Anda di halaman 1dari 8

Nama: Fauziah Wulandari

NIM: 210209033

Kelas: 2A TLM

MK: imuohematologi dan bank darah

Transfusi Darah
Transfusi darah adalah prosedur pemberian darah kepada pasien yang kekurangan sel darah karena
penyakit, kecelakaan, atau tindakan medis tertentu seperti operasi.

Darah yang diberikan dapat berbentuk darah utuh, yaitu sel darah secara keseluruhan atau hanya salah
satu komponen darah.

Jenis-jenis transfusi darah.

 Transfusi sel darah merah (eritrosit).

Transfusi ini biasa dilakukan untuk penyakit seperti thalasemia atau anemia defisiensi besi yang di mana
kedua penyakit itu dapat membuat penderitanya kekurangan Haemoglobin.

Haemoglobin tersebut merupakan protein di dalam sel darah merah yang membawa oksigen. Dengan
transfusi sel darah merah jumlah oksigen dalam tubuh pasien dapat meningkat. Transfusi ini sering
disebut dengan paket red Blood sel (PRC). Transfusi ini dibuat dengan menghilangkan sekitar komponen
plasma cairan dari keseluruhan darah yang di donor.

Fungsi dari transfusi sel darah merah

1. Untuk menangani kondisi anemia berat baik karena anemia defisiensi besi atau anemia aplastik.
2. Untuk mengganti kehilangan plasma darah, misalnya pada luka bakar.
3. Untuk mengganti darah yang hilang karena perdarahan saat melahirkan.

 Transfusi keping darah / trombosit (platelet).

Keping darah /trombosit (platelet) adalah bagian dari darah yang berperan dalam proses pembekuan
darah.
Pasien dengan kadar platelet yang rendah (trombositopenia) memiliki kemungkinan mengalami
perdarahan, misalnya pasien kanker. Pada transfusi trombosit komponen yang diambil hanya trombosit
yang sudah dipisahkan dari komponen lainnya.

Fungsi transfusi keping darah / trombosit.

1. Untuk meningkatkan jumlah trombosit dan mencegah terjadinya perdarahan.


2. Selain itu mencegah kehilangan darah trombosit juga berfungsi untuk melawan infeksi virus.
3. Untuk mempercepat penyembuhan luka.

 Transfusi plasma darah.

Plasma adalah bagian darah tempat berdiamnya sel-sel darah termasuk sel darah merah dan platelet.
Sekitar 70% dari plasma adalah cairan. Dalam plasma darah terkandung komponen-komponen yang
berperan dalam pembekuan darah atau disebut faktor koagulasi. Transfusi ini biasanya diberikan pada
pasien dengan luka bakar parah, infeksi, dan kegagalan hati.

Fungsi plasma darah.

1. Untuk menangani beberapa kondisi seperti:


2. Masalah sistem kekebalan tubuh.
3. Perdarahan, membantu tubuh menghasilkan energi.
4. Gangguan pernapasan hingga penyembuhan luka.

 Transfusi whole Blood (darah utuh).

Sesuai dengan namanya, darah utuh mengandung semua komponen darah yaitu eritrosit, leukosit,
platelet, serta plasma darah. Pemberian darah utuh dihitung dalam unit kantong darah, di mana satu
unit berisi sekitar 0,5 L atau 500 ml.

Transfusi ini dibutuhkan untuk penggantian sel darah merah segera mungkin, misalnya pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cedera berat sehingga kehilangan darah sangat banyak (lebih
dari 30% volume cairan tubuh), dan dilakukan untuk mengganti volume darah yang hilang dalam jumlah
besar selama tindakan.

Fungsi transfusi darah rutin.

1. Membantu menurunkan berat badan.


2. Membantu membakar kalori.
3. Mengurangi kadar kolesterol dalam tubuh.
Golongan Darah
Golongan darah adalah ilmu pengklasifikasian darah dari suatu kelompok berdasarkan ada atau tidak
adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut.
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh).
Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis
yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian.

 Golongan darah ABO

Golongan darah ABO terbagi menjadi empat jenis yaitu A, B, AB, dan O. Penggolongan ini didasarkan
pada sel darah yang memiliki jenis antigen tertentu yang disebut isoaglutinogen. 

Golongan darah A

Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di permukaan membran
selnya dan menghasilkan antibodi B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-
negatif hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.

Golongan darah B

Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan
menghasilkan antibodi A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif
hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah B-negatif atau O-negatif

Golongan darah AB

Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak
menghasilkan antibodi A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima
darah dari orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang
dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.

Golongan darah O

Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi A dan B.
Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan
golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan golongan darah O-
negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.

 Rhesus
Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor
Rhesus atau faktor Rh. Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya
memiliki golongan darah Rh-. Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya
disebut memiliki golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini sering kali digabungkan dengan
penggolongan ABO.

Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan. Misalnya donor dengan Rh+
sedangkan resipiennya Rh- dapat menyebabkan produksi antibodi terhadap antigen Rh(D) yang
mengakibatkan hemolisis.

Reaksi transfusi hemolitik.


Reaksi transfusi hemolitik adalah salah satu kemungkinan komplikasi dari transfusi. Reaksi transfusi
hemolitik dapat bersifat imun atau non imun.

1. Reaksi transfusi hemolitik bersifat imun.

Reaksi ini dapat terjadi karena ketidakcocokan pasien dengan produk donor. Reaksi transfusi hemolitik
imun dibagi menjadi reaksi hemolitik akut dan tertunda.

1. Reaksi hemolitik akut, terjadi dalam 24 jam Setelah transfusi.

2. Reaksi transfusi hemolitik tertunda, terjadi setelah 24 jam. Reaksi yang tertunda biasanya terjadi dua
minggu setelahnya tetapi dapat berlangsung hingga 30 hari setelah transfusi. Reaksi hemolitik non imun.

2. Reaksi ini dapat disebabkan oleh cedera thermal osmotik, mekanisme pada sel darah merah atau
produk darah lainnya, kesalahan manusia atau mesin menyebabkan bentuk reaksi ini.

Tata laksana

Setiap kali reaksi hemolitik transfusi dicurigai, segera hentikan transfusi. Periksa label pada pasien,
komponen darah, dan kertas kerja untuk mengetahui kesalahan administrasi, karena ini adalah
penyebab paling umum. Periksa juga tanda-tanda kesalahan mesin/mekanik seperti ukuran jarum suntik
intravena, cairan lain yang diberikan kepada pasien dan suhu darah untuk menyingkirkan penyebab
hemolisis yang tidak kebal. Ulangi pengujian ABO pada sampel pasien pasca transfusi. Ulangi
pencocokan silang dengan spesimen sebelum dan sesudah transfusi menggunakan pengujian
antiglobulin tidak langsung dan lakukan pengujian antiglobulin (Coombs) langsung. Pesan apusan perifer
untuk mencari tanda-tanda hemolisis. Test jumlah darah lengkap untuk memantau tingkat keparahan
hemolisis. Test laboratorium hemolisis lainnya seperti bilirubin, haptoglobin, dan laktat dehidrogenase.
Studi koagulasi untuk memantau koagulasi intravaskular diseminata. Urinalisis dan mikroskop untuk
memantau hemoglobinuria. Panel metabolisme dasar untuk memantau tanda-tanda gagal ginjal. Jika
inkompatibilitas ABO negatif, maka uji antibodi lain.
Perawatan/pengobatan

Perawatan untuk reaksi transfusi hemolitik terutama adalah perawatan suportif. Reaksi dapat berkisar
dari ringan hingga berat. Seperti disebutkan sebelumnya, langkah pertama selalu menghentikan
transfusi. Jika tidak yakin dengan diagnosisnya, maka harus mengirimkan darah untuk
pengujian. Namun, jika kecurigaan klinis tinggi atau gejalanya parah, misalnya hipotensi, resusitasi
segera harus dimulai. Pastikan pasien memiliki akses intravena yang baik. Hidrasi agresif biasanya
direkomendasikan dengan salin normal untuk mempertahankan keluaran urin minimal 1 ml/kg/jam. Ini
untuk mengurangi kemungkinan komplikasi hemoglobin bebas dalam aliran darah seperti cedera ginjal
akut atau koagulasi intravaskular diseminata. Kadang-kadang diuretik digunakan untuk mencapai
keluaran urin yang adekuat. Jika pasien memang memiliki koagulasi intravaskular diseminata.

Reaksi HDN
HDN merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika golongan darah ibu tidak cocok dengan golongan
darah bayi. Pada dasarnya, sel darah merah janin mengandung antigen yang tidak dimiliki sang ibu.
Ketika sel darah merah janin melewati plasenta dan masuk ke aliran darah sang ibu, mereka dianggap
berbahaya dan hal ini memicu tubuh sang ibu untuk menghasilkan antibodi. Antibodi tersebut pada
akhirnya menemukan jalan menuju aliran darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin.

Penyebab

Berikut ini adalah 2 hal yang menjadi penyebab HDN:

 Perbedaan faktor Rhesus (Rh).

HDN akan terjadi ketika ibu dengan Rh negatif memiliki bayi dengan Rh positif. Tubuh sang ibu akan
menganggap sel darah merah bayi sebagai sesuatu yang asing karena mereka berbeda. Antibodi untuk
melawan “ancaman” ini akan dihasilkan. Kehamilan pertama dengan kondisi ini tidak akan bermasalah,
karena pada saat itu antibodi dihasilkan tetapi tidak diaktifkan. Sang ibu, pada masa itu, hanya sensitif
dengan Rh. Tetapi, antibodi akan diaktifkan pada saat kehamilan kedua, apabila bayinya memiliki Rh
positif. Sudah pasti antibodi sang ibu akan menemukan jalan melewati plasenta dan menyerang sel
darah merah sang bayi.

 Perbedaan ABO.
HDN karena perbedaan ABO juga mungkin dapat terjadi saat kehamilan pertama. Hal itu terjadi karena
antibodi anti-A dan anti-B telah ada dan diaktifkan saat seseorang mulai hidup, sebab antigen seperti A
dan B ada pada makanan dan bakteri.

Gejala.

HDN didiagnosa setelah gejala utama ditemukan saat kehamilan dan setelah kelahiran. 

 Saat kehamilan.

Saat di periksa melalui proses amniosentesis, cairan amnion (ketuban) berwarna kuning dan
mengandung bilirubin (cairan yang dibuat oleh hati). Saat melalui USG, hati, limpa, atau jantung janin
terlihat membesar. USG juga dapat menunjukkan cairan yang terkumpul pada daerah perut, paru-paru,
atau kulit kepala bayi.

 Setelah kelahiran.

Bayi terlihat pucat dan mengalami anemia Penyakit kuning dapat muncul karena cairan amnion yang
berwarna kuning, Pembesaran hati dan limpa, Edema parah (pembengkakan di bawah kulit).

Pengobatan

Standar pengobatan untuk HDN tidak hanya melibatkan bayi, tetapi juga sang ibu. Terutama ketika HDN
didiagnosa selama kehamilan. Sang ibu maupun bayi harus dipantau dan diselamatkan dengan
melakukan tindakan seperti berikut:

 Selama kehamilan

Ketika sang ibu diperiksa memiliki Rh negatif dan sang bayi memiliki Rh positif, sang ibu harus diperiksa
melalui tes Coombs secara tidak langsung untuk melihat apakah ia telah “menjadi sensitif” – apabila
tubuh ibu telah memproduksi antibodi yang melawan antigen Rh positif. Apabila antibodi belum
dihasilkan, sang ibu akan disuntikkan dengan Rh imun globulin, yang mencegah tubuh menghasilkan
antibodi yang dapat membunuh sel darah merah janin selama kehamilan. Bila janin terkena HDN, akan
dilakukan transfusi darah intrauterin sel darah merah, melalui rahim ibu dan masuk ke rongga perut
janin. Tindakan ini dapat dilakukan berulang kali seperlunya. Apabila kondisi bayi memburuk, kelahiran
sebelum waktunya mungkin diharuskan.
 Setelah kelahiran

Apabila bayi mengalami anemia parah (karena banyak kehilangan sel darah merah), transfusi darah
mungkin dilakukan selama yang dibutuhkan.

Cairan intravena (infus) juga dapat diresepkan untuk melawan tekanan darah rendah.

Alat bantu pernapasan dapat disediakan bila bayi kesulitan bernapas.

Jika kadar bilirubin tinggi, transfusi ganti darah akan dilakukan. Transfusi ini memerlukan pemberian
darah yang berbeda dan untuk mendapatkan sejumlah darah. Ini juga dapat menambah jumlah darah
merah bayi.

Imunoglobin intravena dapat diberikan kepada bayi untuk menguatkan sistem imun, mengurangi
kehancuran sel darah merah dan menurunkan kadar bilirubin pada bayi.

Reaksi AIHA
Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) merupakan salah satu
penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun. AIHA termasuk penyakit yang jarang
namun merupakan penyakit yang sangat penting karena bisa menyebabkan kematian.

Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) Diklasifikasikan menjadi AIHA tipe hangat, AIHA tipe dingin, dan
AIHA tipe campuran. Sekitar 70% kasus AIHA adalah tipe hangat. AIHA tipe hangat terjadi akibat eritrosit
yang dilapisi oleh molekul IgG mengalami reaksi auto antibodi sel dan difagositosis oleh makrofag secara
optimal pada suhu 37°C AIHA tipe dingin eritrosit diselubungi oleh molekul IgM pada suhu rendah yaitu
0°- 4° C dan mengaktifkan sistem komplemen pada permukaan eritrosit sehingga menyebabkan
terjadinya lisis intravaskular.

Penyebab

Penyebab AIHA bermacam-macam umumnya idiopatik (50%), sindrom limfoproliferatif (20%), penyakit
autoimun seperti systemic lupus erythematosus (SLE) 20%, hingga infeksi dan tumor.

Diagnosis dan Gejala

Diagnosis AIHA ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan Direct Coombs Test (DCT). Gejala klinis AIHA dapat berupa sesak napas dan fatigue akibat
terjadinya anemia kadang-kadang ditemukan urine yang pekat dan nyeri punggung terutama pada
pasien AIHA dengan hemolisis intravaskular.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan retikulositosis. Penghancuran sel darah merah
ditandai dengan terjadinya peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi, peningkatan LDH dan penurunan
kadar haptoglobin. Pemeriksaan sediaan apusan darah tepi harus dilakukan pada setiap kejadian anemia
untuk mengevaluasi tipe dari anemia tersebut. Pada AIHA ditemukan eritrosit dengan morfologi
normositik normokrom dan tanda hemolitik berupa eritrosit berinti dan sel target. Pada AIHA dengan
hemolisis intravaskuler yang parah ditemukan hemoglobinuria yang menyebabkan urine berwarna
merah kecoklatan.

Anda mungkin juga menyukai