Anda di halaman 1dari 3

Pengukuran pada intinya merupakan proses representasi konsep yang bersifat abstrak menjadi indikator-indikator empiris.

Karena itu, dalam pengukuran sangat diperhatikan bagaimana membuat konsep teoritis yang abstrak dan tidak dapat diobservasi menjadi indikator-indikator empiris yang kemudian akan diobervasi. Dalam membahas mengenai pengukuran (measurement) ataupun ukuran (measure) khususnya dalam bidang psikologi dan pendidikan, kita sering dihadapkan pada konsep validitas dan reliabilitas pengukuran. Apakah sebenarnya validitas dan reliabilitas itu? 1. Validitas Validitas merupakan tingkat sejauh mana pengukuran/ukuran yang diperoleh benar-benar merefleksikan apa yang ingin diukur. Dengan kata lain, validitas menggambarkan tingkat kesesuaian antara ukuran empiris yang diperoleh terhadap makna sesungguhnya dari konsep pengukuran/ukuran yang sedang diteliti. Sebagai contoh, uji mengendara (test drive) bisa jadi valid untuk menentukan apakah seseorang mengetahui bagaimana mengendarai kendaraan, tetapi mungkin tidak valid untuk mengukur kemampuan inteligens seseorang. Validitas sering dikaitkan dengan akurasi. Sebagai contoh, dalam pengukuran dalam pengukuran tinggi badan dan berat badan, validitas adalah sejauh mana keakurasian pengukuran tinggi badan maupun berat badan yang dilakukan. 2. Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat sejauh mana pengukuran memberikan hasil yang sama (konsisten) dalam setiap observasi. Suatu pengukuran bisa saja valid tetapi tidak reliabel, demikian sebaliknya. Ukuran yang baik adalah yang memiliki keduanya yaitu memiliki validitas dan reliabilitas.

Lalu apa beda validitas dan reliabilitas? Gambar berikut ini mungkin dapat memberikan perbedaannya:

3. Jenis-jenis Validitas Ada tiga macam validitas: a. Content Validity atau Validitas Cakupan Content validity memiliki titik berat pada sejauh mana suatu ukuran empiris tertentu menggambarkan cakupan isi apa saja yang sedang diukur. Dalam kasus uji mengendara, hasil uji dikatakan content-valid (mempunyai validitas cakupan) jika test drive tersebut mencakup seluruh aspek kemampuan berkendara. Maka untuk mendapatkan pengukuran yang memilki content validity, seorang peneliti harus dapat menentukan dua hal, yaitu: (1) menentukan seluruh domain cakupan pengukuran dan (2) memilih dan menentukan indikator yang akan digunakan dalam pengukuran. b. Criterion-Related Validity Jenis validitas ini konsen pada hubungan atau korelasi antara hasil pengukuran dengan kriteria eksternal yang ditentukan. Misalnya dalam kasus uji mengendara, hasil uji dikatakan

valid jika nilai test yang tinggi benar-benar menunjukkan kemampuan yang baik dalam mengendara. Artinya ada korelasi yang tinggi antara nilai uji mengendara dengan kemampuan mengendara. Ada dua macam criterion-relatid validity yaitu (1) concurrent validity dan (2) predictive validity. Dalam contoh uji mengendara diatas, nilai ujian menggambarkan kemampuan mengendara dalam waktu yang sama disebut concurrent validity. Sedangkan dalam contoh try-out ujian SPMB di mana nilai try-out menggambarkan kemungkinan masuk PTN pada waktu yang akan datang disebut predictive validity. c. Construct Validity Construct validity fokus pada hubungan antara ukuran empiris dengan konsep teoritis. Tes intelegensia merupakan salah satu contoh ukuran yang harus memiliki construct validity.

Anda mungkin juga menyukai