Anda di halaman 1dari 21

Arsitektur Berwawasan

Budaya
Tiara Felis E1B120020
01
Rumoh Aceh, Rumah
Krong Bade
Pengenalan
Rumah Krong Bade adalah rumah adat yang terletak di Nanggroe Aceh
Darussalam. Rumah ini sering disebut rumoh Aceh. Sepertihalnya rumah-
rumah tradisional pada umumnya, Rumah Krong Bade banyak
menggunakan bahan baku alam. Selain sebagai tempat tinggal, ukiran yang
terdapat di dalam rumah menjadi penanda status ekonomi pemiliknya.
Rumah Krong Bade merupakan rumah adat yang hampir punah karena saat
ini masyarakat Aceh lebih senang tinggal di rumah modern. Karena, biaya
pembuatan dan perawatan Rumah Krong Bade cukup besar.

Rumah adat Aceh yang biasa disebut sebagai Krong Bade atau Rumoh Aceh
merupakan tempat tinggal yang memiliki struktur panggung dengan tinggi
tiang antara 2,5 hingga 3 meter dari permukaan tanah. Seluruh Krong Bade ini
terbuat dari kayu kecuali bagian atap dan lantainya. Bagian atapnya terbuat
dari bahan daun rumbia atau daun enau yang dianyam dan bagian lantainya
yang terbuat dari bambu.
Ciri Khas
Terdapat gentong air di bagian depan yang berfungsi untuk membersihkan kaki
sebelum memasuki rumah. tempat membersihkan kaki mereka yang akan
masuk rumah. Nilai yang terkandung pada ciri khas ini adalah setiap tamu yang
datang haruslah memiliki niatan yang baik

Terdapat tangga yang memiliki jumlah anak Struktur rumah yang berupa rumah panggung
tangga yang ganjil. Hal ini merupakan simbol berfungsi untuk memberikan perlindungan seluruh
dari nilai-nilai religius yang dipercayai oleh anggota keluarga dari serangan binatang buas.
masyarakat Aceh.

Bahan dari Krong Bade yang berasal Ukiran dan lukisan di dinding Krong Bade berbentuk persegi panjang
dari alam menjadi simbol bahwa rumah sebagai pertanda bahwa dan membujur dari barat ke timur
masyarakat Aceh memiliki kedekatan masyarakat Aceh mencintai sebagai simbol nilai religius yang dianut
dengan alam. keindahan. oleh masyarakat Aceh.
Fungsi
Ruang bawah panggung dari Krong Bade biasanya dimanfaatkan sebagai gudang tempat penyimpanan
bahan makanan dan juga sebagai tempat bagi para wanita Aceh untuk melakukan aktivitas salah satunya
menenun kain.

Ruang depan yang disebut sebagai seuramoë keuë berfungsi sebagai ruang bersantai dan
berisirahat bagi seluruh anggota keluarga. Ruangan ini juga dimanfaatkan untuk menerima tamu.

Ruang tengah yang disebut sebagai seuramoë teungoh merupakan ruangan inti yang posisi lantainya lebih
tinggi daripada ruang depan. Ruangan ini bersifat sangat pribadi sehingga para tamu yang berkunjung tidak
akan pernah diijinkan untuk masuk ke ruangan ini. Dalam ruang tengah ini terdapat kamar-kamar yang
berfungsi sebagai ruang tidur dari anggota keluarga, ruangan kamar pengantin, serta sebagai ruang
pemandian mayat jika ada anggota keluarga yang meninggal dunia.

Ruang belakang yang disebut sebagai seurameo likot. merupakan ruangan yang berfungsi
sebagai tempat makan, dapur, dan tempat bersenda gurau dengan anggota keluarga lainnya.
Lantai ruangan ini posisinya lebih rendah dibandingkan dengan ruangan tengah. Baik ruang
depan maupun belakang tidak memiliki kamar-kamar.
02
Sumatra Barat:
Rumah Gadang
Pengenalan

Rumah Gadang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah
tradisional dan banyak jumpai di Sumatra Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut
dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada
juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjuang.

Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Sumatra Barat,


Namun tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh
didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki
status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu
juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga
dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.
Fungsi Adat Fungsi Keseharian

Rumah Gadang memiliki fungsi temporer di Sebagai fungsi utama, rumah gadang merupakan
mana menjadi tempat kegiatan adat yang wadah yang menampung kegiatan atau aktivitas
berlangsung pada waktu-waktu tertentu. rumah sehari-hari dari penghuninya.

Kegiatan-kegiatan adat pada masyarakat Umumnya, rumah Gadang adalah rumah yang
Minangkabau dapat kita uraikan berdasarkan dihuni oleh sebuah keluarga besar yang terdiri dari
kepada siklus kehidupan mereka, yaitu: Turun ayah, ibu serta anak wanita, baik itu yang telah
Mandi, Khitan, Perkawinan, Batagak Gala berkeluarga ataupun yang belum berkeluarga.
(Pengangkatan Datuak), dan Kematian. Sedangkan anak laki-laki tidak memiliki tempat di
dalam rumah gadang.
Rumah ini dibangun menggunakan pohon Juha yang kuat dan kokoh. Atap rumah ini terbuat dari ijuk
yang melengkung dan runcing ke atas, sedangkan dinding rumahnya terbuat dari potongan anyaman
bambu. Ada juga motif ukiran yang digunakan untuk rumah Gadang seperti daun, bunga, buah-
buahan, dan tumbuhan.

Dalam mendirikan rumah Gadang, kamar yang dibuat sesuai dengan jumlah
perempuan yang akan tinggal di dalamnya. Setiap perempuan di dalam suatu
kaum yang telah memiliki suami, akan mendapatkan sebuah kamar.

Atap rumah Gadang sering disebut berbentuk mirip tanduk kerbau.


03
Jambi: Rumah
Panggung
Pengenalan

Rumah adat Jambi kerap dikenal dengan nama Kajang Leko. Salah satu provinsi yang berada di
pulau Sumatera ini mempunyai keunikan tersendiri dalam arsitektur bangunannya. Pemilihan
bentuk bangunan ini biasanya dihubungkan dengan banyak faktor termasuk budaya di
masyarakat Jambi sendiri. Rumah Kajang Leko ini berasal dari 60 tumbi atau keluarga yang
pindah ke Koto Rayo. Melansir laman resmi Kemendikbud, ide rumah adat Jambi bermula dari
penyelanggaraan sayembara. Gubernur Jambi mengadakan sayembara bernama Sepucuk Jambi
Sembilan Rumah pada tahun 70-an. Hal ini bertujuan utnuk mencari rumah adat sebagai jati diri
Jambi. Sayembara tersebutlah yang akhirnya menghasilkan rumh adat Jambi bernama Rumah
Panggung Kajang Leko. Provinsi Jambi pada umumnya didominasi oleh suku Batin. Hingga
kini, masyarakat Bathin masih mempertahankan adat istiadat yang ditinggalkan oleh nenek
moyang.
Fungsi
Ruangan pertama bernama jogan yang berfungsi sebagai tempat
beristirahat anggota keluarga dan juga sebagai tempat untuk
menyimpan air.
Ruangan kedua adalah serambi depan yang berfungsi untuk menerima
tamu lelaki.
Ruangan ketiga adalah serambi dalam yang berfungsi sebagai tempat
tidur anak lelaki.

Ruang keempat adalah amben melintang yang berfungsi sebagai kamar


pengantin.
Ruang kelima adalah serambi belakang yang sebagai ruang tidur untuk
anak-anak perempuan yang belum menikah.

Ruang keenam digunakan untuk menerima tamu perempuan.


Ruang ketujuh adalah garang yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan air.
Kedelapan adalah dapur yang digunakan untuk memasak.
Keunikan
Keunikan Rumah Kajang Lako dapat dilihat dari struktur konstruksinya. Secara keseluruhan,
rumah ini termasuk rumah panggung dengan ukiran indah yang menghiasinya. Bagian atap Rumah
Kajang Lako dinamakan dengan “Gajah Mabuk”. Istilah ini berasal dari cerita pembuat rumah yang
dimabuk asmara namun tidak mendapat restu. Atap Gajah Mabuk didesain melengkung seperti
perahu. Lengkungan itu dinamakan “jerambah” atau “lipat kajang”, dan bagian atasnya disebut
dengan “kasau”. Sementara pada bagian langit-langit terdapat pemisah yang dinamakan :tebar
layar”. Pemisah ini berfungsi untuk menahan rembesan air saat hujan. Rumah Kajang Lako
memiliki 30 tiang, yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Ada beberapa ruangan
dalam Rumah Kajang Lako ini. Di antara ruangan itu adalah ruang pelamban, gaho, masinding,
tengah, dalam, malintang, dan bauman.
04
DKI Jakarta: Rumah
Kebaya
Pengenalan

Rumah Kebaya merupakan salah satu rumah tradisional masyarakat Betawi yang berada di DKI Jakarta. Disebut sebagai
rumah Kebaya, karena bentuk atapnya menyerupai pelana yang berlipat dan jika dilihat dari samping maka lipatan-lipatan
terlihat seperti kebaya. Rumah Kebaya dibuat dengan bahan utama dari kayu dan bilik bambu. Rumah Kebaya biasanya
dibuat melebar untuk memaksimalkan lebar tanah, sehingga masih ada halaman depan yang cukup luas. Dikutip dari buku
Arsitektur Tradisional (1986) karya Zohra Mahmud, Lola Radjulaeni, dan Aris Sahido, rumah Kebaya memiliki beberapa
pasang atap, yang apabila dilihat dari samping tampak berlipat-lipat seperti kebaya. Kalau dilihat dari depan bagian atap
rumah kebaya bentuknya memanjang. Bentuk atapnya segitiga. Ciri khas rumah Kebaya adalah adanya langkan, yaitu bagian
rumah yang berpagar rendah dan berfungsi sebagai serambi rumah. Langkan tersebut terbuat dari kayu atau bambu dan
bentuknya beraneka ragam. Pada umumnya rumah Betawi berangka kayu dan berlantai tanah, tegel atau semen (rumah
Depok), hanya di daerah pantai atau pesisir yang berbentuk panggung.
Fungsi
Teras depan tempat kursi untuk tetamu serta bale-bale (kursi
yang terbuat dari kayu jati) untuk bersantai dikenal juga dengan
nama Amben Ruang ini banyak digunakan oleh anggota
keluarga. Bagian selanjutnya dari rumah adat Betawi ini adalah Pangkeng. Ia
merupakan ruang keluarga yang dipisahkan oleh dinding-dinding
kamar.
Lantai pada teras depan ini diberi nama Gejogan. Ia wajib
dibersihkan sebagai wujud penghormatan pada tamu. Gejogan
atau lantai teras ini dianggap sakral atau dikaramatkan oleh
masyarakat Betawi sebab berhubungan langsung dengan tangga
bernama balaksuji, penghubung rumah dengan area luar. Ruangan selanjutnya adalah kamar tamu yang juga dikenal
dengan nama Paseban. Tepi paseban dipagari dengan pintu
masuk di tengahnya. Pintu itu diberi ukiran dan tingginya
sekitar 80 cm. Sedangkan tepi atapnya diberi renda seperti
kebaya. Paseban berfungsi pula sebagai tempat ibadah.
Selanjutnya adalah ruang-ruang lain yang difungsikan sebagai
ruang tidur.
Terakir adalah dapur yang letaknya paling belakang. Dapur bagi orang
Betawi dikenal dengan nama Srondoyan.
Ciri Khas

Ciri khas dari rumah ini adalah rumah ini memiliki teras yang luas yang berguna untuk
menjamu tamu dan menjadi tempat bersantai keluarga. Pada zaman dahulu, masyarakat
betawi membuat sumur di depan rumahnya dan pemakaman yang berada disamping
rumah. Dan, dinding rumahnya terbuat dari panel-panel yang dapat dibuka dan digeser-
geser ke tepinya. Hal ini dimaksudkan agar rumah terasa lebih luas.
05
Jawa Tengah:
Rumah Joglo
Fungsi
 Gandhok. Merupakan bangunan tambahan yang letaknya mengitari sisi belakang dan samping bangunan inti.
 Senthong-tengen. Bagian ini sama seperti Senthong kiwa, baik fungsinya maupun pembagian ruangannya.
 Pendapa/Pendopo. Bagian ini terletak di depan rumah. Biasanya digunakan untuk aktivitas formal, seperti pertemuan,
tempat pagelaran seni wayang kulit dan tari-tarian, serta upacara adat. Ruang ini menunjukkan sikap akrab dan terbuka,
meskipun begitu Pendopo sering kali dibuat megah dan berwibawa.
 Pringgitan. Bagian ini terletak antara pendapa dan rumah dalam (omah njero). Selain digunakan untuk jalan masuk, lorong
juga kerap digunakan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit. Bentuk dari pringitan seperti serambi berbentuk tiga persegi
dan menghadap ke arah pendopo.
 Emperan. Ini adalah penghubung antara pringitan dan umah njero. Bisa juga dikatakan sebagai teras depan karena lebarnya
sekitar 2 meter. Emperan digunakan untuk menerima tamu, tempat bersantai, dan kegiatan publik lainnya. Pada emperan
biasanya terdapat sepasang kursi kayu dan meja.
 Omah dalem. Bagian ini sering pula disebut omah mburi, dalem ageng, atau omah saja. Kadang disebut juga sebagai omah-
mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti
kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.
 Senthong-kiwa. Berada di sebelah kiri dan terdiri dari beberapa ruangan. Ada yang berfungsi sebagai kamar tidur, gudang,
tempat menyimpan persediaan makanan, dan lain sebagainya.
 Senthong tengah. Bagian ini terletak ditengah bagian dalam. Sering juga disebut pedaringan, boma, atau krobongan. Sesuai
dengan letaknya yang berada jauh di dalam rumah, bagian ini berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga,
seperti harta keluarga atau pusaka semacam keris, dan lain sebagainya
Keunikan
Keunikan rumah joglo bisa dilihat dari arsitekturnya. Kekhasan arsitektur bangunan Joglo sering diwujudkan melalui elemen-
elemen fisik pembentukannya, termasuk bahan hingga bentuk permukaan bangunan.

Tri Prasetyo Utomo, dalam jurnal "Transformasi Nilai Estetika Rumah Joglo di Kawasan Kotagede Yogyakarta" menyebutkan
bahwa dibandingkan dengan rumah Jawa lainnya, bentuk joglo adalah yang paling sempurna.

Ciri khusus rumah joglo yang paling terlihat adalah bentuk atapnya yang khas. Atap rumah joglo memiliki bentuk trapesium yang
menjulang, dan membuatnya paling mudah dikenali diantara rumah tradisional lainnya.

Atap besar tersebut ditopang oleh empat pilar soko guru atau tiang penyangga. Menurut e-book Berselancar Ke 34 Rumah Adat,
Yuk! (2017) keempat pilar tersebut melambangkan empat arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat, dan timur.

Meskipun atap rumah joglo begitu besar, namun bentuk bangunan joglo sendiri simetris. Pada dasarnya bentuk bangunan joglo
sendiri adalah segi emat atau bujur sangkar. Sebagian besar rumah joglo dibangun dengan muka atau bagian depan menghadap ke
selatan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai