Kesehatan 2.Peraturan Menteri Kesehatan nomor : 97 tahun 2014 tentang Pelayanan kesehatan Pra kehamilan. 3.Peraturan Menteri Kesehatan no 12 tahun 2021 Tentang Petunjuk teknis Penggunaan dana DAK Non Fisik Kabupaten Kota (BOK Jampersal ) 3.Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita (KIBLA) 4.Peraturan Bupati Ende Nomor 22 Tahun 2011 tentang Revolusi KIA di Kabupaten Ende. Rumah Tunggu Kelahiran: Rumah tunggu kelahiran atau maternity waiting homes merupakan fasilitas tempat tinggal, yang berada dekat fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas, Poskesdes) yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal sementara ibu hamil dan pendampingnya selama beberapa hari, saat menunggu persalinan tiba dan beberapa hari setelah persalinan (Kemenkes RI, 2009). Penentuan lokasi rumah tunggu harus berada dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat membawa ibu hamil saat akan melahirkan tiba atau terjadi kegawatdaruratan. Jarak yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 10 menit dengan berjalan kaki (Kemenkes RI, 2009). Sasaran pemanfaatan rumah tunggu kelahiran .
Sasaran pemanfaatan rumah tunggu
kelahiran adalah ibu hamil dengan faktor risiko dan risiko tinggi serta ibu hamil dari lokasi geografi yang sulit. Yang dimaksud dengan ibu hamil dengan faktor risiko dan risiko tinggi adalah (Kemenkes RI, 2009) : 1.Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. 2. Anak lebih dari 4. 3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan minimal 2 tahun 4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23, 5 cm atau penambahan berat badan Anemia dengan dari Haemoglobin < 11 gr/dL. 6. Tinggi badan >145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang. 7. Riwayat hipertensi pada kehamilan
sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkolosis, kelainan jantung ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin
(Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus
Eritematosus, dan lain-lain), tumor dan keganasan. 9. Riwayat kehamilan yang buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, molahidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital. 10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/forceps. 11. Riwayat nifas dengan komplikasi : pendarahan pasca per- salinan, infeksi masa nifas, psikosis postpartum (postpartum blues). 12. Riwayat keluarga menderita kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital. 13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster. 14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, janin besar. 15. Kelainan letak dan posisi janin : lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan > 32 minggu Indikator rumah tunggu kelahiran.
Pemanfaatan rumah tunggu kelahiran oleh
masyarakat dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut (Kemenkes RI, 2009): 1. Persentase ibu hamil yang memanfaatkan rumah tunggu kelahiran yang datang sebelum bersalin. 2. Persentase ibu hamil berisiko dan risiko tinggi yang jauh datang beberapa hari sebelum bersalin. 3. Jumlah ibu hamil yang didampingi keluarga. 4. Jumlah kematian ibu. 5. Jumlah kematian neonatal. 6. Jumlah komplikasi obstetri dan neonatal yang tertangani Pembagian rumah tunggu kelahiran. Berdasarkan lokasi dan fungsinya, rumah tunggu kelahiran dibedakan menjadi (Kemenkes RI, 2009): 1.Rumah tunggu poskesdes. Rumah tunggu poskesdes merupakan suatu bangunan atau ruangan yang letaknya berada dekat dengan poskesdes yang digunakan bagi para ibu hamil dengan non risiko. 2. Rumah tunggu puskesmas. Rumah tunggu puskesmas merupakan rumah tunggu kelahiran yang letaknya berada dekat dari Puskesmas yang mampu memberikan pertolongan persalinan non risiko dan atau beberapa risiko yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas itu sendiri. 3. Rumah tunggu rumah sakit. Rumah tunggu rumah sakit adalah rumah tunggu kelahiran yang berada dekat dengan rumah sakit, digunakan oleh ibu hamil yang membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit.
Berdasarkan bentuk pelayanan yang ditawarkan,
rumah tunggu kelahiran dibedakan menjadi : 1.Rumah tunggu kelahiran tanpa pelayanan : Rumah tunggu kelahiran yang hanya menyediakan fasilitas tinggal saja. Ibu hamil dan pendampingnya dapat tinggal disini, tetapi menyediakan keperluan sehari-harinya sendiri. 2. Rumah tunggu kelahiran dengan pelayanan. Rumah tunggu kelahiran dimana ibu hamil mendapatkan pelayanan seperti makanan dan minuman, mencuci pakaian dan lain- lain (tergantung kesepakatan setempat). Pengadaan kebutuhan sehari-hari ibu hamil selama berada di rumah tunggu dapat oleh masyarakat melalui biaya masyarakat sekitar, pemerintah daerah atau donatur. 3.Rumah tunggu kelahiran dengan pelayanan tambahan : Rumah tunggu kelahiran yang menyediakan berbagai macam kegiatan tambahan seperti memberikan keterampilan perempuan, penyuluhan kesehatan, peningkatan pendapatan dan sebagainya. Sistem rujukan rumah tunggu kelahiran. Rumah tunggu kelahiran
Rumah tunggu kelahiran merupakan salah satu
mata rantai dari jejaring dalam rujukan kasus dalam rangka kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Sistem rujukan akan berjalan apabila semua mata rantainya berfungsi dengan baik dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Tidak berfungsinya satu mata rantai dapat mengakibatkan kegagalan dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi (Kemenkes RI, 2009). Mata rantai rujukan dapat berupa fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau fasilitas pelayanan kesehatan yang dibentuk oleh masyarakat : a. Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, meliputi Puskesmas Pembantu, Puskesmas, RS Umum dan RS Polri/TNI. b. Fasilitas pelayanan kesh non pemerintah/swasta antara lain Posyandu, Poskesdes, Dokter/Bidan praktek swasta, Klinik dan RS Swasta. Fasilitas non kesehatan yang dapat dipakai sebagai rumah tunggu kelahiran seperti rumah dukun, panti sosial, wisma keagamaan, wisma masyarakat, rumah tokoh dan sebagainya (Kemenkes RI, 2009). JAMINAN PERSALINAN A.Tujuan Umum Meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir ke fasilitas pelayanan kesehatan yang kompeten. B. Tujuan Khusus a. Meningkatkan cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan yang kompeten; b.Menurunkan kasus komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir; c. Meningkatkan penanganan kasus komplikasi pada C.Penggunaan Jampersal dapat digunakan antara lain untuk: a) Rujukan persalinan dan neonatal (biaya transportasi dan/atau sewa alat transportasi). b) Dukungan biaya persalinan bagi ibu hamil miskin yang tidak mempunyai jaminan kesehatan. c) Sewa dan operasional rumah tunggu kelahiran: 1) Penyediaan makan dan minum untuk ibu hamil, ibu nifas dan pendamping di RTK. 2) Sewa dan operasional rumah tunggu kelahiran (listrik, air, kebersihan). 3) Biaya pemeliharaan dan rumah tunggu kelahiran. D.Menu Kegiatan 1. Rujukan persalinan dan neonatal (biaya transportasi dan/atau sewa alat transportasi): a.Biaya transportasi (pergi pulang) dari rumah ke RTK, dari rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan yang kompeten, dari RTK ke fasyankes kompeten, dan antar fasyankes; b.Transportasi dapat kendaraan umum, kendaraan dinas, Puskesmas keliling dan Ambulans maupun kendaraan kendaraan pribadi; c. Transportasi dapat membiayai mobil jenazah jika ibu atau bayi meninggal; d.Bila perjalanan pergi dan pulang lebih dari 8 (delapan) jam dan atau letak geografis yang ditempuh sulit, Petugas kesehatan pendamping berhak mendapatkan biaya perjalanan dinas sesuai peraturan yang berlaku. E. Sewa dan operasional Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) 1.Biaya sewa rumah termasuk petugas kebersihan, biaya langganan air, listrik dan iuran kebersihan lingkungan (tidak diperuntukkan honor petugas kebersihan) berlaku untuk 1 tahun anggaran. 2. Biaya Makan dan minum bagi ibu hamil dan pendamping yang ada di RTK. 3. Sasaran Seluruh ibu hamil, ibu nifas dan bayi baru lahir yang memerlukan RTK tanpa memandang status ekonomi, dan kepemilikan jaminan kesehatan, memiliki KTP, tidak memiliki KTP dan ibu hamil dari luar wilayah sesuai dengan koordinasi antar daerah; dan diutamakan bagi ibu hamil, ibu nifas dan bayi baru lahir yang mempunyai akses sulit. 4) Kriteria khusus: a) rumah layak dan siap huni lengkap dengan furniture dan alat kebersihan; b) merupakan milik penduduk atau rumah yang dibangun oleh pemerintah desa (bukan ruangan fasyankes, hotel atau penginapan); c) RTK dapat menggunakan bangunan pemerintah tanpa uang sewa; d) lokasi diupayakan sedekat mungkin dengan fasyankes kompeten yang mampu melakukan pertolongan persalinan normal dan penanganan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal; e) setiap kabupaten/kota dapat menggunakan dana Jampersal untuk sewa RTK sesuai kebutuhan di dekat faskes yang kompeten yang ditetapkan sebagai rujukan dalam rangka mendekatkan akses ibu hamil/nifas/BBL risiko tinggi dengan komplikasi, sebelum dan/atau setelah persalinan; f) jika diperlukan RTK dapat disediakan didekat fasyankes rujukan di luar wilayah; g) waktu tempuh RTK ke fasyankes tidak lebih dari 30 menit; h) pada RTK tidak dilakukan pelayanan kesehatan dan tidak ada petugas kesehatan yang berjaga.