Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena rahmat dan hidayah-Nya,
penulis diberi kemudahan untuk mengerjakan tugas softskill Ilmu Sosial Dasar dengan judul ”Keragaman
Budaya Daerah Bali” Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas softskill pada tingkat 1
semester ATA 2013.

Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu saran dan kritik sangat
diharapkan guna perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan karya
tulis ini, yaitu :

1. Allah S.W.T yang telah melindungi dan menemani penulis setiap saat.

2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan perhatian dan motivasi serta doa setiap saat.

3. Ibu Komsi Koranti, selaku dosen Ilmu Budaya Dasar. Yang telah menjelaskan tata cara pembuatan
makalah ini.

4. Teman-teman 1KA19 yang selalu mengingatkan tugas.

5. Dani Dwi Darmawan, yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.

Demikianlah makalah ini , harapan penulis sangat sederhana, yaitu semoga para pembaca makalah ini
akan mendapatkan banyak informasi dan pengetahuan yang baru dari makalah ini.

Depok, 13 MARET 2013

Penulis,

Andika Dwi Cahyani


DAFTAR ISI

- KATA PENGANTAR

- ABSTRAKSI

- DAFTAR ISI

- BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Pembatasan Masalah

1.4 Tujuan Penulisan

1.5 Manfaat Penulisan

1.6 Metodologi Penulisan

- BAB II LANDASAN TEORITIS

2.1 Penjelasan tentang Kebudayaan Bali

2.2 Keragaman Budaya yang dimiliki oleh Bali

- BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

- DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keragaman Budaya merupakan sebuah adat istiadat yang dimiliki masing-masing daerah tertentu khusus
nya di Indonesia, yang mana budaya nya selalu berkembang atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan
yang sukar untuk diubah dan tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Disini saya ingin menjelaskan
tentang keragaman budaya yang dimiliki oleh daerah Bali.

Keragaman yang dimiliki oleh daerah bali sangat lah kaya dan banyak sekali, mulai dari budaya adat yang
dimiliki tiap penduduk di bali, agama yang dianut, kesenian yang dimiliki, makanan khas yang dimiliki
daerah dali, rumah adat bali, baju adat bali, serta tempat-tempat untuk beribadah di daerah bali. Oleh
karena itu, saya akan menjelaskan lebih jelas mengenai budaya daerah Bali.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah dibuat, dapat dirumuskan dengan pertanyaan, sebagai berikut:

1. Penjelasan mengenai Kebudayaan Bali?

2. Apa saja Keragaman Budaya yang dimiliki oleh daerah Bali?

1.3 Pembatasan Masalah

Dari masalah diatas dapat dibatasi yaitu “Keragaman Budaya Daerah Bali”

1.4 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai Budaya Bali.

2. Untuk mengetahui macam-macam keragaman budaya yang dimiliki oleh daerah Bali.
1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat Penulis

1. Dapat mengetahui Budaya Bali lebih jelas.

2. Lebih paham apa saja Keragaman Budaya Bali.

3. Menumbuhkan rasa bangga atas budaya yang dimiliki oleh daerah Bali.

Manfaat Umum

1. Menambah pengetahuan mengenai Budaya Bali.

2. Mengetahui lebih jauh tentang Keragaman Budaya daerah Bali.

1.6 Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini, yaitu metode deskripsi analisi. Metode tersebut
merupakan metode yang memberikan gambaran objektif serta membahasnya secara lengkap yang
dilakukan dengan mengumpulkan data dari website.

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Penjelasan tentang Kebudayaan Bali

Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di
antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsi bali adalah Denpasar. Mayoritas penduduk Bali
adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan
berbagai hasil seni-budayanya. Bali juga dikenal sebagai Pulau Dewata.

Seiring dengan peralihan jaman pra sejarah ke jaman sejarah, pengaruh Hindu dari India yang masuk ke
Indonesia diperkirakan memberi dorongan kuat pada lompatan budaya di Bali. Masa peralihan ini, yang
lazim disebut sebagai masa Bali Kuno antara abad 8 hingga abad 13, dengan amat jelas mengalami
perubahan lagi akibat pengaruh Majapahit yang berniat menyatukan Nusantara lewat Sumpah Palapa
Gajah Mada di awal abad 13. Tatanan pemerintahan dan struktur masyarakat mengalami penyesuaian
mengikuti pola pemerintahan Majapahit. Benturan budaya lokal Bali Kuno dan budaya Hindu Jawa dari
Majapahit dalam bentuk penolakan penduduk Bali menimbulkan berbagai perlawanan di berbagai
daerah di Bali. Secara perlahan dan pasti, dengan upaya penyesuaian dan percampuran kedua belah
pihak, Bali berhasil menemukan pola budaya yang sesuai dengan pola pikir masyarakat dan keadaan
alam Bali.

2.2 Keragaman Budaya yang dimiliki oleh Bali

· Rumah Adat Bali

Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya
hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu,
pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut ‘’Tri Hita
Karana’’. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik
antara penghuni rumah dan lingkungannya.

Pada umumnya,bangunan/arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran,
peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan
keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga
berfungsi sebagai simbol ritual yang dibuat berupa patung.

Sistem Kepercayaan mayarakat Bali

Masyarakat Bali kebanyakan beragama Hindu, dan percaya adanya satu Tuhan dalam bentuk Trimurti
yang Esa yaitu Brahmana (yang menciptakan), Wisnu (yang melindungi dan memelihara), dan Siwa (yang
merusak). Selain itu juga percaya dengan para dewa yang memiliki kedudukan yang lebih rendah dari
Trimurti yaitu dewa Wahyu (dewa angin), dewa Indra (dewa perang). Agama Hindu juga mempercayai
Roh abadi. Dan mempercayai semua ajaran-ajaran yang berada dikitab wedha.
Tempat untuk melakukan persembahyangan (ibadah) agama Hindu di Bali dinamakan Pura atau Sangeh.
Tempat ibadah ini merupakan bangunan-bangunan suci yang sifat nya berbeda-beda setiap tempat
persembahyangan. Karena banyak sekali hampir beribu-ribu pura atau sangeh yang masing-masing pura
tersebut mempunyai upacara adat yang sesuai dengan perayaan leluhur mereka sesuai sistem tanggalan
nya sendiri-sendiri.

· Hukum adat Bali

Sebagian besar masyarakat bali adalah menganut Agama Hindu dan dalam kesehariannya diatur
berdasarkan hukum adat Bali. Hukum adat Bali adalah hukum yang tumbuh dalam lingkungan
masyarakat hukum adat Bali yang berlandaskan pada ajaran agama (Agama Hindu) dan tumbuh
berkembang mengikuti kebiasaan serta rasa kepatutan dalam masyarakat hukum adat Bali itu sendiri.
Oleh karenanya dalam masyarakat hukum adat Bali, antara adat dan agama tidak dapat dipisahkan.

Tradisi Upacara Adat potong gigi di Bali

Tak dapat dipisahkannya antara adat dan agama di dalam masyarakat hukum adat Bali, disebabkan
karena adat itu sendiri bersumber dari ajaran agama. Dalam ajaran agama Hindu sebagaimana yang
dianut oleh masyarakat hukum adat Bali, pelaksanaan agama dapat dijalankan melalui etika, susila, dan
upacara. Ketiga hal inilah digunakan sebagai norma yang mengatur kehidupan bersama di dalam
masyarakat. Etika, susila, dan upacara yang dicerminkan dalam kehidupannya sehari-hari mencerminkan
rasa kepatutan dan keseimbangan (harmoni) dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karenanya azas
hukum yang melingkupi hukum adat Bali adalah kepatutan dan keseimbangan. Sebagai misal, setiap
perempuan pada prinsipnya boleh hamil, namun perempuan yang patut hamil hanyalah perempuan
yang memiliki suami. Demikian pula selanjutnya dengan perbuatan-perbuatan yang lainnya.

Walaupun tadi dikatakan bahwa antara adat dan agama tidak dapat dipisahkan, namun antara adat dan
agama msih dapat dibedakan. Agama (dalam hal ini agama Hindu yang dianut oleh masyarakat hukum
adat Bali) adalah berasal dari ketentuan-ketentuan ajaran dari para maharesi dan kitab suci yang
diturunkannya. Sedangkan adat adalah berasal dari kebiasaan dalam masyarakat yang dapat mengikuti
situasi, kondisi, dan tempat pada saat itu.

Upacara adat potong gigi atau biasa nya orang bali menyebutnya dengan sebutan metatah merupakan
salah satu upacara keaagamaan yang wajib dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali baik laki-laki
maupun perempuan, karena dipercayai oleh masyarakat bali saat meninggal dunia akan bertemu
dengan leluhur nya di surga.

Adapun makna dari upacara adat potong gigi ini adalah menandakan bahwa orang tersebut sudah akhir
balig atau memasuki usia dewasa, merupakan wujud berbakti kepada orang tua, seseorang yang telah
disucikan akan lebih mudah menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi, para dewata, dan
leluhur di alam surga. Dalam makna estetika potong gigi dapat menambah kecantikan agar susunan gigi
lebih rapih.

Upacara Ngaben

Upacara Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang dilaksanakan oleh umat beragama Hindu di
Bali. Upacara Ngaben diadakan jika ada orang yang meninggal dan biasanya diselenggarakan oleh
anggota keluarga yang meninggal. Makna dari upacara Ngaben adalah untuk mengembalikan roh
leluhur (roh orang yang sudah meninggal tersebut) ke tempat asalnya.

· Hari Raya Nyepi

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun
Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti
perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas
seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara
Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.

Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk
menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam
semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu,
khususnya di daerah Bali.

· Kesenian Musik Khas Bali

Musik trasional Bali memang mempunyai ciri khas tersendiri dalam cara memainkannya. Irama musik
bali mengingatkan kita pada suatu semangat keceriaan, karena irama yang dimainkan mengadung
kecepatan yang saling berkesinambungan. Komponen-komponen musik saling menyatu melahirkan
suara gemuruh hingga yang mendengarkan tanpa terasa badan terasa seolah-olah mau bergerak.
Kekuatan Musik bali ada pada kecepatan pukulan gamalan yang bersaut-sautan dalam tempo cepat. Ada
beberapa jenis musik yang mempunyai keunikan tersendiri dalam memainkannya diantaranya, Gemelan
Jegog, Gamelan Gong Gede, Gamelan Gambang, Gamelan Selunding. Selain musik gamelan dengan
menonjolan instrumentalnya, juga terkadang disatukan dengan irama suara manusia yang saling
bersaut-sautan seperti tari kecak, dimana tarian ini konon menirukan gaya seekor kera. Selain itu juga
ada musik angklung gaya khas Bali yang dimainkan dalam rangka penyelengaraan upacara pembakaran
mayat yaitu Ngaben, serta musik Bebonangan yang dimainkan pada saat penyelenggaraan upacara
tertentu oleh masyarakat Bali. Dalam mendesain penyajian gamelan gaya Bali mengisyarat kan
penampilan tersendiri sehingga menarik perhatian orang.

B. Pengertian Suku Dayak

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, di
gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang
datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab
lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang
berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang
mundur.

Suku Dayak terbagi dalam berbagai sub-suku yang kurang lebih berjumlah 405 sub-suku. Namun,
secara garis besar Suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yaitu Apokayan (Kenyah-
Kayan-Bahau), Ot Danum-Ngaju, Iban, Murut, Klemantan, dan Punan. Suku Dayak Punan merupakan
Suku Dayak yang paling tua mendiami Pulau Kalimantan. Berikut beberapa suku Dayak yang mendiami
Pulau Kalimantan.

No.

Nama Suku Dayak

Wilayah Penyebaran

1.

Kanayatn

Kalimantan Barat (Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Bengkayang, sebagian kecil di
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sanggau).

2.

Banyadu

Kalimantan Barat (Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan Kabupaten Sanggau).

3.

Punan

Hulu Sungai Kapuas.

4.

Krio

Daerah aliran Sungai Krio, Kabupaten Ketapang.

5.

Iban

Kalimantan Barat, Serawak, dan Brunei.

6.

Ot Danum

Wilayah Pegunungan Schwaner.


7.

Benuaq

Kalimantan Timur (Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Paser, Kabupaten
Penajam Paser Utara, Kota Samarinda), Kalimantan Tengah (Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito
Timur, Kabupaten Barito Selatan).

8.

Kenyah

Serawak, Kalimantan Timur (Kabupaten Malinau), Kalimantan Barat.

9.

Maayan

Kalimantan Tengah (Kabupaten Barito Timur dan sebagian Kabupaten Barito Selatan), Kalimantan
Selatan (Kabupaten Tabalong, Kabupaten Balangan, Kabupaten Kotabaru).
Suku Dayak terdiri atas beragam sub-suku yang memiliki dialek bahasanya masing-masing. Secara
ilmiah, ada 5 kelompok bahasa yang dituturkan, yaitu Barito Raya, Dayak Barat, Borneo Utara, Dayak
Banuaka, Melayik. Selain itu, bahasa Indonesia juga sering digunakan.

C. Asal Mula Dan Sejarah Kebudayaan Suku Dayak

Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi
berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan
Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah
ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak.

Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub
(menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat
istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat
istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak,
mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum
Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar
di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu
menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan diseluruh daerah
Kalimantan.

Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama
sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam
bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka
menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah
perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang
tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi
sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan
kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit(Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung
Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-
lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.

Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama sukunya. Nama "Dayak"
atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan
nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal dari kata Daya”
yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan
Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang
telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya
dan masih memegang teguh tradisinya.

D. Kesenian yang dimiliki suku dayak

Kebudayaan suku Dayak yang khas membentuk estetika yang tercermin dalambudaya dan
keseniannya, meliputi seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa, dan sebagainya.

1. Seni Tari

Banyaknya suku dan subsuku Dayak menimbulkan beragamnya seni tari tradisional. Secara garis
besar, berdasarkan vocabuler tari, bisa diklasifikasikan menjadi 4 kelompok. Tarian dengan gerak
enerjik, keras dan staccato, adalah ciri kelompok tari Kendayan, yang dimiliki oleh suku Dayak Bukit,
Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati, dan lain-lain, di sekitar Pontianak, Landak, dan Bengkayang.Tarian
dengan gerak tangan membuka, gerakan halus, adalah ciri vocabuler tari Ribunicatau Bidayuh, yang
berkembang di kalangan suku Dayak Dayak Ribun, Pandu, Pompakang, Lintang, Pangkodatan, Jangkang,
Kembayan, Simpakang, dan lain-lain, di sekitar Sanggau Kapuas.Tarian dengan gerak pinggul yang
dominan adalah ciri tari kelompok Ibanic yang dimiliki suku Dayak Iban, Mualang, Ketungau, Kantuk,
Sebaruk, dan sebagainya, di sekitar Sanggau, Malenggang, Sekadau, Sintang, Kapuas, dan Serawak.
Sedikit lebih halus adalah ciri kelompok Banuaka, yang dimiliki oleh suku Dayak Taman, Tamambaloh,
Kalis, dan sebagainya, di sekitar Kapuas Hulu.

2. Seni Musik

Tidak jauh beda dengan seni tari, seni musik suku Dayak didominasi musik-musik ritual. Musik itu
merupakan alat berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada roh-roh. Beberapa jenis alat musik
suku Dayak adalah prahi, gimar, tuukngtuat, pampong, genikng, glunikng, jatung tutup, kadire,
klentangan, dan lain-lain. Masuknya Islam memberi pengaruh dalam seni musik Dayak, dengan
dikenalnya musik tingkilan dan hadrah. Musik Tingkilan menyerupai seni musik gambus dan lagu yang
dinyanyikan disebut betingkilan yang berarti „bersahut-sahutan‟. Dibawakan oleh dua orang pria-wanita
dengan isi lagu berupa nasihat, pujian, atau sindiran.

E. Persebaran suku-suku Dayak di Pulau Kalimantan

Dikarenakan arus migrasi yang kuat dari para pendatang, Suku Dayak yang masih mempertahankan
adat budayanya akhirnya memilih masuk ke pedalaman. Akibatnya, Suku Dayak menjadi terpencar-
pencar dan menjadi sub-sub etnis tersendiri.
Kelompok Suku Dayak, terbagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U.
Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan
budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya,
maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir
pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat
dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di
seluruh Kalimantan.

F. Macam Macam Suku Dayak

• Suku Dayak Abal

• Suku Dayak Bakumpai

• Suku Dayak Bentian

• Suku Dayak Benuaq

• Suku Dayak Bidayuh

• Suku Dayak Bukit

• Suku Dayak Darat:Dayak Mali

• Suku Dayak Dusun

• Suku Dayak Dusun Deyah

• Suku Dayak Dusun Malang

• Suku Dayak Dusun Witu

• Suku Dayak Kadazan

• Suku Dayak Lawangan

• Suku Dayak Maanyan

• Suku Dayak Mali

• Suku Dayak Mayau

• Suku Dayak Meratus


• Suku Dayak Mualang

• Suku Dayak Ngaju

• Suku Dayak Ot Danum

• Suku Dayak Samihim

• Suku Dayak Seberuang

• Suku Dayak Siang Murung

• Suku Dayak Tunjung

• Suku Dayak Kebahan

• Suku Dayak Keninjal

• Suku Dayak Kenyah

• Suku Dayak Simpangk

• Suku Dayak Kualant

• Suku Dayak Ketungau

• Suku Dayak Sebaruk

• Suku Dayak Undau

• Suku Dayak Desa

• Suku Dayak Iban

• Suku Dayak Pesaguan

• Suku Dayak Lebang

G. Senjata Tradisional Suku Dayak

Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan senapan dengan
teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit.
Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak
diterjang peluru. Berikut ini adalah senjata-senjata tradisional suku dayak :
1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm,
panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang
digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu
gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah
tempat anak sumpitan.

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari
bambu atau kayu keras.

3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 –
50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam
dijumpai tempat pegangan.

4. Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat.
Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa.
Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu
burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang
Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik
oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang
telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.

5. Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat
dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang,
Basir.

H. Peninggalan Suku Dayak

Salah satu bentuk peninggalan masyarakat Dayak adalah Candi Agung. Bangunan ini merupakan
sebuah situs candi Hindu berukuran kecil yang terdapat di kawasan Sungai Malang, Kecamatan Amuntai
Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Candi ini diperkirakan peninggalan Kerajaan
Negara Dipa yang keberadaannya se-zaman dengan Kerajaan Majapahit.
Candi Agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Kahuripan yang dibangun oleh
Empu Jatmika pada abad XIV Masehi. Dari kerajaan ini kemudian melahirkan kerajaan Daha di Negara
dan Kerajaan Banjarmasin. Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi
Agung ini didominasi oleh batu dan Kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di Candi ini juga ditemukan
beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang digunakan
untuk mendirikan Candi ini pun masih terdapat di sana. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata
merah. Namun, bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa.

I. Adat Istiadat Suku Dayak

Salah satu tradisi masyarakat Dayak adalah upacara adat naik dango. Naik dango merupakan
apresiasi kebudayaan masyarakat adat Dayak Kanayatn Kalimantan Barat yang rata-rata berprofesi
sebagai petani. Makna upacara adat naik dango bagi masyarakat suku Dayak Kanayatn adalah sebagai
ungkapan rasa syukur atas karunia Jubata (Tuhan) kepada Talino (manusia) karena telah memberikan
padi sebagai makanan manusia. Ritual ini juga sebagai permohonan doa restu kepada Jubata untuk
menggunakan padi yang telah disimpan di dango padi, agar padi yang digunakan benar-benar menjadi
berkat bagi manusia dan tidak cepat habis. Selain itu, upacara adat ini sebagai pertanda penutupan
tahun berladang dan sebagai sarana untuk bersilaturahmi untuk mempererat hubungan persaudaraan
atau solidaritas.

J. Rumah Adat Suku Dayak

Rumah Betang atau rumah Panjang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai
penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman sku
Dayak. Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang
mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang dibangun dalam
bentuk panggung dengan ketinggian tiga hingga lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah
Betang ini untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah
di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah
tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga
(keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut.
Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang
Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat
secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan
bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagai makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga
untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai
kebersamaan di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka
miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku
Dayak menghargai perbedaan etnik, agama, ataupun latar belakang sosial.

K. Tradisi Kebiasaan Suku Dayak

dayak nini

Seni tato dan telinga panjang menjadi ciri khas atau identitas yang sangat menonjol sebagai
penduduk asli Kalimantan. Dengan ciri khas dan identitas itulah yang membuat suku Dayak di kenal luas
hingga dunia internasional dan menjadi salah satu kebanggan budaya yang ada di Indonesa. Namun
tradisi ini sekarang justru semakin ditinggalkan dan nyaris punah. Trend dunia fashion telah mengikis
budaya tersebut . Kalaupun ada yang bertahan, hanya sebagian kecil golongan generasi tua suku Dayak
yang berumur di atas 60 tahun. Generasi suku Dayak diatas tahun 80-an bahkan generasi sekarang
mengaku malu.

Di Kalimantan Timur untuk bisa menemui wanita suku Dayak yang masih mempertahankan budaya
telinga panjang sangat sulit. Karena kini hanya bisa ditemui dipedalaman Kalimantan Timur dengan
menempuh jalur melewati sungai yang memakan waktu berhari-hari. Karena gaya hidup suku Dayak
memang lebih akrab dengan hutan maupun gua.

Untuk melestarikan budaya, tradsi maupun adat suku Dayak Pemerintah Kota Samarinda membangun
perkampungan budaya suku Dayak yang diberi nama Kampung Budaya Pampang. Di desa ini ada sekitar
1000 warga suku Dayak yang masih mempertahankan budaya, tradisi maupun adat.

BAB II

SISTEM YANG ADA DI KEBUDAYAAN DAYAK

A. Sistem Kepercayaan/Religi Suku Dayak

Masyarakat Dayak terbagi menjadi beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di
Kalimantan Tengah. Kepercayaan yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan Kaharingan
(pribumi). Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan. Masyarakat
Dayak percaya pada roh-roh:
1. Sangiang nayu-nayu (roh baik);

2. Taloh, kambe (roh jahat).

Dalam syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir emas. Upacara
adat dalam masyarakat Dayak meliputi:

1. upacara pembakaran mayat,

2. upacara menyambut kelahiran anak, dan

3. upacara penguburan mayat.

Upacara pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah bangunan
yang disebut tambak.

B. Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Dayak

Sistem kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan


masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan
dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa Ngaju). Masyarakat
Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa lain asalkan laki-laki itu
tunduk dengan adat istiadat.

C. Sistem Politik Suku Dayak

Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak
sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan pembekal dan
penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih. Ada pula penasihat
penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku pada masyarakat Dayak
untuk mendampingi hukum adat yang ada.

D. Sistem Ekonomi Suku Dayak

Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam padi mereka
menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam di ladang
ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk makanan sehari-hari.
Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang). Masyarakat Dayak
terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan
Sampit

Barang hasil anyaman dari rotan yang dibuat masyarakat Dayak.

Gambar 1. Barang hasil anyaman dari rotan yang dibuat masyarakat Dayak. (Niwira.com)
E. Sistem Kesenian Suku Dayak

Seni tari Dayak adalah tari tambu dan bungai yang bertema kepahlawanan, serta tari balean dadas,
bertema permohonan kesembuhan dari sakit, dan tari perang. Rumah adat Dayak adalah rumah betang
yang dihuni lebih dari 20 kepala keluarga. Rumah betang terdiri atas enam kamar, yaitu kamar untuk
menyimpan alat perang, kamar gadis, kamar upacara adat, kamar agama, dan kamar tamu.

tari perang suku dayak

gambar 2. Seorang anggota Suku Dayak Kenyah melakukan tarian perang selama pertemuan antar
kepala Suku Dayak Kenyah di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, Rabu (16/05/2012). Foto:
REUTERS/ Yusuf Ahmad
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi, dapat disimpulkan keragaman budaya yang dimiliki oleh daerah Bali sangat lah banyak. Seperti cara
beretika yang baik sesuai agama dan hokum adat bali yang berlaku, kemudian rumah adat bali yang
memiliki arti pada tiap tiap bentuk dan ukiran, kesenian di daerah bali juga sangat lah banyak. Tradisi
Upacara-upacara Adat Bali yang beragam juga membuat keragaman akan budaya Bali semakin lengkap.
Sehingga banyak sekali yang harus kita ketahui lebih jauh lagi mengenai budaya-budaya yang ada di
Indonesia ini terutama Bali yang sebenarnya memiliki budaya yang sangat kental dan beragam.

3.2 Saran

Menurut saya, karena beragam nya budaya di Indonesia ini, terutama untuk daerah Bali. Sebaiknya
kita sebagai generasi penerus terus melestarikan budaya yang ada saat ini dan seterus nya agar tidak
hilang begitu saja dan tidak ditiru oleh Negara lain. Karena budaya kita sangat lah kaya akan kreasi dan
keindahan yang memiliki arti tersendiri. Kita harus bangga menjadi Warga Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

http://balikubudayaku.blogspot.com/

http://odanz06.blogspot.com/2013/02/keberagaman-budaya-bali.html

http://elvan1308.blogspot.com/2012/10/macam-macam-kebudayaan-bali.html

http://ketutwirawan.com/adat-dan-agama-dalam-masyarakat-hukum-adat-bali/

http://duniainformasiblog.blogspot.com/2011/07/tradisi-upacara-adat-potong-gigi-di.html

http://andikadc.blogspot.com/2013/03/andika-dwi-cahyani-1ka19-sistem_2127.html

Anda mungkin juga menyukai