Anda di halaman 1dari 20

Besaran Sampling

Nama Anggota Kelompok 5A


1. Kresensia C Dosom 1809511011
2. Ni Putu Tiara Indriana 1809511012
Besaran Sampling

● Tiga penggunaan spesifik suatu sampel :

1. Mendeteksi adanya penyakit dalam suatu populasi

2. Memperkirakan aras suatu penyakit dalam suatu populasi

3. Menyidik penyebab suatu penyakit dalam suatu populasi


Deteksi Penyakit Dalam Populasi
●  Meskipun memiliki berbagai keterbatasan, sampling dapat memberikan wawasan
mendalam tentang status kesehatan populasi, karena jarang sekali hanya ada satu
ekor hewan dalam kelompok/kawanan yang menderita sakit.
● Strategi sampling dirancang untuk mendeteksi penyakit bila lebih dari jumlah
atau presentasi terentu ( dari hewan menderita penyakit tersebut.
● Jumlah atau presentase sebenarnya untuk menghintung besaran sampel harus
didasarkan pada pengetahuan biologis penyakit yang bersangkutan. Seringkali
hasil penyidik pendahulu dapat memberikan infromasi yang bermanfaat.
● Misalnya, data yang telah ada menunjukkan bahwa prevalensi bruselosis di Jawa
berkisar antara1-3%
Tabel4.
Besaran sampel yang diperlukan untuk menyatakan bahwa penyakit ada pada atau
kurang dari prevalensi tertentu D/N Dengan konfidensi 95%/99%, bila tak ada hewan
sakit terdeteksi

Besaran Prevalensi Penyakit


Populasi 1% 5% 10% 50%
(N)

30 29/30 23/27 19/23 5/7


60 57/60 38/47 23/31 5/7
100 95/99 45/59 25/36 5/7
300 189/235 54/78 25/41 5/7
500 225/300 56/83 28/42 5/7
1000 258/367 58/86 29/43 5/7
10000 294/448 59/90 29/44 5/7
● Tabel 4 memperlihatkan besaran sampel agar 95% atau 99% pasti, bahwa paling
tidak satu ekor pada atau diatas aras yahng ditentukan.
● Jumlah minimum hewan sakit dianggap ada dalam populasi adalah satu.
● Untuk populasi yang terdiri atas lebih dari 100 ekor hewan, jumlah hewan sakit
didasarkan pada prevalensi yang terentang dari 1-50%.
● Perhatikan bahwa agar aras konfidensi yang ada terpenuhi, diperlukan teknik
sampling rambang sederhana dengan hewan individual sebagai unit sampling.
● Bila tidak digunakan secara rambang formal, tingkat konfidensi tidak dapat
diketahui, paling tidak secara kuantitatif.
● Jadi, dapat disimpulkan dari tabel 4 bahwa semakin tinggi tingkat prevalensi
penyakit (D) semakin sedikit prevalensi populasi yang terjadi. Sedangkan, besar
populasi yang ada maka semakin meningkat pula prevalensi populasi yang
terjadi.
●  
Tabel 4 diperoleh dengan menggunakan rumus :
n = [1─(1─a)1/D][N- ]
● Bila satu sampel telah terpilih dan tak ada kasus yang terdeteksi, maka jumlah maksimum
kasus yang mungkin ada diperoleh dengan membalikan rumus diatas :
d = [1─(1─a)1/n][N- ]

Ket :
a : aras konfidensi (biasanya 95/99%)
D : jumlah hewan yang sakit dalam populasi
N : besaran populasi
Tabel 5.
Probabilitas mendeteksi sejumlah kasus dalam populasi pada sampling 20% populasi

Besaran Besaran Jumlah positif dalam sampel (D)


populasi sampel 1 2 3 4 5 6 7 8
(N) (n)

10 2 0.200 0,378 0.533 0.667 0.778 0.867 0.933 0.978


20 4 0.200 0,368 0.509 0.624 0.718 0.793 0.852 0.898
30 6 0.200 0,366 0.501 0.612 0.702 0.773 0.830 0.874
40 8 0.200 0,364 0.498 0.607 0.694 0.764 0.819 0.863
50 10 0.200 0,363 0.498 0.603 0.689 0.758 0.813 0.857
60 12 0.200 0,363 0.495 0.601 0.686 0.755 0.809 0.853
70 14 0.200 0,362 0.494 0.599 0.684 0.752 0.807 0.850
80 16 0.200 0,362 0.493 0.598 0.683 0.751 0.804 0.847
90 18 0.200 0,362 0.492 0.597 0.682 0.749 0.803 0.846
100 20 0.200 0,362 0.492 0.597 0.681 0.748 0.802 0.844
∝ ∝ 0.200 0,360 0.486 0.590 0.672 0.738 0.790 0.832
● Tabel 5 merupakan satu probabilitas mendeteksi sejumlah kecil kasus
dalam populasi bila sampling merupakan 20% dari populasi.
● Dari tabel 5 dapat disimpulkan bahwa apabila semakin banyak jumlah
positif dalam populasi (D) maka tingkat kepercayaan dari sampel
semakin tinggi. Sedangkan apabila semakin banyak besaran populasi
(N) dan besaran sampel (n) maka semakin rendah tingkat kepercayaan
dari sampel
Tabel 6
probabilitas Kegagalan Mendeteksi Hewan Sakit dari Populasi Infinity
(Thrusfield,1995)
● Misalnya pengujian terhadap satu seri sampel rambang yang besarnya
25 dari populasi yang amat besar yang memiliki hewan sakit sebesar
10%, akan memberikan kegagalan sebesar 7,2% dari kelompok
tersebut.
● Jadi dapat disimpulkan dari tabel 6 bahwa jika semakin banyak
prevalensi kejadian penyakit dan semakin banyak hewan yang diuji
maka semakin kecil tingkat kegagalan yang terjadi.
Memperkirakan Aras Suatu Atribut Populasi
● Estimasi prevalensi reaktor di dalam populasi, yakni parameter P (T+) adalah populasi sample yang positif
pada pengujian, yakni statistik P (T+) atau p.
● Statistik dihitung dengan menjumlahkan hal yang positif tersebut, lalu dibagi dengan sampel. Varian (p)
adalah p-(1-p)/n, dan galat baku (standard error) varian ini adalah 9p) 1/2
● Contoh :

Bila dalam suatu kajian Brucellosis ditemukan sejumlah 126 dari 2000 ekor sapi bereaksi positif terhadap
uji Rose Bengal, maka estimasi prevalensi reaktor adalah p=126/2000 = 0,063 atau 6,3%. Bila sampel
dieroleh melalui sampling rambang sederhana atau sistematis, maka estimasi variannya adalah :

Varian (p) = p-(1-p)/n = 0,063 x 0,937/2000

√ (p)= 0,295 x 104 , denegan galat bakunya

Galat baku = √ (p) ½

= 0,0054 (0.54%). Estimasinya biasanya dituliskan sebagai 6.3% ± 0,54%


● Untuk menentukan besaran sampel N untuk memperkirakan prevalensi reactor P(T) dalam
suatu populasi, biasanya penyidik memiliki perkiraan sementara aras reaktor yang dapat
dipertanggungjawabkan. Disamping itu penyidik juga harus menentukan seberapa dekat
perkiraan tersebut dari P(T). Untuk tujuan tersebut digunakan rumus :

N =4PQ/L2

Keterangan :
N : besaran sampel
P : perkiraan prevalensi reaktor
L : galat
Q : 1-P
Contoh :
● Bukti-bukti menunjukkan bahwa kira-kira 45% (P = 0,45) populasi sapi laktasi di daerah
Klungkung menderita mastitis subklinis. Penyidik mengharapkan surval keyakinan 95%.
Maka besaran samapel yang diperlukannya adalah :

N = 4PQ/L2

= 4*0,45 x 0,55/0,052 = 396

Jadi, kira-kira 396 ekor sapi perah laktasi diperlukan dalam kajian penentuan prevalensi
mastitis ini.
● Pada umumnya, besaran populasi tidak mempengaruhi besaran sampel, karena dengan
prevalensi yang tetap, kenaikan besaran populasi akan diikuti pula dengan kenaikan jumlah
hewan sakit secara proposional.
● Pengecualiannya adalah pada keadaan n melebihi 0,1 N. Misalnya dalam satu kecamatan
hanya ada 300 ekor sapi laktasi, jumlah yang diperlukan diperoleh dengan resipork 1/n* +
1/N, dengan n* adalah besaran sampel semula. Maka resiprok besaran sampel yang
diperlukan adalah 1/396 + 1/300 = 1/172, jadi diperlukan 171 sapi laktasi.
● Untuk estimasi rata-rata variabel kuantitatif, penentuan besaran sampel memerlukan
perkiraan standar deviasi atau variabel harian yang bersangkutan dalam populasi target dan
seberapa dekat estimasi tersebut dibandingkan denegan rata-rata sebenarnya.
Contoh
● Penyidik menggunakan interval antara beranak sampai konsepsi berikutnya sebagai
indikator efisiensi reproduksi. Dari penelitian terdahulu, diketahui standar deveiasi
intervalnnya adalah 25 hari dan sampel yang digunakan harus berada paling banyak 10 hari
dari rata-rata sebenarnya dengan tingkat konfidensi 95%. Dari pernyataan diatas, S = 25 dan
L =10, maka besaran sampel yang diperlukan adalah :

N = 4S2/L2

=
4 x 252/102

= 25

Jadi, diperlukan sampel 25 ekor


Keterangan Rumus
● Angka 4 = kuadrat Z =1,96 akan memberikan konfidensi sebesar 95%.
● Jika penyidik menginginkan konfidensi 99% maka angka diganti menjadi 6,6% (lebih kurang
kuadrat Z= 2,56).
● Penggunaan rumus-rumus dilandasi suatu asumsi bahwa unit sampel sama dengan unit
kepentingan.
● Bila penyakit tidak begitu menular dan/atau koefisien korelasi dalam unit primer kecil
dipergunakan perbesaran 2-3 kali lipat dari besaran sampel yang didapat.
● Bila penyakit sangat menular besaran sampel sebaiknya dilipatkan 5-7 kali.
● Besaran sampel yang diperlukan, bila berasal dari populasi yang secara teoritis amat besar
(infinitif) dapat diperoleh menggunakan tabel 7.
Tabel 7
(sumber : Thrusfield, 1995)
Perkiraan Konfidensi 95% Konfidensi 99%
prevalensi Galat (L) Galat
(P) 10% 5% 1% 10% 5% 1%

10% 35 138 3457 60 239 5971


20% 61 246 6147 106 425 10616
30% 81 323 8067 139 557 13933
40% 92 369 9220 159 637 15923
50% 96 384 9604 166 663 16587
60% 92 369 9220 159 637 15923
70% 81 323 8067 139 557 13933
80% 61 246 6147 106 425 10616
Penyidikan Penyebab Penyakit dalam Populasi
● Karena diperlukan waktu dan biaya untuk menyelenggarakan kajian analitis, penyidik harus
mempertimbangkan jumlah hewan atau unit sampling yang digunakan.
● Tabel 8.

Rumusan Besaran Sampel dalam Kajian Observasional atau Ujia Coba Lapangan yang
Melibatkan 2 Perlakuan

Bila outcome diukur sebagai proprosi, gunakan :


N = Zα(2PQ) ½-Zβ(PeQe+PeQe) ½ ] 2/(Pe-Pc) 2

Bila aoutcome dinyatakan sebagai rata-rata,


gunakan :
N =2 [(Zα-Zβ) s/(Xe-Xc)] 2
Keterangan Rumus :
● N = Perkiraan besaran sampel untuk kelompok terdedah (atau kasus) dan tak terdedah
(atau kontrol). Rumus didasarkan pada teori populasi infinitif (amat besar) : bila n<10, lipat
duakan; dan bila n<25 kalikan 1,5x.
● Zα = harga z separo dari α (kesalahan tipe I) Bila α =0,05, digunakan Z 0,025 = 1,96
(biasanya dibulatkan Zα=2)
● Zβ = harga z yang memberikan β pada ekor kiri kurva normal (Zβ negatif bila β<0,5) β
adalah kesalahan tipe II. Biasanya digunakan β = 0,2 dengan Zβ =0,84.
● Pe= perkiraan rate respon pada kelompok terdedah (atau kasus)
● Pc= perkiraan rate respon pada kelompok tak terdedah (atau kontrol)
● P= (Pe+Pc)/2
● Q= 1.P
● S= perkiraan deviasi standar umum (untuk kedua kelompok)
● Xe= perkiraan mean outcome dalam kelompok terdedah
● Xc = perkiraan mean outcome dalam kelompok tak terdedah
Thankyou

Anda mungkin juga menyukai