Anda di halaman 1dari 18

POKOK PEMBAHASAN:

Pengertian

Karakteristik Produk Bersama, Produk


Sampingan, Produk Sekutu

Alokasi Produk Bersama


JOIN PRODUCT COST (BIAYA BERSAMA)

Adalah biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai
dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya produk
bersama ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead
pabrik.
Biaya bersama dapat dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi berbagai macam
produk yang dapat berupa produk bersama (joint products), produk sampingan (by-
product) dan produk sekutu (co-product).
KARAKTERISTIK PRODUK
BERSAMA, PRODUK SAMPINGAN
& PRODUK SEKUTU.
A. KARAKTERISTIK PRODUK BERSAMA & PRODUK
SEKUTU.

a. Produk bersama dan produk sekutu merupakan tujuan utama kegiatan produksi.
b. Harga jual produk bersama atau produk sekutu relatif tinggi bila dibandingkan
dengan produk sampingan yang dihasilkan pada saat yang sama.
c. Dalam mengolah produk bersama tertentu, produseb tidak dapat menghindarkan diri
untuk menghasilkan semua jenis produk bersama, jika ia ingin memproduksi hanya
salah satu diantara produk bersama tersebut. Dalam perusahaan daging kalengan
misalnya, setiap kali penyembelihan sapi, akan diperoleh daging, kulit, dan lemak.
Jadi kalau produsen hanya ingin mengolah daging saja, tidak bisa tidak ia harus
memanfaatkan kulitnya (dibuat makanan atau dijual dalam bentuk kulit).
B. KARAKTERISTIK PRODUK
SAMPINGAN.
Produk sampingan dapat digolongkan sesuai dengan dapat tidaknya produk tersebut
dijual pada saat terpisah dari produk utama (main product).
a. Produk sampingan yang dapat dijual setelah terpisah dari produk utama, tanpa
memerlukan pengolahan lebih lanjut.
b. Produk sampingan yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah
dari produk utama.

Contoh produk sampingan yang tidak memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah
terpisah dari produk utamanya terdapat dalam proses penggilingan gabah. Produk
sampingan berupa menir, katul, dedak dapat langsung dijual setelah terpisah dari beras.
ALOKASI
PRODUK
A
BERSAMA
Metode Nilai Jual Relatif :
metode ini bayak digunakan untuk mengalokasikan biaya bersama kepada produk
bersama. Dasar pikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan
perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut.

Contoh

Misalkan biaya bersama yang dikeluarkan oleh PT El Sari selama satu periode akuntansi
berjumlah Rp 750.000. Jumlah dari harga jual per satuan produk yang dihasilkan
perusahaan tampak dalam gambar berikut ini.
Alokasi biaya bersama dapat juga dilakukan
sebegai berikut : total biaya bersama
(Rp750.000) dibagi dengan total nilai jual
(Rp1.000.000) dikalikan 100% akan didapat
persentase biaya dari nilai jualnya (75%).
Jadi untuk tiap-tiap produk bersama,
persentase biaya dari nilai jualnya sebesar
75%. Dengan mengalikan persentase tersebut
dengan nilai jual tiap produk, maka biaya
bersama dapat dialokasikan seperti dalam
gambar (produk A = 75% x Rp150.000 =
Rp112.500; Produk B = 75% x Rp350.000 =
Rp262.500; dan seterusnya).
METODE SATUAN FISIK
Dalam metode ini biaya bersama dialokasikan kepada produk atas dasar koefisien fisik
yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat dalam amsing-masing produk. Koefsisen
fisik ini dinyatakan dalam satuan berat, volume, atau ukuran yang lain. Dengan
demikian metode ini menghendaki bahwa produk bersama yang dihasilkan harus dapat
diukur dengan satuan ukuran pokok yang sama.

Contoh:
Misalkan 10.000 barrels minyak mentah (crude oil) diolah dalam proses penyulingan
(refinery). Hasil produksi pengolahan tersebut setelah dikurangi dengan kerugian
sebanyak 200 barrels (akibat susut atau hilang dalam proses) tampak dalam gambar
berikut ini.
Jika persentase diatas sama dalam setiap proses produksi, maka hal
ini dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya bahan baku yang
dipakai. Upah langsung dapat juga dialokasikan dengan memakai
persentase tersebut, kecuali bila ada metode lain yang lebih teliti.
METODE RATA-RATA BIAYA PER SATUAN

Metode ini hanya dapat digunakan bila produk bersama yang


dihasilkan diukur dalam satuan yang sama. Pada umumnya metode
ini digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan beberapa macam
produk yang sama dari satu proses bersama tetapi mutunnya
berlainan. Dalam metode ini harga pokok masing-masing produk
dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas yang diproduksi.
Contoh
Perusahaan penggergajian kayu menghasilkan berbagai macam mutu kayu. Data
kegiatan perusahaan selama satu periode akuntansi adalah sebagai berikut :
1. Jumlah produksi 762.000 m3.
2. Biaya bersama Rp22.860.000.
3. Rata biaya per 1.000 m3 = Rp30.000 (Rp22.860.000 : 762.000).
Rata-rata biaya per 1.000 m3 digunakan untuk menghitung harga pokok berbagai macam
kayu yang mempunyai mutu yang berbeda-beda sesuai dengan proporsi kuantitasnya
masing-masing disajikan dalam gambar dibawah ini.
METODE RATA-RATA TERTIMBANG
Dalam metode rata-rata tertimbang kuantitas produksi ini dikalikan dulu dengan angka
penimbang dan hasil kalinya baru dipakai sebagai dasar alokasi. Penentuan angka
penimbang untuk tiap-tiap produk didasrkan pada jumlah bahan yang dipakai, sulitnya
pembuatan produk, waktu yang dikonsumsi, dan pembedaan jenis tenaga kerja yang
dipakai untuk tiap jenis produk yang dihasilkan.

Contoh
Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode akuntansi berjumlah
Rp64.500.000. Jumlah produk yang dihasilkan dan angka penimbang tiap produk
disajikan dalam gambar.
BIAYA BERSAMA DAN KEPUTUSAN MANAJEMEN

Harga pokok tiap-tiap produk bersama yang didapat dari proses alokasi tidak
bermanfaat bagi manajemen dalam pengambilan keputusan, bahkan seringkali
menyesatkan. Untuk jelasnya disajikan contoh berikut ini.
 
Contoh
Perusahaan A misalnya memproduksi 2 jenis produk : A dan B, dari satu proses
produksi. Biaya bersama sebesar Rp375.000 setelah dialokasikan kepada produk A
dan B dengan metode rata-rata biaya persatuan, dan tampak dalam gambar berikut.
Jika semua produk yang dihasilkna tersebut terjual habis dengan harga : Produk A Rp16,50
per kg dan produk B Rp14,50 per kg, maka perhitungan laba rugi tampak dalam gambar
berikut.

Jadi misalnya karena produk B menghasilkan rugi Rp5.000, dan kemudian tidak usah dijual,
maka kerugian perusahaan tersebut menjadi sebesar Rp27.500 (Rp247.500 – Rp375.000),
karena proses produksi tetap menghasilkan jenis produk B. Tidak seharusnya dalam hal ini
manajemen melihat beberapa kontribusi produk B dalam menghasilkan laba perusahaan.
Produk B memberikan kontribusi Rp145.000 kepada laba perusahaan sehingga total biaya
bersama Rp375.000 dapat ditutup dan menghasilkan laba perusahaan secara keseluruhan
sebesar Rp17.500.
Harga pokok persatuan produk bersama juga tidak dapat dipakai sebagai salah satu bahan
pertimbangan dalam memutuskan apakah salah satu produk bersama tersebutt perlu diolah
lebih lanjut atau tidak.
Misalkan dari contoh diatas produk B dapat diolah lebih lanjut menjadi produk C dengan biaya
tambahan Rp3 per kg dan dapat laku dijual dengan harga Rp17,75 per Kg. Dalam pengambilan
keputusan semacam ini informasi yang relevan hanyalah tambahan penghasilan dan tambahan
biaya saja (differential revenues dan differential costs). Jika manajemen membandingkan harga
jual dan biaya per kg, maka akan diperoleh rugi sebesar Rp0,25 per kg dari pengolahan lebih
lanjut produk B tersebut (yaitu Rp17,75 – Rp18) hal ini keliru karena sebenarnya informasi
yang relevan dalam hal ini adalah tambahan penghasilan dan tambahan biaya akibat
pengolahan lebih lanjut produk B tersebut.
Ternyata tambahan pendapatan lebih besar Rp0,25 (Rp3,25 – Rp3) bila dibandingkan dengan
tambahan biaya. Menurut perhitungan terakhir ini maka produk B dapat diolah lebih lanjut
menjadi produk C.

Anda mungkin juga menyukai