Anda di halaman 1dari 18

PARIGEUING

(KARAKTER KEPEMIMPINAN PRABU


SILIWANGI)
Naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesian
PARIGEUING
(Dalam Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian)

 Parigei(ng) ma ngara(n)na bisa nitah bisa miwarang ja sabda arum


wawangi. Nya mana hanteu surah nu dipiwarang ja katuju nu beunang
milabuh siloka.
 Parigeuing berarti dapat memerintah, dapat menyuruh, karena tuturnya
yang manis dan ramah. Sehingga tidak merasa segan orang yang disuruh
karena terkena oleh hasil menyelami seloka.
 Parigeuing mengacu kepada kepemimpinan para raja Sunda yang terkenal
de­ngan segala kebesaran, kearifan, serta karakter dan sosok seorang
pemimpin karismatik yang mengungkap pesan moral dan petuah-petuah
berharga, tentang bagaimana cara memimpin dengan baik.
Lempir XXIV SSK
DASA PRASANTA
(sepuluh penenang hati)
 Sakitu na dasa prasanta, geus ma: guna, rama, hook, pesok, asih,
karunya, muperuk, ngulas, nyecep, ngala angen. Nya mana suka
bungah padang caang nu dipiwarang. Ya ta Sinangguh parigeui(ng)
ngara(n)na.
 Dasa Prasanta (sepuluh penenang hati) yaitu: guna (bijak­sana), ramah
(bijak atau bestari), hook (kagum), pesok (memikat hati), asih
(sayang, cinta kasih), karunya (iba/be­las kasih), mupreruk (membu­juk
dan menenteramkan hati), ngulas (memuji dan me­ngoreksi), nyecep
(membe­sarkan hati dan memberikan kata-kata yang menyejukkan),
ngala angen (mengambil hati).
Lempir XXIV SSK
DASA PRASANTA
10 Sikap Pemimpin
1. Guna (bijaksana/ kebajikan), perintah yang diberikan dipahami
manfaat dan kegunaannya oleh bawahannya sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman.
2. Ramah (bertindak seperti orang tua yang bijak dan ramah atau
bestari) atau keramahan menumbuhkan rasa nyaman dalam bekerja
dan beraktivitas.
3. Hook (sayang atau kagum), perintah dianggap sebagai representasi
kekaguman atas prestasi dari orang yang diperintahnya.
4. Pésok (memikat hati atau reueus/bangga), harus mampu memikat
hati bawahannya dan merupakan kebanggaan juga bagi bawahannya.
5. Asih (kasih, sayang, cinta kasih, iba), perintah harus dilandasi
dengan perasaan kemanusiaan yang penuh getaran kasih.
DASA PRASANTA
10 Sikap Pemimpin
6. Karunya (iba/sayang/belas kasih), sebenarnya hampir sama dengan asih,
tetapi dalam karunya/karunia perintah harus terasa sebagai suatu kepercayaan.

7. Mupreruk (membujuk dan menentramkan hati), seyogianya mampu membujuk


dan menentramkan hati dengan cara menumbuhkan semangat kerjanya.

8. Ngulas (memuji di samping mengulas, mengoreksi), melalui cara bermacam-


macam.
9. Nyecep (membesarkan hati dan memberikan kata-kata pendingin yang
menyejukkan hati).
10. Ngala angen (mengambil hati), mampu menarik hati dan simpati sehingga
tersambung ikatan silaturahmi yang kental dan harmonis.
PANGIM­BUHNING TWAH
(pelengkap perbuatan)
 Ini pangimbuh ning twah pakeun mo tiwas kala manghurip, pakeun
wastu di imah maneh. Emet, imeut, rajeun, leukeun, paka predana,
morogol-rogol, purusa ning sa, widagda, hapitan, kara waleya,
cangcingan, langsitan.
 Ini pelengkap perbuatan, agar tidak gagal dalam hidup, agar rumah
tangga kita penuh berkah yaitu emet (tidak konsumtif), imeut (teliti,
cermat), rajeun (rajin). leuke­un (tekun), paka pradana (beretika),
morog ol-rogol (beretos kerja tinggi), purusa ning Sa (beijiwa
pahlawan, ju­jur, berani), widagda (bijak­sana, rasional, dan memiliki
keseimbangan rasa), gapitan (berani berkorban), karawa­leya
(dermawan), cangcingan (terampil), serta langsitan
(rapekan/cekatan).
Lempir XIII SSK
PANGIM­BUHNING TWAH
(Kepribadian pemimpin yang karismatik)
1. Emet (cermat, tidak konsumtif). Seorang pemimpin yang terbiasa untuk tidak
konsumtif, akan mampu mengendalikan keserakahannya. Pemimpin demikian
akan terhindar dari perilaku korup yang tentu saja harus dihindari oleh
seorang pemimpin.
2. Imeut (teliti, cermat). Jika seorang pemimpin ceroboh dan kurang teliti
terhadap pekerjaannya, maka banyak waktu yang terbuang untuk
memperbaiki kekeliruannya karena ketidakcermatan yang telah diperbuatnya.
3. Rajeun (rajin). Selama hidupnya tetap berkarya, pemimpin yang demikian
mampu memanfaatkan durasi usianya dengan pekerjaan yang ditekuninya,
bagi pemimpin seperti ini tidak ada hari yang terbuang percuma.
4. Leuke­un (tekun). Ketekunan dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Ketekunan selalu berkaitan erat dengan ketaatan.
PANGIM­BUHNING TWAH
(Kepribadian pemimpin yang karismatik)
5. Paka pradana (berani tampil/berbusana soapan, beretika).
Seorang pemimpin yang tanpa berbekal etika dan etiket dalam
pergaulan, perasaan simpati dan empati pun akan menghilang secara
perlahan.
6. Morogol-rogol (bersemangat, beretos kerja tinggi). Keinginannya
untuk berkarya dengan kualitas unggul dan terbaik, akan mendorong
kemampuan ruhaniah yang memompa talenta positif seorang
pemimpin untuk diwujudkan dalam kehidupan nyata.
7. Purusa ning Sa (beijiwa pahlawan, ju­jur, berani). Kreasi dan
inovasi serta pembaharuan yang berkualitas prima hanya terlahir dari
pemimpin yang berjiwa pahlawan. Para pembaharu yang berani
menantang kemandegan pemikiran manusia. Kejujuran diibaratkan
jarum kompas penunjuk arah yang benar.
PANGIM­BUHNING TWAH
(Kepribadian pemimpin yang karismatik)
8. Widagda (bijak­sana, rasional, dan memiliki keseimbangan rasa). Kesombongan
rasio yang kadang-kadang sangat mendominasi pemikiran manusia perlu diimbangi
dengan rasa sejati kemanusiaan.

9. Gapitan (berani berkorban untuk keyakinan dirinya). Keyakinan merupakan satu-


satunya cara untuk mencapai visi hidup seorang pemimpin.

10. Karawa­leya (dermawan). Hidup adalah kebersamaan dengan orang lain.


Kesalehan sosial sangat diperlukan dari seorang pemimpin.

11. Cangcingan (terampil, cekatan). Hanya pemimpin yang cekatan yang mampu
memanfaatkan kesempatan yang ada karena kesempatan tidak datang dua kali.

12. Langsitan (rapekan/cekatan), segala bisa, multi talenta dan pro aktif.
Pemimpin yang pro aktif lah yang berkesempatan maraih sukses.
OPAT PAHARAMAN
(empat hal yang diharamkan)
Seorang pemimpin ideal harus mampu menjauhi empat karakter negatif, yang dikenal
dengan sebutan opat paharaman atau empat hal yang diharamkan, yakni sifat
babarian, pundungan, hu­mandeuar, dan kukulutus.
1. Babarian (mudah tersinggung). Pemimpin yang demikian berpikiran sempit, arogan,
cepat marah, dan selalu ingin menang sendiri serta mudah dipengaruhi orang lain.
2. Pundungan (mudah merajuk). Pemimpin yang demikian akan kehilangan
kesempatan dalam segala hal. Karena tidak bisa bekerja sama.
3. Humandeuar (bekeluh kesah). Pemimpin yang berperangai demikian akan
kehilangan etos kerja, tidak disenangi dan tidak bisa bekerja sama.
4. Kukulutus (menggerutu). Pemimpin yang demikian menandakan berkarakter
rendah, karena selalu berfikir negatif, tidak bertanggung jawab. Pemimpin seperti
ini memiliki sifat munafik.
CATUR BUTA
(Perbuatan Manusia Yang Salah)
 Ini silokana twah janma salah: burangkak, marende,
mariris, wirang. Ya catur buta ngara(n)na
 Watak manusia yang membuat kerusakan di dunia, yang
dikenal dengan sebutan Catur Buta, yaitu bu­rangkak,
mariris, marende, dan wirang. Semua hal yang haus
dijauhinya itu harus be­nar-benar diejawantahkan di dalam
perilaku kepemim­pinannya.
Lempir XXII dan XXIII
CATUR BUTA
(Watak Pemimpin yang membuat kerusakan)

1. Burangkak, dikenal sebagai mahluk maha gila yang sangat


mengerikan, tidak ramah, sering membentak, berbicara sambil
membelalakan mata dengan nada suara yang menghina.
Burangkak berkelakuan kasar, berhati panas, tidak tahu
tatakrama dan sering melanggar aturan. Merasa derajatnya
lebih tinggi dari orang lain. Pemimpin yang demikian tak
ubahnya seperti raksasa, buta kala.
2. Mariris, orang yang menjijikan lebih dari bangkai binatang
yang membusuk; manusia yang suka mengambil hak orang lain,
korup, menipu, berdusta. Pemimpin yang berkarakter mariris
jauh lebih busuk dari bangkai binatang yang sangat hina dan
menjijikan.
CATUR BUTA
(Watak Pemimpin yang membuat kerusakan)
3. Maréndé, adalah sebangsa raksasa bermuka api. Pada awalnya rakyat
menduga bahwa pemimpin tersebut berwatak dingin menyejukkan,
mampu membawa masyarakat hidup damai dan tentram, namun
setelah menjadi pemimpin ternyata malah membawa panas dan
menimbulkan bencana di masyarakat. Pemimpin Marédé, adalah
orang yang hanya menimbulkan kekacauan, mengadu domba,
permusuhan, pertumpahan darah menjadi pembawa bencana dalam
kehidupan.
4. Wirang, ditampilkan sebagai binatang yang menakutkan, yaitu orang
yang tidak mau jujur, tidak mau mengakui kesalahan dirinya, tidak
mau berterus terang, serta selalu menyalahkan orang lain. Wirang
berwatak tercela seperti suka mengancam, membunuh, merusak,
tidak mau kapok apalagi bertobat.
15 Karakter Kepemimpinan
(Naskah Sanghiyang Hayu)
Li­ma belas karakter yang harus mendarah daging dalam
seorang pemimpin, yaitu :
 Budi-guna­-pradana (bijak-arif-saleh),
 Kaya-wak-cita (sehat/kuat­-bersabda-hati),
 Pratiwi-­akasa-antara (bumi-angkasa-antara),
 Ma­ta-tutuk-talinga (penglihatan-­ucapan-pendengaran),
 Bayu­-sabda-hedap (energi-uca­pan/sabda-iktikad/kalbu.
ASTAGUNA
(delapan kearifan)
 Astaguna atau "delapan kearifan", terdiri atas animan
(lemah lembut), ahiman (tegas/panceg hate), mahiman
(berwawasan lugs), lagiman (gesit/cekatan/tranipil), prap­
ti (tepat sasaran), prakamya (ulet/tekun), isitwa (jujur),
wasitwa (terbuka untuk dikri­tik).

Naskah Sanghyang Hayu


ASTAGUNA
(delapan kearifan)
1. Animan (lemah lembut), pemimpin harus memiliki sifat lemah
lembut, dalam arti tidak berperilaku kasar.
2. Ahiman (tegas), bersikap tegas, dalam pengertian tidak plin-
plan (panceg haté).
3. Mahiman (berwawasan luas), memiliki berbagai macam
pengetahuan dan berwawasan tinggi agar tidak kalah dari
bawahannya.
4. Lagiman (gesit/cekatan/terampil), dituntut terampil dan gesit
serta cekatan dalam bertindak atau melakukan suatu
pekerjaan.
ASTAGUNA
(delapan kearifan)
5. Prapti (tepat sasaran), memiliki ketazaman berpikir serta tepat
sasaran karena jika keliru atau berspekulasi akan menghambat suatu
pekerjaan.
6. Prakamya (ulet/tekun), memiliki keuletan dan ketekunan yang sangat
tinggi.
7. Isitna (jujur), dituntut memiliki kejujuran, baik dalam perkataan,
pemikiran, maupun perbuatan, agar dipercaya orang lain (rekan
kerja/bisnis/perusahaan/negara lain) dan bawahannya. Dengan
demikian, terjalin kesepahaman yang harmonis.
8. Wasitwa (terbuka untuk dikritik), memiliki sikap legowo dan bijaksana
sehingga mau menerima saran dan terbuka untuk dikritik jika berbuat
salah atau menyimpang dari aturan.

Anda mungkin juga menyukai