Anda di halaman 1dari 56

ISU TERKAIT LANSIA: KANKER PAYUDARA,

KANKER RAHIM, OSTEOPOROSIS


DISUSUN OLEH
Salsa Nabila – 1820221165
Ivony Rachmawati – 1820221165
Lingga Etantyo – 1910221036
Salma Rahmadati - 1910221026

PEMBIMBING
dr. Adi Sukrisno, Sp.OG, FMAS

BAGIAN ILMU OBSTRETI & GINEKOLOGI


PEMBELAJARAN JARAK JAUH TERPUSAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2020
• lanjut usia adalah sesorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas
(UU RI Nomor 13 tahun 1998 - Kesejahteraan Lanjut Usia) .

• Antara 2015 dan 2050, proporsi populasi dunia selama 60 tahun akan
meningkat hampir dua kali lipat dari 12% menjadi 22%.

• Pada tahun 2020, jumlah orang yang berusia 60 tahun ke atas akan
melebihi jumlah anak di bawah 5 tahun.

• Pada tahun 2050, 80% lansia akan tinggal di negara berpenghasilan


rendah dan menengah.Laju penuaan populasi jauh lebih cepat daripada
di masa lalu.

• Semua negara menghadapi tantangan besar untuk memastikan bahwa


sistem kesehatan dan sosial mereka siap untuk memanfaatkan
perubahan demografis ini semaksimal mungkin.
<< produktivitas
7
8
SUDAH SIAPKAH
MENJADI LANSIA?
REFERENSI
1. W H O . 2 0 2 0 . A g e i n g
2. B a d a n P u s a t S t a t i s t i k . 2 0 1 9 . S T A T I S T I K P E N D U D U K L A N J U T U S I A 2 0 1 9
3. L i f e S t o r a g e . L i f e t i m e T i m e l i n e : D i d L i f e T u r n O u t A s P l a n n e d ?
TUMOR PAYUDARA
DEFINISI
• Tumor payudara adalah benjolan tidak normal akibat pertumbuhan sel yang terjadi
secaraterus menerus.

• Ca Mammae
Keganasan pada payudara yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, serta
jaringan penunjang payudara, namun tidak termasuk kulit payudara
(Depkes RI, 2014)

Ca Mammae atau Kanker Payudara merupakan keganasan pada jaringan


payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.

Suyatno, Pasaribu, Emir T., 2014. Bedah onkologi diagnosis dan terapi edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto.
Urutan pertama sebagai jenis kanker yang paling umum
diderita oleh perempuan di dunia

• Keganasan paling sering pada wanita di negara maju dan tersering


nomor 2 di negara berkembang
• 48.998 kasus (Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi
Kesehatan, 2015)
• Lebih 23.140 kasus baru tiap tahun (200 juta populasi)

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
FAKTOR RISIKO
Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional
Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Jenis Kelamin Usia Riwayat Keluarga Usia Melahirkan


Anak Pertama

Riwayat Perubahan Hormonal


Kanker Payudara Gaya Hidup
TUMOR JINAK
FIBROKISTIK FIBROADENOMA
• Usia 20-30 tahun, massa padat
• Usia 25-50 tahun (>50%)
kenyal,bentuk bulat lonjong,
• Benjolan biasanya bilateral, multiple, keras, tidak berbatas tegas, mobile dan tidak
nyeri
berbatas tegas, konsistensi kenyal dan dapat pula
kistik, terdapat penebalan, dan rasa nyeri selama
MASTITIS
periode menstruasi.
• Lesi ini merupakan radangsubakut
• Terapi dapat berupa medikamentosa atau
yang didapat pada sistem duktus yang
operatif
dimulai dibawah areola
• Ditemukkan tanda radang lengkap dan
abses
TUMOR JINAK
PAPILOMA INTRADUKTAL GALAKTOKEL
• Usia 35-55 tahun • Tersumbatnya duktus lactiferus

• Lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferusdan 75% • Biasanya benjolan dapat digerakkan
tumbuh di bawah areola mammae ini memberikan dan keras.
gejala berupa rasa tidak nyaman, nyeri dan bloody
nipple discharge KISTA
• Terapi berupa konservatif dan Insisi kecil pada sekitar • Usia 45-52 tahun
puting
TUMOR JINAK
NEKROSIS LEMAK GALAKTOKEL
• Akibat trauma sehingga jaringan • Umumnya terjadi pada dekade 5 atau
payudara yang berlemak rusak 6
• Teraba massa keras yang sering • Terjadi pertumbuhan berlebih
agak nyeri, tetapi tidak membesar dari jaringan fibrokonektif,Jarang
terjadi bilateral, mirip dengan FAM
• Terapi dengan eksisi lokal dengan
batas jaringan payudara sekitar
TUMOR GANAS
NON-INVASIF INVASIF
• Karsinoma duktal in situ/ductal carcinoma in • Karsinoma duktal invasif ("tidak dispesifikasi
situ (DCIS) lain"), merupakan subtipe karsinoma invasif
• Karsinoma lobular in situ/lobular carcinoma yang paling lazim
in situ (LCIS) • Karsinoma lobular invasif
• Karsinoma meduler
• Karsinoma koloid (karsinoma musinosum)
• Karsinoma tubuler

Suyatno, Pasaribu, Emir T., 2014. Bedah onkologi diagnosis dan terapi edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto.
STADIUM
Kategori T (Tumor)
• TX Tumor primer tidak bisa diperiksa
• T0 Tumor primer tidak terbukti
• Tis Karsinoma in situ
• Tis (DCIS) = ductal carcinoma in situ Tis (LCIS) = lobular carcinoma in situ
• Tis (Paget’s) = Paget’s disease pada puting payudara tanpa tumor
• T1 Tumor 2 cm atau kurang pada dimensi terbesar
• T1mic Mikroinvasi 0.1 cm atau kurang pada dimensi terbesar
• T1 a Tumor lebih dari 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm pada dimensi terbesar
• T1b Tumor lebih dari 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm pada dimensi terbesar
• T1c Tumor lebih dari 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm pada dimensi terbesar

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
• T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar
• T3 Tumor berukuran lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar
• T4 Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada/kulit
• T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pectoralis
• T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara atau satellite
skin nodules pada payudara yang sama
• T4c Gabungan T4a dan T4b
• T4d Inflammatory carcinoma

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)
• Nx KGB regional tak dapat dinilai (mis.: sudah diangkat)
• N0 Tak ada metastasis KGB regional
• N1 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level I dan II yang masih dapat
digerakkan
• pN1mi Mikrometastasis >0,2 mm < 2 mm
• pN1a 1-3 KGB aksila
• pN1b KGB mamaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel node
biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis
• pN1c T1-3 KGB aksila dan KGB mamaria interna dengan metastasis mikro
melalui sentinel node biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis
• N2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau matted, atau KGB
mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* jika tidak terdapat metastasis KGB
aksila secara klinis.
• N2a Metastatis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir satu sama lain (matted)
atau terfiksir pada struktur lain
• pN2a 4-9 KGB aksila
• N2b Metastasis hanya pada KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis*
dan jika tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis.
• pN2b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis tanpa KGB aksila
• N3 Metastatis pada KGB infraklavikula ipsilateral denga atau tanpa keterlibatan
KGB aksila, atau pada KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* dan jika
terdapat metastasis KGB aksila secara klinis; atau metastasis pada KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamaria
interna
• N3a Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral
• pN3a > 10 KGB aksila atau infraklavikula
• N3b Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila
• pN3b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB aksila atau >3
KGB aksila dan mamaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel node
biopsy namun tidak terlihat secara klinis
• N3c Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral
• pN3c KGB supraklavikula
• *Terdeteksi secara klinis maksudnya terdeteksi pada pemeriksaan imaging (tidak
termasuk lymphoscintigraphy) atau pada pemeriksaan fisis atau terlihat jelas pada
pemeriksaan patologis
Metastasis Jauh (M)
• Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai
• M0 Tak ada metastasis jauh
• M1 Terdapat Metastasis jauh
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Keluhan Utama
• Benjolan di payudara
• Kecepatan tumbuh dengan/tanpa rasa sakit
• Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
• Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange, ulserasi
• Benjolan ketiak dan edema lengan

Keluhan Tambahan
• Nyeri tulang (vertebra, femur)
• Sesak dan lain sebagainya

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Pemeriksaan Fisik
• Status Generalis (Karnofsky Performance Score)
• Payudara kanan atau kiri atau bilateral
• Massa tumor
• Status KGB
• Pemeriksaan pada daerah metastasis
Pemeriksaan Laboraturium
• Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan perkiraan
metastasis
• Tumor marker : apabila hasil tinggi, perlu diulang untuk follow up

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Pemeriksaan Pencitraan
• Mamografi Payudara
• USG Payudara
• MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-SCAN
• Pemeriksaan Patologi Anatomi
– Biopsi Jarum Halus, Biopsi Apus dan Analisa Cairan
– Tru-cut Biopsi atau Core Biopsy
– Biopsi Terbuka dan Spesimen Operasi
– Pemeriksaan Immunohistokimia

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
SCREENING
• Beberapa tindakan untuk skrining adalah :
1. Periksa Payudara Sendiri (SADARI)
2. Periksa Payudara Klinis (SADANIS)
3. Mammografi skrining

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
PEMERIKSAAN MANDIRI (SADARI)

• Deteksi dini kanker payudara


• Sejak usia 20 tahun
• Satu minggu setelah menstruasi
• Rutin setiap bulan agar pasien lebih
mengetahui bentuk payudara
sehingga akan mudah terasa bila
ada kelainan
• Pada pasien menopause dilakukan
setiap bulan pada tanggal yang
sama
TATA LAKSANA
• Pembedahan
– Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM)
– Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radical Mastectomy)
– Mastektomi dengan teknik onkoplasti
– Mastektomi Simpel
• Breast Conserving Therapy (BCT)
• Kemoterapi
• Radioterapi

Suyatno, Pasaribu, Emir T., 2014. Bedah onkologi diagnosis dan terapi edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto.
Kemoterapi
• Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan
beberapa kombinasi obat kemoterapi.
• Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar
mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat
diterima
• Hasil pemeriksaan imunohistokimia memberikan beberapa pertimbangan
penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan.
• Beberapa kombinasi kemoterapi yang telah menjadi standar lini pertama (first line)
adalah: CMF, CAF, CEF

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Terapi Hormonal
• Pemeriksaan imunohistokimia memegang peranan penting dalam menentukan
pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan validasi pemeriksaan tersebut
dengan baik.
• Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif.
• Terapi hormonal bisa diberikan pada stadium I sampai IV
• Pada kasus kanker dengan luminal A (ER+,PR+,Her2-) pilihan terapi ajuvan
utamanya adalah hormonal bukan kemoterapi. Kemoterapi tidak lebih baik dari
hormonal terapi.
• Pilihan terapi tamoxifen sebaiknya didahulukan dibandingkan pemberian
aromatase inhibitor apalagi pada pasien yang sudah menopause dan Her2.
• Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10 tahun.

Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN), 2015. Panduan Nasional


Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker
payudara. Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara dapat diberikan sebagai
terapi kuratif ajuvan dan paliatif.

Suyatno, Pasaribu, Emir T., 2014. Bedah onkologi diagnosis dan terapi edisi ke-2.
Jakarta: Sagung Seto.
KANKER RAHIM
• Kanker rahim atau uterus dapat berupa kanker
endometrium (sekitar 95% dari semua kasus kanker uterus)
atau berupa sarcoma uterus
• Endometrial cancers/kanker endometrium
Kebanyakan kanker uterus dimulai di lapisan dinding rahim
(endometrium) dan disebut kanker
• Uterine sarcomas
Adalah sarkoma jaringan lunak langka yang berkembang di otot
rahim (miometrium) atau jaringan ikat (stroma) yang mendukung
endometrium.
KANKER ENDOMETRIUM
• Tumor ganas epitel primer pada jaringan endometrium
• Menurut World Cancer Research Fund (2018), Kanker corpus uteri menempati urutan keenam
kanker tersering pada perempuan di dunia
• Faktor Risiko
o Obesitas/Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi
o Usia menarche kurang dari 12 tahun
o Usia menopause lebih dari 52 tahun
o Nullipara
o Infertilitas
o Penggunaan estrogen jangka panjang
o Penggunaan tamoxifen (agonis estrogen)
o Perempuan dengan Lynch syndrome atau Hereditary Nonpolyposis Colon Cancer (HNCC).
o Perempuan dengan riwayat kanker endometrium pada keluarga di usia kurang dari 50 tahun,
o Perempuan dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
KLASIFIKASI
Presentasi Klinis
• >90% pasien dengan Endometrial Cancer menunjukkan gejala
perdarahan uterus abnormal yang berupa metroragia atau
perdarahan pascamenopause dan/atau keputihan

• 5% perempuan dapat asimtomatis sehingga diagnosis biasanya


ditegakkan setelah melakukan pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS
• Gold Standard diagnosis kanker endometrium adalah hasil
histopatologik biopsy dengan hysteroscopy
• Biopsi endometrium
• Kuretase diagnostik

*Hasil negative pada biopsi endometrium pada kasus dengan


keluhan simtomatis perlu dilanjutkan dengan kuretase bertingkat
dengan histeroskopik.
STADIUM (FIGO, 1988)
Stadium I : tumor terbatas pada korpus uteri
• IA : tumor terbatas pada endometrium
• IB : invasi <½ ketebalan myometrium
• IC : invasi >½ ketebalan myometrium
Stadium II : tumor menginvasi serviks tapi tidak meluas ke luar uterus
• IIA : keterlibatan kelenjar endoserviks saja
• IIB : invasi pada stroma serviks
Stadium III : tumor menyebar lokal dan/atau regional pelvis
• IIIA : tumor menginvasi serosa dan/atau adneksa
• IIIB : menginvasi ke vagina (secara langsung atau metastasis)
• IIIC : metastasis ke kelenjar getah bening pelvis dan/atau para-aorta
Stadium IV : tumor dengan metastasis jauh
• IVA : invasi mukosa kandung kemih dan/atau mukosa usus
• IVB : metastasis jauh, termasuk KGB intra-abdominal dan/atau inguinal

Derajat (Grade) histopatologik adenokarsinoma:


• G1 : derajat diferensiasi adenokarsinoma adenomatosa baik (≤ 5% padat)
• G2 : derajat diferensiasi adenokarsinoma adenomatosa dengan sebagian padat ..
(5% sampai 50% padat)
• G3 : sebagian besar padat atau seluruhnya karsinoma undifferentiated
(> 50% padat)
Klasifikasi kanker
endometrium menurut
FIGO dan TNM
berdasarkan karakteristik
operatif dan histologi
OSTEOPOROSIS
OSTEOPOROSIS
Osteoporosis sebagai suatu penyakit klinis
dikarakteristikkan dengan rendahnya massa
tulang, yang tidak normal, dan kerusakan
struktur tulang, suatu kombinasi yang
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan lebih
berisiko mengalami fraktur.
(Solomon, Warwick dan Nayagam, 2012)

Kadar DMT sebesar 2,5 SD atau lebih di bawah


nilai rata-rata wanita dewasa muda [skor T
sama dengan atau kurang dari -2,5]
menandakan osteoporosis.
(WHO, 2007)
FAKTOR RISIKO

(Wilkins, 2007)
MANIFESTASI KLINIS
• perkembangan kifosis
secara bertahap dan tinggi
badan yang semakin
berkurang.
• fraktur pada radius distal,
panggul, dan pergelangan
kaki
(Duckworth dan Blundell, 2010; Solomon,
Warwick dan Nayagam, 2012)
DIAGNOSIS
• Hasil pemeriksaan DXA [Dual X-Ray
Absorptometry] biasanya
menunjukkan penurunan densitas
tulang yang signifikan pada tulang
punggung atau leher femoralis -
kadar DMT sebesar 2,5 SD atau
lebih di bawah nilai rata-rata wanita
dewasa muda [skor T sama dengan
atau kurang dari -2,5]
• Pemeriksaan X-Ray pada tulang
punggung biasanya menunjukkan
kompresi pada satu atau lebih
tulang vertebra
(Compston et al., 2017; Solomon, Warwick dan Nayagam, 2012)
• Choi, H. Y. et al. (2014) ‘Pharmacokinetic Characteristics of Ibandronate and Tolerability of DP-R206 (150 mg Ibandronate/24,000 IU Vitamin D3) Compared to the Ibandronate (150 mg) Monotherapy in Healthy
Adults’, Translational and Clinical Pharmacology, 22(1), pp. 22–29. Available at: http://dx.doi.org/10.12793/tcp.2014.22.1.22.
• Compston, J. et al. (2017) ‘UK clinical guideline for the prevention and treatment of osteoporosis’, Archives of Osteoporosis, 12(1). doi: 10.1007/s11657-017-0324-5.
• de-Freitas, N. et al. (2016) ‘Bisphosphonate treatment and dental implants: A systematic review’, Medicina Oral Patología Oral y Cirugia Bucal, 21(5), pp. 0–0. doi: 10.4317/medoral.20920.
• Duckworth, T. and Blundell, C. M. (2010) Lecture Notes: Orthopaedics and Fractures. Wiley-Blackwell.
• FDA (2015) ‘BONIVA (ibandronate) injection’.
• Gallagher, J. C. and Tella, S. H. (2013) ‘Prevention and treatment of postmenopausal osteoporosis’, pp. 155–170. doi: 10.1016/j.jsbmb.2013.09.008.Prevention.
• Guo, J. et al. (2017) ‘Local application of an ibandronate/collagen sponge improves femoral fracture healing in ovariectomized rats’, PLoS ONE, 12(11), pp. 1–22. doi: 10.1371/journal.pone.0187683.
• Hagino, H. et al. (2014) ‘Increased Bone Mineral Density with Monthly Intravenous Ibandronate Contributes to Fracture Risk Reduction in Patients with Primary Osteoporosis: Three-Year Analysis of the MOVER
Study’, Calcified Tissue International, 95(6), pp. 557–563. doi: 10.1007/s00223-014-9927-7.
• Hou, Y. et al. (2015) ‘Dose-effectiveness relationships determining the efficacy of ibandronate for management of osteoporosis: A meta-analysis’, Medicine (United States), 94(26), pp. 1–9. doi:
10.1097/MD.0000000000001007.
• Ma, Z. et al. (2016) ‘Predictors of ibandronate efficacy for the management of osteoporosis: A meta-regression analysis’, PLoS ONE, 11(3), pp. 1–14. doi: 10.1371/journal.pone.0150203.
• Mescher, A. L. (2013) Junqueira’s Basic Histology. 13th edn. New York: McGraw-Hill Education.
• Nakai, K. et al. (2016) ‘The optimal oral dose selection of ibandronate in Japanese patients with osteoporosis based on pharmacokinetic and pharmacodynamic properties’, European Journal of Drug Metabolism and
Pharmacokinetics, 41(2), pp. 139–147. doi: 10.1007/s13318-014-0242-5.
• National Osteoporosis Society (2016) ‘Drug Treatments for Osteoporosis: Ibandronate (Bonviva)’, pp. 1–4.
• Sharma, D. et al. (2013) ‘Bisphosphonate-related osteonecrosis of jaw (BRONJ): Diagnostic criteria and possible pathogenic mechanisms of an unexpected anti-angiogenic side effect’, Vascular Cell, 5(1), pp. 1–8. doi:
10.1186/2045-824X-5-1.
• Solomon, L., Warwick, D. and Nayagam, S. (2012) Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th edn. Boca Raton: CRC Press.
• Tortora, G. and Derrickson, B. (2014) Principles of Anatomy & Physiology. 13th edn. New Jersey: Wiley-Blackwell.
• Tsoumpra, M. K. et al. (2015) ‘The inhibition of human farnesyl pyrophosphate synthase by nitrogen-containing bisphosphonates. Elucidating the role of active site threonine 201 and tyrosine 204 residues using
enzyme mutants’, Bone, 81, pp. 478–486. doi: 10.1016/j.bone.2015.08.020.
• William F. Young, Jr., MD, Ms. (2011) Thyoid, The Netter Collection OF MEDICAL ILLUSTRATIONS: Endocrine System. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
• Yue, B. et al. (2015) ‘Delayed healing of lower limb fractures with bisphosphonate therapy’, Annals of the Royal College of Surgeons of England, 97(5), pp. 333–338. doi: 10.1308/003588415X14181254789321

Anda mungkin juga menyukai