Anda di halaman 1dari 33

Feasibility Study &

ARFL (Aeroplane Reference Field


Length)

Topic 7
Feasibility Study
Rencana Induk Bandar Udara dibuat untuk
kurun waktu 20 (dua puluh) tahun.

1
GROUP PENGGUNA LAPANGAN TERBANG
DALAM PROSES PERANCANGAN

2
Lokasi Bandar Udara ditetapkan oleh
Menteri dengan mempertimbangkan:
1. Rencana Induk Nasional Bandar Udara;
2. Keselamatan dan keamanan penerbangan;
3. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya
setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi
bandar udara;
4. Kelayakan :
Ekonomis, finansial, sosial, pengembangan
wilayah, teknis pembangunan dan
pengoperasian; serta lingkungan.
3
1. “Kelayakan ekonomis” adalah kelayakan yang dinilai akan memberikan keuntungan
secara ekonomis bagi pengembangan wilayah, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
2. “Kelayakan finansial” adalah kelayakan yang dinilai akan memberikan keuntungan
bagi badan usaha Bandar Udara atau Unit Penyelenggara Bandar Udara.
3. “Kelayakan sosial” adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan dampak yang
ditimbulkan oleh adanya Bandar Udara tidak akan meresahkan masyarakat sekitar
serta memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar.
4. “Kelayakan pengembangan wilayah” adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan
kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
5. “Kelayakan teknis pembangunan” adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan
faktor kesesuaian fisik dasar antara lain topografi, kondisi meteorologi dan
geofisika, serta daya dukung tanah.
6. “Kelayakan pengoperasian” adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan jenis
pesawat, pengaruh cuaca, penghalang, penggunaan ruang udara, dukungan
navigasi penerbangan, serta prosedur pendaratan dan lepas landas.
7. “Kelayakan lingkungan” yaitu suatu kelayakan yang dinilai dari besarnya dampak
yang akan ditimbulkan serta kemampuan mengurangi dampak (mitigasi), pada
masa konstruksi, pengoperasian, dan/atau pada tahap pengembangan selanjutnya.

4
Rencana Induk Nasional Bandar Udara,
paling sedikit memuat :

1. Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan


kargo;
2. Kebutuhan fasilitas;
3. Tata letak fasilitas;
4. Tahapan pelaksanaan pembangunan;
5. Kebutuhan dan pemanfaatan lahan;
6. Daerah lingkungan kerja;
7. Daerah lingkungan kepentingan;
8. Kawasan keselamatan operasi penerbangan; dan
9. Batas kawasan kebisingan.

5
Bandar Udara sebagai bangunan gedung dengan
fungsi khusus, Pembangunannya wajib memperhatikan :
----------------------------------------------------------------
1. Ketentuan keselamatan dan keamanan
penerbangan,
2. Mutu pelayanan jasa Kebandar udaraan,
3. Kelestarian lingkungan, serta
4. Keterpaduan intermoda dan multimoda.

Pihak bandara dan pemerintah daerah memiliki wewenang dalam


mengendalikan tata ruang di dalam KKOP, salah satunya adalah dengan
mengatur tinggi bangunan dan objek-objek lainnya agar tidak
mengganggu penerbangan.
Peta Zona Batas Tinggi Obstacle dapat menjadi sarana untuk membantu
pihak bandara dan pemerintah daerah dalam mengendalikan tata ruang di
sekitar bandara.
6
Pembangunan dan “Pengembangan” Bandar
Udara harus mempertimbangkan:

1. Kebutuhan jasa angkutan udara;


2. Pengembangan pariwisata;
3. Pengembangan potensi ekonomi daerah dan
nasional;
4. Keterpaduan intermoda dan multimoda;
5. Kepentingan nasional;
6. Keterpaduan jaringan rute angkutan udara;
dan/atau
7. Pelestarian lingkungan.
7
Rancangan Teknik terinci fasilitas pokok Bandar Udara, mencakup :

1. Gambar dan spesifikasi teknis bangunan,


2. Fasilitas dan prasarana termasuk struktur
bangunan dan bahan,
3. Fasilitas elektronika,
4. Listrik,
5. Mekanikal sebagai penunjang Keselamatan
Penerbangan.

8
Rancangan Teknis terinci fasilitas pokok
Bandar Udara paling sedikit memuat mengenai:

1. Kondisi tanah dasar;


2. Peta topografi;
3. Tata letak fasilitas pokok Bandar Udara,
termasuk fasilitas bantu navigasi penerbangan;
4. Gambar arsitektur;
5. Gambar konstruksi; dan
6. Gambar mekanikal, elektrikal, dan peralatan
navigasi Penerbangan.

9
BANDAR UDARA PELESTARIAN LINGKUNGAN

• Tingkat kebisingan di Bandar Udara dan sekitarnya ditentukan dengan indeks


kebisingan WECPNL atau nilai ekuivalen tingkat kebisingan di suatu area
yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan
pembobotan tertentu.

• Yang dimaksud dengan “WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived


Noise Level)” adalah satu di antara beberapa Index tingkat kebisingan
pesawat udara yang ditetapkan dan direkomendasikan oleh International
Civil Aviation Organization (ICAO).

Tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 terdiri atas:


a. kawasan kebisingan tingkat I;
b. kawasan kebisingan tingkat II; dan
c. kawasan kebisingan tingkat III.

PP no 40 tahun 2012 tentang “pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup Bandar Udara”.
10
TINGKAT KEBISINGAN

(1) Kawasan kebisingan tingkat I, merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam indeks
kebisingan pesawat udara lebih besar atau sama dengan 70 (tujuh puluh)db dan lebih kecil dari
75 (tujuh puluh lima)db.

(2) Kawasan kebisingan tingkat I, merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah
sakit.

(1) Kawasan kebisingan tingkat II , merupakan tingkat kebisingan yang berada dalam Indeks
kebisingan pesawat udara lebih besar atau sama dengan 75 (tujuh puluh lima)db dan lebih kecil
dari 80 (delapan puluh)db.

(2) Kawasan kebisingan tingkat II merupakan tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan dan/atau
bangunan sekolah, rumah sakit, dan rumah tinggal.

(1) Kawasan kebisingan tingkat III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c, merupakan
tingkat kebisingan yang berada dalam indeks kebisingan pesawat udara lebih besar atau sama
dengan 80 (delapan puluh) db.

(2) Kawasan kebisingan tingkat III sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan tanah dan
ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas Bandar Udara yang dilengkapi
insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian lingkungan
11
dan pertanian yang tidak mengundang burung.
Pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh:

a. Emisi gas buang dan kebisingan pengoperasian pesawat


udara;
b. Emisi gas buang dan kebisingan dari peralatan dan/atau
kendaraan bermotor;
c. Air limbah yang ditimbulkan dari pembangunan,
operasional dan perawatan Bandar Udara dan pesawat
udara;
d. Limbah padat yang ditimbulkan dari pembangunan,
operasional dan perawatan Bandar Udara dan pesawat
udara; dan
e. Zat kimia yang ditimbulkan dari pembangunan, operasional
dan perawatan Bandar Udara dan pesawat udara.
12
Batas emisi gas buang dan kebisingan
pengoperasian pesawat udara dan emisi gas
buang dan kebisingan dari peralatan dan/atau
kendaraan bermotor , merupakan bagian
persyaratan sertifikat kelaikan pesawat
udara dan peralatan dan/atau kendaraan
bermotor yang dioperasikan di Bandar
Udara.

dB(A) = Nilai decibel rata-rata dari setiap puncak


kesibukan pesawat udara dalam 1 (satu) hari.
13
Pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup Bandar Udara (Airport Environmental Plan),
paling sedikit dilakukan terhadap komponen:

a. Menjaga kualitas udara;


b. Mengoptimalkan penggunaan dan penghematan
energi;
c. Mengendalikan kebisingan;
d. Menjaga kualitas air;
e. Menjaga kualitas tanah dan mengendalikan
pencemaran tanah akibat air limbah dan limbah
padat; dan
f. Mengendalikan dan mengolah air limbah dan limbah
padat agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan
Pemerintah dan dapat dimanfaatkan kembali. 14
Setiap Bandar Udara wajib menerapkan Bandar Udara ramah lingkungan (Eco Airport)
yang meliputi:

a. Menetapkan rencana pengelolaan dan


pemantauan lingkungan hidup Bandar Udara;
b. Melaksanakan kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup Bandar Udara;
c. Mengevaluasi hasil pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup Bandar Udara yang telah
dilaksanakan; dan
d. Melaporkan kegiatan penerapan Bandar Udara
ramah lingkungan kepada Menteri.

15
note :
- Yang dimaksud dengan “dikelola” yaitu
menggunakan ulang (re use),
mengurangi (re duce), dan
mendaur ulang (re cycle).

- Rujukan PP no. 40 thn 2012 tentang “pembangunan


dan pelestarian lingkungan hidup Bandar Udara”.

16
ARFL
(Aeroplane Reference Field Length)

Desain Panjang Landasan Pacu Menurut ICAO


(International Civil Aviation Organization )

Menurut ICAO desain panjang landasan pacu dihitung


dengan pertimbangan terhadap faktor koreksi :
- Ketinggian / elevasi di atas muka air laut
- Perbedaan temperatur udara di atas 15° C
- Kemiringan arah memanjang ( longitudinal gradient )

17
DESAIN PANJANG LANDASAN PACU MENURUT
ICAO (INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION)

1. Desain panjang landasan pacu berdasarkan faktor koreksi elevasi di


atas muka air laut :
Semakin tinggi ketinggian, maka kepadatan / densitas udara
menjadi berkurang dan berpengaruh terhadap gaya angkat
komponen pesawat terbang, sehingga berdampak pada manuver
pesawat terbang.
Artinya harus dilakukan perhitungan penambahan panjang landasan
pacu.
Pertambahan landasan pacu dilakukan untuk setiap 300 m di atas
muka air laut rata-rata, yakni :
Panjang landasan pacu rencana = (panjang landasan pacu dasar x
7%) + panjang landasan pacu dasar
h
Fe = 1 + 0,07 X 300 metric
Fe = 1 + 0,07 X imperial
h = Aerodrome Elevasi 18
DESAIN PANJANG LANDASAN PACU MENURUT
ICAO (INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION)

2. Pada temperatur yang lebih tinggi, dibutuhkan landas pacu yang


lebih panjang, sebab temperatur tinggi densiti udara rendah,
menghasilkan output daya dorong yang rendah.
Sebagai standar temperatur dipilih temperatur di atas muka laut
sebesar 59oF = 15oC.
Menurut ICAO panjang landasan harus dikoreksi terhadap
temperatur sebesar 1%, atau 0,56% setiap 1oF, sedangkan untuk
setiap kenaikan 1000 m dari muka laut rata-rata
Ft = 1 + 0,01 ( T – (15 – 0,0065 h ) metric
Ft = 1 + 0,0056 ( T – (59 – 0,0036 h ) imperial
 
T = Aerodrome reference temperatur

19
DESAIN PANJANG LANDASAN PACU MENURUT
ICAO (INTERNATIONAL CIVIL AVIATION ORGANIZATION)

3. Bagi pesawat bermesin turbin, faktor koreksinya antra 7 – 10%


setiap kemiringan uniform 1 %, untuk menyeragamkan dengan
pesawat bermesin piston, Fs ini disamakan sebesar 10%.
Kriteria perencanaan lapangan terbang membatasi kemiringan
landasan sebesar 1½ %.
FAA, memperkenalkan “Effektif Gradient” yaitu beda tinggi antara
titik tertinggi dan titik terendah pada penampang memanjang
landasan dibagi dengan panjang landasan yang ada.
Faktor koreksi kemiringan (Fs) sebesar 10 % setiap kemiringan 1 %,
berlaku untuk kondisi lepas landas bagi landasan dengan nomor
kode 2,3, atau 4, pesawat bermesin turbo jet, sedang pesawat
bermesin piston dan turbo koreksi adalah 20%

Fs = 1 + 0,1 S ( metric atau imperial )


20
4. Angin permukaan, Surface wind
Landasan yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind)
sebaliknya bila bertiup angin buritan (Tail Wind) landasan yang diperlukan
lebih panjang.
Angin buritan maximum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots.

Pengaruh angin terhadap landasan

Persentasi pertambahan/
Kekuatan angin pengurangan landasan tanpa angin
+5 -3

+ 10 -5

-5 +7

Kesimpulan : perencanaan lapangan terbang diinginkan tanpa tiupan


angin.
21
5. Kondisi permukaan landas pacu
Standing water adalah genangan tipis air dipermukaan
landas pacu, harus dihindari karena membahayakan
operasi pesawat, dalam hal pengereman pada ban roda
pesawat.

22
Contoh perhitungan : ARFL

Data : - Direncanakan panjang landas pacu yang dibutuhkan untuk lepas landas =
3.200 m
- elevasi di atas muka laut = 120 m
- temperatur di lapangan terbang = 28o C
- kemiringan landas pacu = 0,6 %

Berapa panjang landas pacuhbila pesawat take off di ARFL :


300
Fe = 1 + 0,07 X metric
120
= 1 + 0,07 X = 1,028
300

Ft = 1 + 0,01 ( T – (15 – 0,0065 h ) metric


= 1 + 0,01 ( 28 –(15 – 0.0065 X 120) = 1.122
 
Fs = 1 + 0,1 X S
= 1 + 0,10 X 0,6 = 1,060
  3.200
1,028 X 1,122 X 1,060
A.R.F.L = = 2,618 m
23
Dengan cara yang sama

Data sebagai berikut :


Lapangan terbang A lapangan terbang B
Panjang landasan 2.600 m 2.600 m
Elevasi 150 m 390 m
Temperatur 32oC 42oC
Slope 0,4% 0,8%
 
Panjang landasan setelah pengaruh ARFL ?

24
25
Master plan BIJB

26
27
28
29
30
KKOP
31
Ketentuan penggambaran KKOP Bandara Ngurah Rai

32
4 Penyebab Penerbangan di Bandara Kertajati Sepi

Menurut Arief Budiman Sekretaris Perusahaan PT Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB)
membenarkan ada sejumlah faktor yang menjadi pemicunya.
Berikut ini penjelasannya:
1. Harga Tiket Mahal
Penyebab yang terbaru adalah kenaikan harga tiket pesawat. Sehingga maskapai
membatalkan penerbangan dari dan menuju Bandara Kertajati di Majalengka, dan pihak
airlines melakukan cancel penerbangan dari dan ke KJT.
2 Akses Tol yang Belum Rampung
Akses tol misalnya menuju Bandara Kertajati belum kunjung rampung. “Pasti akan
berdampak karena untuk warga Jawa Barat di barat cukup satu jam saja dari Bandung ke
Kertajati (dengan tol Cisumdawu)," kata dia.
3. Berlarutnya Pemindahan dari Bandara Husein Sastranegara
Berlarutnya pemindahan penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara di Bandung
menuju Kertajati juga membuat penerbangan di Kertajati sepi. “Akan lebih efektif lagi
kalau bandar Husein juga ditutup dan rutenya dipindahkan ke KJT.
4. Belum Optimalnya Pengembangan Daerah Wisata
Pengembangan daerah wisata yang lebih optimal di seputaran Cirebon, Indramayu,
Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) akan berpengaruh pada peningkatan tingkat
keterisian layanan penerbangan di Bandara Kertajati. “Daerah tujuan pariwisata di
Ciayumajakuning belum dikemas dengan baik seperti di Banyuwangi.
33

Anda mungkin juga menyukai