id 30
digilib.uns.ac.id
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN
30
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
Asasi Manusia merupakan syarat untuk menjadi anggota PBB, karena Indonesia
mengajukan diri menjadi anggota PBB berarti Indonesia mengikatkan diri dengan
DUHAM. Pembuatan peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia
di Indonesia harus berpedoman terhadap DUHAM. Indonesia secara resmi
mengikatkan diri dengan DUHAM yaitu dengan cara meratifikasi DUHAM
menjadi peraturan perundang-undangan nasional. Hak-hak dalam DUHAM diatur
lebih jelas dan rinci dalam Kovenan Internasional.
Pasal yang terdapat dalam DUHAM yang dapat diterapkan atau menjadi
pedoman untuk Transgender adalah:
a. Pasal 1
“Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak
yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul
satu sama lain dalam persaudaraan.”
Pasal 1 menegaskan bahwa setiap manusia yang lahir memiliki kemerdekaan,
martabat dan hak asasi yang sama tanpa terkecuali. disini terdapat asas
persamaan yaitu tidak ada pembedaan kemerdekaan, martabat dan hak asasi
seseorang begitu pula Transgender mereka memiliki kemerdekaan, martabat
dan hak asasi seperti yang lain. Mereka dalam pasal ini dapat diartikan setiap
manusia yang telah lahir begitupun Transgender, dikaruniai akal dan hati
nurani sehingga mampu dan berhak untuk bergaul dengan orang lain untuk
menjalin persaudaraan.
b. Pasal 2
“Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang
tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun,
seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik
atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik,
kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya, tidak akan diadakan
pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan
internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik
dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilyah-wilayah perwalian,
jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.”
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
Pasal 2 ini menegaskan dengan jelas bahwa setiap orang memiliki persamaan
atas hak dan kebebasan yang tercantum dalam DUHAM tanpa adanya
pengecualian. Penegcualian diatas juga termasuk jenis kelamin atau kondisi
gender orang tersebut, walaupun Transgender memeliki kondisi gender yang
berbeda maka tidak mengurangi ataupun membatasi hak dan kebebasan yang
mereka miliki.
c. Pasal 3
“Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai
induvidu.”
Pasal 3 mencantumkan setiap orang sehingga dapat dijabarkan menjadi
seluruh manusia pada dasarnya memiliki hak untuk hidup dan bebas dalam
menjalankan kehidupannya serta mendapat jaminan keselamatan hidupnya.
Transgenderadalah seorang manusia, jika seseorang untuk memilih menjadi
seorang Transgender dalam kehidupannya adalah kebebasan orang tersebut.
Kebebasan dalam kehidupan yang dipilih oleh seorang Transgender juga
berhak untuk mendapat jaminan keselamatan hidupnya.
d. Pasal 5
“Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam,
diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina.”
Tidak seorangpun dalam pasal 5 dapat diartikan semua manusia atau orang
dan ini mencakup Transgender sehingga Transgender tidak boleh disiksa
diperlakukan secara tidak manusiawi atau dihukum karena pilihan hidupnya
menjadi seorang Transgender.
e. Pasal 6
“Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia
pribadi di mana saja ia berada.”
Setaip orang dalam pasal ini siapa saja tanpa memandang gender atau jenis
kelaminnya memiliki hak yang sama yaitu pengakuan di depan hukum
sebagai manusia. Transgender juga harusnya mendapat pengakuan yang sama
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
berpindah agama serta hak untuk tidak beragama (Sunaryo, Fiat Justitia Jurnal
Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012: 398).
h. Pasal 19
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa
mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak
memandang batas-batas.”
Sesuai dengan pasal 19 siapa saja berhak dalam menyampaikan pendapatnya,
mencari sumber informasi dan menerima sebuah pendapat ataupn informasi
dan tidak mendapat tekanan dari pihak manapun. Pasal 19 ini memang belum
menjelaskan batasan-batasan yang ada lebih dalam memberikan kebebasan
secara penuh dalam menyampaikan pendapat dan cara menyampaikannya
begitu pula pasal ini memberikan hak atau kebebasan seseorang untuk dapat
menerima atau menolak sebuah pendapat. Transgender dengan pasal ini juga
mendapatkan kebebasan dalam menyampaikan pendapat mereka apapun jenis
pendapat tersebut dan berhak menyampaikan pendapat mereka pada khalayak
luar.
i. Pasal 20
(1) “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat
tanpa kekerasan.
(2) Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu perkumpulan.”
DUHAM menggunakan kata setiap orang karena memang untuk membuat
hak atau kebebasan ini adalah milik semua orang. berkumpul dan berserikat
merupakan naluri seorang manusia yaitu bersosialisasi dengan yang lain.
Transgender juga memiliki hak untuk berkumpul baik dengan sesama
Transgender atau orang lain tanpa adanya kekerasan dan berhak berserikat
atau mendirikan perkumpulan baik itu perkumpulan yang dibuat khusus untuk
sesama Transgender ataupun perkumpulan yang lain. Tidak ada seseorang
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id
disebut sebagai hak-hak negatif (negative rights), artinya hak-hak dan kebebasan
yang dijamin didalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi atau
terlihat berkurang. Akan tetapi, apabila negara berperan sebagai intervensionis,
maka hak-hak dan kebebasan yang diatur di dalamnya akan dilanggar oleh
negara. Inilah yang membedakan dengan model legislasi ICESCR yang justru
menuntut peran maksimal negara untuk memenuhi hak-hak dalam kovenan
tersebut yang sering disebut juga sebagai hak-hak positif (positive rights).
Pemerintah memiliki kewajiban mengikat untuk mengambil berbagai
langkah dan kebijakan dalam melaksanakan kewajiban untuk menghormati (to
respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fullfil) hak‐hak manusia. Hak
asasi Transgender juga merupakan hak yang harus pemerintah untuk dihormati,
dilindungi dan dipenuhi. Tidak dapat dipungkiri bahwa Transgender merupakan
seorang manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa serta setipa Transgender yang
lahir dan besar di Indonesia merupakan seorang warga Negara yang memiliki hak
untuk mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Berikut ini pasal-pasal dalam
konvenan yang dapat untuk mengatur atau menjadi landasan hukum Transgender
sebagai berikut:
a. Konvenan Hak Sipil dan Politik
2) Pasal 2 Ayat (1)
“Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati dan
menjamin hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini bagi semua orang yang
berada dalam wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, tanpa
pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial,
kekayaan, kelahiran atau status lainnya.”
Komite mencatat bahwa Pasal 2 Ayat (1) kovenan pada umumnya
memberikan kebebasan kepada negara-negara pihak yang bersangkutan
untuk memilih cara untuk melaksanakan kovenan di wilayah mereka
berdasarkan pada kerangka kerja yang ditentukan dalam pasal tersebut.
Secara khusus, pasal ini mengakui bahwa pelaksanaan kovenan tidak
library.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id
12) Pasal 26
“Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas
perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini
hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan
yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar
apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau
pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran
atau status lain.”
Kedudukan yang sama di depan hukum untuk mendapat perlindungan dari
diskriminasi tidak terhalangi oleh apapun termasuk warga Negara yang
memiliki status Transgender. Transgender juga berhak mendapatkan
perlakuan yang sama di depan hukum dan mendapatkan jaminan
perlindungan yang sama dari hukum yang ada di negaranya.
13) Pasal 27
“Di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku
bangsa, agama atau bahasa, orang-orang yang tergolong dalam
kelompok minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya dalam
masyarakat, bersama-sama anggota kelompoknya yang lain, untuk
menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan
agamanya sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri.”
Pasal 27 Kovenan menentukan bahwa, di negara-negara yang memiliki
minoritas etnis, agama, atau bahasa, orang-orang yang berasal dari
kelompok minoritas tersebut harus dapat menikmati hak-haknya, baik
dalam masyarakat maupun bersama anggota-anggota lain dalam
kelompoknya, untuk menikmati budayanya sendiri, untuk menyatakan
dan menerapkan agamanya sendiri, atau untuk menggunakan bahasanya
sendiri. Komite mengamati bahwa pasal ini membentuk dan mengakui
suatu hak yang diberikan pada individu-individu yang berasal dari
kelompok-kelompok minoritas dan yang berbeda dari, dan sebagai
tambahan pada, semua hak-hak lain yang menjadi haknya berdasarkan
Kovenan, sebagai individu yang sama dengan orang-orang lainnya
(Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2009: 54).
library.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
c. Pasal 28D
(1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.”
Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang dapat diartikan menjadi siapa saja
termasuk Transgender memiliki pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hakim. Semua
peraturan yang ada di Indonesia mengikat atau dapat mengatur Transgender
walapun tidak secara jelas. Setiap orang berhak berja tanpa dihalangi oleh
apapun dengan alasan apapun dan diperlakukan sama dalam bekerja dan ini
termasuk juga Transgender berhak untuk bekerja mengembangkan ilmunya
dan medapat perilaku sama seperti yang lain. Ayat (3) memang sulit terwujud
untuk Transgender tetapi pada dasarnya kondisi mereka tidak menghalangi
mereka untuk dapat kesempatan dalam pemerintahan. Ayat (4)
kewarganegaraan adalah hal yang penting untuk setiap orang maka
Transgenderpun berhak memiliki warga negara Indonesia bagi mereka yang
paling tidak lahir dan besar di Indonesia.
d. Pasal 28E
(1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.”
Ketuhanan Yang Maha Esa itu selanjutnya diikuti dengan ketentuan mengenai
kebebasan beragama dan menjalankan ibadah menurut agama dan
kepercayaan masing-masing. Kebebasan disini berarti bahwa keputusan
beragama dan beribadah diletakkan pada tingkat individu. Dengan ungkapan
library.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.”
Pasal ini menegaskan setiap orang juga termasuk Transgender juga berhak
mendapatkan perlindungan diri dan keluarganya atas pemaksaan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu serta memberikan perlindungan dari
peniksaan dan perbuatan yang dapat merendahkan martabatnya.
g. Pasal 28H
(1) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Pasal ini menjelaskan bagaimana dalam meneruskan hidup berlagsung
Transgender juga berhak meneruskan hidupnya untuk dapat menikmati hidup
yang layak bukan hanya secara lahir tetapi juga batin yaitu menjadi
Transgender dan juga mendapat pelayanan kesehatan yang layak sesuai
kebutuhannya. Dalam hidup bermasyarakat Transgender juga berhak
mendapatkan perilaku yang sama tanpa ada pembedaan, mendapat jaminan
sosial dan perlindungan kepentingan pribadinya.
h. Pasal 28I
(1) “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
library.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi,
dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.”
Pasal ini Negara Indonesia melalui undang-undang ini mengakui dan
menghormati hak asasi manusia yang tidak dapat dipisahkan han harus
dilindungi, dihormati dan ditegakkan. Penjabaran diatas maka Transgender
juga memiliki hak untuk mendapat perlindungan, penghormatan dan
penagakan hak asasi mereka. Negara wajib mengakui dan menjamin hak asasi
Transgender.
b. Pasal 3
(1) “Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia
yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat
persaudaraan.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan
perlakuan yang sama di depan hukum.
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia, tanpa diskriminasi.”
Penegasan atas “setiap orang” pada undang-undang ini adalah undang-undang
ini berlaku kepada siapa saja yang merupakan warga Negara Indonesia.
Transgender tidak ada bedanya, mereka dilahirkan dengan bebas dan memiliki
harkat dan martabat. Berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
perlakukan hukum yaitu mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan
didepan hukum yang sama. Transgender berhak atas perlindungan dari
pemerintah atas hak-hak asasi.
a. Pasal 5 Ayat (3)
“Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya.”
Penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud dengan kelompok masyarakat
rentan antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita
library.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
diperlakukan secara sama didepan hukum dan diputus secara adil jika terlihat
suatu sengketa.
d. Pasal 20
(1) “Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
(2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita,
dan segala perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.”
Pasal ini menegaskan tidak ada seorangpun yang boleh untuk diperbudak
termasuk Transgender, tidak boleh diperbudak diperdagangkan dengan alasan
apapun.
e. Pasal 22
(1) “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Pasal ini merupakan hak dalam kebebasan beragama. Hak ini juga termasuk
hak asasi seorang Transgender, disamping kondisi Transgender mereka tetap
berhak untuk menganut agama dan beribadah sesuai dengan yang mereka
yakini.
f. Pasal 24 Ayat (1)
“Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai.”
Pasal 24 Ayat (1) ini menjelaskan bahwa apapun bentuk berserikat dan
berkumpul asalkan dengan tujuan damai diperbolehkan dan tidak dilarang.
Hal ini juga berlaku kepada Transgender yang ingin berkumpul dan berserikat
baik dengan sesama Transgender atau dengan orang lain dengan tujuan yang
positif.
library.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
g. Pasal 25
“Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum,
termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”
Pasal ini menerangkan setiap orang juga termasuk Transgender berhak untuk
menyampaikan pendapat dia baik yang berhubungan dengan kondisinya atau
yang lain dan sesuai dengan undang-undang.
h. Pasal 30
“Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan
terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.”
Pasal ini memberikan jaminan kepada Transgender utnuk melakukan
perbuatan secara bebas selama hal tersebut tidak melanggar hak asasi orang
lain dan sesuai dengan paraturan perundang-undangan yang terkait.
i. Pasal 33 Ayat (1)
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat
kemanusiaannya.”
Pasal 33 Ayat (1) ini menjelaskan bahwa seitap orang yang berada di wilayah
Indonesia bebas dari tindakan penyiksaan, penghukuman yang tidak
manusiawi. Trangender juga berhak mendapatkan perlindungan ini sebagai
jaminan Transgender tidak akan begitu saja disiksa atau dihukum harena
karena kondisinya.
j. Pasal 34
“Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan,
atau dibuang secara sewenang-wenang.”
Pasal ini menyatakan bahwa tidak seorapun termasuk Transgender dapat di
tangkap, ditahan, dikucilkan, diangsingkan atau dibuang karena kondisi
mereka sebagai seorang Transgender pada dasarnya Transgender juga seorang
manusia yang memilki harkat dan martabat yang sama.
library.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id
k. Pasal 35
“Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan
yang damai, aman, dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan
melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.”
Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang termasuk Transgender berhak untuk
hidup dan diterima dengan baik di dalam lingkungan masyarakat tempat dia
tinggal dan hidup dengan aman dan tenang sesuai dengan hak asasi yang telah
diakui dan diatur.
l. Pasal 38 Ayat (1)
“Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan,
berhak atas pekerjaan yang layak.”
Pasal 38 Ayat (1) ini menjelaskan bahwa warga Negara termasuk Transgender
berhak mendapatkan pekerjaan yang layak dan tanpa diskriminasi sesuai
dengan kemampuan dan minat mereka
m. Pasal 40
“Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang
layak.”
Pasal ini merupakan bagian untuk mewujudkan hak untuk hidup dan
melanjutkan kehidupannya yaitu berhak mendapat tempat tinggal. Untuk
dikaitkan dengan Transgender mereka berhak mendapat tempat tinggal dan
kehidupannya yang layak dan tidak diusir dengan cara apapaun dan alasan
apapun yang berhubungan dengan kondisinya sebagai seorang Transgender.
n. Pasal 41 Ayat (1)
“Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk
hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.”
Warga Negara dalam pasal ini juga termasuk Transgender berhak
mendapatkan jaminan social seperti warga Negara lainnya agar mendapat
kehidupan yang baik.
library.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id
berbagai jenis, walapun begitu, pada umumnya hanya dibagi menjadi 2 (dua) jenis
saja yaitu Transwomen dan Transman. Transgender yang dimaksudkan penulis
adalah orang yang memilih dan mengakui dirinya sebagai seorang Transgender
baik secara psikologis yaitu dirinya yakin dia memiliki identitas yang berbeda
dengan jenis kelaminnya ataupun seorang yang memiliki alasan kesehatan
sehingga mengaburkan jenis kelamin ketika lahir. Untuk seorang mengakui
bahwa dirinya seorang Transgender memang hal yang sulit, tidak sedikit
Transgender merasa menjadi Transgender adalah sebuah penyakit seperti dari
data wawancara dari laporan kajian pandangan Transgender terhadap status
gender dan persamaan hak asasi manusia di Jakarta, Bogor, Depok dan
Tangerang, 2015 yang menyatakan sebagai berikut:
“Saya kayak gini karena saya mempunyai penyakit bukan karena, ‘ini loh gue,
gini nih gue apa adanya.” (WM, TG, KK 21 Jakarta) (Rita Damayanti, 2015: 9).
Ada juga yang menganggap bahwa mereka menjadi seorang Transgender adalah
sebuah kodrat Tuhan, seperti pernyataan berikut ini:
“Waria itu nyimpang bagaimana orang dari hatinya yang penting jangan
nyakitin orang aja, udah pada ngerti orang-orang juga. Kalo sakit demam flu
bisa disembuhin, kalo hati disembuhin? Menurut saya bukan nasib, kodrat kalo
nasib bisa dirubah kalo kodrat?” (WM, TG, RK 33 Jakarta) (Rita Damayanti,
2015: 9).
Melalui penjabaran diatas, penulis menganalisa bagaimana pelaksanaan
perlindungan dan pemenuhan hak Transgender, Transgender yang dimaksud oleh
penulis sesuai dengan penjelasan diatas. Pelasanaan perlindungan dan pemenuhan
hak Transgender dilihat dari beberapa aspek yaitu sebagai berikut:
a. Kesamaan Hak Warga Negara
Perlindungan hukum merupakan salah satu hak asasi manusia hal ini
tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
pasal ini tidak mengatur secara langsung tetapi dari penekanan kata semua
library.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id
secara layak sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang
kompeten atau adjudikator (penuntut) lain yang sesuai dengan aturan dan
prosedur hukum yang berlaku. Pada kasus pertama yaitu pelarangan dan
penutupan paksa pesantren yang dibangun dan dibuat khusus untuk
Transgender ini menandakan tidak ada kesetaraan antara Transgender dan
warga negara dalam menganut agama yang dipercayai. Transgender dan
warga negara Indonesia yang lain yaitu sama, sama sebagai mahkluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sejak lahir diberikan hati nurani dan
pikiran untuk menyakini dan menganut agama yang dia percayai hal ini
ditegaskan dalam pasal Pasal 22 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi:
(2) “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(3) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.”
Dalam pasal ini menunjukan setiap orang bebas untuk memeluk agamanya
sendiri termasuk Transgender walapun mereka tidak bertinkah laku sesuai
kodrat pada saat dilahirkan bukan berarti mengurangi hak mereka untuk
dapat memeluk agama dan beribadat kepada Tuhan yang mereka percayai.
Hak untuk dapat memeluk agamanya adalah merupakan hak yang dimana
pemerintah harus melakukan suatu hal agar setiap warganya dapat
terpenuhi hak tersebut. Selain itu penutupan pesantren tersebut diawali
dengan adanya ancaman oleh ormas Front Jihad Islam (FJI) karena
menurut mereka pesantren ini melanggar atau menyalahi aturan hukum
islam yang ada dan meresahkan masyarakat. Perbuatan ormas ini
merupakan perbuatan diskriminasi hanya karena Transgender beda dari
keadaan yang seharusnya mereka jalani. Akhirnya pemerintah dalam hal
library.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id
ini diwakilkan oleh Polri menutup paksa pesantren tersebut karena tidak
berizin dan meresahkan warga setempat. Hal ini menunjukkan bahwa ada
tindak diskriminasi dari pemerintah yang secara tidak langusng
menghalangi Transgender untuk memeluk dan beribadat kepada Tuhan.
Menurut penulis beragama adalah sebuah urusan pribadi setiap manusia
dan tidak boleh dicampurtangankan oleh orang lain selama cara beragama
tersebut tidak mengganggu ketentraman dan keamanan negara. Pada kasus
kedua terdapat pelanggaran beberapa hak Transgender yang saling
berhubungan yaitu hak untuk bekerja, hak untuk memperoleh penghasilan,
hak untuk hidup dan hak untuk melangsungkan hidup. Setiap orang untuk
dapat hidup dan meneruskan kehidupannya membutuhkan sumber
penghasilan yang diperolehnya dari bekerja jika mereka tidak dapat
bekerja maka kemampuan mereka untuk melangsungkan hidup juga
terganggu. Kebijakan ini melanggar Pasal 11 Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi:
“Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh
dan berkembang secara layak.”
Kebijakan terebut menutupi atau merampas Transgender dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya untuk dapat melanjutkan dan berkembang menjadi
lebih baik.
Kasus kedua tidak ada prinsip kesetaraan dan prinsip non
diskiriminasi oleh kebijakan Bupati Aceh Besar. Prinsip kesetraan hilang
ketika beliau menerangkan bahwa Aceh besar tidak mengenal waria atau
perilaku menyimpang yang ada di Aceh Besar adalah laki-laki dan
perempuan. Penutupan dan pencabutan ijin yang dilakukan merupakan
tindakan diskriminasi yang tidak membolehkan seseorang bekerja apalagi
kebijakan Bupati Aceh Besar ini bisa mematikan hak kewarganegaraan
Transgender yang berada di Aceh Besar. Sama seperti pada kasus pertama
library.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id
hak untuk berkerja ini merupakan hak yang harus ada campur tangan dari
negara yaitu pemerintah agar semua warga negara dapat mendapat
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan menerima upah yang
sesuai. Peraturan ini ada dalam kovenan internasional hak-hak sosial,
ekonomi dan budaya pada Pasal 6 yang berbunyi:
(1) “Negara Pihak dari Kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan,
termasuk hak semua orang atas kesempatan untuk mencari nafkah
melalui pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas, dan
akan mengambil langkah-langkah yang memadai guna melindungi
hak ini.
(2) Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada
Kovenan ini untuk mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus
meliputi juga bimbingan teknis dan kejuruan serrta program-program
pelatihan, kebijakan, dan teknik-teknik untuk mencapai perkembangan
ekonomi, sosial dan budaya yang mantap serta lapangan kerja yang
penuh dan produktif, dengan kondisi-kondisi yang menjamin
kebebasan politik dan ekonomi yang mendasar bagi perorangan.”
Seperti pada Ayat (2) sudah dijelaskan bahwa jika memang Transgender
belum mampu untuk mendapat pekerjaan yang layak maka pemerintah
wajib memberikan pelatihan kepada Transgender agar dapat memenuhi
standar kerja dan menyediakan lapangan kerja untuk mereka bukan
melarang seorang Transgender untuk bekerja. Mungkin memang Bupati
Aceh Besar melarang untuk mendirikan salon kecantikan dan bekerja pada
salon kecantikan dan Transgender dapat bekerja ditempat lain tetapi jika
memang kemampuan mereka khusus pada hal tersebut ini yang menjadi
masalah dan dapat membuat memaksa Transgender bekerja pada
pekerjaan yang tidak seharusnya.
Pada kasus kasus ketiga terdapat pelanggaran prinsip kesetaraan,
prinsip non diskriminasi dan prinsip pertanggungjawaban negara.
Pelarangan menampilkan atau mengangkat isu Transgender pada layar
televisi telah melanggar hak untuk menyampaikan pendapat dan
memperoleh informasi seperti yang diatur pada Pasal 14 Undang-Undang
library.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id
“Negara Pihak pada kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak
yang diatur dalamKovenan ini akan dilaksanakan tanpa diskriminasi
apapun sepertii ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik
atau pendapat lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan,
kelahiran atau status lainnya.”
Gubernur Sumatera Barat adalah salah satu wakil dari anggota kovenan ini
yang seharusnya tidak melakukan tindak diskriminasi apapun termasuk
atas status gender mereka.
Kasus nomor 5 (lima) adalah penutupan kelompok masyarakat
pendukung Transgender, penutupan ini melanggar Pasal 24 Ayat (1)
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai”
Kelompok ini memiliki tujuan yang damai yaitu membela nasib
Transgender, memberikan informasi-informasi penting soal transgeder dan
yang lain kepada Transgender dan membantu Transgender dalam
memberikan bantuan hukum kepada Transgender yang memiliki masalah.
Penutupan ini membuat berkurangnya kelompok masyarakat yang peduli
dan berjuang atas hak-hak Transgender yang belum terpenuhi kepada
negara.
Analisis kasus-kasus diatas dapat disimpulkan bahwa perlindungan
terhadap Transgender masih jauh dari harapan dan Transgender masih dan
semakin bertambah banyak mendapat tindakan diskriminasi dan perilaku
tidak menyenangkan. Pelaku tindak diskriminasi itu didominasi oleh
negara, negara dalam hal ini seharusnya melakukan kewajiban dan
perlindungan hak gagal dalam menjalankan tugasnya. Kelima kasus
tersebut hanyalah contoh masih banyak kasus yang lain dimana
Transgender memperoleh tindakan diskriminasi dan perilaku tidak
library.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id
Tipe yang mayoritas di masyarakat adalah yang tidak setuju dan yang
berlaku apatis kepada seorang Transgender. Peran msyarakat sangat
penting dalam faktor penghambatan perlindungan Transgender karena
Transgender berinteraksi langsung kepada Transgender.