WAODE MUSTIKA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia
• Prinsip Kesetaraan
semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan
dalam hak asasi manusia
Tindakan Afirmatif (atau Diskriminasi Positif)
upaya yang diambil guna mencapai kesetaraan . Cth :
jika seorang laki-laki dan perempuan dengan
kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar untuk
perkerjaan yang sama, tindakan afirmatif dapat
berupa mengizinkan perempuan untuk diterima
hanya dengan alasan lebih banyak laki-laki yang
melamar di lowongan pekerjaan tersebut
Prinsip Diskriminasi
• Ras
• warna kulit
• jenis kelamin
• Bahasa
• Agama
• pendapat politik atau opini lainnya
• nasional atau kebangsaan
• kepemilikan akan suatu benda (property)
• kelahiran atau status lainnya
• PERLUASAN DISKRIMINASI
orientasi seksual
umur dan
cacat tubuh
Kewajiban Positif untuk Melindungi Hak-Hak
Tertentu
• Menurut hukum hak asasi manusia internasional, suatu negara
tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan
kebebasan-kebebasan.
• negara diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi
secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan
kebebasan-kebebasan.
• contoh yang paling umum adalah hak untuk hidup dan
pelarangan untuk penyiksaan. Negara tidak boleh mengikuti
kesalahan negara lain yang merampas hak individu untuk hidup
atau pelarangan penyiksaan.
• Negara tidak boleh membantu negara lain untuk
menghilangkan nyawa seseorang atau melanggar pelarangan
akan penyiksaan.
Pembatasan-Pembatasan dalam HAM
• Derogasi
adalah “pengecualian”, yaitu suatu mekanisme di
mana suatu negara menyimpangi tanggung
jawabnya secara hukum dikarenakan adanya
situasi yang darurat.
• klausul derogasi yang dimuat dalam Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik Pasal 4 Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa:
(1) Dalam keadaan darurat umum yang mengancam
kehidupan bangsa dan terdapatnya keadaan darurat
tersebut telah diumumkan secara resmi, Negara Pihak
pada Kovenan ini dapat mengambil tindakan untuk
mengurangi kewajiban mereka menurut Kovenan ini,
sejauh yang sungguh-sungguh diperlukan oleh tuntutan
situasi, dengan ketentuan bahwa tindakan tersebut tidak
bertentangan dengan kewajiban lain Negara Pihak menurut
hukum internasional dan tidak menyangkut diskriminasi
yang semata-mata didasarkan atas ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial.
Alasan Derogasi
• suatu keadaan darurat yang esensial dan
mengancam kelanjutan dari suatu negara, ancaman
esensial terhadap keamanan nasional dan
disintegrasi dari kehidupan suatu negara. Perang
saudara dan bencana alam (seperti tsunami)
dapat membenarkan adanya derogasi.
Efek Derogasi
• meloloskan diri dari pelanggaran terhadap bagian
tertentu suatu perjanjian internasional.
• Derogasi yang sah atas penahanan dengan
demikian berarti bahwa tidak ada satu pun individu
yang dapat mengajukan pengaduan terhadap
negara atas penahanan yang tidak sesuai dengan
hukum dan tidak ada badan pemantau international
yang dapat menyelidiki kesahihan penahanan yang
dilakukan oleh negara yang bersangkutan.
Reservasi
• ‘‘reservasi” adalah pernyataan unilateral,
bagaimanapun dirumuskan atau dinamakan, dibuat oleh
sebuah negara, ketika menandatangani, meratifikasi,
menerima, menyetujui atau mengaksepsi suatu perjanjian
internasional, di mana pada negara tersebut bermaksud
mengecualikan atau memodifikasi efek legal dari
ketentuan tertentu dalam perjanjian internasional yang
akan diaplikasikan di negara tersebut. (Pasal 2 ayat 1
huruf d KW 1969
• Alasan melakukan reservasi , perbedaan penafsiran dan
penerapan perjanjian internasional
Salah satu contoh Reservasi yang dilakukan Indonesia
• pada Pasal 22 Konvensi Internasional tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (International Convention on the
Elimination of All Form of Racial Discrimination) (ICERD), 1965.
• bunyi reservasi terhadap Pasal 22 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang
pengesahan Konvensi tersebut :
“Pemerintah Indonesia menyatakan tidak terikat pada ketentuan
Pasal 22 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 dan berpendirian bahwa apabila
terjadi persengketaan akibat perbedaan penafsiran atau
penerapan isinya yang tidak terselesaikan melalui saluran
sebagaimana diatur dalam pasal tersebut, dapat menunjuk
Mahkamah Internasional hanya berdasarkan kesepakatan para
pihak yang bersengketa”.
Akibat Reservasi
• membatasi tanggung jawab suatu negara-
• reservasi yang sah berarti bahwa suatu negara
tidak terikat dengan pasal ataupun ayat tertentu
dari suatu perjanjian internasional.
• Tidak seorang pun dapat menggugat negara
terhadap ketentuan ini, walaupun badan-badan
pemantau perjanjian internasional biasanya
meminta negara untuk mempertimbangkan
penarikan kembali reservasi perjanjian
internasional
Deklarasi
• beberapa negara menggunakan istilah deklarasi ketika efek
dari satu tindakan adalah reservasi
• suatu pernyataan, yang meskipun menggunakan nama
‘deklarasi’, apabila pernyataan itu menunjukkan kehendak
suatu negara untuk meniadakan atau memodifikasi
akibat hukum ketentuan tertentu, perjanjian internasional
tersebut pada waktu negara yang bersangkutan
menandatangani, meratifikasi, menerima, menyetujui, atau
mengaksesi perjanjian internasional yang bersangkutan,
maka pernyataan demikian, walaupun dinamakan
‘deklarasi’, pada hakikatnya, adalah sutau ‘reservasi’
sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Wina tentang
Perjanjian Internasional, 1969.
• Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional,
khususnya Pasal 1 angka 6 yang menetapkan definisi istilah ‘pernyataan’
(‘declaration’) sebagai ‘pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman
atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional yang
dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan
perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas makna
ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan
kewajiban negara dalam perjanjian internasional.
harus dicantumkan
dalam hukum
nasional
Sumber-Sumber Hukum
Negara
Memastikan
Menghormati
penerapan hak2
HAM dlm yurisdiksinya
Tindakan
Preventif
Erga omnes
Preventif gagal
• Pelanggaran hak asasi manusia jangan diidentikkan
dengan “kejahatan internasional paling serius” (the most
serious international crimes). Meskipun kejahatan
internasional tersebut seperti genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, agresi, terorisme dan kejahatan
perang-- bisa saja disebut sebagai “pelanggaran hak asasi
manusia”, tetapi ia tidak dapat begitu saja disamakan
dengan pelanggaran hak asasi manusia sebab
pertanggungjawabannya sangat berbeda. Dalam
kejahatan-kejahatan internasional paling serius itu
yang bertanggungjawab adalah individu, bukan entitas
abstrak seperti negara. Sedangkan dalam pelanggaran hak
asasi manusia yang bertanggungjawab adalah negara.
• Bukti-Bukti Pelanggaran
1. Pemantauan
Melalui pemantauan, dapat diperoleh gambaran umum
mengenai ketaatan negara dalam memenuhi kewajiban
internasionalnya di bidang hak asasi manusia. Menyangkut
implementasi perjanjian internasional hak asasi manusia yang telah
diratifikasi oleh negara, misalnya, dapat dipantau apakah
kewajiban- kewajiban yang harus dilakukan sudah dilaksanakan
atau belum
2. Investigasi
melalui investigasi, dapat diperoleh rincian pelanggaran yang terjadi
yaitu apakah bersifat masif atau tidak? Biasanya hasil investigasi
dilengkapi dengan mengumpul bukti-bukti yang kuat, yang kemudian
dapat digunakan bagi kepentingan penuntutan atau prosekusi.
Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia
• Hal di atas terjadi, karena pada saat itu individu dianggap bukan
merupakan subjek hukum internasional. Oleh sebab itu, dalam konteks
hukum internasional, suatu negara hanya bertanggung jawab untuk
melindungi hak asasi manusia terbatas bagi orang asing. Sedangkan
perlindungan hak asasi manusia bagi warga negaranya belum diatur oleh
hukum internasional dan hal ini masih diangggap sebagai yurisdiksi
domestik (domestic jurisdiction) negara
individu merupakan subjek hukum internasional
• Dalam Perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919, yang mengakhiri Perang Dunia I
antara Jerman dengan Inggris dan Prancis, dengan masing-masing sekutunya, sudah
terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perorangan mengajukan perkara ke
hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional
• dalam keputusan Mahkamah Internasional Permanen dalam perkara yang menyangkut
pegawai kereta api Danzig. Mahkamah memutuskan bahwa apabila suatu perjanjian
internasional memberikan hak tertentu kepada orang perorangan, maka hak itu
harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh
suatu badan peradilan internasional
• dalam Genocide Convention (Konvensi tentang Pembunuhan Massal Manusia
• Diadilinya para pejabat negara secara individual, baik dari kalangan sipil maupun
militer, yang diduga melakukan genosida, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan
perang di Mahkamah Internasional Ad hoc untuk kasus-kasus di Bekas Yugoslavia
(1993) dan Rwanda (1994), juga semakin membuktikan bahwa individu merupakan
subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban tertentu menurut hukum
internasional
• Terlebih lagi setelah didirikannya Mahkamah Pidana Internasional (International
Criminal Court / ICC) pada tahun 1998 berdasarkan Statuta Roma