Anda di halaman 1dari 38

BIOFARMASETIKA DAN

FARMAKOKINETIKA
“ANALISA KASUS”
KELOMPOK 3
1. Siti Fauziah Inayah (1711011028)
2. Rahma Yuni Safitri (1711011030)
3. Zahrah Yulindra (1711011032)
4. Ramzaliati (1711011036)
5. M.Yasin (1711011038)
6. Popy Ayu Namira (1711011040)
7. Swari Tirtania (1711011042)
CONTOH KASUS
1. Kasus Phenobarbital
2. Kasus Alda Risma
3. Kasus Munir
4. Kasus Sianida
5. Kasus Asam Jengkolat
6. Kasus
1. KASUS KERACUNAN LUMINAL
 Di Jakarta, keracunan barbiturat sejak tahun 1973 telah menduduki
tempat teratas dari seluruh kasus keracunan yang diperiksa di bagian
Farmakologi FK UI, dengan frekuensi terbanyak adalah keracunan
luminal. Walaupun jumlah kasusnya banyak, tetapi yang diperiksa di
Bagian Kedokteran Forensik hanya sedikit, disebabkan oleh karena
sebagian besar tidak meninggal.
 Di Inggris, Mattow dan Lawson selama 2 tahun mengobati 776
penderita keracunan barbiturat dengan terapi suportif menghasilkar
94,9% sembuh dengan baik dan angka kematian 0,8%
 Kasus kematian pada Elvis Presley (1935-1977). Pelantun Love Me
Tender mengalami aritmia jantung. Saat diotopsi, dalam tubuhnya
ditemukan tingkat "signifikan" dari ethinamate, methaqualone,
kodein, dan barbiturat berbeda, termasuk amobarbital,
pentobarbital, dan fenobarbital.
Analisa Kasus
 Pada kasus Elvis Presley, para ahli forensic menemukan
bahwa ada sembilan jenis obat resep yang berbeda di tubuh
Elvis. Selain itu, ukuran jantung dan livernya ditemukan
membesar dua kali lipat dari ukuran normal karena gaya
hidupnya yang tak sehat.
 Dalam kasus yang terjadi di Inggris dan Jakarta, biasanya
dipengaruhi oleh beberapa penyebab, seperti: karena bunuh
diri, dapat pula terjadi karena pembunuhan dan kadang-
kadang juga terjadi karena automatisme. Automatisme adalah
meminum obat barbiturat dalam takaran hipnotik sehingga
pasien menjadi lupa bahwa ia telah minum obat. Bila terjadi
berulang- ulang maka takaran toksik akan tercapai. Kadang-
kadang terjadi juga akibat kecelakaan terutama pada anak-
anak atau suntikan intravena pada anestesi.
Farmakokinetik Obat
 Absorbsi
Setelah pemberian obat secara oral, obat diserap dengan baik
dari lambung dan usus halus, dengan kadar puncak terjadi 2 sampai 20 jam
kemudian. Kadar terapeutik untuk orang dewasa adalah sekitar 20 sampai 40
mikro gram per ml. Sedangkan pada anak, kadar yang sedikit lebih rendah masih
efektif. Phenobarbital diserap dalam berbagai derajat setelah pemberian
oral, rektal atau parenteral. Garam-garam lebih cepat diserap
daripada asam. Tingkat penyerapan meningkat jika garam natrium ditelan sebagai
larutan encer atau diminum pada saat perut kosong.
 Distribusi
Fenobarbital adalah asam lemah yang diserap dan dengan cepat didistribusikan ke
seluruh jaringan dan cairan dengan konsentrasi tinggi di otak, hati, dan ginjal.
Semakin ia larut lemak, semakin cepat pula ia menembus semua jaringan tubuh.
Durasi kerja, yang berkaitan dengan tingkat dimana fenobarbital didistribusikan
ke seluruh tubuh bervariasi antara orang-orang dan pada orang yang sama dari
waktu ke waktu.. Long-acting fenobarbital memiliki onset kerja 1 jam atau lebih
dan durasi tindakan dari 10 sampai 12 jam. Fenobarbital memiliki kelarutan lipid
terendah, pengikatan dengan plasma terendah, pengikatan dengan protein di
otak terendah, penundaan terpanjang pada onset aktivitas, dan durasi aksi
terpanjang di kelas barbiturate.
Farmakokinetik Obat
 Metabolisme
Metabolisme fenobarbital terjadi di hati berupa hidroksilasi dan
konjugasi ke sulfat atau asam glukuronat, diikuti oleh ekskresi
melalui ginjal. Waktu paruh fenobarbital adalah dari 50 sampai 100
jam. Fenobarbital dimetabolisme terutama oleh sistem enzim
mikrosomal hati, dan produk-produk metabolisme diekskresikan
dalam urin, dan dalam tinja.
 Ekskresi
Sekitar 25 sampai 50 persen dari dosis fenobarbital dihilangkan
tidak berubah dalam urin. Ekskresi barbiturat yang tidak
dimetabolisme adalah salah satu fitur yang membedakan kategori
long-acting dari mereka yang termasuk kategori lain golongan
barbiturat yang hampir seluruhnya dimetabolisme. Metabolit aktif
dari barbiturat diekskresikan sebagai konjugat dari asam
glukuronat.
2. KASUS ALDARISMA
 Ada 12 Desember 2006, salah satu petugas hotel bintang tiga Grand
Menteng, Matraman, Jakarta Timur, diminta mencarikan taksi guna
mengangkut dua orang tamu. Salah satunya ialah Alda Risma,
penyanyi yang dikenal melalui lagu "Aku Tak Biasa". Waktu itu Alda
sudah terbujur kaku. Tubuhnya dingin, dari mulutnya keluar busa dan
darah.

 Petugas hotel membantu Ferry Surya Prakasa, kekasih Alda,


menggotong wanita ini ke dalam kendaraan. Taksi kemudian melaju
ke Rumah Sakit Mitra Jatinegara, yang jaraknya dekat. Pihak RS Mitra
merujuk Alda ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Alda
dinyatakan tewas dan kekasihnya menghilang.
 Kasus kematian Alda risma di hotel Menteng Jakarta pada
Selasa malam 12 Desember 2006 lalu hingga saat ini masih
menjadi misteri. Berbagai spekulasi timbul sebagai penyebab
kematian Alda. Sejauh ini kondisi pasti kematian Alda
dipastikan disebabkan karena overdosis pemakaian obat-
obatan, hal ini dibuktikan dari beberapa data klinis yang
diperoleh dari tempat kejadian dan hasil visum dari jenazah
Alda Risma.
Analisa Kasus
1. DATA-DATA KLINIS
 Anamnesa korban
 Alda adalah seorang pengkonsumsi alkohol
 Alda diketahui sering dan sudah lama mengknsumsi obat tidur dan penggunaannya bersamaan
dengan alkohol, dan tidak jarang diberikan melalui parental
 Alda sedang menggunakan obat pelangsing. Penggunaannya dilakukan dengan cara suntikan dan
diperkirakan obatnya termasuk jenis amfetamin dan metamfetamin (psikotropika golongan III)

 Daftar obat dan alat medis yang dikonsumsi dan digunakan Alda sebelum meninggal
 Obat tidur
 Omeprazol (OMZ)
 Infus ringer laktat
 Dormicum
 Neurobion
 Diazepam (Valium®)
 Propofol
 Obat untuk menghilangkan bengkak karena suntikan
 Keping alkohol usap
 Jarum suntik 5 buah
 Fakta hasil visum jenazah
 Pada perut ditemukan sabu cair
 Pada empedu dan ginjal ditemukan residu narkotika berupa morfin. Dari hasil
analisa ginjal korban kemungkinan pemakaian narkotika ini sudah dalam waktu
lama minimal satu tahun, dan residu ini bisa dipastikan tidak diperoleh dari
minuman keras ataupun obat-obat yang baru dikonsumsi.
 Pada urin korban ditemukan zat psikotropika golonngan amfetamin dengan
kadar yang tinggi
 Pada tubuh korban ditemukan senyawa propofol dan benzodentin yang
merupakan penyebab kematian Alda. Selain itu juga ditemukan obat tidur dan
obat penenang diperkirakan dari dormikum
 Ditemukan 25 bekas suntikan dan 8 diantaranya merupakan suntikan lama yang
menyebar di kaki tangan dan paha (suntikan baru) dan ditmukan ada pembuluh
darah yang pecah akibat suntikan
 Korban diperkirakan telah meninggal dalam waktu 8 jam
 Adanya cairan putih yang terdapat pada kemaluan korban terjadi karena jenazah
telah meninggal lebih dari 8 jam
 Keluarnya darah pada mulut yang terjadi akibat tekanan obat sehingga
pembuluh darah terbuka dan terjadi gangguan pada otak dan paru-paru
2. DATA FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT
 Diazepam
Obat ini menyebabkan tidur, penurunan kesadaran dan tidak berefek
analgesik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada
anastesi regional dan untuk anastesi untuk penderita kardiovaskular.
Di hati diazepam dimetabolisme menjadi metabolit yang aktif, antara
lain N-desmetil diazepam yang juga aktif dengan t1/2 plasma panjang antara
4-122 jam. Sedangkan t1/2 diazepam sendiri antara 20-54 jam. Pemberian
dizepam secara i.v menibulkan takikardia sedang dan depresi nafas ringan
serta kegagalan sirkulasi dan henti nafas pada orang sehat yang mendapatkan
suntikan 20mg diazepam iv secara tepat. Untuk induksi diazepam diberikan
sebanyak 0,1-0,5 mg/kg BB. Pada orang sehat, dosis diazepam 0,1 mg/kg
BB. Pada penderita dengan dosis tinggi 0,1-0,2 mg/kg BB.
 Dormicum
Indikasi untuk premedikasi, induksi anastesi dan penunjang
anastesi umum, sedasi untuk tindakan diagnostik dan anastesi lokal.
Mulai kerja obat ini cepat yaitu dalam 30 menit, dan bertahan sampai
5-7 jam dan terikat pada protein plasma sebanyak 96%.
Metabolismenya berjalan dengan cepat dan sempurna (50-80%)
menjadi metabolit aktif 1-hidroksimetil-midazolam yang dikeluarkan
lewat urin melalui glukoronida. Pada dosis diatas 0,1-0,15 mg/kg BB
akan timbul efek samping berupa hambatan pernapasan yang bisa fatal,
nyeri dan trombofebitis pada tempat pada tempat injeksi. Dosis untuk
premedikasi oral 25 mg, diberikan 45 menit sebelum pembedahan,
pemberian i.v 2,5 mg.
 Propofol
Derivat isopropofenol ini digunakan untuk induksi dan
pemiliharaan anastesi umum. Setelah injeksi propovol dengan cepat
disalurkan ke otak, jantung, hati dan ginjal yang kemudian disusul
dengan redistribusi yang cepat ke otot, kulit, tulang dan lemak.
Redistribusi ini menyebabkan kadar dalam otak menurun dengan
cepat. Di hati propofol dirombak menjadi metabolit-metabolit inaktif
yang dieksresikan melalui urin. Propovol menurunkan tekanan arteri
sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena
vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Efek samping yang timbul akibat penggunaan obat ini adalah
sesak napas dan depresi sistem kardiovaskular (hipotensi dan
bradikardia), eksitasi ringan dan trombofebitis.
 Amfetamin dan metamfetamin
Merupakan psikotropika golongan dua. Amfetamin dan
derivatnya menyebabkan peningkatan amin biogenik dari neuron
sinaptik leminal. Amfetamin juga menghambat reuptake amin
biogenik. Dosis yang berlebihan ini bisa menyebabkan intoksikasi
akut. Efek sampingnya gejala sentral berupa kegelisahan, pusing
kepala, tremor, reflek hiperaktif, insomnia dan kadang-kadang
euforia. Stimulasi sentral kadang-kadang disebabkan oleh
kelelahan fisik. Gejala kardiovaskuler, gangguan saluran cerna dan
diakhiri dengan konvulsi, koma dan kematian karena pendarahan
otak.
3. Alda sudah sejak lama mengkonsumsi obat tidur. Dalam penggunaan
jangka panjang obat tidur bisa menyebabkan ketergantungan dan untuk
pencapaian efek yang sama akan timbul toleransi. Kondisi akan lebih
berbahaya jika penggunaannya bersamaan dengan alkohol seperti yang
dilakukan alda. Hal ini menyebabkan peningkatan efek dari kerja obat tidur
yang memungkinkan terjadinya keracunan.
4. Alkohol yang telah digunakan dalam waktul lama akan menyebabkan
gemetar / tremor, halusinasi , kejang-kejang, bila disertai dengan nutrisi
yang buruk, akan merusak organ vital seperti otak dan hati. Bila seseorang
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, zat tersebut diserap
oleh lambung, masuk ke aliran darah dan tersebar ke seluruh jaringan
tubuh, yang mengakibatkan terganggunya semua sistem yang ada di dalam
tubuh. Besar akibat alkohol tergantung pada berbagai faktor, antara lain
berat tubuh, usia, gender, dan sudah tentu frekuensi dan jumlah alkohol
yang dikonsumsi.
Konsumsi alkohol dalam kondisi perut kosong akan menstimulasi produksi
asam lambung, dan keadaan inlah yang menyebabkan feri memberi
omeprazol yang dapat menghambat produksi asam lambung melalui
penghambatan pompa proton.
5. Penggunaan amfetamin akan menyebabkan peransangan sistem saraf
pusat, dan akan menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan tekanan
darah, seperti halnya penggunaan obat tidur tadi, penggunaan yang
berulang dari amfetamin ini akan menyebabkan timbulnya toleransi
sehingga dosis penggunaan harus selalu ditingkatkan sedangkan bila
dilakukan penghentian mendadak akan mengakibatkan depresi yang
berlebihan.
6. Kondisi alda yang over dosis tidak dapat diatasi dengan penggunaan
neurobion. Memang benar kalau neurobion dapat digunakan untuk
mengatasi rasa nyeri (neuralgia) tapi pada kondisi ini tidak dapat digunakan
untuk mengatasi keracunan. Begitu juga dengan penggunaan diazepam yang
diberikan oleh feri, yang kemungkinan ditujukan untuk mengatasi
terjadinya kejang yang merupakan salah satu tanda terjadinya keracunan.
Pemberian diazepam untuk mengatasi keracunan pada sistem saraf pusat
dilakukan bila keracunan tidak disebabkan oleh kondisi hipoksia
(berhentinya denyut jantung karena kekurnag oksigen).
 Tetapi pada kasus alda kemungkinan korban telah mengalami
hipoksia diakibatkan oleh komsumsi amfetamin dan obat tidur
yang berlebihan yang dapat memaksa kerja jantung, sehingga
pemberian diazepam tidak rasional lagi. Kondisi ini diperparah
dengan oleh dosis pemberian diazepam yang tidak tepat.
Penggunaan obat diazepam biasanya 2-4 kali sehari dengan
dosis2-10 mg. Sedangkan pemberian melalui i.v hanya 5-10 mg
dengan menyuntikkan perlahan, akan tetapi feri memberikan
diazepam dengan dosis yang sanagt besar yaitu 400 mg. Hal ini
sudah pasti memperparah kondisi hipoksia korban dan dapat
menyebabkan henti nafas seketika. Karena dosis 20 mg diazepam
saja melalui i.v dengan pemberian cepat sudah bisa
menimbulkan depresi pernapasan, belum lagi jika dilihat bahwa
diazepam menghasilkan metabolit yang aktif dengan waktu
paruh yang lama.
3. KASUS MUNIR
 Munir Said Thalib seorang aktivis HAM ditemukan meninggal di
pesawat dalam perjalanan menuju Amsterdam pada 7 September
2004. Tiga jam setelah take off dari Singapura Munir mengalami
mual, muntah dan berulang kali buang air besar. Munir sempat
diberikan obat untuk meghilangkan mual dan muntah serta obat
penenang oleh seorang dokter. Dua jam sebelum mendarat di
Amsterdam Ia ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa. Kasus ini
kemudian ditangani oleh ahli forensik Amsterdam.
 Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Purwoprandjono
ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan
Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah
padanya.Namun, pada 31 Desember 2008 Ia divonis bebas yang
tentunya sangat kontoversial hingga diminta tinjauan ulang.
Analisa Kasus
 Korban menunjukkan gejala mual, muntah, diare, lemas serta
dehidrasi setelah mengonsumsi minuman saat transit di
Singapura. Oleh karena itu diperkirakan bahwa Munir diracuni
lewat minuman yang diberikan tersebut.
 Hasil otopsi jenazah Munir menunjukkan ada kandungan
arsenik (bahan berbahaya dan beracun) di lambung, darah dan
urin yang berlebihan. Selain itu, di dalam darah Munir
ditemukan zat-zat berupa arsenik, paracetamol,
metoclopramide, diazepam dan mefenamic acid. Konsentrasi
arsenik dalam darah cukup tinggi dan fatal.
 Hasil pemeriksaan jenazah
1. Isi lambung dan usus banyak air
2. Di dalam darah ditemukan arsenik,paracetamol,
metoclopramida, diazepam, mefenamic acid
3. Konsentrasi arsenik :
Darah : 3,1 mg/l
Urin : 4,8 mg/l
Lambung : 460 mg/l
Pada rambut, dan kuku ditemukan arsen
Arsen
Arsenik adalah bahan metaloid yang terkenal beracun dan
memiliki tiga bentuk senyawa terpopuler, salah satunya adalah
Arsenik trioksida (As2O3). Senyawa ini kerap disebut sebagai
arsenikum. Bentuk aslinya bubuk putih yang mudah larut,
utamanya dalam air panas. Ketika diberikan pada suatu makanan
atau minuman tidak menimbulkan perubahan sedikitpun
sehingga tidak menimbulkan kecurigaan. Minimal dosis akut
arsenik pada orang dewasa diperkirakan pada 70-200 mg atau 1
mg/kg/hari
Mekanisme toksisitas
 Toksisitas dari arsen tergantung pada bentuk (organik/inorganik),
valensi dan kelarutan. Arsen beracun dalam bentuk senyawa terutama
inorganik dan bervalensi 3 (As+3). Senyawa arsenik dapat masuk
kedalam tubuh melalui peroral, inhalasi dan absorpsi melalui kulit atau
membran mukosa. Arsen yang masuk secara oral akan cepat diserap
oleh lambung dan usus halus, kemudian masuk kedalam sistem
peredaran darah serta disebar keseluruh organ. Sebagai suatu racu
protoplasmik arsen melakukan kerja melalui efek berikut :
a) Mempengaruhi respirasi sel.
Hal ini terjadi dengan cara berikatan pada gugus sufhidril (SH) pada
dihidrolipoat, sehingga menghambat kerja enzim yang terkait dengan
transfer energi terutama pada piruvat dehidrogenase.
Hal ini menyebabkan produksi ATP sehingga menimbulkan efek
patologis yang reversibel .Selain itu sebgaian arsen juga dapat
menggantikan gugus posfat sehingga terjadi gangguan oksidasi
fosforilasi tubuh.
b) Senyawa arsen mempunyai tempat predikleksi pada endotel pembuluh
darah. Efek lokal arsen pada kapiler dapat menyebabkan serangkaian
respon mulai dari kongesti, statis serta trombosis sehungga
menyebabkan nekrosis dan iskemia jaringan. Didalam darah arsen
akan mengikat globulin. Dalam waktu 24 jam setelah dikonsumsi
arsen dapat mencapai konsentrasi tinggi diberbagai organ tubuh
seperti hati, ginjal, lima, pru – paru, serta saluran cerna.
Ada 2 kemungkinan pemberian b) Multiple smaller dose
racun: Pada modus ini korban
a) Single lethal dose diberikan arsenik secara
Korban diracun dengan satu terus-menerus dan berkala
dosis besar mematikan, yakni di bawah lethal dosis yang
diatas 200 mg. pada kasus membahayakan jiwa. Pada
munir, ditemukan arsenik kasus munir diperkirakan
sejumlah 460 mg. dengan dosis telah diberikan arsen
demikian dapat menyebabkan sebelumnya, dan pada hari
kematian yang mendadak pada kematian diberikan arsen
korban. dengan dosis letal
 Dari keterangan tersebut  Berdasarkan keterangan saksi,
kematian Munir lebih cenderung Munir telah menunjukkan gejala
disebabkan oleh pemberian arsen keracunan sebelum
dengan modus multiple smaller mengkonsumsi makanan yang
dose. Hal ini dikarenakan : diberikan di pesawat. Gejala
yang ditunjukkan seperti: mual
 Pada hasil visum jenazah dan muntah berulang kali, sakit
ditemukan arsen pada rambut dan perut dan lemas pada perjalanan
kuku. Sementara sampainya arsen Singapura-Amsterdam.
pada rambut dan kuku Jadi, kemungkinan besar Munir
membutuhkan waktu 1 minggu. diracuni pada penerbangan
Jadi jika pemberian secara single Jakarta-Singapura.
lethal dose, pada rambut dan
kuku mayat tidak akan ditemukan
arsen.
4. KASUS SIANIDA
Pada tanggal 6 Januari 2016, Wayan Mirna Salihin, 27 tahun,
meninggal dunia setelah meminum Kopi es vietnam di Olivier Café,
Grand Indonesia. Saat kejadian, Mirna diketahui sedang berkumpul
bersama kedua temannya, Hani dan Jessica Kumala Wongso. Menurut
hasil otopsi pihak kepolisian, ditemukan pendarahan pada lambung
Mirna dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif masuk dan
merusak mukosa lambung. Belakangan diketahui, zat korosif tersebut
berasal dari asam sianida. Sianida juga ditemukan oleh Puslabfor Polri
di sampel kopi yang diminum oleh Mirna. Berdasarkan hasil olah
TKP dan pemeriksaan saksi, polisi menetapkan Jessica Kumala
Wongso sebagai tersangka. Jessica dijerat dengan pasal 340 KUHP
tentang pembunuhan berencana.
HASIL LABORATORIUM FORENSIK
Hasil otopsi yang dilakukan terhadap jenazah Mirna, ditemukan
adanya pendarahan pada lambung dikarenakan adanya zat yang
bersifat korosif masuk dan merusak mukosa lambung.
Belakangan diketahui, zat korosif tersebut berasal dari Sianida.
Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri juga sudah
mengeluarkan hasil pemeriksaan sampel kopi yang diminum
Wayan Mirna Salihin. Hasilnya, dari sampel kopi itu ditemukan
15 gram racun sianida. Sebagai perbandingan, 90 miligram
sianida bisa menyebabkan kematian pada orang dengan berat
badan 60 kilogram. Sekitar 90 miligram, jika dalam bentuk
cairan, dibutuhkan 3-4 tetes saja. Sedangkan 15 gram, sekitar
satu sendok teh.
PENGERTIAN
Sianida adalah salah satu racun yang paling terkenal. Sianida
merujuk pada bahan kimia apapun yang mengandung ikatan
karbon nitrogen (CN), dan dapat ditemukan pada kacang
almond, kacang kedelai, bayam, dan apel.
Sianida bahkan merupakan produk sampingan dari metabolisme
dalam tubuh manusia. Sianida dikeluarkan melalui pernapasan.
Bentuk sianida yang mematikan, diantaranya adalah:
• Natrium sianida (NaCN)
• Potassium cyanide (KCN)
• Hidrogen sianida (HCN)
• Cyanogen chloride (CNCl)
GEJALA
Gejala keracunan sianida dapat muncul dalam beberapa detik hingga beberapa menit setelah terpapar.
Gejala keracunan sianida, diantaranya adalah:
1. Kelumpuhan
2. Mual
3. Kebingungan
4. Sakit kepala
5. Kesulitan bernapas
6. Kejang
7. Kehilangan kesadaran atau pingsan
8. Gagal jantung
Seberapa parah gejala keracunan sianida bergantung pada:
1. Dosisnya
2. Jenis sianida
3. Berapa lama terpapar sianida
Ada dua jenis paparan sianida. Keracunan sianida akut memiliki efek langsung yang sering kali mengancam
jiwa. Sedangkan keracunan sianida kronis terjadi akibat paparan dalam jumlah yang lebih kecil dari waktu ke
waktu.
DIAGNOSIS
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengajukan
beberapa pertanyaan mengenai gejala yang dirasakan pasien.
Dokter juga akan melakukan tes darah untuk menilai:
• Tingkat methemoglobinemia diukur ketika dokter mencurigai
adanya cedera inhalasi asap
• Konsentrasi karbon monoksida darah (kadar
karboksihemoglobin) dapat menunjukkan seberapa banyak asap
yang telah dihirup
• Tingkat plasma atau laktat darah
MEKANISME KERJA
Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika
yang masuk masih dalam jumlah kecil, maka sianida akan diubah jadi
tiosianat yang lebih aman dan bisa dieksresikan tubuh.
Hanya saja, yang jadi berbahaya adalah saat sianida yang masuk dalam
tubuh ada dalam jumlah besar dan masuk ke dalam sistem pencernaan.
Jika masuk ke dalam sistem pencernaan, maka racun ini akan berkumpul
di hati. Keracunan sianida akan berakibat buruk pada sistem
kardiovaskuler. Jika keracunannya kronik, maka sistem endokrin akan
terganggu.
Yang mengakibatkan kematian adalah karena sianida mengikat bagian
aktif dariu enzim sitokrom oksidase sehingga mengakibatkan terhentinya
metabolisme sel secara aerobik dan gangguan respirasi seluler.
Akibatnya, dalam beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal.
5. KASUS ASAM JENGKOLAT
 Asam Jengkolat atau jengkolic acid (S,S’-methylenebicysteine) merupakan senyawa
sejenis asam amino non-protein yang mengandung unsur sulfur. Adanya unsur sulfur ini
menyebabkan asam jengkolat dapat menghasilkan bau yang kurang sedap.

 Gambar 2. Struktur asam jengkolat


 Kandungan asam jengkolat dalam biji jengkol bervariasi, tergantung varietas dan usia
bijinya. Biji jengkol muda mengandung asam jengkolat relatif lebih sedikit daripada biji
yang sudah tua. Pada biji jengkol tua terkandung asam jengkolat 1-2% dari berat bijinya.
Sebutir biji jengkol mentah dengan berat 15 gram dapat mengandung sekitar 0,15 – 0,30
gram asam jengkolat.
Keracunan Asam Jengkolat
 Mengkonsumsi biji jengkol mentah atau setengah matang diduga berperan
memberikan potensi risiko terjadinya keracunan jengkol karena asam
jengkolat yang terkandung dalam biji jengkol mentah masih dalam keadaan
utuh dan aktif. Seseorang yang mengkonsumsi jengkol dalam kondisi
lambung yang asam akan lebih berisiko mengalami keracunan.
 Keracunan jengkol dapat terjadi akibat mengkristalnya asam jengkolat dalam
suasana asam yang bentuknya menyerupai jarum roset yang sukar larut
dalam air, baik dalam suasana asam maupun basa. Kristal ini dapat
menyebabkan penyumbatan pada saluran kencing (tractus urinarius) dan
juga dalam ginjal sehingga pada kasus yang parah dapat menyebabkan
kerusakan ginjal. Oleh karena itu, asam jengkolat dikatakan bersifat
nefrotoksik atau toksik terhadap ginjal.
Gejala Keracunan Asam Jengkolat
 Gejala yang timbul dapat berupa nyeri perut yang kadang-kadang
disertai muntah, serangan kolik dan nyeri saat berkemih, disuria
(gangguan berkemih), dan hematuria (darah di dalam urin). Adanya
darah dalam urin disebabkan oleh adanya luka pada lambung, saluran
kemih, bahkan ginjal akibat terkena kristal asam jengkolat yang tajam.
 Jika berlanjut, dapat terjadi gagal ginjal akut yang ditandai dengan fase
oliguri-anuria (pengeluaran urin yang sangat sedikit hingga tidak dapat
keluar), yang kemudian diikuti dengan fase poliuria (volume urin yang
sangat besar dalam periode tertentu).
 Pada pemeriksaan urin dengan mikroskop di laboratorium, dapat
ditemukan hablur asam jengkolat berupa jarum runcing yang kadang-
kadang bergumpal menjadi ikatan atau berupa roset.
Penatalaksanaan Keracunan Asam Jengkolat
 Keracunan asam jengkolat ringan (nyeri pinggang dan nyeri pada perut) umumnya dapat diobati
dengan minum air yang banyak serta pemberian natrium bikarbonat 2 gram sebanyak 4 kali
sehari secara oral hingga gejala hilang (asimptomatis). Sedangkan bila terjadi gejala keracunan
berat (oliguria, hematuria, anuria atau tidak dapat minum), maka penderita perlu dirujuk ke
rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
 Tindakan yang dilakukan di rumah sakit berupa:
 a. Bantuan Hidup Dasar (ABCs of Life Support).
 b. Pemantauan ketat status cairan dan elektrolit pasien karena kondisi pasien dapat memburuk
secara tiba-tiba dan berat.
 c. Pemberikan cairan intravena dan elektrolit jika diperlukan untuk mengembalikan dan
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
 d. Pemantauan fungsi ginjal dan alkalinasi urin untuk mengeluarkan kristal asam jengkolat.
 e. Jika terjadi gagal ginjal akut maka diberikan natrium bikarbonat melalui infus dengan dosis
yang disesuaikan hasil analisis gas darah
Pencegahan Keracunan Asam Jengkolat
 Untuk mencegah terjadinya keracunan akibat mengkonsumsi jengkol, maka perlu
diperhatikan hal-hal berikut ini:
 a. Hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut kosong (sebelum makan) dan/atau
jangan disertai makanan/ minuman lain yang besifat asam.
 b. Hindari mengkonsumsi jengkol dalam keadaan mentah. Sebaiknya jengkol dimasak
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi agar kandungan asam jengkolatnya dapat berkurang.
Jengkol mentah mengandung asam jengkolat lebih banyak daripada jengkol yang sudah
dimasak.
 c. Biji jengkol dapat dipendam dahulu di dalam tanah sebelum dimasak agar kandungan
asam jengkolatnya dapat berkurang.
 d. Jangan mengkonsumsi jengkol secara berlebihan, terutama bagi individu yang
mengalami gangguan ginjal.
Kadar yang menyebabkan keracunan pada jengkol
juga dapat mengakibatkan gagal ginjal.
 Rata-rata orang mengonsumsi 20-50 gram per porsi, sehingga dari jengkol saja
dapat diperoleh zat besi sebanyak 0,85 - 2,3 gram. Padahal secara umum manusia
hanya membutuhkan asupan zat besi harian sebanyak 0,11-0,27 gram. Terlalu
banyak mengonsumsi jengkol dapat menyebabkan keracunan
 Menurut dr.Okki Ramadian, mengonsumsi jengkol dengan berlebihan, ada
kemungkinan ginjal akan mengalami dampak kesehatan yang tidak bisa
disepelekan. Asam jengkolat didalam biji jengkol bisa saja mengendap di ginjal.
Pengendapan ini bisa berupa kristal yang berbentuk runcing. Jika kristal ini sudah
menumpuk didalam saluran ginjal, maka dipastikan seseorang itu akan mengalami
gangguan buang air kecil, nyeri pinggan, dan berujung pada gangguan ginjal.
 Kondisi ini terjadi jika sesorang mengonsumsi jengkol terlalu banyak dan kurang
minum air putih.
REFERENSI
https://nasional.kompas.com/read/2008/06/19/22025444/krono
logi.kasus.pembunuhan.munir?page=all.
Darmono. 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta : UI
Press.
Pedoman Penatalaksanaan Keracunan untuk Rumah Sakit. 2001.
Hasil Kerjasama Tim Sentra Informasi keracunan (SIKer),
Direktorat Pelayanan Medik Spesialistik Ditjen Yanmedik, Sentra
Pengobatan Keracunan (SPKer) RSUPN Cipto Mangunkusumo,
RSUD Dr. Sutomo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, dan RSUP H. Adam
Malik. Jakarta.
Keracunan akibat Racun Alam. 2007 Sentra Informasi Keracunan
Nasional, Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI.
Jakarta.
Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson (2004). Tinjauan Klinis
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, E/11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai