Anda di halaman 1dari 24

MENILAI HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Dalam menegakkan diagnosis terhadap pasien diperlukan beberapa pemeriksaan, Antara


lain : pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
dimaksud untuk membantu menegakkan diagnosa, diantaranya: pemeriksaan laboratorium ( darah,
urine, dll), X-Ray, USG, IVP, Cystoscopy, urine cytology, dan CT-Scan.

Dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang pemeriksaan penunjang laboratorium
(darah,urine dll). Penulis disini menyampaikan penilaian hasil pemeriksaan darah dari pasien
dengan “ G 5 P2 A 2 uk 32 minggu 2 hari T/H ROB dengan ashma intermiten ringan terkontrol,
Hypertiroid + PPI di Ruang Kunti/ VK Bersalin RSUD Sanjiwani Gianyar. Pada pasien ini
dilakukan pemeriksaan Darah Lengkap, Urine Lengkap, Rapid Test ( tes Hiv) FSH dan T4.

Berikut kami lampirkan hasil pemeriksaan beserta penilaiannya :

1. Pemeriksaan Darah Lengkap


Dari hasil darah lengkap di atas yang akan kita nilai adalah WBC (Lekosit), HGB (hemoglobin),
HCT ( hematokrit) dan PLT (Trombosit)

a. WBC ( White Blood Cell) / Lekosit


Sel darah putih disebut juga dengan Leukosit mempunyai inti, akan tetapi tidak memiliki
bentuk yang tetap. Fungsi dari leukosit (sel darah putih) ialah sebagai pemakan bibit-bibit
penyakit serta benda asing yang yang masuk ke dalam tubuh. Leukosit (sel darah putih) ini
jumlahnya akan secara terus menerus meningkat tergantung dari banyak sedikitnya bibit
penyakit ataupun benda asing yang masuk ke dalam tubuh.(Parta,2018)
Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll.
Nilai normal leukosit berkisar 4.000 - 10.000 sel/ul darah.
Penurunan kadar leukosit bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus, penyakit
sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada penyakit infeksi
bakteri, penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal, dll (Yudi,2011)

Penilaian : dari hasil diatas termasuk rank high/ artinya ada peningkatan kadar Hb, ini
menunjukkan kemungkinan adanya suatu infeksi bakteri, proses inflamasi, perdarahan akut
dll. Dari kasus ini kemungkinan adalah proses inflamasi karena adanya penyakit asma yang
diderita.

b. HGB ( Hemoglobin)
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida
dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin
membuat darah berwarna merah.

Dalam menentukan normal atau tidaknya kadar hemoglobin seseorang kita harus
memperhatikan faktor umur, walaupun hal ini berbeda-beda di tiap laboratorium klinik,
yaitu :
 Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
 Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
 Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
 Anak anak : 11-13 gram/dl
 Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
 Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
 Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
 Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Ada banyak
penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan, kurang gizi, gangguan
sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan penyakit sistemik (kanker, lupus,dll).
Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang tinggal di daerah
dataran tinggi dan perokok. Beberapa penyakit seperti radang paru paru, tumor,
preeklampsi, hemokonsentrasi, dll.(Yudi,2011)

Penilaian : dari pemeriksaan diatas hasil yang didapatkan dalam batas normal.

c. HCT (hematokrit)
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah dalam
100 ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Nilai normal hematokrit untuk pria
berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar 36,1% - 44,3%.
Seperti telah ditulis di atas, bahwa kadar hemoglobin berbanding lurus dengan kadar
hematokrit, sehingga peningkatan dan penurunan hematokrit terjadi pada penyakit-
penyakit yang sama.(Yudi,2011)

Penilaian : hassil HCT diatas dalam batas normal

d. PLT (Platelet)/ Trombosit


Keping darah disebut juga dengan Trombosit memiliki bentuk yang bulat kecil. Keping
darah merupakan salah satu dari komponen darah yang memiliki peranan penting dalam
sebuah proses pembekuan darah. Ketika terjadi luka, maka keping darah ( trombosit) ini
yang akan menutupi pembuluh darah yang rusak dengan cara membentuk jaring-jaring
seperti benang fibrin. Selain dari itu trombosit ini juga berguna untuk melawan infeksi yang
dikarenakan oleh virus dan bakteri dengan memakan atau menghancurkan virus atau
bakteri yang ada.(Parta,2018)

Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses
pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Beberapa kelainan dalam morfologi
trombosit antara lain giant platelet (trombosit besar) dan platelet clumping (trombosit
bergerombol).
Nilai normal trombosit berkisar antara 150.000 - 400.000 sel/ul darah.
Trombosit yang tinggi disebut trombositosis dan sebagian orang biasanya tidak ada
keluhan. Trombosit yang rendah disebut trombositopenia, ini bisa ditemukan pada kasus
demam berdarah (DBD), Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi sumsum
tulang, dll.(Yudi,2011)

Penilaian : Hasil PLT diatas dalam batas normal


e. RBC ( Red Blood Cell) Eritrosit
Sel darah merah dikatakan juga dengan Eritrosit merupakan unsur dan komponen utama
dari sel darah. Sel darah merah ini memiliki bentuk bikonkaf (pipih) dengan kedua sisi
yang cekung terdapat pada bagian tengah. Warna merah yang terdapat pada eritrosit ini
disebabkan karena didalamnya terkandungan hemoglobin. Fungsi darah eritrosit itu
berguna untuk dapat mengikat oksigen.(Parta,2018)
Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling banyak, dan
berfungsi sebagai pengangkut / pembawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke
seluruh tubuh dan membawa kardondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru.Nilai normal
eritrosit pada pria berkisar 4,7 juta - 6,1 juta sel/ul darah, sedangkan pada wanita berkisar
4,2 juta - 5,4 juta sel/ul darah.Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan pada kasus
hemokonsentrasi, PPOK (penyakit paru obstruksif kronik), gagal jantung kongestif,
perokok, preeklamsi, dll, sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan pada anemia,
leukemia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan lupus, dll (Yudi,2011)

Penilaian : hasil RBC diatas dalam batas normal

2. Golongan Darah
GOLONGAN DARAH SISTEM ABO

 Melibatkan dua bentuk molekul yaitu antigen dan antibodi


 Antigen merupakan substansi asing yang ada dalam tubuh, sedangkan antibodi yang
bereaksi dengan antigen. Adanya antigen tipe A dan tipe B dalam sel darah merah
menetukan bentuk golongan darah seseorang.
 Contoh : seseorang memiliki golongan darah B karena ia memiliki antigen B dalam sel
darah merahnya.
 Dalam sistem ABO, terdapat empat golongan darah antibodi yang bereaksi terhadap
antigen dan tidak terdapat dalam sel darah merah. Antibodi ini disebut Anti A dan Anti
B. Dengan pengetahuan adanya antibodi ini menyebabkan aglutinasi/ penggumpalan
darah akibat reaksi antigen antibodi.

Bila :
a. Golongan Darah A

 Anti A aglutinasi positif


 Anti B aglutinasi negative
 Anti AB aglutinasi positif

b. Golongan Darah B

 Anti A aglutinasi negatif


 Anti B aglutinasi positif
 Anti AB aglutinasi positif

c. Golongan Darah AB

 Anti A aglutinasi positif


 Anti B aglutinasi positif
 Anti AB aglutinasi positif

d. Golongan Darah O

 Anti A aglutinasi negatif


 Anti B aglutinasi negatif
 Anti AB aglutinasi negatif

· Prinsip Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO :


- Golongan Darah A : Jika diberi Anti A terjadi Aglutinasi
- Golongan Darah B : Jika diberi Anti B terjadi Aglutinasi
- Golongan Darah AB : Jika diberi Anti A dan B terjadi Aglutinasi
- Golongan Darah O : Jika diberi Anti A dan B tidak terjadi Aglutinasi

Pemeriksaan golongan darah rutin dilakukan pada ibu inpartu atau yang melakukan ANC
pertama kali di RSUD Sanjiwani yang bertujuan untuk mengetahui golongan darh dari ibu,
sehingga dapat menyediakan darah yang cocok bila diperlukan tranfusi darah.
Golongan darah ibu tersebut adalah A

3. Faal Hemostasis
a. BT ( Bleeding Time)/ waktu perdarahan
Bleeding time (BT) menilai kemampuan darah untuk membeku setelah adanya luka
atau trauma, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk
membentuk bekuan. Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur lamanya waktu
perdarahan setelah insisi standart pada lengan bawah atau cuping telinga. Bleeding time
digunakan untuk pemeriksaan penyaring hemostasis primer atau interaksi antara
trombosit dan pembuluh darah dalam membentuk sumbat hemostatik, pasien dengan
perdarahan yang memanjang setelah luka, pasien dengan riwayat keluarga gangguan
perdarahan.
Pemeriksaan BT dapat dilakukan dengan metoda Ivy , yaitu dilakukan insisi dengan
lanset sepanjang 10 mm dan kedalaman 1 mm di lengan bawah kemudian setiap detik
darah dihapus dengan kertas filter sampai perdarahan berhenti, atau dengan metoda
Duke dengan cara yang sama insisi di lokasi cuping telinga sedalam 3-4 mm.
Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil
pada permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard. Ada 2 teknik yang
dapat digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke. Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan
nilai normal 1-6 menit. Teknik Duke nilai normal 1-8 menit.( lab RSUD Sanjiwani
memakai rank normal 2 – 6 menit. Aspirin dan antiinflamasi dapat memperlama waktu
perdarahan. Uji ini tidak boleh dilakukan jika penderita sedang mengkonsumsi
antikoagulan atau aspirin; pengobatan harus ditangguhkan dulu selama 3 – 7
hari.(Rafsan,2012)

Penilaian : hasil pemeriksaan di atas dalam batas normal

b. CT ( Clotting Time)/ waktu Pembekuan


Clotting time :-waktu yg dibutuhkan bagi darah untuk membekukan dirinya secara in
vitro dgn menggunakan SUATU STANDART. yg dinamakan CLOTTING TIME.
"clot" adalah suatu lapisan seperti lilin/jelly yg ada didarah yg sebabkan berhentinya
suatu pendarahn pada luka. yg dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Metode yang digunakanLEE & WHITE
Prinsip: waktu pembekuan diukur sejak darah keluar dari pembuluh sampai terjadi
suatu bekuan dalm kondisi yg spesifik
Nilai Normal; 5-15 menit( Lab RSUD Sanjiwani menggunakan rank 6 – 15 menit)
(Rafsan, 2012)

Penilaian : hasil dari pemeriksaan diatas masih dalam batas normal

Referens:

https://analislabkes.blogspot.com/2011/03/pemeriksaan-darah-lengkap.html
https://pendidikan.co.id/pengertian-darah-fungsi-komponen-kandungan/
https://laboratorium-analisys-rafsan.blogspot.com/2012/07/homeostatis.html
https://smkmedikapekalongan.wordpress.com/ekskul/pemeriksaan-golongan-darah/
4. Test Hiv
Di RSUD Sanjiwani menggunakan rapid tes untuk melakukan tes Hiv
Rapid test dimaksud umumnya mengambil darah unuk pemeriksaan, namun juga kadang
mengambil cairan uang ada di mulut. Test ini dilakukan dalam waktu 1 bulan setelah
terduga terinfeksi HIV untuk hasil yang akurat. Untuk hasil dari tes ini bias ditunggu
selama 5 sampai dengan 40 menit, hsil tes sudah diketahui. Meskipun hasil tes ini
dilakukan dengan cepat tetapi keakuratan dalam tes ini mencapai 90%. Bila ditemukan
hasil + ( reaktif) perlu dikonfirmasi ulang dengan tes standar. Jika hasil negative/ Non
Reaktif, bisa dikatakan kecil kemungkinan atau bahkan tidak terinfeksi HIV.
Bila masih ragu tes bias diulang 6 bulan, 12 bulan kemudian.

Penilaian : hasil diatas menunjukkan Non Reaktif ( - ).

Referens:
https://www.medicalogy.com/blog/rapid-test-hiv-cepat-dengan-hasil-akurat/
5. Urine Lengkap

- Pemeriksaan Makroskopik
Yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin.
Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif
atau semi kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan dalam
keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urin yang dikerjakan bersama
dengan berat jenis urin bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal.

Volume urin
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan,
jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang
bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300
ml untuk orang dewasa.
Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu
disebut poliuri.Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan
cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain
itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus,
diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema.
Bila volume urin selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri.
Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah -muntah, deman edema, nefritis
menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari
300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urin
siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urin malam 12
jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada
diabetes mellitus.

Warna urin
Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna karena kadang-kadang dapat
menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning
muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu
dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang dimakan
maupun makanan. Pada umumnya warna ditentukan oleh kepekatan urin, makin
banyak diuresa makin muda warna urin itu. Warna normal urin berkisar antara kuning
muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti
urochrom, urobilin dan porphyrin. Bila didapatkan perubahan warna mungkin
disebabkan oleh zat warna yang normal ada dalam jumlah besar, seperti urobilin
menyebabkan warna coklat.
Disamping itu perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya zat warna abnormal,
seperti hemoglobin yang menyebabkan warna merah dan bilirubin yang
menyebabkan warna coklat. Warna urin yang dapat disebabkan oleh jenis makanan
atau obat yang diberikan kepada orang sakit seperti obat dirivat fenol yang
memberikan warna coklat kehitaman pada urin.
Kejernihan dinyatakan dengan salah satu pendapat seperti jernih, agak keruh, keruh
atau sangat keruh. Biasanya urin segar pada orang normal jernih. Kekeruhan ringan
disebut nubecula yang terdiri dari lendir, sel epitel dan leukosit yang lambat laun
mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat amorf, fosfat amorf yang mengendap
dan bakteri dari botol penampung. Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan
dapat disebabkan oleh chilus, bakteri, sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrosit
dalam jumlah banyak.

Berat jenis urin


Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan
pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'. Berat jenis urin sewaktu pada orang
normal antara 1,003 -- 1,030. Berat jenis urin herhubungan erat dengan diuresa,
makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urin
makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin
sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal
pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan
dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake
cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun.

Bau urin
Untuk menilai bau urin dipakai urin segar, yang perlu diperhatikan adalah bau yang
abnormal. Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau
yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan
seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak disebabkan
perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa
pengawet. Adanya urin yang berbau busuk dari semula dapat berasal dari perombakan
protein dalam saluran kemih umpamanya pada karsinoma saluran kemih.

pH urin
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat
memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal berkisar antar 4,5 --
8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke
arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin bereaksi asam,
sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi
atnoniak akan menyebabkan urin bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau
kalsium fosfat urin dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya
batu urat atau oksalat pH urin sebaiknya dipertahankan basa.

- Pemeriksaan Mikroskopik

Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen


urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih
serta berat ringannya penyakit. Urin yang dipakai ialah urin sewaktu yang segar atau
urin yang dikumpulkan dengan pengawet formalin. Pemeriksaan sedimen dilakukan
dengan memakai lensa objektif kecil (10X) yang dinamakan lapangan penglihatan
kecil atau LPK. Selain itu dipakai lensa objektif besar (40X) yang dinamakan
lapangan penglihatan besar atau LPB.
Jumlah unsur sedimen bermakna dilaporkan secara semi kuantitatif, yaitu jumlah
rata-rata per LPK untuk silinder dan per LPB untuk eritrosit dan leukosit. Unsur
sedimen yang kurang bermakna seperti epitel atau kristal cukup dilaporkan dengan +
(ada), ++ (banyak) dan +++ (banyak sekali). Lazimnya unsur sedimen dibagi atas dua
golongan yaitu unsur organik dan tak organik. Unsur organik berasal dari sesuatu
organ atau jaringan antara lain epitel, eritrosit, leukosit, silinder, potongan jaringan,
sperma, bakteri, parasit dan yang tak organik tidak berasal dari sesuatu organ atau
jaringan seperti urat amorf dan kristal.

Eritrosit atau leukosit


Eritrosit atau leukosit di dalam sedimen urin mungkin terdapat dalam urin wanita
yang haid atau berasal dari saluran kernih. Dalam keadaan normal tidak dijumpai
eritrosit dalam sedimen urin, sedangkan leukosit hanya terdapat 0 - 5/LPK dan pada
wanita dapat pula karena kontaminasi dari genitalia.
Adanya eritrosit dalam urin disebut hematuria. Hematuria dapat disebabkan oleh
perdarahan dalam saluran kemih, seperti infark ginjal, nephrolithiasis, infeksi saluran
kemih dan pada penyakit dengan diatesa hemoragik. Terdapatnya leukosit dalam
jumlah banyak di urin disebut piuria. Keadaan ini sering dijumpai pada infeksi
saluran kemih atau kontaminasi dengan sekret vagina pada penderita dengan fluor
albus.

Silinder
Silinder adalah endapan protein yang terbentuk di dalam tubulus ginjal, mempunyai
matrix berupa glikoprotein (protein Tamm Horsfall) dan kadang-kadang
dipermukaannya terdapat leukosit, eritrosit dan epitel. Pembentukan silinder
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain osmolalitas, volume, pH dan adanya
glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal.
Dikenal bermacam-macam silinder yang berhubungan dengan berat ringannya
penyakit ginjal. Banyak peneliti setuju bahwa dalam keadaan normal bisa didapatkan
sedikit eritrosit, leukosit dan silinder hialin. Terdapatnya silinder seluler seperti
silinder leukosit, silinder eritrosit, silinder epitel dan sunder berbutir selalu
menunjukkan penyakit yang serius. Pada pielonefritis dapat dijumpai silinder lekosit
dan pada glomerulonefritis akut dapat ditemukan silinder eritrosit. Sedangkan pada
penyakit ginjal yang berjalan lanjut didapat silinder berbutir dan silinder lilin.

Kristal
Kristal dalam urin tidak ada hubungan langsung dengan batu di dalam saluran kemih.
Kristal asam urat, kalsium oksalat, triple fosfat dan bahan amorf merupakan kristal
yang sering ditemukan dalam sedimen dan tidak mempunyai arti, karena kristal-
kristal itu merupakan hasil metabolisme yang normal. Terdapatnya unsur tersebut
tergantung dari jenis makanan, banyak makanan, kecepatan metabolisme dan
kepekatan urin. Di samping itu mungkin didapatkan kristal lain yang berasal dari
obat-obatan atau kristal-kristal lain seperti kristal tirosin, kristal leucin.
Epitel
Merupakan unsur sedimen organik yang dalam keadaan normal didapatkan dalam
sedimen urin. Dalam keadaan patologik jumlah epitel ini dapat meningkat, seperti pada
infeksi, radang dan batu dalam saluran kemih. Pada sindroma nefrotik di dalam
sedimen urin mungkin didapatkan oval fat bodies. Ini merupakan epitel tubuli ginjal
yang telah mengalami degenerasi lemak, dapat dilihat dengan memakai zat warna
Sudan III/IV atau diperiksa dengan menggunakan mikroskop polarisasi.

Kimia
Di samping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan cara
yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu memakai
reagens pita. Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar di
Indonesia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa,
keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
yang optimum, aktivitas reagens harus dipertahankan, penggunaan haruslah mengikuti
petunjuk dengan tepat; baik mengenai cara penyimpanan, pemakaian reagnes pita dan
bahan pemeriksaan.

Urin dikumpulkan dalam penampung yang bersih dan pemeriksaan baiknya segera
dilakukan. Bila pemeriksaan harus ditunda selama lebih dari satu jam, sebaiknya urin
tersebut disimpan dulu dalam lemari es, dan bila akan dilakukan pemeriksaan, suhu
urin disesuaikan dulu dengan suhu kamar.

Agar didapatkan hasil yang optimal pada tes nitrit, hendaknya dipakai urin pagi atau
urin yang telah berada dalam buli-buli minimal selama 4 jam. Untuk pemeriksaan
bilirubin, urobilinogen dipergunakan urin segar karena zat-zat ini bersifat labil, pada
suhu kamar bila kena cahaya. Bila urin dibiarkan pada suhu kamar, bakteri akan
berkembang biak yang menyebabkan pH menjadi alkali dan menyebabkan hasil positif
palsu untuk protein. Pertumbuhan bakteri karena kontaminasi dapat memberikan basil
positif palsu untuk pemeriksaan darah samar dalam urin karena terbentuknya
peroksidase dari bakteri.

Reagens pita untuk pemeriksaan protein lebih peka terhadap albumin dibandingkan
protein lain seperti globulin, hemoglobin, protein Bence Jones dan mukoprotein. Oleh
karena itu hasil pemeriksaan proteinuri yang negatif tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan terdapatnya protein tersebut didalam urin. Urin yang terlalu lindi,
misalnya urin yang mengandung amonium kuartener dan urin yang terkontaminasi oleh
kuman, dapat memberikan hasil positif palsu dengan cara ini. Proteinuria dapat terjadi
karena kelainan prerenal, renal dan post-renal. Kelainan pre-renal disebabkan karena
penyakit sistemik seperti anemia hemolitik yang disertai hemoglobinuria, mieloma,
makroglobulinemia dan dapat timbul karena gangguan perfusi glomerulus seperti pada
hipertensi dan payah jantung. Proteinuria karena kelainan ginjal dapat disebabkan
karena kelainan glomerulus atau tubuli ginjal seperti pada penyakit glomerulunofritis
akut atau kronik, sindroma nefrotik, pielonefritis akut atau kronik, nekrosis tubuler akut
dan lain-lain.
Pemeriksaan glukosa
dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens pita. Selain itu penetapan glukosa
dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengan cara reduksi
mungkin didapati hasil positip palsu pada urin yang mengandung bahan reduktor selain
glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-
obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin C. Cara enzimatik lebih sensitif
dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa
urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl.

Juga cara ini lebih spesifik untuk glukosa, karena gula lain seperti galaktosa, laktosa,
fruktosa dan pentosa tidak bereaksi. Dengan cara enzimatik mungkin didapatkan hasil
negatip palsu pada urin yang mengandung kadar vitamin C melebihi 75 mg/dl atau
benda keton melebihi 40 mg/dl.

Pada orang normal tidak didapati glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi karena
peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kepasitas maksimum tubulus
untuk mereabsorpsi glukosa seperti pada diabetes mellitus, tirotoksikosis, sindroma
Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang
rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma
Fanconi.

Benda- benda keton


dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan asam 13-hidroksi butirat. Karena
aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar. Pemeriksaan benda
keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam asetoasetat lebllh dari 5--10
mg/dl, tetapi cara ini kurang peka untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam beta
hidroksi butirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila urin mengandung
bromsulphthalein, metabolit levodopa dan pengawet 8-hidroksi-quinoline yang
berlebihan.
Dalam keadaan normal pemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada keadaan
puasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti pada diabetes mellitus,
kelainan metabolisme lemak didalam urin didapatkan benda keton dalam jumlah yang
tinggi. Hal ini terjadi sebelum kadar benda keton dalam serum meningkat.

Pemeriksaan bilirubin
dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana
asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-
nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah
asam sulfo salisilat.
Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini
menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila
dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi
sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau
serenium.
Pemeriksaan urobilinogen
dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen
berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin.

Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran
empedu atau proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh.

Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin, adanya darah dalam urin
mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita yang sedang
haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 ug hemoglobin per liter
urin. Tes ini lebih peka terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang utuh sehingga
perlu dilakukan pula pemeriksaan mikroskopik urin. Hasil negatif palsu bila urin
mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsu didapatkan bila urin
mengandung oksidator seperti hipochlorid atau peroksidase dari bakteri yang berasal
dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan kuman yang terkontaminasi.

tes nitrit.
Dalam keadaan normal urin bersifat steril. Adanya bakteriura dapat ditentukan dengan
tes nitrit.
Dalam keadaan normal tidak terdapat nitrit dalam urin. Tes akan berhasil positif bila
terdapat lebih dari 105 mikroorganisme per ml urin. Perlu diperhatikan bahwa urin
yang diperiksa hendaklah urin yang telah berada dalam buli-buli minimal 4 jam,
sehingga telah terjadi perubahan nitrat menjadi nitrit oleh bakteri. Urin yang terkumpul
dalam buli-buli kurang dari 4 jam akan memberikan basil positif pada 40% kasus.

Hasil positif akan mencapai 80% kasus bila urin terkumpul dalam buli-
buli lebih dari 4 jam. Hasil yang negatif belum dapat menyingkirkan adanya
bakteriurea, karena basil negatif mungkin disebabkan infeksi saluran kemih oleh
kuman yang tidak mengandung reduktase, sehingga kuman tidak dapat merubah nitrat
menjadi nitrit. Bila urin yang akan diperiksa berada dalam buli-buli kurang dari 4 jam
atau tidak terdapat nitrat dalam urin, basil tes akan negatif.

Kepekaan tes ini berkurang dengan peningkatan berat jenis urin. Hasil negatif palsu
terjadi bila urin mengandung vitamin C melebihi 25 mg/dl dan konsentrasi ion nitrat
dalam urin kurang dari 0,03 mg/dl.

Penilaian:
Berdasarkan kajian tentang pemeriksaan urine lengkap, hasil pemeriksaan urine
lengkap pasien tersebut pada dasarnya sebagian besar dalam batas normal, hanay
terdapat hasil Eritrosit yang + hal ini menunjukkan hematuria, kemungkinan adanya
perdarahan dalam saluran kemih, seperti infark ginjal, nephrolithiasis, infeksi saluran
kemih dan pada penyakit dengan diatesa hemoragik.
Referens:

dr. R. Wirawan, dr. S. Immanuel, dr. R. Dharma


Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta
www.smallcrab.com/index.php/kesehatan/795-penilaian-hasil-pemeriksaan-urine
6. Kimia Klinik

Glukosa (Sewaktu, Puasa dan 2 jam PP)


Untuk mengetahui kadar Glukosa darah, sehingga membantu menentukan terapi pasien
diabetes

Cholesterol Total, Trigliserida, HDL, LDL Direk


Untuk mengetahui profil lemak pasien, sehingga membantu menentukan terapi,
memantau terapi, menentukan faktor resiko PJK dan Stroke

Lp(a)
Merupakan faktor resiko stroke

Small dense-LDL
LDL berukuran kesil dan lebih berbahaya dari LDL, merupakan faktor resiko PJK dan
stroke

Ureum (BUN), Kreatinin


Untuk mengetahui fungsi ginjal

Asam Urat

Untuk mengetahui adanya penyakit Gout Arthritis (nyeri sendi karena tingginya kadar
asam urat)

SGOT, SGPT
Untuk mengetahui fungsi hati, sehingga membantu mendiagnosis kelainan hati

Billirubin
Peningkatan kadar billirubin bisa terjadi karena penyakit hati dan empedu (karena radang
/ infeksi, sumbatan batu, tumor) atau pemecahan sel darah merah yang berlebihan

Protein Total
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita kekurangan protein, untuk mengetahui
fungsi hati (hati merupakan organ yang menghasilkan protein)

Albumin
Kekurangan albumin dapat terjadi pada penyakit hati (misalnya serosi), kekurangan gizi,
kebocoran di ginjal (misalnya sindrom nefrotik)

Globulin
Penurunan kadarnya berarti terdapat gangguan kekebalan tubuh. Peningkatan kadar
globulin terjadi pada infeksi, penyakit hati dan beberapa keganasan.
Cholenesterase (CHE)
Merupakan enzim hati yang dipergunakan untuk membantu menentukan apakah fungsi
sintetis dari hati masih baik

Alkali Fosfatase (ALP) Gamma-GT


Meruoakan enzim yang dihasilkan oleh hati dan saluran empedu. Peningkatan kadarnya
berarti kemungkinan ada kelainan (radang, infeksi, batu, tumor) pada hati dan saluran
empedu

Protein Elektrophoresis (SPF)


Merupakan test untuk mengetahui proporsi (%) fraksi-fraksi protein dalam darah
(albumin, a1- dan a2-globulin, b-globulin, dan g-globulin

Penilaian: berdasarkan hasil pemeriksaan kimia darah glukosa sewaktu, ureum, kreatinin
dan protein total menunjukan hasil rendah, kemungkinan ada gangguan fungsi hati.

Referens:

http://www.kapukonline.com/2011/12/pemeriksaankimiadarahfungsidanartinya.html
7. Pemeriksaan Fungsi tyroid
Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid.
- Tes T4 digunakan untuk menentukan suatu hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
menentukan maintenance dose tiroid pada hipotiroidisme dan memonitor hasil
pengobatan antitiroid pada hipertiroidisme. Tes T3 digunakan untuk mendiagnosis
hipertiroidisme dengan kadar T4 normal .
Nilai Rujukan :
Dewasa : 50-113 ng/L (4,5mg/dl)
Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat
Diatas : diatas 16,5 mg/dl
Anak-anak : diatas 15,0 mg/dl
Usila : menurun sesuai penurunan kadar protein plasma
- Interpretasi :
- - Meningkat : hipertiroidisme, tiroiditis akut, kahamilan, penyakit hati kronik, penyakit
ginjal, diabetes mellitus, neonatus, obat-obatan: heroin, methadone, estrogen.
- - Menurun : hipotiroidisme, hipoproteinemia, obat2an seperti androgen,
kortikosteroid, antikonvulsan, antitiroid (propiltiouracil) dll.

- TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi ke tiga yang
dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga dapat digunakan
sebagai pemeriksaan tunggal dalam menentukan status tiroid dan dilanjutkan dengan
tes FT4 hanya bila dijumpai TSHs yang abnormal. FT4 lebih sensitif daripada FT3 dan
lebih banyak digunakan untuk konfirmasi hipotiroidisme setelah dilakukan tes TSHs .

Nilai rujukan : 0,4 – 5,5 mIU/l


Batas pengukuran : 0,002 – 20 mIU/L
 Interpretasi
Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun Hashimoto),
terapiantitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme sekunder karena hiperaktifitas
kelenjar hipofisis, stress emosional berkepanjangan, obat-obatan misalnya litium karbonat
dan iodium potassium.
- Menurun : hipotiroidisme sekunder, hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis
anterior, obat-obatan misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan dopamin.

Penilaian :
Berdasarkan hasil laboratorium diatas pemeriksaan Tes T4 menunjukan hasil dalam batas
normal, namun hasil TSHs lebih rendah dari normal hal ini menunjukan perlu adanya
pemeriksaan tambahan yaitu tes TRH
Tes TRH hanya dilakukan pada pasien yang dicurigai hipertiroidisme sedangkan kadar FT4 dan
FT3 masih normal atau untuk mengevaluasi kadar TSH yang rendah atau tidak terdeteksi dengan
atau tanpa hiper/hipotiroidisme yang penyebabnya tidak diketahui

Referens :

https://azmalardianto.blogspot.com/2014/05/pemeriksaan-hormon-tiroid.html

Anda mungkin juga menyukai