Anda di halaman 1dari 53

Definisi Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) structural yang memikul beban dari

balok (Nawy, 1990). Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih

bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena kolom merupakan

komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat

menyebabkan runtuhnya lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total seluruh strukturnya.

Keruntuhan kolom structural merupakan hal yang sangat berarti ditinjau dari segi ekonomis

maupun segi manusiawi. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada,

yaitu dengan memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan

pada balok dan elemen struktur horizontal lainnya, terlebih lagi karena keruntuhan tekan

tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas.


Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Mendesain Kolom Beton
Bertulang

A. Analisa
Jenis taraf penjepitan kolom. Jika menggunakan
tumpuan jepit, harus dipastikan pondasinya cukup kuat
untuk menahan momen lentur dan menjaga agar tidak
terjadi rotasi di ujung bawah kolom.
Reduksi Momen Inersia
Untuk pengaruh retak kolom, momen inersia
penampang kolom direduksi menjadi 0.7Ig (Ig = momen
inersia bersih penampang)
 Jenis-jenis Kolom
1. Kolom segiempat atau kolom lingkaran dengan
tulangan memanjang serta sengkang ikat
2. Kolom tampang lingkaran dengan tulangan
memanjang serta sengkang spiral
3. Kolom komposit yang terdiri atas beton dan
profil baja structural di dalamnya. Profil baja ini
biasanya diletakkan di dalam selubung tulangan
biasa.
B. Beban Desain (Design Loads)

Yang perlu diperhatikan dalam beban yang digunakan untuk


desain kolom beton adalah:

Kombinasi Pembebanan.
Seperti yang berlaku di SNI Beton, Baja, maupun Kayu.

Reduksi Beban Hidup Kumulatif.


Khusus untuk kolom (dan juga dinding yang memikul beban
aksial), beban hidup boleh direduksi dengan menggunakan
faktor reduksi beban hidup kumulatif. Rujukannya adalah
Peraturan Pembebanan Indonesia (PBI) untuk Gedung 1983
Tabelnya adalah sebagai berikut:
Contoh cara penggunaan:
Misalnya ada sebuah kolom yang memikul 5 lantai. Masing-masing lantai
memberikan reaksi beban hidup pada kolom sebesar 60 kN. Maka beban
hidup yang digunakan untuk desain kolom pada masing-masing lantai adalah:

– Lantai 5 : 1.0 x 60 = 60 kN
– Lantai 4 : 1.0 x (2×60) = 120 kN
– Lantai 3 : 0.9 x (3×60) = 162 kN
– Lantai 2 : 0.8 x (4×60) = 192 kN
– Lantai 1 : 0.7 x (5×60) = 210 kN
Jadi, lantai paling bawah cukup didesain terhadap beban hidup 210 kN saja,
tidak perlu sebesar 5×60 = 300 kN.
Dasar dari pengambilkan reduksi ini adalah bahwa kecil kemungkinan suatu
kolom dibebani penuh oleh beban hidup di setiap lantai. Pada contoh di atas,
bisa dikatakan bahwa kecil kemungkinan kolom tersebut menerima beban
hidup 60 kN pada setiap lantai pada waktu yang bersamaan. Sehingga beban
kumulatif tersebut boleh direduksi.
Catatan: Beban ini masih tetap harus dikalikan faktor beban di kombinasi
pembebanan, misalnya 1.2D + 1.6L.
• D. Gaya Dalam
• Gaya dalam yang diambil untuk desain harus
sesuai dengan pengelompokan kolom apakah
termasuk kolom bergoyang atau tak bergoyang,
apakah termasuk kolom pendek atau kolom
langsing.
• Perbesaran momen (orde kesatu), dan analisis P-
Delta (orde kedua) juga harus dipertimbangkan
untuk menentukan gaya dalam.
• C. Detailing Kolom Beton
Untuk detailing, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
• Ukuran penampang kolom.
Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak
boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil
terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya
kolom persegi dengan ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah
tegak lurusnya harus tidak lebih dari 300/0.4 = 750 mm.
• Rasio tulangan tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh lebih
dari 0.08 (8%). Sementara untuk kolom pemikul gempa, rasio
maksiumumnya adalah 6%. Kadang di dalam prakteknya, tulangan
terpasang kurang dari minimum, misalnya 4D13 untuk kolom ukuran
250×250 (rasio 0.85%). Asalkan beban maksimumnya berada jauh di
bawah kapasitas penampang, Tapi kalau memang itu kondisinya,
mengubah ukuran kolom menjadi 200×200 dengan 4D13 (r = 1.33%)
dirasa lebih ekonomis. Yang penting semua persyaratan kekuatan dan
kenyamanan masih terpenuhi.
• Tebal selimut beton adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d sama
dengan 200 mm atau lebih kecil, dan toleransi 12 mm untuk d
lebih besar dari 200 mm. d adalah ukuran penampang dikurangi
tebal selimut. d adalah jarak antara serat terluar beton yang
mengalami tekan terhadap titik pusat tulangan yang mengalami
tarik. Misalnya kolom ukuran 300 x 300 mm, tebal selimut (ke titik
berat tulangan utama) adalah 50 mm, maka d = 300-50 = 250 mm.
Catatan:
– toleransi 10 mm artinya selimut beton boleh berkurang sejauh
10 atau 12 mm akibat pergeseran tulangan sewaktu pemasangan
besi tulangan. Tetapi toleransi tersebut tidak boleh sengaja
dilakukan, misanya dengan memasang “tahu beton” untuk selimut
setebal 30 mm.
– Adukan plesteran dan finishing tidak termasuk selimut beton,
karena adukan dan finishing tersebut sewaktu-waktu dapat
dengan mudah keropos baik disengaja atau tidak disengaja.
• Pipa, saluran, atau selubung yang tidak berbahaya bagi beton
(tidak reaktif) boleh ditanam di dalam kolom, asalkan luasnya
tidak lebih dari 4% luas bersih penampang kolom, dan
pipa/saluran/selubung tersebut harus ditanam di dalam inti
beton (di dalam sengkang/ties/begel), bukan di selimut beton.
Pipa aluminium tidak boleh ditanam, kecuali diberi lapisan
pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan beton dan besi
tulangan.
• Sengkang/ties/begel 
adalah elemen penting pada kolom terutama pada daerah pertemuan balok-
kolom dalam menahan beban gempa. Pemasangan sengkang harus benar-benar
sesuai dengan yang disyaratkan oleh SNI.
Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan/megikat
tulangan utama dan inti beton tidak “berhamburan” sewaktu menerima gaya
aksial yang sangat besar ketika gempa terjadi, sehingga kolom dapat
mengembangkan tahanannya hingga batas maksimal (misalnya tulangan mulai
leleh atau beton mencapai tegangan 0.85fc’)

• Transfer beban aksial 


pada struktur lantai yang mutunya berbeda.
Pada high-rise building, kadang kita mendesain kolom dan pelat lantai dengan
mutu beton yang berbeda. Misalnya pelat lantai menggunakan fc’25 MPa, dan
kolom fc’40 MPa. Pada saat pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian kolom yang
berpotongan (intersection) dengan lantai tentu akan dicor sesuai mutu beton
pelat lantai (25 MPa). Daerah intersection ini harus dicek terhadap beban aksial di
atasnya. Tidak jarang di daerah ini diperlukan tambahan tulangan untuk
mengakomodiasi kekuatan akibat mutu beton yang berbeda
Ragam Kegagalan Kolom
Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik,
penampang kolom dapat dibagi menjadi tiga kondisi awal keruntuhan, yaitu :
1.   Keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik.
2.   Keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan.
3.   Keruntuhan balanced, terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya
tulangan yang tertarik sekaligus hancurnya beton yang tertekan.
Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb adalah beban aksial pada kondisi
balanced, maka :
1.   Pn < Pnb adalah keruntuhan tarik
2.   Pn = Pnb adalah keruntuhan balanced, dan
3.   Pn > Pnb adalah keruntuhan tekan
Dalam segala hal, keserasian regangan (strain compatibility) harus tetap
terpenuhi.
Kapasitas Kolom Segi Empat
Kapasitas kolom adalah besarnya beban berupa kombinasi aksial dan momen lentur
yang dapat dipikul oleh suatu kolom berdasarkan dimensi penampang lateral,
panjang kolom, jumlah tulangan dan spesifikasi bahan. Secara umum, peninjauan
kapasitas kolom harus meliputi lima kondisi berikut :
1.   Kondisi beban sentries, yaitu peninjauan apabila kolom menerima beban sentries
Pn (tanpa eksentrisitas) terfaktor. Pada kondisi ini, momen lentur terfaktor Mn
bernilai nol.
2.   Kondisi balanced, yaitu peninjauan apabila kolom menerima beban aksial
terfaktor saat kondisi balanced Pnb dan momen lentur terfaktor saat kondisi
balanced Mnb.
3.   Kondisi lentur murni, yaitu peninjauan apabila kolom menerima momen lentur
murni terfaktor Mn dengan beban aksial terfaktor Pn bernilai nol.
4.   Keruntuhan tekan, yaitu peninjauan dengan menghitung kapasitas aksial dan
momen lentur terfaktor Pn dan Mn apabila besarnya nilai C > Cb.
5.   Keruntuhan tarik, yaitu peninjauan dengan menghitung kapasitas aksial dan
momen lentur terfaktor Pn dan Mn apabila besarnya nilai C < Cb.

Anda mungkin juga menyukai