Anda di halaman 1dari 13

Organisasi dan birokrasi Pemilu di Indonesia

dalam perspektif sejarah


Sejarah LPP di Indonesia
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1946 dibentuklah lembaga penyelenggara
pemilu dengan nama Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasional Pusat (BPSKNP) dan
di tingkat daerah disingkat dengan Cabang BPSKNP. Keanggotaan BPSKNP terdiri dari
wakil-wakil Parpol dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Namun karena alasan
situasi politik, rencana Pemilu 1946 batal dilaksanakan.
 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1948 untuk pemilihan DPR,
dipersiapkanlah suatu badan penyelenggara pemilu yang disebut Kantor Pemilihan Pusat
(KPP) dengan jumlah anggota sekurang-kurangnya 5 orang untuk masa kerja 5 tahun. Pada
tingkat Provinsi dibentuk Kantor Pemilihan (KP) tingkat Provinsi dan pada tingkat
Kabupaten dibentuk Cabang KP. Pada tingkat Kecamatan dibentuk Kantor Pemungutan
Suara (KPS). ( terjadi perubahan politik)
 Perubahan politik nasional juga berdampak pada disahkannya Undang-Undang Nomor 7
tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR. Pemilu 1955
dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang diangkat dan diberhentikan
Presiden
LPP dimasa Orde Baru
 Pemilu di masa Orde Baru (1971-1997) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969
dilaksanakan oleh Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.
 Bentuk kelembagaannya berada dalam struktur pemerintahan yakni di bawah Kementerian Dalam Negeri.
 Di bawah LPU ada struktur dan organ PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) yang bersifat ad hoc di tingkat
pusat dan PPD (Panitia Pemilihan Daerah) di tingkat daerah yang melekat dalam pemerintahan daerah.
 Anggota panitia pemilihan, baik di pusat ataupun daerah, ditunjuk dan dapat diberhentikan oleh kepala
pemerintahan (Presiden, Gubernur, ataupun Bupati/Walikota). Pada pemilu 1982, Panitia Pengawas
Pelaksananaan (Panwaslak) Pemilu pertama kalinya lahir dan melekat pada LPU.
LPP dimasa reformasi
 Pada Pemilu pertama pasca reformasi yakni Pemilu 1999, LPP di Indonesia bertransformasi
menjadi model Campuran.
 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilu mengamanatkan bahwa Pemilu
dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bebas dan mandiri, yang terdiri dari atas
unsur Parpol-Parpol peserta Pemilihan Umum dan Pemerintah, yang bertanggung jawab
kepada Presiden.
 Masing-masing Parpol mengutus seorang wakil dan pemerintah mengirimkan sebanyak 5
(lima) orang. ( jumlah anggota 48 wakil parpol + 5 wakil pemerintah = 53 orang )
 KPU kemudian membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI sebagai
Pelaksana KPU dalam pemilihan umum.
 PPI membentuk PPD I (Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I). PPD I membentuk PPD II. PPD
juga terdiri dari unsur Pemerintah dan Parpol peserta pemilu sesuai dengan tingkatan . PPD II
kemudian membentuk PPK, PPS dan KPPS di TPS.
 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 juga mengamanatkan pembentukan Panitia Pengawas dari
tingkat Pusat hingga Kecamatan.
LPP setelah ada amandemen UUD 1945
 Pemilu 2004 menjadi pemilu pertama setelah adanya amandemen UUD 1945
 Merujuk Undang-Undang nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, KPU di
Indonesia bertransformasi menjadi model Mandiri.
 Calon Anggota KPU, setelah melalui proses seleksi terbuka, diusulkan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Demikian pula Calon Anggota KPU Provinsi, setelah melalui penjaringan yang
dilakukan Tim seleksi yang dibentuk bersama KPU dan Gubernur, diusulkan oleh Gubernur
untuk mendapat persetujuan dari KPU. Sementara Calon Anggota KPU Kabupaten/Kota,setelah
melewati penjaringan yang dilakukan Tim Seleksi yang dibentuk bersama KPU Provinsi dan
Bupati/Walikota, diusulkan oleh Bupati/Walikota untuk mendapat persetujuan KPU Provinsi
 Selain itu, terdapat pula Panitia Pengawas Pemilu dari tingkat pusat hingga kecamatan dan
Dewan Kehormatan KPU yang bersifat ad hoc untuk memeriksa pengaduan pelanggaran kode
etik, yang unsur keanggotaannya berasal dari internal KPU.
Pemilu 2009, 2014 dan 2019
 LPP semakin mandiri.
 rekrutmen KPU di tiap tingkatan dilakukan secara terbuka
 lembaga pengawasan, Panitia Pengawas Pemilu yang sebelumnya bersifat ad hoc
bertransformasi menjadi permanen di tingkat pusat dengan nama Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu).
 Unsur Dewan Kehormatan KPU bukan hanya berasal dari internal, tapi juga dari
eksternal KPU.
 Pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, LPP yang terdiri dari KPU, Bawaslu dan
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) semakin ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Komisi Pemilihan Umum
 Pemilu diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
 KPU Provinsi bersifat tetap dan berkedudukan di ibu kota Provinsi. Anggota KPU
Provinsi sebanyak 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang. Penetapan jumlah Anggota KPU
Provinsi didasarkan pada kriteria jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah wilayah
administratif pemerintahan.
 KPU Kabupaten/Kota bersifat tetap dan berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota.
KPU Kabupaten/Kota beranggotakan lima orang yang terdiri seorang Ketua
merangkap anggota dan empat orang anggota. 4
 Untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang KPU, KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota, dibentuk Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi dan
Sekretariat KPU Kabupaten/Kota.
Hubungan KPU dengan Presiden dan DPR

 Dalam menjalankan tugasnya KPU melaporkan penyelenggaraan seluruh tahapan pemilu


dan tugas lainnya kepada DPR dan Presiden. Bahkan dalam setiap kesempatan di awal dan
proses tahapan pemilu berjalan, Rapat Dengar Pendapat (RDP)selalu dilakukan dan
menjadi agenda rutin KPU dan DPR (Komisi 2), untuk menghasilkan sejumlah
rekomendasi penting. Selain itu ada juga kegiatan konsultasi yang menjadi forum uji
publik KPU dalam pembuatan PKPU kepada DPR selaku pembuat undang-undang, yang
memahami original intent Undang-Undang dimaksud dan konsultasi tersebut sifatnya tidak
mengikat.
Hubungan KPU dengan LPP Luar negeri

 KPU adalah anggota Association of World Election Bodies (A-WEB) atau perkumpulan
lembaga penyelenggara pemilu internasional. A-WEB sendiri merupakan asosiasi lembaga
penyelenggara pemilu dari seluruh dunia yang bermarkas di Korea Selatan.
 Di tingkat regional, KPU juga adalah partisipan dari Asian Electoral Stakholder Forum
(AESF) yakni forum dua tahunan LPP dan masyarakat sipil yang peduli dengan Pemilu di
Asia.
Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU)
 Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas
Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu).
 Panwaslak ini muncul oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang
dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Dan palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada
Pemilu 1977 jauh lebih massif.
 Pada era reformasi, lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu).
 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah
lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi,
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.
 Penguatan kelembagaan Pengawas Pemilu melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu
dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
 Aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia
Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas
Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa
 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali
dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi
(Bawaslu Provinsi).
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kelembagaan Pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan
dibentuknya Lembaga tetap Pengawas pemilu di tingkat Kabupaten
DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)
 DKPP pertama kali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003
dengan nama Dewan Kehormatan yang sifatnya ad hoc dan berasal dari unsur
internal KPU
 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 posisi Dewan Kehormatan diperkuat
namun masih tetap bersifat ad hoc yang unsurnya berasal dari KPU dan eksternal
KPU
 Undang Nomor 15 tahun 2011 posisi Dewan kehormatan Pemilu semakin kuat,
bersifat tetap dan diberi nama Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang
bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu mulai dari
tingkat KPU sampai dengan KPPS. Putusan DKPP bersifat final dan mengikat.
l

 Awalnya berdasar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, DKPP menangani dugaan pelanggaran kode etik
pada semua tingkatan penyelenggara pemilu
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tugas DKPP dibatasi hanya untuk memeriksa dan
memutuskan pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU
dan Bawaslu sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota dan penyelenggara Pemilu di Luar negeri.
 Sementara penanganan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu ad hoc, kecuali penyelenggara
ad hoc di luar negeri, diserahkan kepada KPU dan Bawaslu sesuai dengan tingkatan.
 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Sekretariat Jenderal DKPP berada di bawah
Kementarian Dalam Negeri.
 DKPP dapat membentuk Tim Pemeriksa Daerah di setiap Provinsi yang bersifat ad doc.
 Dalam perkembangan penegakan kode etik penyelenggara Pemilu adalah bahwa penegakan kode etik dan
perilaku tidak hanya berlaku untuk jajaran KPU dan Bawaslu, tetapi juga mengikat DKPP itu sendiri.
Hubungan KPU-Bawaslu-DKPP
 Secara formal yuridis KPU, Bawaslu dan DKPP adalah LPP dengan satu
kesatuan fungsi yang berbeda. KPU sebagai penyelenggara pemilu, Bawaslu
sebagai pengawas pemilu dan DKPP sebagai penegak kode etik penyelenggara
pemilu.
 KPU, Bawaslu dan DKPP, dengan posisi yuridis, historis dan empiris masing-
masing, dituntut membangun relasi yang kritis sekaligus sinergis dalam
menyelenggarakan pemilu yang demokratis dan berintegritas.

Anda mungkin juga menyukai