Fungsi
• Sumber ATP
- universal
- (dapat) membentuk ATP tanpa oksigen
(anaerobik)
Aerobik
• Pada fase pembentukan ATP terbentuk:
a. 2 x 2 ATP = 4 ATP (fosforilasi tingkat substrat)
b. 2 x 1 NADH + H+ yang setelah dioksidasi pada rantai respirasi akan
menghasilkan 2 x 2½ ATP = 5 ATP
Total terbentuk 4 + 5 ATP = 9 ATP
• Pada fase pemakaian ATP diperlukan 2 ATP
• Netto terbentuk 9 ATP -2 ATP = 7 ATP
• Catatan: Bila cukup tersedia oksigen (aerobik)
Anaerobik
• Pada fase pembentukan ATP terbentuk:
a. 2 x 2 ATP = 4 ATP (fosforilasi tingkat substrat)
b. 2 x 1 NADH + H+ yang terbentuk tidak dioksidasi di dalam mitokondria (tak
cukup oksigen untuk oksidasi / tak ada mitokondria tempat oksidasi), tetapi
akan melimpahkan kembali hydrogen yang dibawanya kepada piruvat
membentuk laktat dan membentuk kembali NAD+) sehingga tak menghasilkan
ATP.
• Pada fase pemakaian ATP diperlukan 2 ATP
• Netto terbentuk 4 ATP -2 ATP = 2 ATP
Catatan:
• Dalam keadaan aerobik 2 mol piruvat (berasal dari 1 mol glukosa) selanjutnya
mengalami dehidrogenasi oleh enzim piruvat dehydrogenase, melepaskan 2 mol
(NADH + H+ ) dan membentuk 2 mol asetil-KoA.
• 2 mol (NADH + H+) yang dioksidasi pada rantai respirasi akan menghasilkan
2 x 2½ ATP = 5 ATP
• Asetil-KoA selanjutnya memasuki daur Krebs untuk diproses menghasilkan CO 2, H2O,
dan ATP (fosforilasi tingkat substrat dan fosforilasi oksidatif). 2 Mol asetil-KoA yang
diproses dalam daur Krebs akan menghasilkan 2 x 10 ATP = 20 ATP
• Jadi, pada keadaan aerobik 1 mol glukosa akan membentuk ATP sejumlah:
7 mol ATP (glikolisis) + 5 mol ATP ( oksidasi 2 mol NADH + H+ pada rantai
respirasi) + 20 mol ATP ( pemrosesan asetil-KoA pada rantai respirasi) = 32 mol ATP
(netto)
• Glikolisis anaerobik walau menghasilkan lebih sedikit ATP dari pada produksi ATP
dari glukosa dalam suasana aerobik, tetapi jauh lebih cepat membentuk ATP .
• Laktat dapat diibentuk kembali menjadi glukosa di dalam hati
• Namun, pengumpulan laktat dapat menimbulkan kelelahan otot.
G LU KO N EO G E N ES I S
3. Dari gliserol
Gliserol yang terbentuk dari penguraian
triasilgliserol jaringan adiposa, setelah
dibawa ke hepar akan mengalami fos-
forilasi oleh ATP membentuk gliserol 3-
fosfat dan kemudian menjadi dihidroksi-
aseton fosfat untuk menempuh kebalik-
an dari tahapan-tahapan reaksi glikolisis
membentuk glukosa.
Pengendalian glukoneogenesis
• Pintas HMP (HMP shunt), atau nama lainnya jalur pentosa fosfat
(pentose phosphate pathway) merupakan jalur metsbolisme alternatif
bagi glukosa yang bertujuan untuk menghasilkan NADPH dan ribosa.
• NADPH merupakan senyawa yang diperlukan untik sintesis berbagai
macam lipid.
• NADPH juga digunakan untuk membentuk glutation tereduksi (GSH) yang
merupakan antioksidan pelindung jaringan tubuh dari serangan oksidan
• Glutation tereduksi juga penting dalam me-metabolisme senyawa asing
yang berpotensi merusak (xenobiotik) di hati untuk meredam efek
buruknya
• Ribosa yang dihasilkan pintas HMP merupakan zat- bakal pembentuk
asam nukleat.
• Pada pintas HMP ini glukosa tidak menghasilkan ATP
Keadaan Patologis akibat Kelainan Pintas HMP
• Defisiensi enzim glukosa 6-P dehydrogenase (G6-PD) yang merupakan
salah satu enzim penting dalam pintas HMP akan menyebabkan kegagalan
produksi NADPH. Ini terutama akan berakibat buruk pada eritrosit karena,
berbeda dengan jaringan lain, eritrosit tak memiliki jalur metabolisme
alternatif untuk produksi NADPH.
• Akibatnya eritrosit gagal membentuk glutation tereduksi (GSH) yang
merupakan antioksidan pelindung dari serangan oksidan berbahaya.
• Bila penderita dengan kelainan ini kemasukan oksidan, misalnya dari
makanan, seperti misalnya kacang koro, atau dalam bentuk obat-obatan
seperti misalnya primakuin (obat anti malaria) atau sulfanilamid (obat
antibakteria), maka pengaruh oksidan yang ditimbulkannya akan merusak
membran eritrosit, menyebabkan hemolysis (pecahnya eritrosit).