Anda di halaman 1dari 26

PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN

(Joint Products and By Products)

Perhitungan biaya produk bersama dan biaya produk sampingan perlu diperhatikan terutama
ketika perusahaan menghasilkan produk lebih dari satu atau terdiri dari beberapa lini produk.
Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang digunakan secara bersama oleh produk bersama.
Perhitunan biaya ditujukan pada saat pembebanan biaya pada masing-masing produk.
Pembebanan biaya dapat digunakan dalam menentukan persediaan, penentuan laba, dan untuk
pelaporan keuangan.

7.1. PENGERTIAN PRODUK BERSAMA


Adalah beberapa produk yang dihasilkan dalam suatu rangkaian atau seri produk secara bersama
atau serempak dengan menggunakan bahan, tenaga kerja dan biaya overhead secara bersama.
Biaya tersebut tidak dapat ditelusuri atau dipisahkan pada setiap produk, dan setiap produk
mempunyai nilai jual atau kualitas yang relatif sama.

Contoh :
* Produksi susu segar yang dapat menghasilkan krim dan skim cair, selanjutnya krim dapat diolah

lebih lanjut menjadi krim mentega dan skim cair kemudian diolah lagi menjadi susu.
Gambar. Aliran Produk Berurutan
(200.000)
Biaya proses lanjutan

SKIM CAIR KRIM Nilai Pasar


(25 Lt @ 15.000) MENTEGA ( 20 Lt @ 65.000)

110 Lt Harga Jual Harga Jual Setelah


Susu Segar Pada Titik Pisak Diproses
Rp 1.000.000

KRIM SUSU Nilai Pasar


(75 Lt @ 12.000) (50 Lt @ 70.000)

Biaya proses lanjutan


(400.000)

Biaya yang dikeluarkan dalam menghasilkan produk bersama disebut dengan biaya bersama (Joint
Cost). Biaya Bersama adalah biaya yang diolah secara bersama seperti, bahan, tenaga kerja dan biaya
overhead untuk menghasilkan beberapa produk.

Dalam Produk Bersma dapat menghasilkan :


1. Produk utama (Main Produkcts)
Yaitu produk yang dihasilkan dalam proses produksi secara bersama namun mempunyai nilai atau
kuantitas yang lebih besar dibandingkan dengan produk lain atau produk sampingan.
2. Produk sampingan (By Products)
Yaitu produk yang dihasilkan dalam proses produksi secara bersama, namun produk tersebut bilai
atau kuantitasnya lebih rendah dibanding dengan produk lain atau produk utama.
Contoh :
• Penggilingan padi yang dapat menghasilkan beras mempunyai sisa dalam bentuk dedak.
Beras merupakan produk utama sedangkan dedak merupakan produk sampingan.
• Penyilangan minyak bumi yang dapat menghasilkan sisa dalam bentuk aspal.
Minyak bumi merupakan produk utama sedangkan aspal merupakan produk sampingan.
Gambar. Produk Utama dan Produk Sampingan
Balok (Produk Sampingan)

Rp 700.000
Biaya Bersama Kayu Gelondongan (Produk Utama)

Papan (Produk Sampingan)

7.2. KARAKTERISTIK PRODUK BERSAMA


Beberapa karakteristik produk bersama :
1. Produk diproses secara bersamaan dan setiap produk mempunyai nilai yang relatif sama
antara satu dengan yang lainnya.
2. Setiap produk mempunyai hubungan fisik yang sangat erat dalam proses produksi.
3. Dalam produk bersama dikenal istilah “Split Off Point “ adalah saat dimana produk-produk
tersebut dapat diidentifikasi atau dipisah ke masing-masing produk secara individual.
4. Setelah “Split Off Point “ (titik pisah) produk tersebut dapat dijual pada titik pisah (secara
langsung) dan dapat juga dijual setelah dipisah (setelah diproses lebih lanjut) untuk
mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproses
produk lebih lanjut disebut dengan biaya proses lanjutan atau biaya setelah titik pisah
(sevarable costs).
7.3. ALOKASI BIAYA DAN METODE ALOKASI BIAYA PRODUKSI BERSAMA

Alokasi Biaya
Adalah pembebanan biaya secara proporsional dari biaya tidak langsung atau biaya bersama
ke objek biaya.
Biaya bersama sulit diperhitungkan kepada masing-masing produk. Untuk memudahkan
dalam perhitungan diperlukan alokasi biaya. Secara umum alokasi biaya tersebut ditujukan untuk
berbagai alasan sebagai berikut :
1. Menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan
internal.
2. Menghitung harga pokok dan menentukan persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan
eksternal.
3. Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.
4. Menentukan nilai persediaan jika terjadi kerusakan terhadap nilai barang yang rusak.
5. Biaya bahan yang hancur.
6. Menentukan biaya departemen atau devisi untuk tujuan pengukuran kinerja eksekutif.
7. Pengaturan tarif karena adanya sebagian produksi minyak mentah dan gas alam dikansanakan
secara bersama tetapi gas alam dikarenakan peraturan harga

Selain beberapa alasan di atas, alokasi biaya bertujuan untuk :


1. Mengetahui berapa besar kontribusi masing-masing produk bersama terhadap total
pendapatan perusahaan.
2. Mengetahui apakah seluruh biaya produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk
bersama sudah dihitung dengan seteliti mingkin.
Metode Alokasi Biaya
Dalam alokasi biaya dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut :
1. Metode harga pasar/metode nilai jual hipotetis
2. Metode unit fisik
3. Metode rata-rata sederhana
4. Metode rata-rata tertimbang.

Metode Harga Pasar (Nilai Jual)


Merupakan pembebanan biaya bersama atas dasar nilai jual masing-masing produk.
Metode ini paling banyak digunakan, dengan alasan bahwa antara biaya dan nilai jual terdapat
hubungan secara langsung, dimana harga jual dari suatu produk lebih banyak ditentukan oleh
biaya produksi. Alasan tersebut akan diperkuat apabila memenuhi dua kondisi sebagai berikut :
1. Biaya bersama relatif terhadap biaya produksi lainnya apabila bauran fisik dan keluaran
dapat diubah lebih besar atau lebih kecil.
2. Dengan adanya perubahan tersebut akan menghasilkan total nilai pasar lebih besar atau
lebih kecil.

Metode harga jual dapat dibedakan menjadi :


1. Harga Jual diketahui pada saat titik pisah.
Apabila harga jual diketahui pada saat titik pisah maka biaya bersama dibebankan kepada
produk berdasarkan nilai jual masing-masing produk terhadap jumlah nilai jual keseluruhan
produk.
Rumus :
Jumlah nilai jual masing-masing produk
Pembebanan biaya bersama = x Biaya Bersama
Jumlah nilai jual keseluruhan produk
Contoh 1 :
PT Lombok Barat memproduksi empat jenis produk yaitu produk A, B, C, dan D secara bersama dengan
biaya sebesar Rp 200.000.000. Data yang berhubungan dengan keempat produk tersebut adalah :

Produk Unit Produksi Pada Titik Pisah Harga Pasar Per-unit


A 10.000 Rp 7.500
B 20.000 Rp 5.500
C 12.500 Rp 2.800
D 7.500 Rp 4.000

Diminta : Hitunglah alokasi biaya bersama masing-masing produk !

Penyelesaian : Produk A = 10.000 @ Rp 7.500


Biaya Bersama Produk B = 20.000 @ Rp 5.500
Rp 200.000.000 Produk C = 12.500 @ Rp 2.800
Produk D = 7.500 @ Rp 4.000

Nilai jual masing-masing produk pada saat titik pisah :


Produk A = 10.000 x Rp 7.500 = Rp 75.000.000
Produk B = 20.000 x Rp 5.500 = Rp 110.000.000
Produk C = 12.500 x Rp 2.800 = Rp 35.000.000
Produk D = 7.500 x Rp 4.000 = Rp 30.000.000

Rp 250.000.000
Alokasi biaya bersama :

Rp 75.000.000
Produk A = x Rp 200.000.000 = Rp 60.000.000
Rp 250.000.000

Rp 110.000.000
Produk B = x Rp 200.000.000 = Rp 88.000.000
Rp 250.000.000

Rp 35.000.000
Produk C = x Rp 200.000.000 = Rp 28.000.000
Rp 250.000.000

Rp 30.000.000
Produk D = x Rp 200.000.000 = Rp 24.000.000
Rp 250.000.000
Rp 200.000.000
Harga Jual Tidak diketahui Pada Saat Titik Pisah
Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada titik pisah, maka harga titik dapat diketahui pada saat titik
pisah. Produk tersebut memerlukan proses tambahan sehingga harga jual dapat diketahui setelah
proses. Dasar yang dapat digunakan dalam mengalokasikan biaya bersama adalah harga pasar
hipotetis.
Harga Pasar Hipotetis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan
biaya yang dikeluarkan untuk memproses lebih lanjut. (HJH = NJ – BPL).
Rumus :
Jumlah nilai jual hipotetis
masing-masing produk setelah titik pisah
Pembebanan Biaya Bersama = x Biaya Bersama
Jumlah nilai jual hipotetis
seluruh produk setelah titik pisah
Contoh :
PT. Lombok Timur memproduksi tiga produk secara bersama yaitu produk X, Y, dan Z. Biaya bersama
yang dikeluarkan untuk menghasilkan ketiga produk tersebut adalah Rp 80.000.000.
Data lain yang berhubungan dengan produk bersama adalah :
Keterangan Produk X Produk Y Produk Z
Produksi 2.500 3.000 2.000
Harga jual setelah titik pisah Rp 6.000 Rp 8.000 Rp 5.000
Biaya proses lanjutan Rp 5.256.000 Rp 6.252.000 Rp 2.692.000
Diminta :
1. Hitunglah alokasi biaya bersama masing-masing produk
2. Hitunglah biaya produksi masing-masing produk
Penyelesaian : Produk X 2.500 @ Rp 6.000 + Rp 5.256.000

Biaya Bersama Rp 80.000.000 Produk Y 3.000 @ Rp 8.000 + Rp 6.252.000

Produk Z 2.000 @ Rp 5.000 + Rp 2.692.000


Total Penjualan masing-masing produk Harga Jual hipotetis masing-masing produk
X = 2.500 x Rp 6.000 = Rp 15.000.000 X = Rp 15.000.000 – Rp 5.256.000 = Rp 9.744.000
Y = 3.000 x Rp 8.000 = Rp 24.000.000 Y = Rp 24.000.000 – Rp 6.252.000 = Rp 17.748.000
Z = 2.000 x Rp 5.000 = Rp 10.000.000 Z = Rp 10.000.000 – Rp 2.692.000 = Rp 7.308.000
Rp 49.000.000 Rp 34.800.000 +
1. Alokasi joint cost masing-masing produk
X = Rp 9.744.000/34.800.000 x Rp 80.000.000 = Rp 22.400.000
Y = Rp 17.748.000/34.800.000 x Rp 80.000.000 = Rp 40.800.000
Z = Rp 7.308.000/34.800.000 x Rp 80.000.000 = Rp 16.800.000
Rp 80.000.000 +

2. Biaya produksi masing-masing produk


Biaya produksi = Alokasi joint cost + Biaya proses lanjutan
X = Rp 22.400.000 + Rp 5.256.000 = Rp 27.656.000
Y = Rp 40.800.000 + Rp 6.252.000 = Rp 47.052.000
Z = Rp 16.800.000 + Rp 2.692.000 = Rp 19.492.000
Metode Unit Fisik
Adalah suatu metode dalam pembebanan biaya bersama kepada produksi didasarkan atas
unit secara fisik atau output dari suatu produk. Pembebanan biaya bersama pada metode
unit fisik dapat dihitung dengan cara membagi unit fisik masing-masing produk dengan
jumlah unit fisik keseluruhan produk dikalikan dengan biaya bersama.
Unit output dari suatu produk dalam metode unit fisik harus diungkapkan dalam bentuk yang
sama. Hal ini dianjurkan karena seluruh produk gabungan terdiri dari bahan baku, tenaga
kerja dan biaya overhead yagn sama, sehingga semua produk harus menerima bagian biaya
bersama berdasarkan ukuran secara fisik. Apabila unit output yang digunakan oleh masing-
masing produk tidak sama maka perlu digunakan urutan umum yang sama. Satuan dapat
berupa volume, bobot atau ukuran karakter lainnya.
Rumus :
Jumlah unit masing-masing produk
Pembebanan Biaya Bersama = x Biaya Bersama
Jumlah unit keseluruhan produk
Contoh :
PT. Sulawesi Timur memproduksi tiga jenis produk yaitu produk A, B, dan C. Biaya bersama
yang digunakan untuk menghasilkan ketiga produk tersebut sebesar Rp 300.000.000,-. Data
lain yang digunakan dalam memproduksi ketiga produk tersebut adalah :
Keterangan Produk X Produk Y Produk Z
Unit Produksi 60.000 96.000 84.000
Harga jual setelah proses lanjutan Rp 6.000 Rp 5.000 Rp 10.000
Biaya proses lanjutan Rp 20.000.000 Rp 32.000.000 Rp 75.000.000
Diminta :
1. Hitunglah alokasi biaya masing-masing produk dengan menggunakan metode unit fisik
2. Hitunglah biaya produksi masing-masing produk

Penyelesaian : Produk X = 60.000 unit

Biaya Bersama Rp 300.000.000 Produk Y = 96.000 unit

Produk Z = 84.000 unit

1. Alokasi joint cost masing-masing produk


X = 60.000/240.000 x Rp 300.000.000 = Rp 75.000.000
Y = 96.000/240.000 x Rp 300.000.000 = Rp 120.000.000
Z = 84.000/240.000 x Rp 300.000.000 = Rp 105.000.000
240.000 Rp 300.000.000 +

2. Biaya produksi masing-masing produk


Biaya produksi = Alokasi joint cost + biaya proses lanjutan
X = Rp 75.000.000 + Rp 20.000.000 = Rp 95.000.000
Y = Rp 120.000.000 + Rp 32.000.000 = Rp 152.000.000
Z = Rp 105.000.000 + Rp 75.000.000 = Rp 180.000.000
Metode Rata-rata per unit
Adalah suatu metode dalam mengalokasikan biaya bersama bahwa seluruh produk yang dihasilkan dari
proses produksi bersama harus dibebani suatu nilai secara proporsional dari seluruh biaya bersama
atau dari besarnya unit yang diproduksi.
Metode ini mengabaikan bobot atau nilai jual dari produk terkait, disamping itu semua produk
diasumsikan bersifat homogen.

Rumus : Pembebanan Biaya Bersama = Biaya per unit x Jumlah unit masing-masing produk
Jumlah biaya bersama
Pembebanan Biaya Bersama =
Jumlah unit keseluruhan produk
Contoh :
PT. Indrapura memproduksi tiga jenis produk secara bersama yaitu produk A, B, dan C. Untuk
menghasilkan ketiga jenis produk tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp 312.000.000. Data lain
yang berhubungan ketiga produk tersebut sebagai berikut :
Keterangan Produk A Produk B Produk C
Unit Produksi 30.000 70.000 20.000
Harga jual setelah proses lanjutan Rp 2.500 Rp 2.000 Rp 500
Biaya proses lanjutan Rp 14.000.000 Rp 40.000.000 Rp 12.000.000

Diminta :
1. Hitunglah alokasi biaya bersama masing-masing produk
2. Hitunglah biaya produksi masing-masing produk
Penyelesaian : Produk A

Biaya Bersama Rp 312.000.000 Produk B

Produk C

1. Alokasi biaya bersama masing-masing produk :


Rp 312.000.000
Biaya per unit = = Rp 2.600
120.000 unit

2. Alokasi biaya bersama masing-masing produk :


A = Rp 2.600 x 30.000 = Rp 78.000.000
B = Rp 2.600 x 70.000 = Rp 182.000.000
C = Rp 2.600 x 20.000 = Rp 52.000.000
120.000 Rp 312.000.000

3. Biaya produksi masing-masing produk :


A = Rp 78.000.000 + Rp 14.000.000 = Rp 92.000.000
B = Rp 182.000.000 + Rp 40.000.000 = Rp 222.000.000
C = Rp 52.000.000 + Rp 12.000.000 = Rp 64.000.000
Metode Rata-rata Tertimbang
Adalah suatu metode dalam mengalokasikan biaya bersama berdasarkan kepada unit produksi dan
dikalikan dengan faoktor penimbang, kemudian diperoleh jumlah penimbang rata-rata setiap produk
dibagi dengan jumlah penimbang rata-rata seluruh produk.
Angka penimbang dapat ditentukan berdasarkan kepada besarnya jumlah produk yang digunakan.
Angka penimbang ini digunakan akibat sulitnya pembuatan produk, pembedaan jam kerja dipakai dan
waktu yang digunakan untuk menghasilkan tiap jenis produk.
Rumus : Jumlah penimbang rata-rata setiap produk
Pembebanan Biaya Bersama = x Biaya bersama
Jumlah penimbang rata-rata seluruh produk
Contoh :
PT. Sumatera Selatan memproduksi tiga jenis produk secara bersama yaitu produk A, B, dan C. Biaya
yang dikeluarkan untuk memproduksi ketiga jenis produk tersebut sebesar 50.000.000. Data lain
yang berhubungan dengan ketiga jenis adalah :
Keterangan Produk A Produk B Produk C
Unit Produksi 6.400 70.000 20.000
Harga jual per unit Rp 6.400 Rp 12.800 Rp 3.200
Bobot 2 2 4
Biaya proses lanjutan Rp 3.500.000 Rp 5.000.000 Rp 4.000.000

Diminta :
1. Alokasi biaya bersama masing-masing produk
2. Hitunglah biaya produksi masing-masing produk
Penyelesaian : Produk A

Biaya Bersama Rp 50.000.000 Produk B

Produk C

1. Alokasi biaya bersama masing-masing produk :


Produk A = 6.400 x 2 = 12.800
Produk B = 12.800 x 2 = 25.600
Produk C = 3.200 x 4 = 12.800
Total = 51.200
Alokasi biaya bersama :
Produk A = 12.800/51.200 x 50.000.000 = Rp 12.500.000
Produk B = 25.600/51.200 x 50.000.000 = Rp 25.000.000
Produk C = 12.800/51.200 x 50.000.000 = Rp 12.500.000
Rp 50.000.000
Biaya produksi masing-masing produk :

Biaya produksi = Alokasi biaya bersama + biaya proses lanjutan


Produk A = Rp 12.500.000 + 3.500.000 = Rp 16.000.000
Produk B = Rp 25.000.000 + 5.000.000 = Rp 30.000.000
Produk A = Rp 12.500.000 + 4.000.000 = Rp 16.500.000
7.4. PRODUK SAMPINGAN
Adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi secara bersama, tetapi produk tersebut
nilai atau kuantitasnya lebih rendah dibandingkan dengan produk lain (produk utama).

Contoh :
• Kerosin dalam pembuatan bensin
• Perca kain dalam produksi tekstil
• Papan dan balok dalam produksi kayu.

Pengelompokkan Produk Sampingan


Dikelompokkan sebagai berikut :
1. Produk sampingan yang siap dijual setelah dipisah dari produk utama
2. Produk sampingan yang memerlukan proses lebih lanjut.
3. Proses sampingan yang siap dijual setelah titik pisah dari produk utama, tetapi dapat
diproses lebih lanjut agar dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.

Metode Perhitungan dan Akuntansi Harga Pokok Produk Sampingan


Metode yang dapat digunakan dalam perhitungan harga pokok produk sampingan adalah :
1. Metode tanpa harga pokok
2. Metode dengan harga pokok
Metode Tanpa Harga Pokok
Adalah suatu metode dalam perhitungan produk sampingan tidak memperoleh alokasi biaya
bersama dari pengolahan produk sebelum dipisah.
Masalah yang timbul adalah bagaimana perlakuan terhadap hasil penjualan produk sampingan.
Apakah hasil penjualan tersebut akan diperlakukan sebagai penambah pendapatan atau sebagai
pengurangan dari biaya produk utama ? Disamping itu metode tanpa harga pokok ini dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Pengakuan atas pendapatan kotor dimana produk sampingan dapat langsung dijual pada
saat titik pusah.
2. Pengakuan atas pendapatan bersih dimana produk sampingan memerlukan proses lanjutan
setelah dipisah dari produk utama.

Pengakuan atas pendapatan kotor


Metode ini memperlakukan hasil penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal
ini dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu tinggi sehingga
menanggung biaya yang seharusnya dibebankan kepada produk sampingan. Dalam metode ini
penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam laporan Laba-Rugi dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain
b. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama
c. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan
d. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.
Contoh :
Diminta :
Unit Produksi 32.400
Susunlah Laporan Laba-Rugi
Unit Penjualan 27.000
Unit Persediaan Awal 1.000
dengan menggunakan masing-
Harga Jual per unit Rp 1.500 masing asumsi di atas (a, b, c,
Biaya produksi per unit Rp 1.000 dan d).
Hasil penjualan produk sampingan Rp 4.095.000
Beban pemasaran dan administrasi
produk utama Rp 5.850.000

Penyelesaian :
a. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha/pendapatan lain-lain :
Penjualan (27.000 x 1.500) Rp 40.500.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000 +
Tersedia dijual Rp 33.400.000
Persediaan akhir (6.400 x 1.000) Rp 6.400.000 -
Harga Pokok Penjualan Rp 27.000.000 -
Laba Kotor Rp 13.500.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 7.650.000
Pendapatan lain-lain :
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 4.095.000 +
Laba sebelum pajak Rp 11.745.000

Pada metode ini pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah pendapatan lain-lain
yaitu sebesar Rp 4.095.000.
Ayat jurnal yang diperlukan sebagai berikut : Kas / Piutang Rp 4.095.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 4.095.000
b. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama :

Penjualan Rp 40.500.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 4.095.000 +
Penjualan bersih Rp 44.595.000

Harga Pokok Penjualan :


Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000 +
Tersedia dijual Rp 33.400.000
Persediaan akhir (6.400 x 1.000) Rp 6.400.000 -
Harga Pokok Penjualan Rp 27.000.000 -
Laba Kotor Rp 17.595.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 11.745.000

Pada metode ini pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah pendapatan produk
utama sekarang menjadi Rp 44.595.000. Akibat penambahan tersebut maka menyebabkan peningkatan terhadap
laba kotor dan laba operasi sesuai dengan kenaikan dari pendapatan penjualan produk sampingan.

Ayat jurnal yang diperlukan sebagai berikut :


Kas / Piutang Rp 4.095.000
Pendapatan Penjualan Rp 4.095.000
c. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.

Penjualan Rp 40.500.000

Harga Pokok Penjualan :


Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000 +
Tersedia Terjual Rp 33.400.000
Persediaan akhir (6.400 x 873,61) Rp 6.400.000 -
Rp 27.000.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 4.095.000 -

Harga Pokok Penjualan Rp 22.905.000 -


Laba Kotor Rp 17.595.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 11.745.000

Pada metode ini pendapatan penjualan produk sampingan mengurangi dari pada harga pokok penjualan sebesar
Rp 4.095.0000, sehingga harga pokok penjualan sekarang menjadi Rp 22.905.000

Ayat jurnal yang diperlukan sebagai berikut :


Kas / Piutang dagang Rp 4.095.000
Harga Pokok Penjualan Rp 4.095.000
d. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.

Penjualan Rp 40.500.000

Harga Pokok Penjualan :


Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 4.095.000 -
Total Biaya produksi Rp 28.305.000 +
Tersedia dijual Rp 29.305.000
Persediaan akhir (6.400 x 873,61) Rp 5.591.000 -
Rp 27.000.000 +
Harga Pokok Penjualan Rp 23.713.896 -
Laba Kotor Rp 16.786.104
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 10.936.104

Pada metode ini pendapatan penjualan produk sampingan dianggap sebagai pengurang biaya produksi, sehingga
biaya produksi setelah dikurangi dengan pendapatan penjualan produk sampingan menjadi Rp 28.305.000,
sedangkan biaya produksi per unit menjadi Rp 873,61 yaitu (Rp 28.305.000 : 32.400 unit).

Ayat jurnal yang diperlukan sebagai berikut :


Kas / Piutang Rp 4.095.000
Pendapatan Dalam Proses (BB, K, BOP) Rp 4.095.000
Pengakuan atas pendapatan bersih
Pada metode ini hasil penjualan produk sampingan yang diperhitungkan adalah berdasarkan hasil
penjualan atan pendapatan bersih produk sampingan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa
adanya kebutuhan untuk membebankan biaya yang dapat ditelusuri ke produk sampingan.
Disamping itu metode ini memisahkan biaya yang terjadi setelah titik pisah di dalam memproses
maupun dalam memasarkan produk sampingan. Pada metode ini produk sampingan memerlukan
proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama. Hasil penjualan bersih produk sampingan dapat
dihitung dengan cara; mengurangi penjualan atan pendapatan produk sampingan dengan biaya
proses lanjutan dan biaya pemasaran dan administrasi produk sampingan, sehingga diperoleh
penjualan atan pendapatan produk sampingan. Lebih jelas dapat disajikan sebagai berikut :
Penjualan/pendapatan produk sampingan Rp 4.095.000

Biaya proses lanjutan produk sampingan Rp 780.000


Biaya Pemasaran & Biaya administrasi produk sampingan Rp 540.000 +
Rp 1.320.000 -
Penjualan / Pendapatan Bersih produk sampingan Rp 2.775.000
Catatan : Data diambil dari contoh

Penjualan atau pendapatan produk sampingan yang dilaporkan dalam Laba-Rugi pada prinsipnya sama dengan
pengakuan atas penjualan atau pendapatan kotor, perbedaan hanya pada perhitungan penjualan atau pendapatan
produk sampingan itu sendiri. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain.


b. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama.
c. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.
d. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.
Contoh : Diminta :
Unit Produksi 32.400 Susunlah Laporan Laba-
Unit Penjualan 27.000 Rugi dengan mengguna-
Unit Persediaan Awal 1.000 kan masing-masing asumsi
Harga Jual per unit Rp 1.500 seperti contoh sebelumnya
Biaya produksi per unit Rp 1.000 di atas (a, b, c, dan d).
Hasil penjualan produk sampingan Rp 4.095.000
Biaya proses lanjutan produk sampingan Rp 780.000
Beban pemasaran dan administrasi produk utama Rp 5.850.000
Benan pemasaran dan administrasi Produk sampingan Rp 540.000

Penyelesaian :
a. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha/pendapatan lain-lain :
Penjualan (27.000 x 1.500) Rp 40.500.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000 +
Tersedia dijual Rp 33.400.000
Persediaan akhir (6.400 x 1.000) Rp 6.400.000 -
Harga Pokok Penjualan Rp 27.000.000 -
Laba Kotor Rp 13.500.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 7.650.000
Pendapatan lain-lain :
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 2.775.000 +
Laba sebelum pajak Rp 10.425.000

Pada metode ini pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah pendapatan lain-lain
yaitu sebesar Rp 2.775.000
b. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama :

Penjualan Rp 40.500.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 2.775.000 +
Total Penjualan Rp 43.275.000

Harga Pokok Penjualan :


Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000 +
Tersedia dijual Rp 33.400.000
Persediaan akhir (6.400 x 1.000) Rp 6.400.000 -
Harga Pokok Penjualan Rp 27.000.000 -
Laba Kotor Rp 16.275.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 10.425.000

Pada metode ini pendapatan penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah penjualan produk
utama, sehingga penjualan produk utama sekarang menjadi Rp 43.275.000. Akibat penambahan tersebut maka
menyebabkan peningkatan terhadap laba kotor dan laba operasi sesuai dengan kenaikan dari pendapatan
penjualan produk sampingan.
c. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.

Penjualan (27.000 x 1.500) Rp 40.500.000

Harga Pokok Penjualan :


Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000 +
Tersedia Terjual Rp 33.400.000
Persediaan akhir (6.400 x 873,61) Rp 6.400.000 -
Rp 27.000.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 2.775.000 -

Rp 24.225.000 -
Laba Kotor Rp 16.275.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 10.425.000
d. Pendapatan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.

Penjualan (27.000 x 1.500) Rp 40.500.000

Harga Pokok Penjualan :


Persediaan awal (1.000 x 1.000) Rp 1.000.000
Total Biaya produksi (32.400 x 1.000) Rp 32.400.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 2.775.000 -
Total Biaya produksi Rp 29.625.000 +
Tersedia dijual Rp 30.625.000
Persediaan akhir (6.400 x 914,352) Rp 5.851.852,8 -

Harga Pokok Penjualan Rp 24.773.147,2 -


Laba Kotor Rp 15.726.852,8
Beban pemasaran dan administrasi Rp 5.850.000 -
Laba operasi Rp 9.876.852,8

Pada metode ini biaya produksi per unit persediaan akhir berubah menjadi Rp 914,352 yang diperoleh dari Biaya
produksi yang baru dibagi dengan jumlah unit (29.625.000 : 32.400 = 914,352).

Anda mungkin juga menyukai