Anda di halaman 1dari 18

Sejarah Perkebunan

 Sebelum abad 16: tradisional atau sistem


kebun awal perkebunan sampingan bersifat
subsisten (pertanian pokok telah dilakukan,
sehingga waktu yang tersisa digunakan untuk
menggarap kebun).
Mulai abad 16: modern: modal yang besar,
lahan yang besar, serta pengorganisasian yang
rapih (ekspansi bangsa Eropa ke Nusantara,
Belanda).
20 Maret 1602, Verenigde Oost-Indische
Compagnie  (VOC)
Penanaman kopi dimulai tahun 1707
• Dampak positif dari politik ekonomi VOC bagi Indonesia
adalah rempah - rempah Indonesia menjadi komoditi
yang sangat laku di Eropa sedangkan
• Dampak negatif dari politik ekonomi ini adalah terjadi
penindasan pada kaum pribumi dalam upaya monopoli
VOC dalam perdagangan rempah-rempah. 
– Perlawanan Mataram terhadap VOC (1628-1629), Sultan Agung
– Perlawanan Banten terhadap VOC (1651-1682), Sultan Ageng
Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu Pangeran Purboyo
– Perlawanan Makasar terhadap VOC (1666-1667), Sultan
Hasanudin
– Perlawanan Rakyat Maluku (1817), Thomas Matulesi
(Pattimura)
• VOC mendapat keuntungan sebesar besarnya untuk
mengisi kas negeri Belanda. Namun keuntungan ini
tidak diimbangi dengan moral pejabat petinggi VOC,
terjadi korupsi di berbagai tingkatan pejabat VOC.
• Belanda juga ketergantungan terhadap pemasukan
berupa impor perak dari VOC yang pada saat itu
terhambat oleh blokade yang dilakukan Inggris di
Eropa.
• Pergolakan politik di Eropa berupa perluasan Revolusi
Perancis oleh Napoleon Bonaparte menyebabkan
Belanda jatuh ke tangan Prancis. Hal ini menyebabkan
tanah jajahan Belanda diambil alih oleh Prancis
• VOC bangkrut, dibubarkan 31 Desember 1799
kemudian diambil alih oleh Belanda
• 1830, penguasa baru ini menetapkan Cultuur
Stelsel atau Sistem Tanam Paksa sebagai akibat
dari kekosongan kas negara.
• 1850, pasaran dunia mengalami kemajuan pesat.
Namun perkembangan liberalisme Eropa
menyebabkan Belanda juga mengidap faham
liberalisme. Perubahan politik dan ideologi di
negara induk menyebabkan berubah pula
kebijakan-kebijakan di negara jajahan
• 1870, pembangunan yang dilaksanakan dan
industrialisasi yang yang terjadi di Nusantara telah
membawa Indonesia ke ambang pintu modernisasi.
Selain itu pembukaan terusan Suez, telah membuka
akses antara Indonesia dengan Eropa.
• Politik etis yang terkenal dengan triadenya,
emigrasi, edukasi, dan irigasi, mulai dijalankan oleh
pemerintah Belanda pada tahun 1901 sebagai
politik kehormatan yang ditujukan untuk
meningkatakan kesejahteraan rakyat dengan
peningkatan pembangunan infrastruktur.
• Perkembangan perkebunan pada masa ini memperlihatkan
peningkatan terus, yang paling menonjol adalah
peningkatan dari tahun 1905 hingga 1909.
• Dekade terakhir menjelang pecahnya perang dunia I
ditandai oleh kemajuan pesat berbagai perusahaan
perkebunan. Laju perekonomian menunjukkan konjungtur
yang membumbung, maka pecahnya perang Dunia I
menganggu kecenderungan itu. Permintaan akan komoditi
di pasaran dunia mengalami perubahan karena disesuaikan
dengan keperluan perang. Situasi perang sangat
mengurangitransportasi dan produksi barang impor. Nilai
pendapatan tidak berubah bahkan menurun hingga tahun
1921.
• Menjelang krisis dunia pada tahun 1929, menunjukan
angka peningkatan produksi perkebunan yang sangat
meningkat. Di masa itu, secara tidak langsung
merangsang kebutuhan masyarakat ke arah kehidupan
mewah, sehingga konsumsi masyarakat meningkat.
Hal ini siikuti oleh bertambahnya pendapatan
pemerintah. Masa-masa sebelum krisis dianggap
sebagai masa kejayaan perusahan perkebunan.
• Sejak terjadinya resesi dunia pada tahun 1930,
perkembangan perkebunan di Indonesia lebih terarah
kepada pasaran dalam negeri. Namun, kegiatan
ekspor pertanian masih memegang peranan penting
seperti 10% di Jawa dan 20% di Sumatera.
• Pada akhir abad ke-19, perkebunan pribumi hanya
10% dari seluruh ekspor, manun meningkat menjadi
37% pada tahun 1939. Hal ini seiring dengan
penetrasi ekonomi kapitalisme di Indonesia.
• Tahun 1942, kedudukan komoditi lama masih di
atas seperti kopi, gula, teh, karet, tembakau, dan
kina. Sedang komoditi baru mulia memonopoli
sepserti kopra. Selama periode ini banyak
pembatasan dan pengawasan yang dilakukan bagi
perkebunan eropa sedang hal itu sulit diterapkan
terhadap perkebunan rakyat.
• Sejak berdirinya, RI menghadapi keadaan
ekonomi yang kurang menguntungkan antara
lain mewarisi keuangan federal dan RI
Yogyakarta dengan defisit besar, inflasi kuat,
ketidakseimbangan antara ekspor dan  impor.
Indonesia telah kehilangan sebagian besar
pasarannya sebelum perang ditambah dengan
pemulihan perkebunan yang lambat
menyebabkan perkebunan sangat jauh
tertinggal.
• Dalam periode 1949-1950, di daerah RI hanya tinggal
beberapa pabrik gula yang masih beroperasi. Sedangkan
tembakau dan lainnya hanya melayani konsumsi dalam
negeri. Disamping itu banyak gangguan keamanan oleh
gerombolan liar. Hal inilah yang menjadi faktor mengapa
penanam modal tidak tertarik menanamkan modalnya
secara besar-besaran di Indonesia.
• Sebagai dampak dari Perang Dunia II, perkebunan pada
umumnya mengalami kerusakan berat, maka diperlukan
usaha pemugaran secara besar-besaran. Berdasarkan
Ketentuan Perundingan Meja Bundar akhir 1949,
perkebunan milik pemerintah kolonial diambil alih oleh
pemerintah RI.
• Dengan pecahnya Perang Dunia II, perusahaan perkebunan
yang terutama terarah kepada ekspor dan kebutuhan dunia,
mau tidak mau mengalami kemunduran. Pasaran itu terputus
atau merosot akibat Perang. Setelah pereng selesai, Indonesia
melakukan revolusi selama lima tahun sehingga tidak mampu
memulihkan perusahaan perkebunan. Setelah Revolusi,
suasana politik sejak 1950 menimbulkan  hambatan untuk
pemulihan kedudukan perkebunan.
• Tahun 1956, mencakup perkembangan perkebunan di bawah
penanganan Pusat Perkebunan Negara Baru (PPN-Baru) dan
Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Perkembangan
perkebunan pada periode ini  tidak telepas dari pengaruh
perubahan dan perkembangan kehidupan politik dan sistem
perekonomian yang berlaku selama itu di Indonesia
• Pada tahun 1957-1960, kebijaksanaan Ekonomi Terpimpin besar
pengaruhnya terhadap perubahan kebijaksanaan di sektor
perekonomian. Antara lain Deklarasi Ekonomi memberikan
pengaruh penting terhadap langkah-langkah kebijaksanaan
pemerintah dalam sektor perekonomian. Pengambilalihan
perusahaan milik Belanda oleh pemerintah seperti perusahaan
swasta perkebunan milik Belanda diambil alih oleh pemerintah
pada 10 Desember 1957. Perusahaan ini tidak digabungkan
dalam PPN yang sebelumnya ada melainkan digabungkan dalam
PPN Baru.
• Pada tahun 1968 terjadi penciutan jumlah PPN dari 88 menjadi
28 buah, penghapusan BPU (PP. No.13, tanggal 27 Maret 1968),
pembentukan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), selanjutnya
diikuti dengan penetapan pembentukan Badan Khusus Urusan
Perusahaan Negara (BKU-PN) pada tahun 1969 yang menetapkan
pemisahan antara Dirjen Perkebunan dengan BKU-PNP.
• Pada tahun 1980-an kebijaksanaan pemerintah untuk
mengalihkan produksi ekspor migas ke non-migas
sebagai sumber devisa negara telah mengokohkan
kembali keberadaan perkebunan di Indoensia.
• Perkembangan sesudah tahun 1980-an menunjukkan
bahwa sektor perkebunan masih tetap merupakan salah
satu sumber perekonomian negara. Kebijaksanaan
pemerintah untuk mengalihkan produksi ekspor migas
ke non migas telah mengokohkan kembali keberadaan
perkebunan di Indonesia. Upaya pembinaan dan
pelestarian melalui berbagai model dan pendekatan
seperti Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dilaksanakan
• Sejak saat itu pola PIR sangat mewarnai
pembangunan perkebunan di Indonesia. Langkah
selanjutnya di akhir dekade 1980-an ialah
menggunakan kesuksesan ini se­bagai pemantik
modal swasta untuk mendirikan Perkebunan Besar
Swasta (PBS) baik dengan pembangunan yang
memanfaatkan Hak Guna Usaha (HGU) maupun
melalui pola yang ber­dampingan dengan rakyat di
wilayah-wilayah transmigrasi yang terpencil dan di
pesisir.
• Ketangguhan perkebunan teruji manakala krisis
moneter melanda Indonesia. Kekuatan gelombang krisis
bisa dibayangkan, karena mampu menghancurkan
perekonomian Indonesia. Namun justru di atas krisis
itulah perkebunan memberikan manfaat terbesar bagi
pelakunya. Tidak saja diperoleh manfaat dadakan dari
ekspor (windfall profit) sebagai akibat pelemahan nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Perkebunan
menjadi salah satu penopang penting bangsa Indonesia
dalam menghadang krisis moneter.
• Akumulasi sejarah telah menunjukkan
kekuatan modal, manajemen, penelitian dan
penemuan benih unggul, pendidikan khusus,
hingga pemasaran, untuk menegakkan
perkebunan lebih kokoh. Kini pengokoh
tersebut dilengkapi dengan demokratisasi di
dalam dan sekitar perkebunan.
• Demokratisasi ini melahirkan serangkaian konsekuensi
pengaturan sekaligus manfaat tersendiri. Demokratisasi
membutuhkan jaringan hubungan yang simetris dan
setara di antara semua pihak yang terkait dengan
perkebunan: Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan
Besar Swasta (PBS), Perkebunan Rakyat (PR), pemerintah,
konsumen di dalam dan luar negeri, lembaga pendukung
penelitian dan pengembangan, lembaga pendanaan,
input produksi, pemasaran. Tidak mengherankan
pengembangan perkebunan masa kini ditegaskan di atas
pengembangan jaringan hubungan antar pihak
• Peran penting perkebunan akan semakin meningkat di masa
depan. Krisis energi dunia telah menempatkan posisi
perkebunan pada tingkat yang sangat penting. Perkebunan tak
lagi hanya terkait masalah pangan, tetapi kini perkebunan
berada di persimpangan kepentingan antara food, feed dan fuel.
Seluruh dinamika sejarah perkebunan menarik perhatian
terutama dalam meletakkan dan meningkatkan peran di masa
mendatang. Sejak awal kemerdekaan sudah terpampang kuat
hasrat untuk menyejahterakan rakyat seba­gai pekebun, pekerja
perkebunan, maupun yang memperoleh manfaat tidak langsung
dari usaha perkebunan. Diatas itu semua perkebunan masih
tetap dan akan terus menjadi sumber kemakmuran bangsa ini.

Anda mungkin juga menyukai