Anda di halaman 1dari 37

Golongan

Darah dan
Transfusi
M. Faizullah Fathi
Sejarah
Sejarah
Sekitar 100 tahun yang lalu, Wiliam Harvey memulai transfusi. Namun karena pengetahuan golongan
darah masih kurang, tindakan ini banyak menimbulkan korban. Pada tahun 1900 Dr Karl Landsteiner
mengemukakan penemuannya tentang golongan darah manusia, yang kemudian sangat menolong
keberhasilan transfusi setelahnya. Seperti kita ketahui, golongan darah terbagi menjadi 4, yaitu A, B,
AB dan O. Penggolongan ini sangat penting untuk kepentingan transfusi darah, karena tidak semua
golongan darah dapat saling menjadi donor taupun resipien (penerima).
Golongan
Darah
Golongan Darah
Darah manusia memiliki dua faktor yang menentukan golongan darah, yaitu aglutinogen dan
aglutinin. Aglutinogen (zat anti) merupakan antigen yang terdapat di sel darah merah dan bersifat
genetis.Umumnya dikenal tiga jenis aglutinogen, yaitu aglutinogen A dan B, aglutinogen M dan N, dan
faktor rhesus (Rh). Berdasarkan keberadaan aglutinogen, penggolongan darah manusia dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu golongan darah sistem ABO, golongan darah sistem MN, dan golongan
darah sistem Rh. Aglutinin merupakan protein plasma yang berfungsi sebagai antibodi. Pada sistem
ABO, aglutinin terdiri atas dua macam, yaitu aglutinin a dan aglutinin B.
Golongan
Darah A
adalah Individu dengan golongan darah
A memiliki sel darah merah dengan
antigen A di permukaan membran selnya
dan menghasilkan antibodi terhadap
antigen B dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan
darah A-negatif hanya dapat menerima
darah dari orang dengan golongan
darah A-negatif atau O-negatif.
Golongan
Darah B
adalah Individu dengan golongan darah
B memiliki antigen B pada permukaan
sel darah merahnya dan menghasilkan
antibodi terhadap antigen A dalam serum
darahnya Sehingga, orang dengan
golongan darah B-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan
golongan darah B-negatif atau O-
negatif
Golongan
Darah AB
adalah Individu dengan golongan darah
AB memiliki sel darah merah dengan
antigen A dan B serta tidak
menghasilkan antibodi terhadap antigen
Maupun B. Sehingga, orang dengan
golongan darah AB-positif dapat
menerima darah dari orang dengan
golongan darah apapun dan disebut
resipien universal. Namun, golongan
darah AB- positif tidak dapat
mendonorkan darah kecuali pada sesama
AB
Golongan
Darah O
adalah Individu dengan golongan darah
O memiliki sel darah tanpa
antigen, tapi memproduksi antibodi
terhadap antigen A dan B. Sehingga,
orang dengan golongan Darah O-
negatif dapat mendonorkan darahnya
kepada orang dengan golongan darah
ABO apapun dan disebut donor
universal. Namun, orang dengan
golongan darah O-negatif hanya dapat
menerima darah dari sesama O-negatif
Jenis golongan darah
Golongan Darah Rhesus (Rh)
Sistem Rhesus merupakan suatu faktor yang terdapat pada sel darah merah yang ditemukan oleh
Landsteiner dan liner pada tahun 1940 melalui injeksi sel darah merah kera ke tubuh kelinci. Zat anti
yang ditemukan dalam tubuh kelinci tersebut dinamakan anti-rhesus dan ternyata anti-rhesus juga dapat
mengaglutinasi sel darah merah pada sebagian manusia. Seseorang yang darahnya teraglutinasi bila
direaksikan dengan anti-rhesus dikatakan memiliki antigen Rhesus. Golongan darah ini dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok orang dengan Rh- positif (disingkat Rh'), merupakan orang yang di dalam eritrositnya
memiliki aglutinogen Rh.
2. Kelompok orang dengan Rh- negatif (disingkat Rh), merupakan orang yang di dalam eritrositnya
tidak mengandung aglutinogen Rh.
Ketidakcocokan Rhesus
Ketidakcocokan atau inkompatibilitas Rh dapat menyebabkan kematian pada janin dan keguguran
berulang. Perbedaan Rh antara ibu dan bayi membuat tubuh ibu memproduksi anti-Rhesus untuk
melindungi tubuhnya sekaligus menyerang calon bayi. Rh darah janin dapat masuk melalui plasenta
menuju aliran darah ibu. Selain melalui plasenta, anti-Rhesus yang diproduksi ibu dapat menyerang
calon bayi, lalu menghancurkan sel darah merah calon bayi. Kerusakan sel darah merah dapat
memicu kerusakan otak, bayi kuning, gagal jantung, dan anemia dalam kandungan maupun setelah lahir.
Transfusi
Transfusi darah
Transfusi darah didefinisikan sebagai pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran darah
resipien. Darah dan berbagai komponen darah dapat ditransfusikan secara terpisah sesuai dengan
kebutuhan. Darah tersusun dari berbagai komponen, seperti eritrosit, trombosit pekat (thrombocyte
concentrate), kriopresipitat, dan plasma segar beku (fresh frozen plasma). Komponen darah yang
ditransfusikan sesuai dengan kebutuhan dapat mengurangi kemungkinan reaksi transfusi, circulatory
overload, dan penularan infeksi, dibandingkan dengan transfusi darah lengkap.
Syarat Pendonor
Untuk menjadi pendonor darah, seseorang harus memenuhi beberapa syarat tertentu. Berikut adalah
beberapa syarat umum yang harus dipenuhi sebelum donor darah:
1. Sehat jasmani dan rohani: Pendonor harus dalam kondisi sehat, baik jasmani maupun rohani.
2. Berusia minimal 17 tahun dan maksimal 60 tahun: Untuk orang yang baru pertama kali
mendonorkan darah, usia minimal adalah 17 tahun dan maksimal 60 tahun.
3. Berat badan minimal 45 kg: Pendonor harus memiliki berat badan minimal 45 kg.
4. Tekanan darah normal: Sistol 100-180 dan Diastol 70-100.
5. Kadar hemoglobin normal: Kadar hemoglobin minimal 12,5-17,0 gr/dL.
6. Interval waktu sejak donor darah terakhir minimal 2 bulan: Pendonor harus menunggu
minimal 2 bulan sejak donor darah terakhir.
7. Tidak sedang dalam kondisi hamil atau menyusui: Wanita yang sedang hamil atau menyusui
tidak diperbolehkan mendonorkan darah.
Manfaat Pendonor
Donor darah dapat menghasilkan banyak manfaat, seperti hal-hal berikut:
1. Dapat memeriksakan kesehatan secara berkala 3 bulan sekali seperti tensi atau tekanan darah, lab
uji saring (HIV, Hepatitis B, C, sifilis, dan malaria).
2. Mendapatkan penghargaan, berupa piala atau sejenisnya, sesuaidengan frekuensi menyumbang
darahnya, antara lain 10, 25, 50, 75, 100 kali.
3. Donor darah 100 kali mendapat penghargaan "Satya Lencana Kebaktian Sosial" dari pemerintah.
4. Bagian dari ibadah.
Bentuk Sediaan
Sediaan darah untuk transfusi terdiri dari beberapa jenis komponen darah yang dipisahkan di
laboratorium. Berikut adalah beberapa jenis sediaan darah untuk transfusi:

● Whole blood: Darah utuh yang tidak dipisahkan menjadi komponen-komponen tertentu. Jenis
transfusi ini jarang dilakukan karena memiliki risiko paling tinggi memicu reaksi alergi.

● Packed red cells (PRC): Sel darah merah yang dipisahkan dari darah utuh. Jenis transfusi ini
sering dilakukan pada kasus anemia berat, seperti anemia akibat perdarahan, penyakit kanker, atau
gagal ginjal kronis. Diberikan bila kadar Hb < 8 g/dl, anemia dengan kelainan menahun, dan lain –
lain.
Bentuk Sediaan
● Fresh frozen plasma (FFP): Komponen darah yang terdiri dari semua faktor pembekuan darah.
Jenis transfusi ini dibutuhkan oleh pasien yang mengalami gangguan pembekuan darah. Diberikan
dengan tujuan mengkoreksi defisiensi factor pembekuan.

● Platelet concentrate: Konsentrat trombosit yang digunakan untuk mengatasi perdarahan akibat
trombositopenia atau gangguan pada fungsi trombosit. Diberikan pada pasien dengan kegagalan
sumsum tulang, kelainan fungsi trombosit, trombositopenia, dan purpura trombositopenia autoimun.

● Cryoprecipitate: Komponen darah yang mengandung faktor pembekuan tertentu, seperti fibrinogen,
von Willebrand factor, dan faktor VIII. Diberikan pada saat hipofibrinogenia, disfungsi fibrinogen,
pasca transfusi masif, penderita Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Efek Samping
Transfusi darah dapat menyelamatkan nyawa, namun seperti tindakan medis lainnya, transfusi darah
juga dapat menimbulkan efek samping. Beberapa efek samping transfusi darah yang mungkin terjadi
antara lain:

● Demam: Demam merupakan respon yang sangat mendasar pada tubuh jika terjadi proses radang.
Bukan karena infeksi, tetapi karena ada donor darah yang dianggap asing oleh tubuh.

● Reaksi alergi: Beberapa orang mungkin mengalami reaksi alergi terhadap komponen darah yang
ditransfusikan, seperti gatal-gatal, ruam kulit, dan sesak napas
Efek Samping
● Infeksi: Meskipun jarang terjadi, transfusi darah dapat menyebabkan infeksi, seperti infeksi hepatitis
B, hepatitis C, dan HIV.

● Kelebihan cairan: Jika keseimbangan cairan tidak dipantau selama transfusi darah, maka dapat
terjadi penumpukan cairan di dalam pembuluh darah yang nantinya akan membebani kerja jantung
dan ginjal.

● Kelebihan zat besi: Transfusi darah dapat menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh, yang
dapat menyebabkan kerusakan organ
Efek Samping
● Reaksi hemolitik: Reaksi hemolitik terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel darah
merah yang ditransfusikan, sehingga menyebabkan kerusakan sel darah merah dan memicu
pelepasan zat berbahaya ke dalam aliran darah.

● Cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI): TRALI (Transfusion-related acute lung injury)
merupakan reaksi yang langka namun berisiko fatal jika terjadi. Reaksi ini terjadi ketika paru-paru
menjadi rusak yang bisa dipicu oleh antibodi atau zat yang terkandung dalam darah donor.
Pemeriksaan
n
Pendukung
Sebelum transfusi darah dilakukan,
terdapat beberapa pemeriksaan
pendukung yang harus dilakukan untuk
memastikan kecocokan antara darah
penerima dan donor. Beberapa
pemeriksaan pendukung transfusi
darah antara lain:
Golongan
Darah
Terdapat tiga metode manual yang dapat
digunakan dalam melakukan
pemeriksaan golongan darah, di
antaranya metode slide atau kartu
golongan darah, tabung reaksi, dan
microplate.
Metode Slide
Teknik penggolongan darah ABO ini dapat dilakukan dalam keadaan darurat. Metode tersebut tidak
direkomendasikan dalam penggunaan rutin, karena terdapat beberapa kekurangan, di antaranya reaksi
antigen lemah pada sel dan kelompok serum dengan titer anti-A atau anti-B yang rendah. Metode slide
kurang sensitif dibandingkan dengan uji tabung karena proses pengeringan pada campuran dapat
menyebabkan reaksi agregasi sel sehingga dapat memberikan hasil positif palsu. Selain itu, reaksi yang
terjadi lemah sehingga sulit untuk ditafsirkan.
Metode Tabung Reaksi
Tabung reaksi yang terbuat dari kaca atau plastik dapat digunakan. Teknik tabung lebih sensitif
dibandingkan dengan teknik slide untuk penentuan golongan darah ABO. Keuntungan metode tabung
meliputi:
1. Memungkinkan inkubasi cukup lama tanpa mengeringkan isi tabung
2. Sentrifugasi dapat meningkatkan reaksi yang memungkinkan deteksi antigen dan antibodi lemah
3. Grading untuk membaca hasil cukup sederhana
4. Bersih dan lebih higienis
5. Memerlukan volume reagen yang lebih kecil
6. Lebih sensitif dibandingkan dengan teknik slide.
Uji Crossmatch
Uji silang serasi merupakan pemeriksaan yang dilakukan sebelum darah ditransfusikan untuk melihat
apakah darah pasien sesuai dengan darah donor (Maharani & Noviar, 2018). Uji silang serasi
merupakan tahapan yang penting dilakukan untuk memperoleh darah yang benar-benar tepat untuk
pasien (Mulyantari & Yasa, 2016). Tujuan utama uji silang serasi adalah untuk mencegah terjadi reaksi
transfusi, baik transfusi ringan, sedang, maupun berat hingga mengancam jiwa. Ada 3 metode yang
dipakai untuk uji crossmatch yaitu metode tube test, gel test, dan metode otomatis menggunakan reagen
gel.
Metode Crossmatch
● Uji silang serasi metode tube test adalah sel donor dicampur dengan serum/plasma pasien dan sel
penerima dicampur dengan plasma donor dalam albumin 22% akan terjadi aglutinasi atau gumpalan
dan hemolysis bila golongan darah tidak cocok. Sel dan serum kemudian di inkubasi selama 15-30
menit ditambahkan serum antiglobulin dan bila penderita mengandung antibodi dengan eritrosit
donor maka terjadi gumpalan (setyati, 2010).
Metode Crossmatch
● Uji silang serasi metode gel test adalah penambahan suspensi sel dan serum atau plasma dalam
mikrotube yang berisi gel di dalam buffer berisi reagen (anti-A, anti-B, anti-D, enzim, anti IgG, Anti
complement). Microtube selanjutnya di inkubasi selama 15 menit pada suhu 37°C dan di sentrifuse.
Aglutinasi yang terbentuk akan terperangkap di atas permukaan gel. Aglutinasi tidak terbentuk
apabila eritrosit melewati poripori gel dan akan mengendap di dasar microtube (Swarup et al, 2008).
Metode Crossmatch

● Uji silang serasi metode otomatis adalah pemeriksaan menggunakan reagen gel. Perbedaan
keduanya terletak pada meminimalisir manipulasi oleh teknisi, dimana teknisi hanya terlibat pada
tahap preparasi sampel kemudian selanjutnya mesin yang melakukan tahap analitik, hasil di baca
adanya aglutinasi memberi hasil positif, dan tidak adanya aglutinasi di nyatakan negatif (Swarup et
al, 2008).
Penyebab Inkompatibilitas
Darah inkompatibel adalah resipien yang pada uji silang serasi memberikan hasil ketidakcocokan
dengan darah donor, dengan demikian darah donor tersebut tidak dapat di tranfusikan, sehingga perlu
di lakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab reaksi inkompatibel (PerMenKes, 2015).
Penyebab inkompatibel :
● Golongan darah ABO pasien atau donor tidak benar.
● Adanya alloantibodi pada serum pasien yang bereaksi dengan antigen yang ada pada sel darah
merah donor.
● Eritrosit donor di selubungi antibodi komplet (DCT donor positif).
● Antibodi spesifik pada plasma donor yang bereaksi dengan antigen sel darah merah pasien.
● Kontaminasi. (Syafitri, 2016).
Interpretasi Hasil
Interpretasi Hasil
Keterangan :
1. Mayor, Minor, Dan Ac = Negatif
Darah pasien cocok dengan darah donor, Darah dapat diberikan kepada pasien.

2. Mayor = Positif, Minor = Negatif, AC = Negatif


Periksa kembali golongan darah pasien dan donor, Kemudian periksa Direct Coombs test (DCT) pada
donor bila hasil positif maka darah donor tersebut harus disingkirkan karena akan selalu positif pada
crossmatch mayor.

3. Mayor = Negatif, Minor = Positif, Ac= Negatif


Terdapat antibodi irreguler pada serum atau plasma donor. Solusinya berikan Packed Red Cell ( PRC)
atau ganti dengan darah donor lain, bila yang diperlukan adalah plasma, trombosit, Whole Blood (WB)
kemudian lakukan uji silang serasi lagi.
Interpretasi Hasil
4. Mayor = Negatif, Minor = Positif, AC = Positif
Dilakukan combs test pada pasien Apabila DCT = Positif, hasil positif pada minor dan AC berasal dari
autoantibodi. Apabila derajat positif pada minor lebih besar dibandingkan derajat positif pada AC atau
DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah donor, lakukan uji silang serasi lagi sampai ditemukan
positif pada minor sama atau lebih kecil dibandin AC atau DCT.

5. Mayor, Minor, dan AC = Positif.


Periksa ulang golongan darah pasien maupun Donor baik dengan cell grouphing maupun back typing,
pastikan tidak ada kesalahan golongan darah. Positif pada minor kemungkinan berasal dari autoantibodi
pada pasien. Sedangkan positif pada mayor dapat disebabkan oleh irreguler antibodi pada serum pasien.
Jika memungkinkan lanjutkan pemeriksaan dengan screening dan identifikasi antibodi (Syafitri, 2014).
Coombs test
Antiglobulin testing, yang juga dikenal sebagai coombs test, adalah prosedur laboratorium imunologi
yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap sel darah merah yang bersirkulasi di
dalam tubuh, yang kemudian memicu hemolisis.
Coombs test terbagi menjadi 2 yaitu:

● direct antiglobulin testing (DAT): dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya antibodi atau
komplemen yang coated dengan sel darah merah secara in vivo. Sel darah merah yang sudah
dilakukan pencucian jika ditambahakan reagen anti human globulin (AHG) dan beraglutinasi, maka
menunjukan hasil Direct Coombs Test positif (Nugraha dan Badrawi, 2018).
Coombs test

● indirect Coombs Test (ICT): indirect Coombs Test dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya
antibodi irregular dalam serum yang bereaksi dengan sel darah merah secara in vitro (Maharani &
Noviar, 2018). Serum yang mengandung antibodi tertentu ketika diinkubasi dengan sel darah
merah yang telah dicuci akan terjadi aglutinasi, maka menunjukan hasil Indirect Coombs Test
positif (Nugraha dan Badrawi, 2018).
—Someone Famous

Anda mungkin juga menyukai