01909010002 Pengertian HIV/AIDS HIV dan AIDS memang seringkali dikenal sebagai satu kesatuan. Padahal, baik HIV maupun AIDS merupakan dua kondisi yang sebenarnya tidak bisa disamakan. Meski begitu, keduanya memang saling berkaitan dan menjelaskan satu sama lain. Secara sederhana, yang dimaksud dengan HIV adalah virus yang mampu menyerang sistem imun atau kekebalan tubuh. Virus tersebut kemudian dapat membuat kemampuan tubuh dalam melawan bakteri dan infeksi menjadi semakin lemah seiring waktu berjalan. Sedangkan untuk AIDS sendiri merupakan nama penyakit yang diderita oleh orang yang terinfeksi dengan virus HIV. Seseorang dapat didiagnosis mengidap penyakit AIDS ketika infeksi dari virus HIV sudah mencapai tahap atau stadium akhir. Virus HIV dapat dibagi ke dalam 2 tipe, yakni HIV-1 dan juga HIV-2. Kedua tipe virus tersebut masih bisa dibagi lagi menjadi beberapa subtipe yang berbeda. Pada kasus infeksi dari virus tersebut, kebanyakan pasien AIDS terjangkit oleh virus HIV dari tipe HIV-1 dan subtipe M. Sebaliknya, virus HIV dengan tipe HIV-2 dilaporkan hanya diderita oleh sebagian kecil pengidapnya saja. Jadi, kebanyakan kasus dari penyakit AIDS dari para penderitanya di seluruh dunia disebabkan oleh tipe HIV-1 dengan subtipe M. Kekerasan Pada Perempuan Odhiv Di Dunia Di bulan Maret, tepatnya pada 8 Maret dunia memperingati International Women’s Day atau Hari Peringatan Perempuan se- Dunia. Sayangnya ini hanya sebatas slogan, terutama bagi perempuan yang hidup dengan HIV (ODHIV) di Afrika Selatan dan juga di Indonesia. Di Afrika Selatan, wanita hamil dengan status HIV positif, dipaksa untuk menjalani sterilisasi oleh rumah sakit pemerintah, menurut temuan penyelidikan setempat seperti yang dilaporkan oleh Bloomberg pada Februari 2020. Lembaga Bantuan Hukum khusus perempuan di Afrika, telah mengajukan keluhan ini sejak tahun 2015 yang kemudian ditindaklanjuti oleh penyelidikan Komisi untuk Kesetaraan Gender pemerintah Afrika Selatan. LBH di sana juga telah mendokumentasikan 48 kasus perempuan dipaksa untuk melakuan sterilisasi, saat hendak melahirkan. Kekerasan Pada ODHIV Perempuan di Indonesia Penelitian yang dilakukan oleh IPPI (Ikatan Perempuan Positif Indonesia) pada 2014 mengatakan bahwa sterilisasi ‘paksa’ pada perempuan ODHIV pernah terjadi di masyarakat. Padahal, setiap perempuan berhak memiliki keturunan dan itu adalah hak yang tak boleh dilanggar. Sterilisasi ‘paksa’ yang dimaksud disebabkan lantaran perempuan ODHIV kerap kali tidak diberi pilihan lain untuk mencegah penularan virus HIV ke anak. Sterilisasi menjadi sangat rentan terjadi pada perempuan HIV yang kekurangan informasi. Mereka diberikan pilihan untuk melakukan sterilisasi, dengan alasan demi mencegah terjadinya infeksi baru. Padahal saat ini sudah ada program pencegahan penularan ibu ke anak yang di sediakan oleh pemerintah. Perempuan HIV/AIDS Alami Kerentanan Ganda Kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah penting yang membutuhkan perhatian serius, terutama kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS. Perempuan yang posisinya rentan akibat budaya patriarki di Indonesia mengalami kerentanan yang berganda, apalagi jika ia memiliki status positif HIV/AIDS. Bukan hanya itu, stigmatisasi dan tindakan diskriminasi juga kerap menimpa mereka. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) bersama dengan PPH Atmajaya ditahun 2016 mencatat bahwa prevalensi kekerasan yang dialami oleh perempuan dengan HIV/AIDS lebih tinggi daripada perempuan pada umumnya. Pelecehan, Kekerasan dan Potensi Penularan HIV/AIDS Tidak banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki kepedulian terkait isu HIV/AIDS bagi pekerjanya. PT Ungaran Sari Garment di Semarang, Jawa Tengah, adalah satu dari yang sedikit. Nur Arifin, yang berbicara mewakili perusahaan itu mengatakan, butuh proses panjang untuk menyadarkan pekerja bahwa HIV/AIDS penting diketahui, dan lebih penting lagi untuk mencegah tertular. "Ketika kita berbicara mengenai HIV AIDS itu sendiri, pada awalnya memang masih menjadi sesuatu yang sifatnya itu tabu. Karena masih banyak yang menahan diri untuk bicara apa adanya, untuk bicara yang lebih transparan,” kata Nur Arifin.. Stigma dan Balutan Kekerasan Kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia banyak terjadi, dan perempuan karena berbagai faktor, sulit keluar dari situasi itu, misalnya karena keberadaan anak. Kondisinya akan semakin berat bagi perempuan dengan HIV. Akan semakin buruk lagi, pada kasus tertentu, misalnya ketika perempuan itu ternyata penah mengalami sterilisasi paksa. Akhirnya, perempuan dalam kondisi itu menganggap sudah tidak ada jalan keluar lagi bagi kondisi yang menjeratnya. IPP kemudian melakukan survei di delapan kota di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Ada 77 responden perempuan dengan HIV, terutama yang menjadi anggota IPPI. Usia responden antara 18-53 tahun, mayoritas berpendidikan SLTA. Dari 77 orang itu, 32 orang berstatus menikah dan 31 perempuan berstatus cerai mati. Mayoritas, yaitu 71 orang, merupakan pengguna narkotika dan zat adiktif lainnya (Napza). Perlindungan dan Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan yang Hidup dengan HIV AIDS
Ada beberapa persoalannya adalah mengenai kerentanan
perempuan dan anak perempuan yang rentan terinveksi mengalami HIV/AIDS dengan cara penularan seksual dari pria. Kerentanan ini terjadi karena berbagai faktor dan kebanyakan ini juga karena dampak dari budaya patriarki, ketimpangan gender dan adanya relasi kuasa dan berbagai ketidakdilan gender dimana perempuan dianggap sebagai objek. Perempuan sebagai korban kekerasan seksual, korban trafficking, komoditi seksual dll. Kebijakan program Pemerintah Pemerintah cendrung untuk fokus pada penanganan ibu ke anaknya, melakukan akses layanan untuk test dan pengobatan, membuatkan strategi penghentian penularan, desentralisasi SPM dan kesehatan daerah, berilaku berisiko dan melakukan skrining pada ibu hamil, pasien, TBC, IMS dan penjaja seks dll, tidak ada kekerasan dan diskriminasi, perempuan ODHA tidak menjadi target kekerasan. Ada beberapa tantangan dari permasalahan ini diantaranya, masih banyak perempuan dan kelompok rentan lainnya menjadi objek dari program dimana program lebih pada program oriented, adanya kebijakan yang masih menstigma ODHA karena dianggap sebagai penderita atau pesakitan Berbagai praktek yang telah dilakukan oleh masyarakat sipil dalam mengkampanyekan mengenai ODHA diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Sosialisasi dan kampanye melalui berbagai media kreatif.
2. Peningkatan kapasitas ODHA/PDHA dan pendamping. 3. Pengenalan lembaga-lembaga layanan. 4. Membangun jejaring kerja untuk menguatkan sesama ODHA/PDHA untuk membangun jaringan advokasi. 5. Melakukan advokasi dari tingkat desa sampai pada tingkat nasional, salah satunya melalui penyusunan rencana pembangunan desa sampai pada tingkat desa. 6. Melakukan pendampingan, konseling, healing, membantu akses layanan kesehatan, bantuan hokum. 7. Memberikan peran sesuai dengan kemampuannya, misalnya perempuan yang bisa bernyanyi di gereja, maka jadikan korban sebagai pemandu koor di gereja. 8. Mendorong untuk membangun kelompok sebaya. 9. Dan ada beberapa tindakan yang lainnya. Terima kasih