Anda di halaman 1dari 6

ANTI DIARE

KELOMPOK II :

DESTIA AGRIYANTI (2048401026)


ELY FITRIANI (1048401008)
FADHILA AZZAHRA (2048401009)
FEVI JUNITA WELLA (2048401028)
RAHMA GUSTI AMELIA S (2048401015)
RAPIH FELISA NANDA ADITIAS
(2048401041)

TEORI FARMAKOLOGI I
DOSEN PEMBIMBING : SITI JULAIHA,M.FARM,.APT
Patofisiologi penyakit
Diare adalah keadaan buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala dari penyakit penyakit tertentu atau gangguan lain
(Yun diarres = mengalir melalui).
Kasus ini banyak terjadi di negara-negara berkembang dengan standar hidup yang rendah, di mana dehidrasi akibat diare merupakan
salah satu penyebab kematian penting pada anak-anak.
“Fisiologi” dalam lambung makanan dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan
lebih lanjut oleh enzim-enzim pencernaan. setelah zat-zat gizi reabsorbsi oleh vili ke dalam darah sisa chymus yang terdiri dari 90% air
dan sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di sini (flora)
pencernaan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar daripada hanya dapat diserap pula selama perjalanan melalui
usus besar. airnya juga di resorpsi kembali sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus
berlebihan sehingga timbul diare).
Pada diare terdapat gangguan dari resorspi sedangkan sekresi getah lambung usus dan motilitas usus meningkat.menurut teori
klasik diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus tersebut, sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih
mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa
penyebab utamanya adalah bertumbuhnya cairan usus akibat terganggunya resepsi air atau dan terjadinya hipersekresi. pada keadaan
normal proses reabsorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit elektrolit berlangsung berlangsung pada virus yang sama di sel-sel epitel
mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon yaitu sopsi dan enkefalin. sedangkan sekresi diatur oleh prostaglandin dan
neurohormon. biasanya resepsi melebihi sekresi tetapi karena sesuatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada resepsi dan terjadilah
diare. keadaan ini sering terjadi pada gastroenteritis (radang lambung usus) yang disebabkan oleh virus kuman dan toksin
Golongan dan Contoh Obat Antidiare

Kelompok Obat yang sering digunakan untuk pengobatan diare adalah


1) Kemoterapeutika, untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti
antibiotika, sulfonamida, dan senyawa kuinolon

2) Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara yakni :
- Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan
elektrolit oleh mukosa usus, yakni derivat petidin (loperamide) dan antikolinergika (atropin, ekstrak
belladonna)
- Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan
tannalbumin, garam-garam bismut dan alumunium
- Absorbensi, misalnya karbo absorbens yang pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zat-
zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Contoh attapulgit, kaolin, dan pektin

3) Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali
mengakibatkan nyeri perut pada diare. Contoh : Papaverin
OBAT-OBAT ANTIDIARE
● Loperamide
Indikasi : Pengobatan simptomatik diare akut sebagai tambahan terapi rehidrasi pada dewasa dengan diare
akut
Mekanisme kerja Obat : Memperlambat motilitas usus melalui reseptor opioid; memiliki efek langsung
pada otot melingkar dan memanjang; mengurangi volume tinja; meningkatkan viskositas
ROTD : Kelelahan Sakit perut Sembelit Mual Mulut kering Angioedema Erupsi bulosa Perut kembung Ruam
CONTOH KASUS ROTD
ANTIDIARE
Pria 29 tahun yang diketahui bernama Arjun Patel itu
mengembuskan napas terakhir pada November 2017. Stasiun
berita KDKA melaporkan, penyebab kematian Patel akibat
keracunan loperamide.
Namun kasus Arjun Patel ini tidak diungkap secara detail oleh
kepolisian terkait sebanyak apa loperamide yang dikonsumsi
oleh Arjun

Analisis kasus : Kasus diatas tergolong kedalam kategori C


(Chronic) yakni berkaitan dengan dosis obat yang digunakan
tidak tepat. Untuk manajemen kasus ini sebelum terjadi sangat
fatal yakni dengan kurangi dosis ataupun hentikan pemakaian
obat
ROTD ( Reaksi Obat Tidak Dikehendaki)
Penyalahgunaan Loperamide
Kasus:

Dalam laporan kasus baru-baru ini, pasien mengobati sendiri dengan 100 mg hingga 400 mg loperamide (dosis standar adalah 2 mg)
untuk mencapai efek ini. Beberapa dari pasien ini mengalami aritmia jantung yang menyebabkan kematian mendadak, dan toksisitas
loperamide dikonfirmasi dengan adanya peningkatan kadar yang sangat tinggi. Tingkat postmortem dicatat sebagai 77 ng/mL, 140
ng/mL, dan 63 ng/mL, yang semuanya di atas tingkat puncak yang diharapkan dari 2 ng/mL setelah dosis 8 mg.
Loperamide opioid piperidin tersedia OTC untuk mengobati diare akut dan kronis.
Loperamide bekerja dengan menghambat peristaltik usus melalui agonis reseptor mu-opioid, blokade saluran kalsium,
penghambatan calmodulin, dan penurunan permeabilitas paraseluler. Pada dosis terapi standar, pasien dapat mengalami efek samping
ringan seperti konstipasi, mual, mengantuk, dan sakit kepala.
Efek loperamide dimaksudkan untuk dilokalisasi ke saluran pencernaan karena pompa P-glikoprotein mencegahnya mencapai
sistem saraf pusat. Namun, jika pompa dihambat oleh obat lain atau loperamide itu sendiri pada tingkat supraterapeutik, pasien akan
mengalami efek opioid euforia dan depresi pernapasan.
Namun laporan kasus lain menggambarkan seorang pasien yang mengaku menelan loperamide dan secara bertahap
meningkatkan dosis untuk pertama-tama mengatasi diare yang dialaminya akibat penghentian heroin dan kemudian mencapai efek
euforia. Setibanya di unit gawat darurat, pasien mengalami bradikardia parah dan mengalami 2 episode torsades de pointes yang
membatasi diri dan episode ketiga takikardia ventrikel tanpa nadi. Setelah defibrilasi dan CPR, denyut nadi pasien kembali dan dia
dipulangkan ke klinik rehabilitasi pada hari ke-8 rawat inap.
Mekanisme yang diusulkan untuk dosis supraterapeutik loperamide yang mengarah ke aritmia ventrikel termasuk takikardia
ventrikel polimorfik dan pemanjangan kompleks QRS dan durasi QTc. Loperamide telah terbukti menghambat saluran natrium dan
arus kalium penyearah tertunda in vitro , yang dapat memperpanjang durasi QTc. Ini juga diketahui menghambat saluran kalsium,
yang dapat berkontribusi pada potensi toksisitas jantung.

Anda mungkin juga menyukai