Anda di halaman 1dari 12

MATERI DAN SOP TRANSFUSI DARAH

Transfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah seperti
plasma, sel darah merah kemasan atau trombosit melalui IV. Transfuse darah juga merupakan
suatu prosedur menyalurkan darah ke dalam tubuh seseorang yang kekurangan darah atau dalam
suatu tindakan medis, seperti operasi.
Prosedur ini bahkan bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Setiap proses transfusi
mungkin membutuhkan komponen darah yang berbeda tergantung kondisinya. Ada yang butuh
keseluruhan darah, ada yang butuh hanya sel darah merah saja. Ada yang perlu trombosit saja,
atau sebagian dari plasma darah saja.
Transfusi darah umumnya diperoleh dari darah yang didonorkan oleh pendonor yang
sehat. Sebelum darah dari pendonor diambil, darah tersebut akan diperiksa untuk memastikannya
terbebas dari penyakit. Setelah itu, darah yang sudah didonor akan dipisah komponennya
menjadi sel darah merah, sel darah putih, trombosit atau keping darah, dan plasma darah. Meski
demikian, terkadang ada juga darah yang diberikan secara utuh.
Proses transfusi darah umumnya berlangsung selama sekitar 1–4 jam, tergantung
komposisi darah yang diterima dan banyaknya darah yang diperlukan. Proses transfusi darah
juga perlu menyesuaikan golongan darah dan status rhesus antara pendonor dan penerima darah,
agar tidak terjadi komplikasi akibat inkompatibilitas.

 Beragam Manfaat Transfusi Darah

Transfusi darah sering kali diperlukan untuk mengatasi berbagai penyakit atau kondisi medis
tertentu, seperti:

1. Perdarahan : Orang yang mengalami perdarahan berat biasanya membutuhkan transfusi darah
untuk mengganti darah yang hilang dari tubuhnya. Jika tidak segera mendapatkan tambahan
cairan dan darah, orang yang mengalami perdarahan berat bisa mengalami komplikasi berupa
syok atau bahkan kematian. Ada banyak kondisi yang bisa menyebabkan perdarahan berat dan
membutuhkan transfusi darah, di antaranya perdarahan postpartum, perdarahan berat
pascaoperasi, cedera atau luka berat, dan pecahnya varises esofagus.
2. Anemia : Transfusi sel darah merah umumnya diperlukan untuk menangani kondisi anemia
berat, baik karena anemia defisiensi besi atau anemia aplastik. Anemia merupakan penyakit
kurang darah karena tubuh kekurangan hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Biasanya, penderita anemia akan membutuhkan transfusi
darah ketika jumlah hemoglobinnya sudah terlalu rendah atau kurang dari 8 g/dL.
3. Kelainan darah : Penderita kelainan darah, misalnya hemofilia, atau pasien yang
menjalani transplantasi sel induk biasanya lebih berisiko mengalami kekurangan darah. Oleh
karena itu, transfusi darah sering kali dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut.
4. Thalasemia : Thalasemia adalah kelainan yang membuat hemoglobin dalam sel darah merah
tidak normal sehingga tidak dapat mengangkut oksigen dengan baik. Kondisi yang disebabkan
oleh kelainan genetik ini sering kali akan membuat penderitanya mengalami anemia.
Untuk menambah asupan darah yang kurang, penderita thalasemia biasanya membutuhkan
transfusi darah secara rutin.
5. Infeksi dan luka bakar : Transfusi plasma darah juga diperlukan sebagai penanganan pada
seseorang yang mengalami luka bakar parah atau luas. Pada kasus tertentu, transfusi darah juga
perlu dilakukan terhadap penderita infeksi berat atau sepsis.
6. Kanker : Beberapa jenis kanker, seperti kanker darah dan limfoma, bisa merusak dan
mengurangi jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Selain itu, efek samping
pengobatan kanker, seperti kemoterapi dan radioterapi, juga dapat mengganggu produksi sel
darah. Oleh karena itu, transfusi darah umumnya akan dilakukan untuk mencukupi kebutuhan
darah pada penderita kanker.
7. Gagal hati atau ginjal : Penderita gangguan fungsi hati berat atau gagal hati berisiko tinggi
mengalami gangguan perdarahan dan anemia. Untuk menangani kondisi tersebut, dokter akan
memberikan transfusi darah. Biasanya, kelainan darah pada penderita gagal hati bisa diatasi
dengan transplantasi hati.
Transfusi darah juga umumnya diperlukan oleh penderita gagal ginjal berat yang
tubuhnya tidak bisa lagi menghasilkan sel darah merah dengan cukup. Kondisi ini biasanya
dikarenakan kondisi gagal ginjal yang sudah menyebabkan tubuh kekurangan hormon penghasil
darah yang disebut eritropoietin.
8. COVID-19 : Berbagai riset sejauh ini juga menyebutkan bahwa pemberian plasma darah dari
penyintas COVID-19 bisa mengobati pasien yang terinfeksi virus Corona, khususnya yang
mengalami gejala berat. Tranfusi jenis ini disebut terapi plasma konvalesen.

 Berbagai Risiko Transfusi Darah


Meski bermanfaat untuk menangani kondisi atau penyakit tertentu, transfusi darah terkadang
juga bisa menimbulkan risiko atau efek samping. Risiko ini bisa bersifat ringan, tetapi bisa cukup
berbahaya dan berpotensi mengancam nyawa.

Berikut ini adalah beberapa risiko transfusi darah yang penting untuk Anda ketahui:

1. Demam : Reaksi demam bisa terjadi dalam beberapa jam setelah seseorang mendapatkan
transfusi darah. Hal ini cukup umum terjadi dan tidak selalu berbahaya. Namun, reaksi demam
setelah transfusi darah bisa saja berbahaya apabila disertai gejala lain, seperti nyeri dada, sesak
napas, pingsan, atau koma. Reaksi ini perlu mendapatkan penanganan medis secepatnya oleh
dokter.
2. Alergi : Orang yang menerima transfusi darah bisa saja mengalami reaksi alergi terhadap
protein atau zat tertentu yang terdapat di dalam darah pendonor. Umumnya, gejala alergi yang
muncul adalah kulit tampak kemerahan, bengkak, dan gatal-gatal.
3. Infeksi : Darah yang diberikan untuk tranfusi idealnya harus dalam kualitas baik dan tidak
mengandung virus, kuman, atau parasit tertentu, seperti malaria, HIV dan hepatitis B.
Untuk memastikannya, darah pendonor akan diperiksa apakah terdapat kuman atau virus
penyebab penyakit tersebut. Jika dinyatakan aman dan bebas dari penyakit, darahnya bisa
digunakan untuk transfusi.

Meski demikian, terkadang pemeriksaan tersebut tidak mampu mendeteksi penyakit dengan
akurat, sehingga penerima darah bisa saja berisiko tertular HIV atau hepatitis B. Akan tetapi,
risiko ini tergolong kecil.

4. Kelebihan cairan
Transfusi darah bisa menyebabkan tubuh kelebihan cairan, sehingga terjadi penumpukan cairan
di organ atau jaringan tubuh. Kondisi ini bisa berbahaya bila sampai menyebabkan
pembengkakan atau edema paru. Seseorang yang mengalami kondisi ini bisa mengalami gejala
berupa sesak napas, lemas, hingga nyeri dada.
5. Kelebihan zat besi : Transfusi darah dapat menyebabkan tubuh kelebihan zat besi dalam darah
(hemokromatosis), terutama jika darah yang diberikan jumlahnya sangat banyak. Hal ini dapat
berdampak buruk pada organ tertentu, seperti hati dan jantung.
6. Penyakit graft-versus-host : Penyakit graft-versus-host dapat terjadi akibat sel darah putih
yang diterima dari darah pendonor menyerang jaringan tubuh, seperti sumsum tulang, penerima
darah. Komplikasi ini dapat terjadi akibat penerima darah memiliki sistem kekebalan tubuh yang
lemah.
 Jenis komponen darah yang diberikan dalam proses transfusi
Jika dilihat dengan mata telanjang, darah adalah cairan berwarna merah tua. Namun, nyatanya
ketika diteliti di bawah mikroskop, darah terdiri dari banyak komponen berbeda yaitu sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), trombosit (platelet/keping darah), dan plasma darah.
Umumnya ada lima jenis komponen darah yang dapat disalurkan lewat proses transfusi ini.
Sebelum itu, darah donor yang terkumpul akan dikirim dulu ke laboratorium untuk diproses dan
dibagi sesuai kebutuhan, misalnya kantong sel darah merah, plasma, platelet darah dan/atau
cryoprecipitate.
 Jenis komponen darah yang diberikan dalam proses transfusi akan tergantung dari
keperluan dan fungsinya.
1. Darah utuh (whole blood)

Sesuai dengan namanya, darah utuh komplit mengandung semua komponen darah, yaitu eritrosit,
leukosit, platelet, serta plasma darah. Pemberian darah utuh dihitung dalam unit kantong darah,
di mana satu unit berisi sekitar 0,5 liter atau 500 ml.
Transfusi darah utuh dibutuhkan untuk penggantian sel darah merah sesegera mungkin, misalnya
pada kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cedera berat sehingga kehilangan darah
sangat banyak (lebih dari 30% volume cairan tubuh).
Transfusi darah utuh juga dapat dilakukan untuk mengganti volume darah yang hilang dalam
jumlah besar selama tindakan operasi.
2. Sel darah merah (Packed Red Cells/PRC)

Satu kantong PRC terdiri dari 150-220 mL sel darah merah tanpa plasma darah sama sekali.
Transfusi PRC terutama diperlukan untuk pasien anemia, termasuk anemia yang disebabkan oleh
kehamilan dan melahirkan.
Orang-orang yang baru pulih dari operasi tertentu, korban kecelakaan, dan yang memiliki
kelainan darah seperti thalasemia dan leukemia juga membutuhkan sumbangan sel darah merah
dari donor.
Pedoman terbaru yang diterbitkan oleh AABB (American Association of Blood Banks) juga
merekomendasikan transfusi PRC pada pasien rawat inap yang kondisinya stabil tapi dengan
kadar hemoglobin darahnya (Hb) < 7 g/dL, termasuk pasien ICU.
Sementara itu, pasien yang baru saja menjalani operasi dan memiliki riwayat penyakit jantung
dianjurkan untuk mendapatkan transfusi jika kadar Hbnya kurang dari 8 g/dL.
3. Konsentrat platelet (Platelet Concentrate/PC)

Platelet atau trombosit merupakan komponen darah yang tidak berwarna yang berfungsi untuk
pembekuan darah. Butuh beberapa orang donor sekaligus agar mendapatkan sekantong platelet
untuk transfusi trombosit. Masa simpan donor platelet juga singkat.
Prosedur ini biasa ditujukan bagi orang-orang yang mengalami gangguan pembentukan platelet
oleh sumsum tulang belakang serta gangguan fungsi maupun jumlah platelet lainnya.
4. FFP (Fresh Frozen Plasma)

FFP adalah komponen darah yang berwarna kekuningan. FFP merupakan produk darah yang
diproses dari darah utuh. FFP mengandung komponen plasma darah yang berisi faktor
pembekuan darah, albumin, imunoglobulin, dan faktor VIII (salah satu faktor pembekuan darah
yang terdapat dalam plasma). FFP dapat bermanfaat bagi orang-orang yang mengalami gangguan
pembekuan darah serta untuk mencegah terjadinya perdarahan yang berlebih pada pengguna obat
pengencer darah (antikoagulan) yang akan menjalani operasi.
5. Cryo-AHF (Cryoprecipitated Anti Haemolytic Factor)

Cryo-AHF alias cryoprecipitate adalah bagian plasma darah yang sangat kaya dengan faktor
pembekuan seperti fibrinogen dan faktor VIII.
Komponen darah ini digunakan secara selektif untuk orang-orang dengan kelainan faktor
pembekuan darah, seperti hemofilia tipe A (defisiensi faktor VIII) atau pun Von Willdebrand
disease (salah satu jenis kelainan darah turunan).
 Persiapan sebelum transfusi darah

Pasien yang harus melakukan transfusi darah sebenarnya tidak perlu menyiapkan apa pun. Hanya
saja, sebelum transfusi darah dilakukan, golongan dan jenis darah pasien harus diketahui dulu.
Hal ini dapat diketahui dengan cara memeriksa darah di laboratorium.
Setelah melakukan pemeriksaan golongan darah, beberapa hal yang juga mungkin dilakukan
sebelum melakukan transfusi, antara lain:
 Pemeriksaan kondisi kesehatan secara umum, seperti tekanan darah, suhu tubuh, dan
detak jantung
 Konsumsi makanan bernutrisi dan tinggi kalori untuk mempercepat pemulihan, seperti
daging ayam, daging sapi, hati, dan berbagai sayuran yang berdaun hijau tua.
 Seperti apa proses transfusi darah?

Transfusi darah merupakan salah satu tindakan medis yang memiliki banyak risiko. Maka,
pemberiannya harus langsung di bawah pengawasan petugas medis. Volume darah yang
disalurkan pun tidak bisa sembarangan, karena harus disesuaikan dengan kebutuhan serta
kemampuan tubuh untuk menerimanya.
Prosedur ini dilakukan dengan cara memasukkan darah ke dalam tubuh melalui jarum yang
selangnya terhubung ke kantong darah. Prinsipnya, proses transfusi darah mirip dengan ketika
pemasangan infus, hanya saja kantongnya berisi darah.
Proses ini akan memakan waktu sekitar 30 menit hingga 4 jam, tergantung seberapa banyak
kantong darah yang Anda perlu masuk ke dalam tubuh Anda. Setelah melawati prosedur
tersebut, petugas kesehatan akan memeriksa tanda-tanda vital dalam tubuh Anda. Dalam proses
ini, temperatur dan tekanan darah Anda mungkin akan dipantau.

SOP TRANSFUSI DARAH


Pengertian Suatu pemberian darah lengkap atau komponen CATATAN
darah seperti plasma, sel darah merah kemasan
atau trombosit melalui IV. PELAJARI :
Tujuan 1 Meningkatkan volume sirkulasi darah setelah  Ukuran
pembedahan, trauma atau perdarahan
Abbocath
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan
untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada  Perhatikan 10
klien yang mengalami anemia berat. benar pemberian
3. Memberikan komponen seluler yang terpilih obat
sebagai terapi pengganti (misal faktor pembekuan  Jenis komponen
plasma untuk membantu mengontrol perdarahan darah yang
pada klien yang menderita hemofilia)
diberikan dalam
Persiapan Alat 1 Blood set.
2 IV chateterdewasa (18 G atau 16 G), proses transfusi
neonatus dan pediatrik (24 G atau 26 G).
3 Cairan IV normal sa ine (NaCI 0,9 %).
4 Produk darah yang tepat.
5 Handscoon.
6 Alkohol swab.
7 Plester dan gunting.
8 Tourniquet.
9 Stetoskope.
10 Spygmomanometer.
11 Termometer.
12 Format persetujuan pemberian tranfusi
yang ditandatangani.
13 Bangkok.
14 Blood warmer.
15 Obat premedikasi sesuai terapi dokter.
Pelaksanaan A. Fase prainteraksi
`1. Monitoring keadaan umum klien :
a. Tingkat kesadaran.
b. Tanda-tanda vital.
c. Keadaan kulit atau turgor.
2. Kaji kembali keluhan klien dan disesuaikan
dengan indikasi, serta rencana tindakan
yang ingin diberikan kepada klien.
3. Kontrak waktu dengan klien : kapan
pelaksanaan dan berapa lama pelaksanaan
tindakan keperawatan
B. Fase orientasi
1. Mengucapkan salam
2. Mengidendifikasi klien dengan ; nama,
tanggal lahir, nomor rekam medis (nrm)
klien
3. Memvalidasi kontrak waktu yang
telah disepakati
C. Fase kerja
1. Mendekatkan alat - alat ke dekat
klien
2. Menutup sampiran/gordyn
3. Mencuci tangan
4. Baca status dan data klien untuk
memastikan program tranfusi darah.
5. Pastikan bahwa klien telah
menandatangani format persertujuan
tindakan
6. Cek alat-alat yang akan digunakan.
7. Perhatikan 10 benar pemberian obat
( benar pengkajian, benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar cara. benar waktu,
benar informasi, benar setuju atau
menolak, benar dokumentasi, benar
evaluasi).
8. Cuci tangan.
9. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur
klien.
10. Periksa tanda - tanda vital klien sebelum
memulai tranfusi.
11. Pakaihandscoon.
12. Atur posisi klien semi fowler atau fowler.
13. Pasang pengalas.
14. Pastikan Infus sudah terpasang IV chateter
sesuai dengan ukuran, jika belum lakukan
pemasangan infus I (sesuai SPO
pemasangan infus).
15. Mengganti cairan infus dengan cairan
NaCI 0,9% dan blood set.
16. Pastikan tetesan infus lancar dan tidak ada
udara di dalam blood set.
17. Memeriksa kembali darah yang akan
diberikan (sebaiknya mengontrol darah
dilakukan minimal dua orang), meliputi
identitas klien, jenis dan golongan darah,
nomor kantong darah, tanggal kadaluarsa,
hasil crosstest dan jumlah darah.
18. Lakukan premedikasi jika ada.
19. Ganti cairan NaCI 0,9% dengan produk
darah sesuai indikasi.
20. Setelah darah masuk selama 15 menit
pertama lakukan pengukuran TTV dan
observasi reaksi alergi (menggigil, sesak,
kemerahan, gatal).
21. Apabila menjumpai adanya reaksi, segera
hentikan tranfusi, bilas selang dengan
NaCI 0,9%, laporkan pada dokter dan
beritahu bank darah.
22. Observasi klien selama pemberian produk
darah sampai habis kemudian ganti dengan
cairan NaCI 0,9%.
23. Ganti blood set dengan infus set baru, atur
kembali cairan infus sesuai indikasi.
24. Lakukan pemeriksaan laboratrium setelah
6 jam pos transfusi.
D. Fase terminasi
1. Rapikan alat
2. Mengevaluasi perasaan klien setelah
dilakukannya tindakan keperawatan
3. Mengevaluasi secara subyektif adanya
perubahan saat atau setelah dilakukan
tindakan keperawatan
4. Kontak waktu untuk tindak lanjut untuk
tindakan keperawatan selanjutnya.
5. Mengucapkan salam kepada klien dan
Mendokumentasikan tindakan keperawatan
yang telah diberikan kepada klien (di ners
station)
Sikap 1. Ramah dan sopan (menjaga perasaan klien)
2. Teliti dan hati-hati dalam melakukan
tindakan keperawatan\
3. Tidak tergesa-gesa dalam melakukan
tindakan keperawatan
4. Cermat dalam mengambil langkah-langkan
tindakan keperawatan

Catatan :
Keterangan :
Nilai > 70 % dan point kritikal harus 100 % dinyatakan kompeten
Nilai < 70 % dinyatakan belum kompeten

Mahasiswa Pembimbing
( ……………………………………… ) (………………………………………..)

Anda mungkin juga menyukai