Anda di halaman 1dari 9

“Akulturasi Budaya Hindu dengan Agama Kristen

di Daerah Belimbing Sari , Jembrana, Bali”

DISUSUN OLEH :

Pande Nyoman Dimas Pratistha (2008551073)


Gede Narendra Pramana Putra M (2008551074)
Putu Ayu Sri Devi (2008551075)
Luh Putu Citramas Pradnya Rahmasari (2008551076)

PRODI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
JIMBARAN
2020
ANGGOTA KELOMPOK 18 ISBD FARMASI

Pande Nyoman Dimas Pratistha


Gede Narendra Pramana Putra M.
2008551073 2008551074

Putu Ayu Sri Devi Luh Putu Citramas Pradnya R.


2008551075 2008551076
Akulturasi Budaya Hindu dengan Agama Kristen di Daerah Belimbing
Sari , Jembrana, Bali

A. Deskripsi Kasus

Indonesia memiliki keberagaman agama dan juga memiliki banyak


keberagaman budaya. Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan
peribadatan Kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatana
kehidupan. Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia yaitu
agama Islam, Kristen protestan, Kristen katolik, Hindu, Buddha , dan Khonghucu.
Banyak agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk
menjelaskan makna hidup yang menjelaskan asal-usul kehidupan atau alam semesta.
Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh
moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Budaya adalah suatu
cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar, dan
meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Salah satu kasus tentang agama dan keyakinan adalah Akulturasi Pada Gereja
Kristen Pniel Blimbingsari, Bali. Gereja Pniel Blimbingsari, Bali merupakan Gereja
Protestan yang di Desa Blimbingsari, Jembrana, Bali.. Desa Blimbingsari adalah salah
satu desa dari sepuluh desa yang ada di Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana,
merupakan salah satu desa yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Protestan.
Komunitas Kristen ini sudah merambah hutan Melaya sejak tahun 1939 dipimpin oleh
seorang misionaris Belanda. Gereja Pniel tersebut mendapat sentuhan dari budaya
Hindu- Bali. Sentuhan Ornamen dan ukiran-ukiran yang terdapat pada bangunan
Gereja tersebut, serta Tata letak ruang pada interior gereja tersebut mencerminkan
suksesnya akulturasi budaya Kristiani dan Hindu. Keunikan yang terdapat pada
Gereja Pniel ini menarik perhatian untuk meneliti mengenai bagaimana tata ruang,
tata aturan Gereja, Seperti penyusunan bangunan gereja Blimbingsari tersebut
sebagian besar diadaptasi dari tata cara mendirikan Pura, karena bagi warga Bali
mendirikan bangunan tradisional adalah mewujudkan suatu kehidupan dimana nilai-
nilai logika, etika, dan estetika terkandung dalam persiapan proses membangun dan
pemakaian bangunan. Gereja Blimbingsari digolongkan sebagai tempat peribadatan/
pemujaan, maka tempat yang dipilih adalah didaerah pegunungan atau tempat-tempat
utama yang terpisah dari pemukiman penduduk. Komposisi massa-massa bangunan
diatur dengan penentuan tata letak yang jarak-jaraknya diukur dengan satuan tapak
kaki. Gereja Pniel Blimbingsari- Bali ini mengadaptasi pola zonasi dan ragam hias
yang menyerupai Pura Hindu pada Pulau Bali. Gereja ini juga mengadaptasi konsep
Tri Angga Para perancang Gereja Pniel Blimbingsari- Bali bermaksud menjadikan
Gereja ini kontekstual. Gereja secara garis besar dibuat dengan pedoman arsitektur
tradisional, dimulai dari penggunaan material dan penempatan bangunan gereja yang
diadaptasi dari bangunan peribadatan Pura. Ragam hias yang diterapkan meskipun
tidak diukir tetapi tetap memakai pola dasar dan penempatan yang sama dengan
ragam hias tradisional Bali. Bangunan Gereja Pniel Blimbingsari, Bali ini
mengadaptasi pola pelataran yang seperti Pura yaitu Jaba sisi yang adalah tempat
peralihan dari luar (duniawi) ke dalam pura (area suci), jaba Tengah yang adalah
tempat persiapan dan pengiring upacara dan jeroan adalah daerah tama tempat
pelaksanaan upacara persembahyangan. Gereja Pniel Blimbingsari merupakan sebuah
dominan yang telah teradaptasi oleh sentuhan Budaya Bali, oleh karena itu proses
Akulturasi ini terjadi. Dengan adanya Jaba sisi, Jaba Tengah, dan jeroan Pada sebuah
rumah adat Bali ataupun Pura di Bali, dapat dilihat dengan apakah ada peletakan sisi
tersebut pada Gereja Pniel Blimbingsari tersebut pada bagian Gerbang Bentar,
Pelataran, Gedung Ibadah.

B. Mengkaitkan Dengan Sub Bab

 Makna Keberagaman dan Kesederajatan


1. Definisi
Keberagaman berasal dari kata “ragam” yang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) artinya : 1) tingkah laku; 2) macam, jenis; 3) lagu: musik; langgam;
4) warna, corak, ragi; dan 5) (ling) laras (tata bahasa). Keragaman yang dimaksud di
sini adalah suatu kondoro dalam masyarakat di mana terdapat perbedaan-perbedaan
dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan kekayaan, ideologi,
ada kesopan, serta situasi ekonomi.
Kesederajatan berasal dari kata “sederajat” yang menurut KBBI artinya sama
tingkatan (pangkat dan kedudukan). Dengan demikian, konteks kesederajatan di sini
adalah suatu kondiri di mana perbedaan dan keberagaman yang ada manusia tetap
memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.
2. Keterkaitan Makna Keberagaman dan Kesederajatan dengan Akulturasi Buaya
Bali dan Agama Kristen di Desa Blimbing Sari, Jembrana
Sudah hal umum, agama Hindu di Bali mendominasi wilayah pulau Bali.
Namun, di Bali khusunya di Kabupaten Jembrana banyak terdapat agama kristiani.
Umat Hindu di daerah Jembrana sudah menerapkan makna keberagaman antar sesama
walaupun berbeda agama. Keberagaman tersebut dapat terlihat dengan adanya
akulturasi antara kebudayaan Hindu dengan agama Kristen di Jembrana sehingga
membuatnya menjadi beragam. Serta makna kesederajatan dapat dilihat dengan
pangangan masyarakat mayoritas (umat Hindu) dengan minoritas (umat Kristen) yang
dipandang sama rata. Dipandang sama rata tersebut dapat tercermin dengan kegiatan
keagamaan untuk minortas dipersilahkan sebagaimana umat mayoritas menjalankan
konsepsi agamanya masing-masing. Oleh karena itu, masyarakat Hindu di Jembrana
telah menerapkan konsep dari makna keberagaman dan kesederajatan antar umat
agama Kristen.

 Unsur-Unsur Keragaman dalam Masyarkat Indonesia


1. Definis
Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh
manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia sebagai kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra. Namun,
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Menurut Robert H.
Thouless, agama berpusat pada Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran yang
menentukan yang tak boleh diabaikan. Pada dasarnya agama dan keyakinan
merupakan unsur penting dalam keanekaragaman bangsa Indonesia. Hal ini terlihat
dari banyaknya agama yang diakui di Indonesia.
Tata krama yang dianggap dari bahasa Jawa yang berarti “adat sopan santun,
basa-basi” pada dasarnya ialah segala Tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa,
ucap, dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu. Indonesua memiliki beragam suku
bangsa, di mana setiap suku bangsa memiliki adat tersendiri meskipun karena adanya
sosialisasi nilai-nilai dan norma secara turun-menurun dan berkesinambungan antar
generasi ke generasi.

2. Keterkaitan Unsur-Unsur Keragaman dalam Masyarakat Indonesia dengan


Akulturasi Buaya Bali dan Agama Kristen di Desa Blimbing Sari, Jembrana
Keterkaitan akulturasi budaya dan agama di Belimbing Sari Jembrana telah
dapat membedakan dari essensi agama dan budaya itu sendiri. Budaya Bali
merupakan hasil budi dan pikiran masyarakat Bali pada zaman dahulu dan diturunkan
secara turun-temurun. Sedangkan agama merupakan keyakinan. Akulturasi di desa
Belimbing Sari dapat terjadi karena budaya bali dapat menyatu dengan agama Kristen
karena memang pada essensinya agama tersebut dapat menyatu dengan budaya
apapun asalkan masih dalam “rel” ajaran agama yang dianut.
Keterkaitan tata krama dengan terjadinya kasus akulturasi agama Kristen
dengan budaya Bali di Belimbing sari menunjukan bahwa masyarakat Blimbing Sari
telah menerapkan ajaran tata krama. Hal tersebut tercermin dari kesopanan masyarkat
untuk menerima keyakinan dan agama yang berbeda. Kesopanan tersebut terus
belangsung hingga dapat terjadinya akulturasi.

C. Mengkaitkan dengan Kearifan Lokal di Bali


 Desa Kala Patra

Desa Kala Patra berasal dari tiga kata yakni Desa berarti tempat kita berada,
kala adalah waktu saat kita berada, dan Patra adalah keadaan ataupun situasi dan
kondisi di mana kita berada. Jadi Desa Kala Patra dapat diartikan sebagai keluwesan
atau penyesuaian diri sesuai dengan tempat dan waktu kita berada. Dalam artian umat
hindu hendaknya bertanya dan berkata pada diri sendiri “dimanapun, kapanpun dan
dalam situasi yang bagaimanapun hendaknya seseorang berpikir, berkata dan
berbuat/bertindak sesuai lingkungan ia berada, dan hal ini adalah bersifat umum dan
universal.Arti lain yang didapatkan adalah Desa Kala Patra yaitu kelenturan
interpretasi masyarakat pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang
disesuaikan dengan situasi/keadaan tertentu sebagaimana disebutkan dalam
majejahitan: pewarisan kesadaran estetika manusia Bali, yang prinsipnya penyesuaian
desa kala patra ini sebagai bentuk, keleluasaan untuk melakukan reinterpretasi dan
improvisasi secara terus menerus. Sehingga menjadikan tradisi sebagai warisan yang
lentur, fleksibel, dan menjawab kebutuhan jamannya.

 Kaitan Kearifan Lokal dengan Kasus


Jika dilihat dari segi kearifan lokal Desa Kala Patra ini memang benar adanya
bahwa Agama Kristiani yang di Bali mengikuti atau menyesuaikan dengan akulturasi
pada budaya di Bali. Seperti pada contoh kasus yang kelompok kami angkat. Maksud
dari penyesuaian budaya Agama Kristiani dengan Budaya yang telah berada di Bali
sejak zaman nenek moyang ini, karena adanya budaya toleransi antar umat tetapi tidak
menimbulkan makna berbeda dari keyakinan masing – masing.
Bentuk gereja Pniel yang dibangun di Desa Belimbing itu masih sama seperti
gereja pada umumnya. Hanya saja Agama Kristiani mengikuti tata letak peletakan
ruangan seperti dengan Pura di Bali. Istilah Bali ada Nista Mandala, Madya Mandala,
dan Utama Mandala. Dan bangunan gereja tersebut berisi ukiran style Bali. walaupun
begitu, tapi tidak ada merubah keyakinan antara Agama Hindu maupun Kristiani.
Malah dengan seperti ini, akan meningkatkan budaya toleransi yang ada antara umat
beragama.
D. Solusi dari Kasus
Gereja Pniel Blimbingsari merupakan tempat ibadah yang dominan telah
teradaptasi oleh sentuhan Budaya Bali, oleh karena itu proses Akulturasi ini terjadi.
Dengan adanya Jaba sisi, Jaba Tengah, dan jeroan Pada sebuah rumah adat Bali
ataupun Pura di Bali, dapat dilihat dengan apakah ada peletakan sisi tersebut pada
Gereja Pniel Blimbingsari tersebut pada bagian Gerbang Bentar, Pelataran, Gedung
Ibadah . Serta perlu membahas mengenai ragam hias dan arah mata angin dan lokasi
lingkungan agar dapat dibandingkan lebih dalam sehingga adanya proses Akulturasi
ini.Dengan adanya Proses Akulturasi Tersebut gereja pniel blimbingsari didominasi
oleh budaya bali akan tetapi walaupun sudah diakulturasi tidak boleh menghilangkan
budaya asli dari gereja tersebut karena mereka yang memiliki gereja tersebut yang
khususnya beragama Kristen memilki budaya yang mereka anut sendiri supaya tidak
menghilangkan nuansa dan kepercayaan yang mereka yakini.

 Solusi yang ditawarkan


Memperbolehkan mengakulturasi budaya pada arsitektur gereja akan tetapi
tidak menghilangkan nuansa nasrani yang terdapat di gereja tersebut.supaya umat
beragama yang beribadah di tempat tersebut dapat tetap merasakan nuansa ibadah
yang biasa mereka rasakan saat beribadah di gereja yang belum terakulturasi.

E. Kesimpulan
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lamban-laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri.salah satu contohnya ialah akulturasi budaya arsitektur
pada gereja pniel.yang mana dikaitkan dengan kebergamaan dan kesederajatan serta
desa kala patra yang seharusnya walaupun melakukan akulturasi terhadap budaya
akan tetapi tidak menghilangkan semua nuansa yang terdapat dalam gereja tersebut
,supaya dapat menghormati orang orang yang beribadah disana
DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi, dkk. 2017. Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi Ketiga. Jakarta : Fajar
Interpratama Mandiri

Herimanto dan Winarno.2010.Ilmu Sosial Budaya Dan Budaya Dasar. Jakarta :


PT.Bumi Aksara.

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama. Diakses pada tanggal 08 November 2020 pukul


21.30 WITA.

https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya. Diakses pada tanggal 08 November 2020 pukul


22.01

Anda mungkin juga menyukai