Anda di halaman 1dari 38

FITOFARMAKA

JOSEPH BILLI, M. FARM


 Obat tradisiional sudah dikenal masyarakat sejak jaman dahulu. Pengobatan dengan
menggunakan obat-obatan tradisional juga merupakan salah satu alternatif dalam bidang
pengobatan.
 Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan terhadap obat
tradisional bertujuan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang tidak
memenuhi syarat, baik persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar. Dalam hal ini
pemerintah, mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan terhadap
produksi dan peredaran obat-obatan tradisional dengan membuat peraturan yang
mengatur tentang izin Usaha Industri obat Tradisional dan pendaftaran obat tradisional
yaitu Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990.
ISTILAH YANG TERKAIT TENTANG
OBAT TRADISIONAL
- Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan-
tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

- Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan
total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan
bangunan.
- Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri obat tradisional dengan total aset tidak
lebih dari Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan
bangunan.

- Usaha jamu Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran dan atau pengolahan obat
tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel atau parem dengan skala kecil,
dijual di suatu tempat tanpa penandaan dan atau merek dagang.
- Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan pengedaran
obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel, tanpa penandaan dan atau merk dagang
serta dijajakan untuk langsung digunakan.

- Memproduksi adalah membuat, mencampur, mengolah, mengubah bentuk, mengisi


membungkus dan atau memberi penandaan obat tradisional untuk diedarkan.
- Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan, memiliki atau menguasai persesiaan di
tempat penjualan dalam Industri obat tradisional atau ditempat lain, termasuk dikendaraan
dengan tujuan untuk dijual kecuali jika persediaan di tempat tersebut patut diduga untuk
dipergunakan sendiri.
SYARAT PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

 Untuk mendirikan Usaha Industri Obat Tradisional diperlukan izin dari Menteri Kesehatan
(sekarang Kepala Badan Pengawas dan Makanan republik Indonesia disingkat Badan
POM). Sedangkan untuk mendirikan usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong tidak
diperlukan izin. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin usaha Industri
Obat Tradisional dan Usaha Industri Kecil Obat Tradisional sebagai berikut:
Usaha Industri Obat Usaha Industri kecil Obat
Jenis Persyaratan
Tradisional Tradisional
A. Lokasi Didirikan ditempat yang Didirikan ditempat yang bebas
bebas pencemaran dan pencemaran dan tidak mencemari
mencemari lingkungan lingkungan

B. Bentuk Perusahaan Dilakukan oleh badan hukum Dilakukan oleh perorangan badan
PT. Atau Koperasi harus hukum PT atau koperasi harus
memiliki Nomor Pokok memiliki Nomor Pokok Wajib
Wajib Pajak pajak
C. Penanggng Jawab Apoteker warga negara Boleh bukan apoteker jika hanya
Teknis Indonesia memproduksi obat tradisional
rajangan, pilis, tapel dan parem.

D. Pedoman Cara Wajib mengikuti CPOTB dan Wajib mengikuti CPOTB dan
Produksi Obat Tradisional pemenuhan persyaratan telah pemenuhan persyaratan telah
yang Baik (CPOTB) mengikuti CPOTB dinyatakan mengikuti CPOTB dinyatakan oleh
oleh petugas yang berwenang petugas yang berwenang melalui
melalui pemeriksaan setempat pemeriksaan setempat dan
dan pemberian Sertifikat pemberian sertifikat CPOTB
CPOTB
 Untuk mendapatkan izin usaha Industri obat btradisional dan Industri kecil OT harus melalui
2 (dua) tahap yaitui :

1. Izin Prinsip, berlaku selama 3 (tiga) tahun

2. Izin Usaha Industri OT, berlaku selamanya

 Adapun pengajuan permohonan persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional sebagai berikut :
Industri Obat Tradisional Industri Kecil Obat Tradisional

1. Persetujuan Diajukan ke Dirjen POM (sekarang Diajukan ke Kanwil Depkes wilayah


Prinsip Kepala Badan POM) setempat (sekarang Dinas Kesehatan)
dengan tembusan Dirjen POM (sekarang
Badan POM)

2. Izin Usaha Diajukan ke Dirjen POM Diajukan ke Kanwil Dep Kes (sekarang
(Sekarang Kepala Badan POM) Dinas Kesehatan) wilayah setempat
dengan tembusan ke Kanwi
DepKes (sekarang Dinas
Kesehatan) wilayah setempat
 Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional dapat dicabut jika terjadi
hal-hal sebagai berikut :

 1. Pabrik dipindah tangankan atau lokasi pabrik dipindahkan tanpa persetujuan pemberi iizin.

 2. Tidak menyampaikan informasi Industri atau dengan senagaj menyampaikan informasi


Industri yang tidak benar 3 (tiga) kali berturut-turu

 3. Tidak mendaftarkan obat tradisisional yang diproduksi yang diedarkan di wilayah Indonesia
maupun yang diekspor, kecuali bagi Obat Tradisional yang dibebaskan wajib daftar.

 4. Memproduksi Obat Tradisional yang dilarang

 5. melakukan promosi yang dilarang untuk obat tradisional

 6. Melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku


Dalam memproduksi Obat Tradisional setiap IOT dan IKOT wajib
melaksanakan cara Produksi Obat Tradisional yang baik (CPOTB)
yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
659/Menkes/SK/X/1991
POTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat
tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.
Aspek-aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :
 Ketentuan umum

 Personalia

 Bangunan

 Peralatan

 Sanitasi dan hygiene

 Pengolahan dan pengemasan

 Pengawasan mutu

 Inspeksi diri

 Dokumentasi

 Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran


Larangan Bagi Industri Obat Tradisional

 1. Industri Obat Tradisional atau Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi:

 a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik
yang berkhasiat obat.

 b. obat tradisional dalam bentuk supositoria, intravaginal, tetes mata atau sediaan
parenteral.

 c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan
kadar lebih dari 1%.
2. Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi Obat Tradisional Lisensi
Pasal 40

3. Obat Tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum dalam
komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran.

4. Dilarang mempromosikan obat tradisional:

 a. Dengan cara atau keterangan yang menyesatkan

 b. Dengan informasi yang menyimpang dari informasi yang disetujui, dalam


pendaftaran.

5. Dilarang memproduksi dan mengedarkan obat tradisional yang digaunakan sebagai


pelancar haid dan sejenisnya yang mengandung simplisia Angelicae Sinesis Radix dan
Linguistici Rhizoma sesuai SK Menkes RI No. 1147/D/SK/IV/1981
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
berbagai penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional
yang dapat digunakan sebagai obat alternatid selain obat-obat yang dibuat
dengan bahan obat sintetis dengan khasiat yang sama dan telah dibuktikan
dengan berbagai pengujian klinis.

Obat tradisional yang dikelompokan dan dikembangkan disebut sebagai


fitofarmaka. Oleh karena itu pemerintah menetapkan peraturan mengenai
Fitofarmaka dengan Permenkes RI nomor 760/Menkes/Per/IX/1992.

Selainitu juga ditetapkan dalam keputusan Kepala Badan POM RI,


nomor HK. 00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok
pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
1. Obat Bahan Alam Indonensia adalah obat bahan alam yang diproduksi di
Indonesia

2. Berdasarkan cara pembuatan jenis klaim pengguna dan tingkat pembuktian


khasiat maka obat bahan alam Indonesia dikelompokan menjadi :

a. Jamu

b. Obat Herbal Tertstandar


 c. Fitofarmaka
A. Jamu adalah obat tradisional Indonesia

- Kelompok Jamu harus mencantumkan logoo dan tulisan “Jamu” yang ditempatkan dibagian atas sebelah
kiri dari wadah/ pembungkus / brosur logo berupa ranting daun terletak dalam lingkaran

B. Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan secara ilmiah
dengan praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi

- Kelompok obat herbal terstandar harus dicantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” yang
ditempatkan dibagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur. Logo berupa jari-jari daun (tiga
pasang) terletak dalam lingkaran

C. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi

- Kelompok Fitofarmaka harus dicantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” yang ditempatkan dibagian
atas sebelkah kiri dari wadah / pembungkus/ brosur. Logo berupa jari jari daun (yang kemudian membentuk
bintang) terletak dalam lingkaran.
- Uji Fitofarmaka adalah uji toksisitas, uji farmakologik
eksperimental dan klinik fitofarmaka
- Uji farmakologik eksperimental adalah pengujian pada
hewan coba untuk emmastikan khasiat fitofarmaka
- Uji Klinik adalah pengujian pada manusia untuk
mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologik,
tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk
pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau gejala
penyakit.
Didalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 761/
Menkes / SK/ IX/ 1992 tentang pedoman Fitofarmaka dijelaskan
bahwa prioritas pemilihan fitorfarmaka
Bahan bakunya relatif mudah diperoleh

Didasarkan pada pola penyakit di Indonensia

Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar

Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita

Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan


Bahan baku fitofarmaka dapat ebrupa simplisia atau sediaan gelenik.
Bahan baku fitofarmaka harus memnuhi persyaratan yang tertera pada
farmakope Indonesia Ekstra farmakope Indoensia, materia medika Indonesia,
ketentuan atau persyaratan lain yang berlaku. Penggunaan ketentuan atau
persyaratan lain diluar ketentuan yang telah ditetapkan harus mendapatkan
persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka .

Penggunaan bahan tambahan harus memenuhi ketentuan dan syarat-


syarat yang berlaku yang ditetapkan oleh Badan POM.

Bentuk sediaan fitofarmaka harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku
dan tujuan penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan
keamanan khasiat dan mutu yang paling tinggi, bahan baku sebelum digunakan
harus dilakukan pengujian melalui analisis kualitatif dan kuantitatif.
Persyaratan Ramuan Fitofarmaka

Ramuan (Komposisi) fitofarmaka hedakanya terdiri dari 1 (satu)


simplisia atau sediaan galenik, namun bila hal tersebut tidak
mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/ sediaan
galenik dengan syarat tidak boleh melebihi 5 (lima) simplisia/
sediaan galenik.
Simplias tersebut sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat
dan kemanannya berdasarkan pengalaman
Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggalmurni) tidak
diperbolehkan / dilarang dalam fitofarmaka
Bentuk-bentuk sediaan fitofarmaka antara lain

- Sediaaan oral terdiri dari serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak) tablet


(ekstrak) Pil (ekstrak) sirup dan sediaan terdispersi

- sediaan topikal dari salep/ krim (ekstrak) suppossitoria (ekstrak)


Linimenta (ekstrak) dan bedak

- Jenis jenis obat tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka

- Antelmintik - Anti ansietas (anti cemas) - Anti asma

- Anti diabetes (Hipoglikemik) - Anti diare

- Anti hepatitis kronik - Anti herpes genitalis - Anti hiperlipidemia

- Anti hipertensi - Anti hiperitirodisma - Anti histamin DLL


Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku
dan produk jadinya telah di standarisasi. Saat ini
baru 5 produk yang ada dipasaran, yaitu: Nodia,
Rheumaneer, Stimuno,Tensigarp,Agromed,X-Gra.
Syarat fitofarmaka yang lain adalah:
-Klaim khasiat dibuktikan secara klinik
-Menggunakan bahan baku terstandar
-Memenuhi persyaratan mutu.
Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka telah
dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah yang mencakup
uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat), uji
toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal), dan
uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau
gejala penyakit). Uji klinik merupakan uji yang dilakukan pada
manusia, setelah pengujian pada hewan (pra-klinik). Uji klinik pada
manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari
pengujian toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan
memungkinkan untuk pemakaian pada manusia
Untuk membuktikan keamanan dan manfaat ini, maka telah
dikembangkan perangkat pengujian secara ilmiah yang mencakup
uji farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat), uji
toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat secara formal), dan
uji klinik (manfaat pencegahan dan penyembuhan penyakit atau
gejala penyakit). Uji klinik merupakan uji yang dilakukan pada
manusia, setelah pengujian pada hewan (pra-klinik). Uji klinik pada
manusia baru dapat dilakukan jika syarat keamanan diperoleh dari
pengujian toksisitas pada hewan serta syarat mutu sediaan
memungkinkan untuk pemakaian pada manusia
Pengujian klinik calon obat pada manusia terbagi
dalam beberapa fase yaitu :

Fase I : Dilakukan pada sukarela sehat untuk melihat


apakah efek farmakologi, sifat farmakokinetik yang
diamati pada hewan juga terlihat pada manusia.
Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan
efek yang ditimbulkan dan profil farmakokinetik
obat pada manusia.
Fase II :

Dilakukan pada kelompok pasien secara terbatas (100-200


pasien) untuk melihat kemungkinan penyembuhan dan
pencegahan penyakit. Pada fase ini rancangan penelitian
masih dilakukan tanpa kelompok pembanding (kontrol),
sehingga belum ada kepastian bukti manfaat terapetik.
Fase III :

Dilakukan pada pasien dengan rancangan uji klinik yang memadai,


memakai kontrol sehingga didapat kepastian ada tidaknya manfaat
terapetik.

Fase IV :

Pemantauan pasca pemasaran (surveilan post marketing) untuk


melihat kemungkinan terjadinya efek samping yang tidak terkendali
pada waktu pengujian pra klinik atauklinik fase 1 , 2 , 3.
Standar Bahan Baku Dan Bentuk Sediaan Fitofarmaka

Bahan baku Fitofarmaka dapat berupa simplisia atau


sediaan galenik yang harus memenuhi persyaratan yang
tertera dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope
Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Bila pada ketiga
buku persyaratan tersebut tidak tertera paparannya, boleh
menggunakan ketentuan dalam buku persyaratan mutu
negara lain atau pedoman lain. Penggunaan ketentuan atau
persyaratan lain di luar Farmakope Indonesia, Ekstra
Farmakope Indone sia dan Materia Medika Indonesia harus
mendapat persetujuan pada waktu pendaftaran
Fitofarmaka.
Standar Bahan Baku Dan Bentuk Sediaan Fitofarmaka

Bahan baku Fitofarmaka dapat berupa simplisia atau


sediaan galenik yang harus memenuhi persyaratan yang
tertera dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope
Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Bila pada ketiga
buku persyaratan tersebut tidak tertera paparannya, boleh
menggunakan ketentuan dalam buku persyaratan mutu
negara lain atau pedoman lain. Penggunaan ketentuan atau
persyaratan lain di luar Farmakope Indonesia, Ekstra
Farmakope Indone sia dan Materia Medika Indonesia harus
mendapat persetujuan pada waktu pendaftaran
Fitofarmaka.
Bentuk sediaan harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan
tujuan penggunaannya, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat
memberikan keamanan, khasiat, dan mutu yang paling tinggi.
Komposisi Fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 (lima) bahan baku,
tetapi akan dilakukan penilaian secara khusus pada saat pendaftaran
bila ada penyimpangan terhadap hal tersebut.
Penilaian khusus tersebut meli-puti kemampuan Industri Obat
Tradisional dalam melakukan pengujian secara kualitatif dan
kuantitatif terhadap Fitofar maka. Masing-masing bahan baku
tersebut harus diketahui keamanan dan khasiatnya, serta keamanan
dan kebenaran khasiat ramuan tersebut harus dibuktikan dengan uji
klinik.
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional disusun
sebagai panduan pengembangan yang mencakup
penyiapan dan pembuatan obat tradisional yang
memenuhi kaidah dan persyaratan ilmiah dan teknologi
untuk siap produksi dan uji agar dapat dimanfaatkan dalam
upaya pelayanan kesehatan. Salah satu persyaratan agar
obat tradisional dapat digunakan pada upaya pelayanan
kesehatan adalah tingkat keamanan dan kemanfaatannya
telah dapat dibuktikan secara ilmiah serta bersifat
terulangkan (reproducible) baik dalam bentuk sediaan
maupun keamanan dan manfaat penggunaan.
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik
Untuk mendapatkan kepastian keterulangkan tentang
bentuk, keamanan, serta manfaat maka pembakuan obat
tradisional perlu dilakukan agar tersedia acuan dalam
bentuk data baku. Dengan demikian setiap obat tradisional
yang akan digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan
perlu dibakukan untuk mendapatkan obat tradisional yang
jelas identitasnya. Tata-laksana pengembangan obat
tradisional ke arah penggunaan dalam upaya pelayanan
kesehatan berlangsung dalam suatu mekanisme pengujian
yang melibatkan pihak-pihak terkait.
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik

Tata laksana pengembangan pemanfaatan obat tradisional


dilakukan melalui bebeiapa langkah. Setelah dilakukan observasi
dan penilaian pemakaian obat tradisional di masyarakat dan
ternyata obat tradisional tersebut berkhasiat secara empirik dan
tidak memperlihatkan efek samping maka dilakukan:

Langkah I : Uji praklinik yang menentukan keamanan melalui uji


toksisitas dan nwnentukan khasiat melalui uji farmakodinamik;

Langkah II : Standardisasi secara sederhana;


Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik

Langkah III : Teknologi iarmasi yang menentukan identitas secara


seksama sampai dapat dibuat produk yang terstandardisasi;

Langkah IV : Uji klinik pada orang sakit dan atau orang sehat.

Setelah langkah IV ini, dan terbukti manfaat dan ke-amanannya,


maka obat tradisional dapat dipakai di dalam pelayanan kesehatan
sebagai Fitofarmaka.

Anda mungkin juga menyukai