yang telah
meninggal menurut ajaran Agama Hindu.
Yang dimaksud dengan meralina (kremasi menurut Ajaran Agama Hindu ) adalah
merubah suatu wujud demikian rupa sehingga unsur-unsurnya kembali kepada asal
semula. Yang dimak dengan asal semula adalah asal manusia dari unsur pokok alam yang
terdiri dari air, api, tanah, angin dan angkasa. Sebagai sarana penyucian digunakan air
dan tirtha (air suci) sedangkan untuk meralina digunakan api pemeralina ( api alat
kremasi).

5. Upacara Resi Yadnya

Rsi artinya orang suci sebagai rokhaniawan bagi masyarakat Umat Hindu di Bali.Yadnya
artinya upacara suci. Upacara Resi Yadnya adalah upacara suci sebagai penghormatan
serta pemujaan kepada para Resi yang telah memberi tuntunan hidup untuk menuju
kebahagiaan lahir-bathin di dunia dan akhirat.

Demikian Upacara Panca Yadnya yang dilaksanakan oleh Umat Hindu di Bali sampai
sekarang yang mana semua aktifitas kehidupan sehari-hari masyakat Hindu di Bali selalu
didasari atas Yadnya baik kegiatan dibidang sosial, budaya, pendidikan, ekonomi,
pertanian, keamanan dan industri semua berpedoman pada ajaran-ajaran Agama Hindu
yang merupakan warisan dari para leluhur Hindu di Bali.

H. Pura, Tempat Persembahyangan Umat Hindu di Bali

Tidaklah mengherankan bila Bali disebut sebagai pulau seribu Pura (perkiraan 20.000
Pura). Dimana-mana anda akan melihat sebuah Pura. Pura sangat mudah ditemukan di
seluruh Bali. Pura merupakan tempat suci untuk menyembah Tuhan, leluhur, dan hal
tersebut menjadi bagian dari kehidupan sosial bagi masyarakat Bali.

19
Terdapat banyak jenis Pura seperti Pura keluarga yang yang dimiliki oleh keluarga, Pura-
Pura di desa bernama Pura Kayangan yang terbagi menjadi tiga jenis Pura, yaitu Pura
Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem, serta Pura-Pura di area publik.

Upacara keagamaan sering dilakukan setiap kali dalam berbagai kesempatan. Masyarakat
Bali berdoa di Pura-Pura ini dan memberikan Sesaji ke Pura. Sesaji berisi bunga, buah-
buahan, kue atau makanan. Terdapat pula Pura-Pura terkenal di Bali yang terletak di
pedesaan dan lokasinya begitu unik. Pura utama di Bali adalah Pura Besakih, atau Pura
Ibu. Terletak 1000 meter di atas permukaan laut di lereng Gunung Agung di Bali Timur,
Pura ini dinamai setelah Naga Basuki diyakini menghuni Gunung Agung. Pura utama
lainnya yang dapat dituju oleh wisatawan diantaranya adalah Pura Luhur Uluwatu di
selatan Bali, Pura Luhur Batukaru di Tabanan, Pura Rambut Siwi di Jembrana, Pura
Pulaki di Singaraja, Pura Taman Ayun di Mengwi, serta yang selalu populer Sangeh
terletak di pusat Pulau Bali.

I. Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian besar
masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa
ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan
industri pariwisata. Bahasa Bali asli di bagi menjadi 2 yaitu:

 Bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar


 Bahasa Bali Mojopahit yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus

J. Religi
Mayoritas suku Bali menganut kepercayaan Hindu Siwa-Buddha, salah satu
denominasi agama Hindu. Ajaran ini dibawah oleh para pendeta dari India yang
berkelana di Nusantara dan kemudian memperkenalkan sastra Hindu-Buddha kepada
suku Bali berabad-abad yang lalu. Masyarakat menerimanya dan
mengkombinasikannya dengan mitologi pra-Hindu yang diyakini mereka. Suku Bali
yang telah ada sebelum gelombang migrasi ketiga, dikenal sebagai Bali Aga,
sebagian besar menganut agama berbeda dari suku Bali pada umumnya. Mereka
mempertahankan tradisi animisme.

20
Suku Bali Hindu percaya adanya satu Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas
tiga wujud, yakni sebagai berikut :

Brahmana : menciptakan;

Wisnu : yang memelihara;

Siwa : yang merusak.

Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah sebagai berikut.

Atman : roh yang abadi.

Karmapala : buah dari setiap perbuatan.

Purnabawa : kelahiran kembali jiwa.

Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut:

Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan.

Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat.

Sanggah: khusus untuk leluhur.

21
BAB III
KESIMPULAN

Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat
dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal suku Asmat berarti
mencerminkan segala kaunikan yang ada di suku Bali, baik mata pencaharian,
system kekerabatan, dan lainnya. Nampak bahwa suku Bali cenderung lebih
tradisional dan cenderung animisme.

Kemajemukan budaya, adat dan segala keunikan suku Bali haruslah dijaga dan
dilestarikan. Salah satu upaya yang ditempuh adalah festival budaya dan
pertunjukan kesenian lainnya yang diharap mampu melestarikan kearifan lokal
suku Bali.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://nenielse99.wordpress.com/2011/09/27/kearifan-lokal-
budaya-bali/
http://unj-pariwisata.blogspot.com/2012/05/sistem-mata-
pencaharian-hidup.html
http://baliteen-adventure.blogspot.com/2015/06/kearifan-lokal-
budaya-bali.html

23

Anda mungkin juga menyukai