Anda di halaman 1dari 28

KOMPATIBILITAS

PELAYANAN PASTORAL:
Panggilan menjadi Persekutuan yang Dipulihkan untuk Memulihkan

Oleh: Pdt. Julius Simaremare, MTh


Tantangan Panggilan
Realitas sebagai
Pendahuluan Kenormalan
Persekutuan
yang sedang
Baru dipulihkan

Bab I Bab II Bab III

Pengutusan
sebagai
Persekutuan Penutup
yang memulihkan

Bab IV Bab V
I. Pendahuluan

Gereja dalam Konteks ganda: revolusi industri


gelombang keempat dibarengi pandemi COVID-19
Tingkat Pengangguran Swiss 2.5
Singapura
Jepang 2.8
2.6
https://id.tradingeconomics.com/country-list/unemployment-rate Belanda 3.1
Korea Selatan 3.2
Jerman 3.4
40 Meksiko
Rusia 4.3
4.2

35 Inggris Raya 4.5


Amerika Serikat4.6
30 Tiongkok 4.9
Australia 5.2
25 Indonesia 6.49
20 Arab Saudi 6.6
Kanada 6.7
15 India 6.9
Kawasan Euro 7.4
10 Prancis 8
5 Italia 9.2
Argentina 9.6
0 Turki 11.5
i i l l Brazil 13.2
iss ura ang nda tan an siko usia aya ikat kok alia esia ud ada dia uro ncis alia tina urk razi yo tan Spanyol 14.57
w
S a ep ela el er ek R is R Se ng st on S an I n ra I en T B pan ela
p a m r r a n E t
g J B S J M b K a P S aS
Sin ea g gr ika Tio Au Ind ra as A rg Afrika Selatan 34.4
or In e r A
a w frik
K K A
Am
Endemi  Epidemi  Pandemi
supaya gereja-gereja tetap saling
mendukung di dalam doa sembari
berikhtiar mencari cara bagaimana
menjaga jarak sekaligus tetap
mengasihi dan peduli kepada mereka
yang paling rentan terdampak
Tuhan Allah Pengasih tidak akan
COVID-19.
meninggalkan umat-Nya saat memikul salib
kehidupan. Dalam situasi tersebut, setiap Supaya tidak hanya fokus kepada
umat Tuhan diingatkan bahwa salib Kristus as penanganan COVID-19 tetapi juga
the sign of our strength and hope. tetap melanjutkan pelayanan bagi
mereka yang bergelut dengan
ancaman kesehatan yang selama ini
telah ada, seperti demam berdarah,
malaria, dan HIV/AIDS.
Di tataran prinsip, Gereja-gereja
dengan berani mengambil posisi
di lini terdepan bersama-sama
seluruh komunitas global dalam
menghadapi tantangan yang
hadir dalam konteks ganda.
Prinsip itu masih perlu terus
diimplementasikan di tataran
jemaat lokal melalui pelayanan
https://www.suara.com/tag/gereja-hkbp-ciputat
pastoral.
II. Tantangan Realitas Kenormalan Baru

Gereja dalam Konteks ganda: revolusi industri


gelombang keempat dibarengi pandemi COVID-19
https://www.boombastis.com/balita-perokok-tak-lagi-kecanduan/103629
Kompatibilitas pelayanan gerejani menjadi
pokok perhatian seiring berkembangnya
kesadaran bahwa manusia tengah memasuki
era ketidakpastian (Graham, 1996).

Penyurutan konsensus (kesepakatan) nilai-


nilai di tengah masyarakat post modern.

Pelayanan pastoral tidak dapat terpisah dari


realitas kemajemukan dan kepelbagaian. Balita asal Musi Banyuasin Sumsel kecanduan
rokok yang bermula saat ayahnya
memberikan rokok pertama saat berusia 18
bulan.
Istilah pastoral berasal dari konteks budaya kultivatif yang dihidupi masyarakat agraris
pra revolusi industri gelombang keempat. Fungsi utama pelayanan pastoral dalam
konteks ini adalah menopang aktivitas kehidupan (sustaining), memulihkan yang sakit
dan terluka (healing), memperdamaikan yang bersengketa (reconciling) serta menuntun
dalam mengambil keputusan penting dalam hidup (guiding). Fungsi tersebut cenderung
diimplementasikan dalam pola relasi subyek-obyek, berlangsung secara kolektif melalui
kegiatan-kegiatan persekutuan peribadahan tatap muka.
Distorsi yang kerap terjadi pada pola relasi seperti ini adalah rentannya sikap naif di sisi
para pelayan pastoral yang menganggap mampu mengatasi sendiri setiap masalah
anggota jemaat yang dilayaninya serta semua masalah itu akan selesai hanya dengan
mendengarkan khotbah (firman Tuhan?) yang disampaikannya dari mimbar
https://hkbp.or.id/index.php/article/vaksinasi-covid-19-di-kantor-pusat-hkbp

Tantangan realitas kenormalan baru ini mulai membuka wawasan


gereja terhadap ekstensifikasi pelayanan pastoral, seperti
pemeliharaan dan pengasuhan jemaat (nurturing), pemberdayaan
para pelayan dan anggota jemaat (empowering), pembebasan dari
rasa takut dan kekuatiran (liberating) serta pendampingan dan
pembelaan (advocacy)
https://www.infoindonesia.id/read/2021/08/22/6688/banyak- https://medan.tribunnews.com/2019/01/15/900-ribu-dari-10-juta-
warga-gagal-dapat-bansos-karena-tidak-punya-ktp penduduk-sumut-belum-lakukan-perekaman-e-ktp

Bagaimana gereja menjadi mitra pemerintah dalam percepatan penyebaran


bantuan sosial maupun program vaksinasi kepada anggota jemaat dan masyarakat
sekitar.
Perlu pendampingan gereja bagi anggota jemaat maupun warga sekitar yang
belum memiliki dokumen kependudukan (seperti akte kelahiran, akte nikah dan
KTP) supaya tercatat dan layak sebagai penerima program bantuan sosial maupun
vaksinasi yang diselenggarakan pemerintah.
III. Panggilan sebagai Persekutuan yang sedang dipulihkan

Kontribusi skriptural membawa setiap orang beriman mengalami pemulihan,


pembentukan iman dan perobahan cara pandang, cara pikir dan pemahaman
sementara kontribusi sekular membawa pengalaman nyata keseharian yang
merekonstruksi pengalaman kehidupan. Kedua kontribusi ini akan
memperlengkapi gereja dalam mengevaluasi pelayanan pastoral selama ini dan
mendorong keberanian menempuh terobosan kreatif bagi pemulihan
persekutuannya  karakter Yusuf dalam Kitab Kejadian
https://i833.photobucket.com/

sarapanpagibiblika/Yusuf-dan-
saudara2nya.jpg
albums/zz252/
Proses pemulihan yang dialami Yusuf dan kaum keluarganya tidak berlangsung
dalam sehari. Butuh waktu bertahun-tahun yang diisi dengan ketabahan serta
pengharapan Yusuf yang teguh akan penyertaan Tuhan.
Yusuf menjadi seorang yang terbuka terhadap situasi lingkungan baru tanpa
kehilangan identitas diri sebagai seorang yang percaya kepada Tuhan. Tindakan
dan pilihan sikap yang dilakukan Yusuf mencerminkan kehadiran seluruh fungsi
pastoral dalam bingkai kompatibilitas, yaitu sustaining, healing, reconciling,
guiding, nurturing, empowering, liberating dan advocacy.
Pelayanan pastoral sebagai persekutuan yang dipulihkan akan
semakin maksimal dengan menjalin kerjasama dengan pihak lain
di luar jemaat lokal, misalnya dengan gereja mitra, lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi lainnya tanpa kehilangan
identitasnya sebagai gereja.
IV. Pengutusan sebagai Persekutuan yang memulihkan

Semasa pandemi COVID-19 mulai, gereja-gereja di seluruh belahan dunia


merujuk kepada surat Martin Luther yang dijuluki Luther’s Plague Letter. Waktu
itu, Breslau, di Silesia, sangat terpukul oleh wabah wabah pes (bubonic plague)
yang berlangsung selama akhir musim panas dan musim gugur tahun 1527.
Para pendeta dari gereja Injili yang melayani di wilayah itu mencoba bertanya
kepada Luther, melalui Pendeta John Hess. Isi pertanyaan mereka adalah
apakah pantas bagi orang Kristen untuk melarikan diri dalam menghadapi
bahaya seperti itu. Setelah beberapa kali tertunda dan permintaan mereka
tetap diajukan berulang-ulang, Luther akhirnya menjawab dengan
mengirimkan suratnya pada November 1527.
“Dari semua ini kita dapat menyimpulkan bahwa kita harus berdoa melawan segala macam kejahatan
dan juga harus membela diri dari kejahatan sejauh yang kita mampu, asalkan dalam melakukannya kita
tidak bertindak melawan Tuhan, seperti yang telah saya katakan di atas. Jika Tuhan menginginkan kita
menderita kejahatan dan dikalahkan olehnya, pembelaan kita tidak akan membantu kita. Karenanya
biarkan semua orang dibimbing oleh ini. Jika seseorang terikat untuk tetap berada dalam bahaya
kematian untuk melayani sesamanya, biarkan dia menyerahkan dirinya kepada pemeliharaan Tuhan
dan berkata: "Tuhan, aku di tangan-Mu. Engkau telah mewajibkan aku untuk melayani di sini.
kehendak-Mu jadi, karena aku adalah makhlukmu yang malang. Engkau dapat membunuh atau
melindungiku di sini seperti halnya jika aku bertugas untuk menderita api, air, kehausan, atau bahaya
lainnya." Sebaliknya, jika seseorang tidak terikat untuk melayani sesamanya dan berada dalam posisi
untuk melarikan diri, biarlah dia juga mengikatkan dirinya pada pemeliharaan Tuhan dan berkata: "Ya
Tuhan, aku lemah dan takut; oleh karena itu aku melarikan diri dari kejahatan ini. dan saya melakukan
semua yang saya bisa untuk membela diri terhadapnya. Namun demikian, saya ada di tangan Anda,
apakah dalam ini atau kejahatan lain yang mungkin menimpa saya. Kehendak-Mu terjadi. Pelarian saya
tidak akan menyelamatkan saya, karena kejahatan dan kemalangan akan terjadi. menyerang aku di
mana-mana dan iblis, yang sejak awal adalah pembunuh dan mencoba melakukan pembunuhan dan
menyebabkan kemalangan di mana-mana, tidak tidur atau berlibur.”
Seorang pelayan yang menghayati panggilan dan pengutusannya, dia seharusnya
bertekad untuk bertahan dalam pelayanannya sambil sedapat mungkin berupaya agar
tidak terkena bahaya melalui penyerahan diri kepada Tuhan dan usaha maksimal yang
bisa dia lakukan. Sebaliknya, Luther menyampaikan bahwa orang yang merasa tidak
terikat melayani sesamanya juga perlu menyerahkan diri ke dalam pemeliharaan Tuhan
dalam pengungsiannya. Namun, adakah seorang pelayan pastoral (secara khusus
pendeta) yang tidak terikat untuk melayani jemaat yang diberikan Tuhan kepadanya?
Dengan demikian, jawaban Luther adalah sebuah jawaban persuasif yang tidak
menghakimi melainkan membawa setiap orang yang menerima pesannya untuk
mempergumulkan sikap apakah yang seharusnya ditempuh gereja, para pelayan dan
anggota jemaat di tengah wabah tersebut.
Luther tidak hanya membahas
dalam tataran prinsip konseptual,
namun juga dengan lugas
memberi pandangan di tataran
teknis, sebagai berikut:

“Siapa pun yang terjangkit harus segera menjauhkan diri [isolasi mandiri!] atau dijauhkan
dari kontak dengan orang lain dan harus segera mencari bantuan berupa obat-obatan. Dia
harus dibantu dan tidak ditelantarkan dalam kebutuhannya, seperti yang telah saya
jelaskan di atas, agar infeksi pada waktunya dapat diperiksa, bagi keuntungan tidak hanya
individual tetapi juga seluruh komunitas, yang akan terinfeksi jika penyakit dibiarkan
mewabah dan menyebar.”
Mengakhiri suratnya, Luther menyampaikan kalimat penutup sederhana yang
menyiratkan keterbukaan bagi perbedaan sikap dan pandangan yang mungkin muncul
di kalangan/pihak yang lain:

“Jadi, ini adalah pemahaman dan pendapat saya tentang melarikan diri ketika dalam
bahaya kematian. Jika Anda memiliki pendapat lain, semoga Tuhan mengungkapkannya
kepada Anda. Amin”
Relevansi:
Pertama, Luther menggunakan berbagai metode yang mungkin untuk menjangkau
setiap yang membutuhkan pelayanan pastoral. Ketika pertemuan tatap muka
langsung tidak memungkinkan terwujud pada masa itu, Luther menggunakan media
komunikasi korespondensi manual. Sangat unik, bahwa Luther sering sekali
menggunakan media ini. Dalam buku Luther Letters of Spiritual Counsel
terdokumentasi berbagai surat (pastoral) yang ditujukan kepada rekan sepelayanan,
keluarga maupun anggota jemaat dengan berbagai tema pastoral. Pilihan media
komunikasi selain perjumpaan tatap muka di masa kini tentu lebih beragam dan perlu
semakin maksimal dipergunakan seperti telepon, pesan singkat, surat elektronik,
rekaman audio, rekaman audio-visual, panggilan video dan ragam aplikasi lainnya.
Kedua, Luther selalu menekankan keutuhan aspek hidup manusia yang menjadi
subyek pelayanan pastoral. Persekutuan orang percaya akan teruji melalui
kepedulian nyata baik secara internal maupun secara eksternal. Pelayanan
pastoral masa kini tertantang untuk mempertimbangkan kembali sekat-sekat
doktrinal yang sering terlalu kaku ditegakkan sehingga justru menghambat
ruang gerak pelayanan gereja sebagai perwujudan kehadiran Tubuh Kristus di
dunia  pelayanan di lembaga permasyarakatan di masa kenormalan baru
Ketiga, Luther melihat perlunya keterpisahan namun sekaligus perlunya relasi
antara gereja dengan pemerintah terutama dalam menyikapi realitas sosial.
Dalam relasi itu, gereja tidak boleh kehilangan identitasnya sebagai
persekutuan orang percaya yang tidak hanya telah dipanggil keluar dari
kegelapan, melainkan sedang diutus ke tengah dunia.
Keempat, Luther menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi pelayanan
pastoral terejawantah dalam wujud kompatibilitas, yaitu
kemampuan hidup berdampingan secara harmonis, dapat
didamaikan. Dalam masa kenormalan baru, kompatibilitas
pelayanan pastoral perlu diwujudkan melalui sikap inklusif gereja
dalam relasinya secara internal maupun eksternal.
V. Penutup
Kompatibilitas pelayanan pastoral di masa kenormalan baru seharusnya berangkat
dari penghayatan iman orang percaya terhadap panggilannya untuk menjadi
persekutuan yang dipulihkan sembari di saat yang sama menyadari pengutusan
Tuhan untuk menjadi persekutuan yang memulihkan melalui relasi yang terjalin
berdasarkan kasih Tuhan secara internal maupun eksternal.
Sekian & Terimakasih
Tuhan memberkati

Anda mungkin juga menyukai