Pertemuan3 4SUSPENSI
Pertemuan3 4SUSPENSI
9/25/2012 1
FLOKULASI
• Sistem flokulasi, laju sedimentasi lebih cepat namun endapan dapat
didispersikan kembali. Hal ini didapat dari nilai zeta potensial yang tidak
terlalu tinggi. Flokulasi terkontrol sering dipilih untuk mendapatkan
suspense yang stabil (dapat didispersikan kembali dengan pengocokan).
• Sistem ini biasanya memberikan supernatan jernih diatas sedimen longgar
yang tampak lebih tinggi. Struktur longgar tersebut menyebabkan endapan
dengan mudah terpecah dan terdispersi secara homogen dengan sedikit
kocokan. Sistem ini memberikan keseragaman dosis yang lebih baik.
DEFLOKULASI
• Pada sistem deflokulasi, laju sedimentasi lambat namun hal tersebut
menyebabkan partikel-partkel memiliki banyak waktu untuk melekat satu
sama lain membentuk endapan yang sulit di dispersikan kembali.
• Sistem deflokulasi disebabkan tingginya nilai zeta potensial dimana gaya
tolak menolak jauh lebih tinggi dari gaya tarik antar partikel. Pada sistem
ini, supernatan tetap keruh meskipun pengendapan sudah terlihat jelas.
PENGGOLONGAN CAMPURAN
9/25/2012 2
partikel koloid filtrasi / sedimentasi
Koagulasi
Flokulasi
Sedimentasi
filtrasi
9/25/2012 4
Koagulasi : proses di mana campuran koloid terdestabilkan dengan adanya
9/25/2012 5
MERANCANG FORMULASI SEDIAAN SUSPENSI
Zat yang tidak larut atau sukar larut dalam pelarut yang diinginkan perlu
diformulasikan sebagai suspensi. Degradasi obat dalam air juga dapat
menjadi alasan perlunya modifikasi zat aktif tersebut menjadi bentuk
turunannya yang tidak larut dan dapat dibuat menjadi suspensi. Misalnya,
karena oksitetrasiklin mudah terhidrolisis dengan cepat, maka dibuat
menjadi bentuk garam kalsiumnya dan kemudian diformulasikan menjadi
suspensi. Pilihan lainnya adalah dengan membuat suspensi kering atau
menggunakan pelarut lain dimana obat lebih stabil.
Lanjutan
• Penting untuk meyakinkan bahwa obat yang disuspensi berukuran halus sebelum
diformulasikan menjadi suspensi. Hal ini untuk menjamin laju sedimentasi lambat.
Partikel besar, jika memiliki diameter sekitar >5 µm, akan memberikan tekstur kasar
seperti pasir yang akan menyebabkan iritasi jika digunakan sebagai injeksi atau
diaplikasikan pada mata.
• Meskipun ukuran partikel kecil saat suspense pertama kali dibuat, selalu ada derajat
pertumbuhan Kristal yang muncul saat penyimpanan suspense terutama saat fluktuasi
temperature meningkat. Hal ini karena kelarutan obat meningkat saat temperature
meningkat, namun saat pendinginan, obat mulai mengkristal. Hal ini merupakan masalah
pada obat-obat yang sukar larut, seperti parasetamol.
• Jika suatu obat berada dalam kondisi polidispersi (memiliki ukuran yang
berbeda-beda dalam fase pendispersi), maka kristal yang sangat kecil
dengan ukuran diameter <1 µm akan memiliki kelarutan yang lebih baik
dari partikel dengan ukuran lebih besar. Setelah beberapa waktu, Kristal
kecil akan menjadi semakin kecil sedangkan diameter partikel yang yang
lebih besar meningkat. Sehingga, rentang ukuran partikel sempit sangat
baik untuk kestabilan suspensi.
Formulasi Suspensi
• Zat Aktif
• Zat pembasah, yaitu surfaktan, koloid hidrofilik dan pelarut. Surfaktan
dengan HLB diantara 7 dan 9 sesuai untuk digunakan sebagai agen
pembasah
• Koloid pelindung
• Bahan pensuspensi (golongan polisakarida, gol.silikat,gol.protein dan
polimer organik:karbopol 934)
Problema dalam pembuatan suspensi
• Jika suatu obat berada dalam kondisi polidispersi (memiliki ukuran yang berbeda-beda
dalam fase pendispersi), maka kristal yang sangat kecil dengan ukuran diameter <1 µm
akan memiliki kelarutan yang lebih baik dari partikel dengan ukuran lebih besar. Setelah
beberapa waktu, Kristal kecil akan menjadi semakin kecil sedangkan diameter partikel
yang yang lebih besar meningkat. Sehingga, rentang ukuran partikel sempit sangat baik
untuk kestabilan suspensi.
• Surface active agents atau polimer koloid menyerap ke permukaan setiap partikel sehingga
dapat mencegah pembentukan Kristal. Tegangan antar muka di antara zat padat dan cair
harus diturunkan sehingga udara yang teradsorsi pada permukaan zat padat digantikan oleh
air. Terdapat beberapa jenis zat pembasah, yaitu surfaktan, koloid hidrofilik dan pelarut.
Lanjutan
• Pembasahan zat padat terjadi sebagai hasil dari menurunnya tegangan
permukaan antara zat padat dan zat cair dan dalam derajat yang lebih
kecil, tegangan permukaan antara zar cair dan udara. Contoh zat dalam
golongan ini adalah polisorbat (tween), sorbitan ester (spans), sodium
lauryl sulfat (SLS) dan sodium dioktilsulfosuksinat. Kerugian dari
penggunaan tipe agen pembasah surface active agent adalah pembentukan
busa berlebih dan kemungkinan terbentuknya sistem deflokulasi, yang
mungkin tidak diinginkan.
• Agen pembasah yang termasuk golongan koloid hidrofilik misalnya akasia, bentonit,
tragakan, alginate, zanthan gum dan derivate selulosa. Koloid hidrofilik dapat berperan
sebagai koloid protektif dengan melapisi partikel padat hidrofobik dengan sebuah lapisan
multimolekular. Hal tersebut akan memberikan karakter hidrofilik terhadap zat padat
sehingga membantu pembasahan. Zat ini juga digunakan sebagai agen pensuspensi dan
dapat menghasilkan sistem deflokulasi terutama jika digunakan pada konsentrasi rendah.
• Zat pelarut seperti alcohol, gliserol dan glikol yang memiliki sifat dapat bercampur dengan
air, akan menurunkan tegangan permukaan antara zat cair dan udara. Pelarut tersebut akan
mempenetrasi penggumpalan longgar serbuk menggantikan udara dari pori-pori masing-
masing partikel sehingga memungkinkan pembasahan terjadi oleh medium disperse.