0
-1
-2
0 20 40 60 80 100
Index
Sifat-sifat Orde Kedua dan Korelogram
Sedangkan autokorelasinya
> set.seed(2)
> acf(rnorm(100)) Series rnorm(100)
1.0
0.6
ACF
0.2
-0.2
0 5 10 15 20
Lag
Random Walk
{xt: t=1,2,...,n} merupakan random walk, jika
xt xt 1 wt
dimana {wt: t=1,2,...,n} adalah white noise.
dengan menggunakan “back substitution”
xt wt wt 1 wt 2 ... w1
Dengan operator “backward shift” atau “lag operator” yg didefinisikan
Bxt xt 1
dengan menerapkan operator lag secara berulang, maka
B Bxt B xt 1 xt 2 B2 xt xt 2
sehingga Bn xt xt n
Random walk xt xt 1 wt dapat ditulis menggunakan operator
lag menjadi
buktikan!
-positif
-meluruh sangat lambat dari angka 1
Operator Pembedaan (Difference),
Pembedaan dapat mengubah deret waktu non-stasioner menjadi
stasioner.
Contoh: random walk xt xt 1 wt mrp deret waktu yg non-
stasioner. Tetapi pembedaan orde pertamanya xt xt 1 wt
merupakan white noise yang stasioner.
Operator pembedaan didefinisikan sbg
xt xt xt 1
Hubungan antara operator pembedaan dan operator lag:
xt 1 B xt
Secara umum n 1 B n
Simulasi
Simulasi berguna utk mempelajari model deret waktu, dimana sifat-
sifat dari model dapat dilihat dalam bentuk plot. Sehingga jika data
deret waktu mempunyai sifat-sifat yang mirip dgn plot dari model yg
dipelajari, maka model tsb bisa terpilih sebagai kandidat utk
memodelkan data kita.
Membangkitkan random walk
> set.seed(1)
> w <- rnorm(1000)
> x <- c(w[1],rep(NA,999))
> for (t in 2:1000) x[t] <- x[t - 1] + w[t]
> plot(x, type = "l")
20
10
x
0
-10
Index
Korelogramnya dibuat dengan
> acf(x)
Series x Meluruh secara lambat
1.0
0.8
0.6
ACF
0.4
0.2
0.0
0 5 10 15 20 25 30
Lag
Penaksiran Model dan Plot Diagnostik
Membangkitkan Deret Waktu Random Walk
Pembedaan orde pertama dari random walk adalah white noise,
sehingga korelogram dr hasil pembedaan pertama dapat digunakan
utk memeriksa apakah data deret waktu tsb dapat dimodelkan dgn
random walk. Series diff(x)
> acf(diff(x))
1.0
0.8
0.6
ACF
0.4
0.2
0.0
0 5 10 15 20 25 30
Lag
Karena korelogramnya tidak berpola, maka data pembedaan adalah
white noise (data aslinya random walk).
Contoh: data kurs mata uang
> www <- "http://www.massey.ac.nz/~pscowper/ts/pounds_nz.dat"
> Z <- read.table(www, header = T)
> Z.ts <- ts(Z, st = 1991, fr = 4)
xrate
> acf(diff(Z.ts))
1.0
0.6
ACF
0.2
-0.2
0 1 2 3
Lag
Autokorelasinya signifikan pada lag-1 menunjukkan perlu model yang
lebih rumit. Tetapi, tidak adanya lag lain yg signifikan menunjukkan
bhw model random walk mrp pendekatan yg cukup bagus.
Coba model random walknya ditambah komponen trend dr Holt-Winters
xt xt 1 bt 1 wt tanpa musiman
0.2
-0.2
0 1 2 3
[1] 1
> Z.hw$beta
[1] 0.167018
Sehingga model taksirannya
35
30
25
20
Time
> DP <- diff(Price) ; plot (as.ts(DP))
ˆ
3
2
> mean(DP)
[1] 0.03986587
1
as.ts(DP)
> sd(DP)
0
[1] 0.4596295
-1
-2
Time
> acf (DP)
ˆ 2 = [0.004,0.075]
1.0
n
0.8
menunjukkan bhw
0.6
ACF
0 5 10 15 20 25
Lag
Model Autoregresif
Deret waktu {xt} merupakan proses autoregresif berorde p, disingkat
AR(p), jika
xt 1 xt 1 2 xt 2 p xt p wt
dimana {wt} adalah white noise dan i mrp parameter dgn p0.
Model AR(p) dapat dinyatakan dgn operator lag:
Perhatikan bhw:
1. Random walk adalah kasus khusus AR(1) dgn 1= 1
i
2. Model pemulusan eksponensial adalah kasus khusus i 1
dengan i = 1,2,... dan p
3. Modelnya adalah regresi dr xt terhadap suku-suku lag-nya, yakni
xt-1, xt-2,... dst, sehingga disebut ‘autoregresif’.
4. Prediksi pada waktu t: t
xˆ ˆ1 xt 1 ˆ 2 xt 2 ˆ p xt p
5. Parameternya dpt ditaksir dgn meminimumkan JK error.
Proses AR yang Stasioner dan yang Non-stasioner
Persamaan karakteristik: p B 0
Prosesnya dikatakan stasioner, jika semua nilai mutlak akar
persamaannya lebih besar dari 1.
Contoh: proses random walk
xt xt 1 wt
1 B xt wt 1 B, akarnya B=1 non-stasioner
Periksa:
1
xt xt 1 wt
1. AR(1) 2
1
2. AR(2) xt xt 1 xt 2 wt
4
1 1
3. AR(2) xt xt 1 xt 2 wt
2 2
1
4. AR(2) xt xt 2 wt
4