Anda di halaman 1dari 86

MIDWIFERY UPDATE

IKATAN BIDAN INDONESIA


KABUPATEN NUNUKAN

Etikolegal Dalam Pelayanan Kebidanan


Dr. Syafruddin SH, M.Hum
KEBIJAKAN HUKUM
PRAKTIK KEBIDANAN

BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2017
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
Kesehatan sebagai Ha
Asasi Iplementasi melalui
undang-undang :
RSAL F
IVE N O
UN RATI O
A H TS • UU no. 29/2004 ttg
L IG
DEC MAN R (1) Praktik Kedokteran
HU Psl.25
• UU no. 36/2009 ttg
Kesehatan

• UU no. 44 / 2009
ttg Rumah
“setiap orang berhak atas Sakit
taraf kehidupan yg memadai
u/kesehatan & kesejahteraan • UU 36/2014 ttg
diri dan keluarganya” Tenaga kesehatan
FILOSOFI PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEBIDANAN

Dalam rangka melindungi masyarakat penerima pelayanan


kesehatan, setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan praktik
keprofesiannya harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;

Bidan merupakan salah satu dari jenis tenaga kesehatan yang


memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan asuhan
kebidanan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki
DASAR HUKUM
UUD 1945, Pasal 28H dan Pasal 34 Ayat (1-3)

Peraturan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


Pasca
Perundang- Amandemen
Undang-
undangan Undang Undang-Undang Nomor36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Dasar
tentang Negara
Republik
kesehatan di Indonesia
Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Indonesia
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Ksesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor No. 28 Tahun 2017 tentang


izin dan penyelenggaraan praktik bidan

TTuu
jjuu
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kesehatan

aann
Mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
Memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima
penyelenggaraan upaya kesehatan
Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan

Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.


AWAL

POLA HUBUNGAN Tenaga Kesehatan dengan Klien

• Hubungan paternalistik dengan prinsip father knows best


• Kedudukan klien tdk sederajat dengan nakes {dokter, Bidan,
Perawat dll}
• Kedudukan nakes dianggap lebih tinggi oleh klien, peranannya
lebih penting dalam upaya pengobatan, penyembuhan dan
perawatan
• Nasib klien sepenuhnya diserahkan kepada nakes
SAAT INI

• Horisontal kontraktual
• Nakes dan klien sama-sama subjek hukum mempunyai
kedudukan yang sama
• Didasarkan pada sikap saling percaya
• Mempunyai hak dan kewajiban yang menimbulkan
tanggung jawab etik dan hukum {perdata,pidana & adm}
Standar profesi medik....!?
Tujuan
Standar profesi medik
1. Ut melindungi masyarakat (pasien) dari praktik yg
tdk sesuai dengan standar profesi medik
2. Ut melindungi profesi dr tuntutan masyarakat yg tdk
wajar
3. Sbg pedoman dlm pengawasan, pembinaan, dan
peningkatan mutu pelayanan kedokteran
4. Sbg pedoman ut menjalankan pelayanan kesehatan yg
efektif dan efisien
Kewenangan

Standar Profesi Medik Kemampuan


(Van Derj Min)
Rata-rata

Keseksamaan
[Ketelitian]
PERIZINAN

Pendidikan
Minimal Kompetensi STRB SIPB
D3
Kewenangan

Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan,


Bidan memiliki kewenangan untuk
memberikan:

a. Pelayanan kesehatan ibu;

b. Pelayanan kesehatan anak; dan

c. Pelayanan kesehatan reproduksi


perempuan dan keluarga berencana.
Pelimpahan Kewenangan

Penugasan dari pemerintah sesuai


kebutuhan; dan/atau

a. Kewenangan berdasarkan program pemerintah;


b. Kewenangan karena tidak adanya tenaga
kesehatan lain di suatu wilayah tempat Bidan
bertugas

Diperoleh Bidan setelah


mendapatkan pelatihan
Pelimpahan Kewenangan

Pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan


kesehatan secara mandat dari dokter.

Ketentuan: a Diberikan secara tertulis oleh dokter pada Fasilitas


a. tindakan yang dilimpahkan termasuk Pelayanan Kesehatan tingkat pertama tempat Bidan
dalam kompetensi yang telah dimiliki bekerja
oleh Bidan penerima pelimpahan;
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan
tetap di bawah pengawasan dokter
Hanya dapat diberikan dalam keadaan di mana c
terdapat kebutuhan pelayanan yang melebihi
pemberi pelimpahan
ketersediaan dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
c. tindakan yang dilimpahkan tidak
tingkat pertama tersebut
termasuk mengambil keputusan klinis
sebagai dasar pelaksanaan tindakan;
dan Menjadi tanggung jawab dokter pemberi mandat,
d. tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
terus menerus. pelimpahan yang diberikan
b d
Hak-hak Pasien
Hak atas informasi Memilih tenaga kesehatan dan
rumah sakit yang akan merawat
Hak Memberikan persetujuan pasien
Hak Rahasia kedokteran
Rasa aman dan tidak diganggu
Hak Second opinion

Hak inzage rekam medis


Hak-hak Pasien
Memilih dokter

Menolak tindakan medis tertentu

Menghentikan pengobatan/perawatan

Menolak pengobatan/perawatan

Perawatan dan pengurusan


Beribadat menurut agama dan
kepercayaannya

Self determination
Menghormati hak pasien

Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan


pelayanan yang dibutuhkan
Merujuk kasus yg bukan kewenangan atau tidak dapat ditangani dengan
tepat waktu

Kewajiban Bidan
meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan


perundangan-undangan

melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya yang


diberikan secara sistemati

mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur


operasiona

melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Praktik


Kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian
memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan
pelayanannya sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional

Hak Bidan
memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien
dan/atau keluarganya

melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan


kewenangan; dan

menerima imbalan jasa profesi


ABOR
TUS kum
Hu KELUARNYA BAYI DARI RAHIM IBUNYA SEBELUM

SAATNYA DILAHIRKAN (0 - 9 BULAN)

M
ed
is
JANIN YANG BELUM LAIK HIDUP DI LUAR RAHIM IBU
(< 20 MINGGU ATAU < 1000 GRAM)
Jenis Abortus :
1. Spontan : (10 - 15 %)
kehamilan normal

2. Provocatus (disengaja):
ABORTUS PROVOCATUS :

MEDISINALIS (ATAS INDIKASI MEDIS IBU DAN


ATAU JANIN)

• DISEBUT : TERMINASI KEHAMILAN


• JANIN : BISA HIDUP / BISA MATI

Kriminalis (Tak Ada Indikasi Medis)

◦ Alasan Psikologis (Perkosaan, Incest)


◦ Alasan Sosiologis Dll
BATASAN USIA JANIN - KELAIKHIDUPAN :
(WHO)

◦ 1. ABORTUS : < 20 MINGGU ATAU < 1000 GRAM

2. IMATUR : 20 - 28 MINGGU ATAU 1000 - 2500 GRAM

3. PREMATUR : 28 - 32 MINGGU (2500 - 3500 GRAM)

4. MATUR : 32 MINGGU

5. POSTMATUR : > 32 MINGGU


HUKUM POSITIF :
KECUALI :
SEMUA ABORSI ADALAH ILEGAL (KUHP) : LEX GENERALIS
ATAS INDIKASI
MEDIS (PS. 15 UU NO.
• Ps. 346 : ancaman bagi si ibu-PELAKU 23/92) : LEX SPESIALIS
• Ps 347 : ancaman bagi penggugur (awam) tanpa ijin ibu
• Ps 348 : ancaman bagi penggugur (awam) dengan ijin ibu
atas indikasi ibu :
• Ps 349 : ancaman bagi penggugur tenaga kesehatan dengan atau tanpa keselamatan jiwa !!!!!
ijin ibu (DR + 1/3 SANKSI)
+/-
• Ps 299 : ancaman bagi pemberitahu atau pemberi harapan
• Ps 535 : ancaman bagi promotor atas indikasi janin :
keselamatan janin !!!
PENJAHAT
ABORSI :
◦ Ibu kandung (penggugur langsung + korban) : sanksi < = 4 thn

◦ Orang awam penggugur langsung - ijin korban : < = 12 thn (hidup)/ < = 15 thn
(mati)

◦ Orang awam penggugur langsung + ijin korban : < = 7 tahun (hidup)/ < = 9 thn
(mati)

◦ Nakes (DR/SpOG, bidan, tukang obat) : idem + 1/3 maks & cabut SIP

◦ Penggugur tdk langsung (awam) : calo, pemilik klinik dll : < = 4 thn atau denda 3000
rph; (nakes) : + 1/3nya & cabut SIP

◦ Promotor : kurungan < = 3 bln atau denda < = 300 rph

◦ Semua : penjara < = 15 thn + denda < = 500 juta rph


PASAL-PASAL
TENTANG ABORSI
DALAM 2 (DUA) UU BARU

1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

2. Undang-Undang No. 52 Tahun 2009


Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga
UU 3
6/20
Pasal 75 09 tt
g Kes
ehat
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. an
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. Idikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidaK dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
UU 36/2009 ttg Kesehatan

Lanjutan Pasal 75

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat


dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan


perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
UU 36/2009 ttg Kesehatan

Penjelasan Pasal 75:


Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “konselor” dalam ketentuan ini adalah setiap orang yang
telah memiliki sertifikat sebagai konselor melalui pendidikan dan pelatihan. Yang
dapat menjadi konselor adalah dokter, psikolog, tokoh masyarakat, tokoh agama,
dan setiap orangyang mempunyai minat dan memiliki keterampilan untuk itu.
Ayat (4) Cukup jelas.
UU 36/2009 ttg Kesehatan

Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

 Penjelasan : Cukup jelas.


UU 36/2009 ttg Kesehatan

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah


perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak
aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
UU 36/2009 ttg Kesehatan

Penjelasan Pasal 77:

Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu,


tidak aman, dan tidak bertanggung jawab adalah aborsi yang
dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan
yang bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar profesi dan
pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih
mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
UU 36/2009 ttg Kesehatan

Pasal 194

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai


dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
ETIKA DEONTOLOGIS

• SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR SUMPAH DOKTER


“saya akan menghormati setiap hak hidup insani mulai dari saat
pembuahan”

• SEMUA ABORSI ADALAH MELANGGAR KODE ETIK


KEDOKTERAN
(PS. 10 KODEKI-IDI)
“setiap dokter senantiasa mengingat kewajibannya
menghormati kehidupan manusia sejak saat pembuahan”
Pilihan hidup
dan panggilan jiwa.

Cita-cita

Profesi
Kesehatan
Terpaksa/kebetulan/
alternatif terakhir

Profesi Mulia
[officium nobile]
Etika sebagai instrument normatif
◦ Etika diartikan “sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan
keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia
yang didorong oleh kehandak dengan didasari pikiran yang jernih
dengan pertimbangan perasaan”.

◦ Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan


nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau
salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994)
Aplikasi Etika dalam Pelayanan Intranatal
Aplikasi etika dalam pelayanan intranatal terdeskripsi melalui
prinsip-prinsip etika :
a) Menghargai otonomi
b) Melakukan tindakan yang benar(Beneficience)
c) Mencegah tindakan yang dapat merugikan.( Nonmaleficience)
Legal Aspek dalam pelayanan kesehatan

Hukum Pidana

Hukum Perdata

Hukum
Adm.Negara
1.Etik
Malpraktik

2.Yuridis

Ngesti Lestari Veronika


Malpraktik Medik : Tindakan Malpraktik Medik: kesalahan
tenaga kesehatan yg salah dalam profesional dokter/ tenaga
rangka pelaksanaan profesi kesehatan lainnya dalam
dibidang kedokteran baik menjalankan profesinya yg tidak
dipandang dari sudut etika maupun sesuai dengan standar profesi
norma hukum dalam menjalankan profesinya
Malpraktik Etik
Tenaga Kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika kedokteran

Ngesti Lestari : malpraktik etik merupakan dampak negatif


dr kemajuan teknologi dibidang kesehatan
1. Kontak komunikasi antara nakes dan pasien semakin
berkurang
2. Etika dalam bidang kesehatan terkontaminasi dg kepentingan
bisnis
Malpraktik Yuridis
terbagi atas tiga bentuk malpraktik
perdata, pidana, administratif.

1. Malpraktik perdata (Civil malpraktik)


terjadi apabila tdpt hal2 yg mnyebabkan tdk dipenuhinya isi
perjanjian (wanprestasi) dlm transaksi terapeutik o/dokter
at terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige
daad) sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut :

1. Tdk melakukan apa yg menurut kesepakatn wajib dilakukan


2. Melakukan apa yg menurut kesepakatan wajib dilakukan, tetapi
terlambat melaksanakannya
3. Melakukan apa yg menurut kesepakatan wajib dilakukan, tetapi
tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan
2.Malpraktik Pidana (Criminal Malpractice)

Malpraktik pidana terjd apbl pasien meninggal dunia at mngalami cacat


akibat dokter at tenaga kesehatan lainx krg hati2, at krg cermat dlm
mlakukan pnyembuhan thd pasien yg mninggal dunia at cacat tsb.

◦ Malpraktik pidana krn kesengajaan (intensional) mis, aborsi, eutanasia dll

◦ Malpraktik pidana krn kecerobohan (reclessness) mis, mlakukan tindakan


yg tdk lege artis (tidak sesuai dg standar profesi at mlakukan tindakan
tanpa disertai Informed Consent

◦ Malpraktik pidana krn kealpaan (negligence) mis, tjd kematian at cacat


krn dokter kurang hati2 at alpa dg ttinggalnya alat operasi didlm rongga
3.Malpraktik Administratif (administrative Malpractice)

Malpraktik adm tjd apabila dokter at tenaga kesehatan


lainnya mlakukan planggaran thd hkm adm neg yg berlaku,
mis mjlnkan praktik dokter tanpa lisensi at izin praktik,
melakukan tindakan yg tdk sesuai dg lisensi, mjlkan praktik
yg izinx sdh kadaluarsa, dan melakukan praktik tanpa
membuat catatan medik
Unsur-Unsur Malpraktik
kesehatan
◦ Adanya wujud perbuatan
◦ Yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
◦ Dilakukan terhadap klien
◦ Sengaja atau lalai
◦ Yang bertentangan dgn hukum
◦ Menimbulkan akibat kerugian
◦ Membentuk pertanggungjawaban hukum
Kapan Tenaga kesehatan
dikatakan melakukan malpraktik
1. Tenaga kesehatan kurang menguasai iptek dalam bidang kesehatan
yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran
2. Memberikan pelayanan kesehatan di bawah standar profesi (tidak
lege artis)
3. Melakukan kelalaian berat at memberikan pelayanan dg tdk hati2
4. Melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum dan etik
5. Tidak melakukan tindakan yg seharusnya diberikan
◦ Kepekaan dan kecerdasan masyarakat terhadap hak-hak yang
dimiliki dalam dunia kesehatan

◦ Informed consent merupakan hak pasien yang pertama yg hrs


dipenuhi oleh tenaga kesehatan

◦ Informed consent kadangkala terabaikan hanya karena


kurang paham
Definisi Informed Consent

Informed consent is the name given to a general principle of


law that a physician has a duty to disclose what a reasonably
prudent physician in the medical community in the exercise of
reasonable care would disclose to his patient as to whatever
grave risks of injury might be incurred from a proposed course
INFORMED CONSENT of treatment, so that a patient, exercising ordinary care for his
own welfare, and faced with a choice of undergoing the
proposed treatment, or alternative treatment, or none at all,
may intelligently exercise his judgment by reasonably
balancing the probable risks against the probable benefits.
(Black's Law Dictionary, 6th edition, 1990, West Pub., St.
Paul, MN)
Permenkes 290/2008. PTK adalah
persetujuan yg diberikan o/pasien Persetujuan pasien untuk dilakukan perawatan atau
pengobatan oleh dokter setelah pasien tersebut diberikan
at keluarga terdekat setelah penjelasan yang cukup oleh dokter mengenai berbagai hal
mendapat penjelasan secara seperti diagnosis dan terapi. (Bahder Johan Nasution, Hukum
Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta,
lengkap mengenai tindakan Jakarta, 1999, hlm: 33
kedokteran yg akan dilakukan
terhadapa pasien
Hak atas Informasi

INFORMED
CONSENT
Hak memberikan
persetujuan

Appelbaum : IC bukan hanya sekadar formulir persetujuan yg didapat dari pasien tetapi merupakan suatu
proses komunikasi.
Tercapainya kesepakatan merupakan dasar dari seluruh proses tentang IC
formulir hanya merupakan pengukuhan dan pendokumentasian dari apa yg telah disepakati
Bentuk Informed Consent

Implied Constructive Consent


Implied Consent (tersirat (keadaan Normal/biasa)
atau dianggap telah
Implied Emergency Consent (keadaan
diberikan) gawat darurat) Presumed Consent

Bentuk PTK
(Informed Consent)

Lisan : dibutuhkan apabila tindakan


Expressed Consent yg akan diambil melebihi yg biasa
(delik kesopanan)
(dinyatakan); secara
Tulisan : bila tindakan yg akan diambil
lisan dan tulisan mempunyai risiko yg berat & besar
Keselamatan PASIEN
adalah
Keselamatan
HUKUMPasienyang
adalah Hukum
tertinggi
yg tertinggi

Agroti salus lex suprema


Penolakan...???
◦Informed Refusal : Hak untuk menolak usul
tindakan medik yang akan dilakukan
◦Buat surat pernyataan penolakan dan
ditandatangani oleh pasien at keluarga
pasien
Informed Consent dalam perjanjian
Terapeutik Rumah Sakit.

Dassein

Transaksi
terapeutik

Informasi terhadap diagnosa


Tindakan kedokteran dan
pengisian form persetujuan penyakit pasien harus dilakukan l l en
tindakan kedokteran (Informed oleh dokter itu sendiri dan tidak s s o
Consent) masih sering
didelegasikan kepada
boleh di didelegasikan kepada
perawat.
Da
perawat/bidan padahal bukan
merupakan wewenangnya.
Aspek Filosofis dan Pertanggungjawaban Hukum
Informed Consent Pada Tindakan Medis.

Eropa Abad 15-


akhir abad 19. Abad ke-20
Masa Plato (427-
347 SM). Dokter Dokter lebih
tidak memiliki mirip sebagai
lisensi dan tidak penjual jasa Posisi Dokter Tinggi

akan diri dan lahrlah


mengenyam bukan profesi.

muncul kesadarn
informed consent
Mulai Muncul
bangku Masa

Pada akhirnya
Dokter Melakukan

Malpraktik
pendidikan khusus

Terhadap Pasien
Hippocrates

Pengendalian
bidang kedokteran (460-377 SM). Doktern
dan umumnya Orang-orang
Masa Puncak mengendalika
profesi ini Kedokteran kaya,
didominasi oleh memperlakuk n keputusan
laki-laki. Terjadi an dokter dan informasi
ketidak prognosis
seimbangan antara lebih sebagai
dokter dan pasien. pelayan “kelas Berlangsung
atas”. Sampai tahun 1980
Aspek Filosofis dan Pertanggungjawaban Hukum
Informed Consent Pada Tindakan Medis.

dilakukan
dilakukan
Tidak
Tidak dilakukan
dilakukan Informed
Informed
Informed
Informed consent
consent consent
consent

1. Informed consent menempatkan bahwa setiap manusia berhak


atas hidup, termasuk dalam tindak medisbel
Hippocrates dalam Decorum yang 2. Informed consent merupakan penghargaan atas badan yang dipunyai
menganjurkan untuk mengalihkan manusia sebagai ciptaan Tuhan
perhatian pasien terhadap apa yang
sedang dilakukan terhadapnya dan 3. Perkembangan Ilmu Kedokteran dan Ilmu pengetahuan lain
jangan mengungkapkan apa-apa
tentang keadaan pasien baik 4. Informasi yang diberikan penting untuk mengetahui sejak awal apa
sekarang atau kemudian hari. yang dilakukan pada badannya, resikonya dan akibatnya pada badan
5. Hak Asasi Manusia
Kualitas dan kuantitas
informasi
1. Diagnose
2. Risiko dari tindakan dokter
3. Alternatif terapi, termasuk keuntungan dan kerugian
4. Prognose
5. Cara kerja dokter dlm proses tindakan medik serta pengalaman
6. Kemungkinan rasa sakit stlh tindakan
7. Informasi tentang tujuan tindakan
8. Informasi tentang risiko yg melekat pada tindakan yang diambil
9. Informasi tentang keadaan pasien
10. Informasi tentang pilihan-pilihan tindakan-tindakan lain yg tersedia dan risiko masing-masing
11. Perkiraan Biaya
Syarat Sahnya Persetujuan
1. Diberikan secara bebas
2. Diberikan oleh orang yg sanggup memberikan
perjanjian
3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan
dilakukan sehingga pasien dapat memahami
tindakan itu perlu dilakukan
4. Mengenai suatu hal yang khas
5. Tindakan itu juga dilakukan pd situasi yg sama
Aspek Perdata
Informed Consent
Ada dua kategori perjanjian :
1. Resultaatsverbintenis
(Perikatan berdasar hasil karya)
2. Inspanningsverbitenis
(Perikatan berdasarkan daya upaya at usaha max)
TRANSAKSI TERAPEUTIK

Transaksi Traupeutik merupakan hubungan antara 2 orang atau lebih


subjek hukum, yg saling mengikatkan diri didasarkan pada sikap
saling percaya.

Saling percaya akan tumbuh jika terjalin komunikasi secara terbuka


dan jujur antara nakes dan pasien, karena masing2 dapat saling
memberikan informasi yg diperlukan bagi terlaksananya kerjasama yg
baik dan tercapainya tujuan pelayanan kesehatan.

Pasal 1234 KUHPer:


“Tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”
Hakekat Pelayanan Kesehatan adalah :
1. Memberi pertolongan atau,
2. Memberi bantuan kepada pasien

Prinsip Etik  Memberi pertolongan, berbuat baik dan


tidak merugikan.

Pasal 1354 KUHPerdata :

“Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak


mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang
lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka
ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut
hingga orang yang mewakili kepentingannya dapat
mengerjakan sendiri urusan itu” (zaakwaarneming)
Menolong orang harus sampai tuntas
Pasal 1356 KUHPer :

“Ia (pemberi bantuan) wajib dalam melakukan


pengurusan tersebut memenuhi kewajiban sebagai
seorang bapak rumah yang baik”

Pengobatan/Perawatan (Nakes)

Pelayanan Kesehatan

Sarana Pelayanan RS/Klinik


Pasal 1365 KUHPer :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti
kerugian tersebut”

Pasal 1366 KUHPer :


“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi
untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hati”

Pasal 1371 KUHPer :


“Penyebab luka atau cacat anggota badan
Atau kurang hati2”
Kelalaian/culpa
Kerugian orang lain
Kesengajaan/dolus
PERSYARATAN PASIEN MENGAJUKAN GUGATAN :

1. Pasien harus mengalami kerugian

2. Adanya kesalahan

3. Adanya hubungan kausal antara kesalahan


dengan kerugian

4. Perbuatan itu melawan hukum


TANGGUNG JAWAB

Pasal 1367 (1) KUHPer :

“Seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk


kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri,
tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya
atau disebabkan oleh barang-barang yang ada dibawah
pengawasannya” (hubungan atasan dgn
bawahan/vicarios liability)
1. Personalia
RS/Klinik/Saryankes 2. Sarana dan Prasarana
3. Kewajiban memberikan pelayanan terbaik

Tanggung Jawab Hukum RS (UU No.44/2009 Pasal 46) :


“RS bertanggung jawab secara hukum atas semua kerugian yang timbul akibat kelalaian yg dilakukan
Nakes di RS”
TANGGUNG JAWAB HUKUM PIDANA

Hukum pidana  mengatur hubungan antara


manusia/masyarakat dengan negara

“Azas nullum delictum nulla poena sine praevia


lege poenali” seseorang hanya dapat dihukum
apabila telah ada ketentuan hukum yang
mengatur perbuatan itu terlebih dahulu.
Ketentuan hukum pidana dapat diberlakukan dengan
keharusan memenuhi 2 persyaratan :
1. Adanya suatu perbuatan/tindakan yang dilakukan
oleh seseorang dan yang melanggar ketentuan
hukum pidana, sehingga memenuhi rumusan
delik sebagaimana yang diatur dalam hukum
pidana yang berlaku
2. Pelanggar hukum pidana mampu mempertang-
gung jawabkan perbuatannya

SUMBER HUKUM PIDANA


3. KUHP

4. Diluar KUHP (UU Tipikor, UU Terorisme dll)

5. UU Non Pidana (UU Kesehatan, UU Rumah Sakit)


Yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatan
pidana :

1. Telah dewasa
2. Sehat akalnya
(pasal 44, 45, 46 KUHP)

BEBERAPA DELIK YANG DAPAT DIANCAM


KEPADA TENAGA KESEHATAN :
Pasal 242 KUHPidana :
“Keterangan palsu/keterangan tidak sesuai dengan
fakta, dipidana 7 tahun”

Pasal 304 KUHPidana :


“Meninggalkan orang yang perlu ditolong dipidana 2
tahun 8 bulan”

Pasal 322 KUHPidana :


“Membuka rahasia pasien dipidana 9 bulan”

Pasal 333 KUHPidana :


“Menahan seorang secara melawan hukum, pidana 8
tahun/RS menahan pasien belum bayar”
Pasal 338 KUHPidana :

“Sengaja merampas nyawa orang lain, diancam dengan


pidana penjara paling lama 15 tahun”

Pasal 344 KHUPidana (euthanasia):

“Merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu


sendiri, pidana penjara paling lama 12 tahun”

Pasal 359 KUHPidana :

“Karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain,


diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahunn”
Pasal 360 KUHPidana :

(1)Karena kealpaannya menyebabkan orang lain


mendapat luka-luka berat, 5 tahun”
(2)Karena kealpaannya menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka sehingga timbul penyakit atau
halangan menjalankan pekerjaan pidana penjara 9
bulan.

Pasal 361 KUHPidana :

“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan


dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian maka
pidana ditambah 1/3 dan yang bersalah dapat dicabut
haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan dan hakim dapat memerintahkan
supaya putusannya diumumkan”
SYARAT YG HARUS DIPENUHI ADANYA PERBUATAN
MELAWAN HUKUM (Pasien menggugat Nakes
dan/atau RS/Sarana Pelayanan Kes lainnya) :

1. Pasien harus mengalami kerugian


2. Ada kesalahan atau kelalaian pada dokter dan/atau
Saryankes
3. Ada hubungan kausul antara kerugian dan kesalahan
4. Perbuatan tersebut harus melanggar hukum.
TANGGUNG JAWAB HUKUM ADMINISTRASI

Pasal 188 ayat (3) UU No.Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan sbb :

“Tenaga Kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan


yang melanggar ketentuan yg diatur dalam UU
dapat diambil tindakan administratif berupa:
a. Peringatan secara tertulis;
b. Pencabutan izin sementara atau izin tetap.

Pasal 33 ayat (2) UU No 32 Tahun 1996


Tindakan disiplin dapat berupa
a. Teguran (lisan atau tertulis)
b. Pencabutran izin untuk melakukan upaya
kesehatan
Perlindungan Hukum
Tenaga Kesehatan

TINJAUAN UU NO.36/2009 TENTANG KESEHATAN


UU NO.44/2009 TENTANG RUMAH SAKIT
PP NO.32/1996 TENTANG NAKES
1. Nakes berhak mendapatkan perlindungan hukum (pasal 27)
2. Nakes yang diduga melakukan kelalaian, maka terlebih dahulu
harus diselesaikan melalui mediasi (pasal 29).
3. Memiliki Izin
4. Melaksanakan tugas sesuai SP,SPO, Etika
5. Menghormati hak pasien
6. Menjaga kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien
7. Memberikan informasi dan tindakan yg akan dilakukan
8. Meminta persetujuan thdp tindakan yg akan dilakukan
9. Membuat dan memelihara rekam medis
PERLINDUNGAN HUKUM RUMAH SAKIT:

1. Menolak mengungkapkan informasi rahasia kedok


2. Pasien yg menuntut RS dan menginformasikan
melalui media masa, dianggap melepaskan hak atas
rahasia kedokterannya.
3. RS tidak bertanggungjawab secara hukum apabila
pasien menolak atau menghentikan pengobatannya
yg berakibat kematian setelah dieberi penjelasan
4. RS tidak dapat dituntut dalam upaya menyelamatkan
nyawa manusia
PERLINDUNGAN HUKUM PASIEN

1. Menerima dan menolak sebagian atau seluruh


tindakan pertolongan yg akan diberikan kepadanya
setelah menerima penjelasan
2. Hak menerima dan menolak tidak berlaku :
- Penderita penyakit menular
- Tidak sadarkan diri
- Gangguan mental berat
KEWAJIBAN RUMAH SAKIT

1. Memberikan informasi yg benar


2. Yankes aman, bermutu tdk diskriminasi
3. Yankes gawat darurat
4. Menyediakan sarana yankes untuk org miskin, ambulan grts
5. Melaksanakan Standar Mutu pelayanan
6. Rekam Medis
7. Sistem rujukan
8. Menyediakan sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk org
cacat, ruang ibu menyusui
9. Informasi
10.Menghormati dan melindungi hak2 pasien
11.Hospital bay laws
12.Memberi bantuan hukum bagi semua petugas
13.Kawasan tanpa asap rokok
HARAPAN PASIEN :

1. Reliability (kehandalan) 
- layanan yang dijanjikan dgn segera dan memuaskan
- Jadwal pelayanan tepat waktu
- Prosedur pelayanan tidak berbelit

2. Responsiveness (daya tanggap) 


- Membantu dan memberikan pelayanan dengan tanggap
(tidak membedakan unsur SARA)
- Petugas cepat tanggap atas keluhan pasien
- Memberikan informasi yang jelas

3. Assurance (jaminan) 
- Jaminan keamanan, keselamatan, kenyamanan
- Pengetahuan dan Keterampilan petugas/Nakes tidak
diragukan

4. Emphaty 
- Komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pasien
- Menanggapi keluhan dan perhatian kpd pasien
Delegatif Dengan
TIDAK pelimpahan
DARURAT tanggung jawab

Mandat Dibawah
pengawasan dokter,
dan tanggung
jawab berada pd
GRAY AREA
pemberi mandat
TINDAKAN
MEDIS

Ps. 35 (1)
Dalam keadaan darurat untuk memberikan
pertolongan pertama, perawat dapat
DARURAT melakukan tindakan medis dan pemberian
obat sesuai kompetensinya
Terimakasih
Thank You
Maturnuwun
Kode Etik Bidan
◦ Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yaitu:
◦ Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada
peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan
klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya

6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan


pelaksanaan – tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
◦ Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

◦ 1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap


klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang
dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

◦ 2) Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai


kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk
keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
◦ 3) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan
atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau
dipedukan sehubungan kepentingan klien.
◦ Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan
lainnya (2 butir)
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman
sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.

2) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling


menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga
kesehatan lainnya.
◦ Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
◦ 1) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
◦ 2) Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
◦ 3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian
dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra
profesinya.
◦ Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
1) Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan
tugas profesinya dengan baik.

2) Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan


pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)

1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan


ketentuan ­ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.

2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan


pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

◦ Penutup (1 butir)
1) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai