Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Saat ini teknologi komunikasi nirkabel telah banyak
dipergunakan di berbagai bidang. Baik dalam teknologi
telekomunikasi maupun dalam teknik elektronika. Komunikasi
nirkabel adalah komunikasi dengan menggunakan media komunikasi
selain kabel. Contohnya antara lain media atmosfer dan media
satelit. Komunikasi menggunakan media atmosfer diterapkan dalam
komunikasi radio, yang menggunakan gelombang elektromagnetis
dengan memancarkan informasi tersebut lewat atmosfer atau ruang
bebas. Sedangkan dalam komunikasi menggunakan media satelit
menggunakan suatu satelit yang ditempatkan ruang angkasa sebagai
repeater. Kedua teknolgi nirkabel ini telah berkembang pesat sesuai
dengan perkembangan teknologi, dan penggunaannya pun
bermacam - macam.
Penulis menggunakan teknologi nirkabel untuk merancang
sebuah prototype dari pengendali perangkat listrik yang
dipergunakan di rumah. Dalam penulisan ini perangkat listrik yang
dimaksud adalah saklar lampu. Dengan adanya alat ini saklar lampu
yang dipasang permanen dalam rumah dapat dipindah - pindah
tanpa harus memikirkan panjang kabel yang dibutuhkan.
Oleh karena alasan tersebut penulis memberi judul "
PERANCANGAN PENGENDALI PERANGKAT LISTRIK
MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI AMPLITUDE SHIFT
KEYING (ASK)".
Perancangan alat ini diharapkan dapat menyalakan dan
mematikan peralatan elektronika di rumah (dalam hal ini lampu)
dengan menggunakan frekuensi UHF 433.92 MHz sebagai media
penumpangan sinyal informasi antara modul penerima dan modul
pemancar agar sistem pengendalian ini dapat bekerja. Dengan
teknologi ini, waktu dan biaya yang habis untuk instalasi alat-alat
elektronika yang biasanya ada di rumah dapat dikurangi. Selain itu
juga dapat meminimalkan penggunaan kabel yang mengganggu
pandangan.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari perancangan alat ini, maka yang menjadi permasalahan
yaitu:
1. Bagaimana merancang sebuah alat yang dapat mengendalikan
perangkat listrik dengan menggunakan teknik modulasi
amplitude) shift keying (ASK),
2. Bagaimana alat ini dapat bekerja pada frekuensi radio.
C. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam pengerjaan
proyek tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang sebuah alat pengendali perangkat listrik dalam hal
ini adalah sebagai saklar lampu.
2. Merancang sebuah alat yang pengendaliannya berdasarkan
pada teknologi nirkabel dengan menggunakan modulasi
amplitudo.

D. MANFAAT
Berikut manfaat pengerjaan tugas akhir ini, yaitu:
1. Mempermudah pengontrolan perangkat elektronik dalam hal ini
lampu, karena dapat dikendalikan dari jarak jauh.
2. Menambah pengetahuan pembaca, khususnya dalam bidang
elektronika telekomunikasi.
3. Menambah referensi bagi mahasiswa yang lain untuk
mengembangkan alat ini ataupun membuat alat baru yang lebih
baik dan bermanfaat bagi orang banyak.

E. BATASAN MASALAH
Perancangan alat dalam proyek tugas akhir ini menggunakan
sebagian kecil dari prinsip-prinsip rangkaian elektronika. Adapun
batasan masalah yang dibahas penulis yaitu sebagai berikut:
1. Alat ini dirancang berkaitan dengan teknologi nirkabel (tanpa
kabel).
2. Alat ini dirancang untuk mengendalikan peralatan listrik dalam hal
ini saklar lampu, dari jarak jauh dengan tempat yang tidak tetap.
3. Dalam penulisan ini, penulis hanya membatasi masalah hanya
pada penganalisaan kerja dari alat yang dirancang, terutama
mengenai komunikasi data digital antara pengirim dan penerima
serta ketersediaannya dan daya tahan dari alat yang dirancang ini.

F. KAITAN JUDUL DENGAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI
Dalam perancangan alat dalam proyek tugas akhir ini
menggunakan teknologi nirkabel yang keberadaannya telah banyak
diketahui dalam menyampaikan informasi dari bagian pengirim ke
bagian penerima. Berdasar hal tersebut penulis mebuat tugas akhir
yang berjudul "PERANCANGAN PENGENDALI PERANGKAT
LISTRIK MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI AMPLITUDE
SHIFT KEYING (ASK)". Tugas akhir ini berkaitan dengan teknologi
telekomunikasi pada proses penyampaian informasi dari pengirim ke
penerima dengan menggunakan teknologi nirkabel (tanpa kabel)
dimana dalam hal ini digunakan modulasi frekuensi sebagai proses
penumpangan sinyal informasi tersebut.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan Tugas Akhir (TA) ini akan dibagi menjadi lima
bab pembahasan yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pengantar terhadap alat yang akan dibuat sehingga lahir ide
mengenai rancangan alat ini.
BAB II DASARTEORI
Dasar-dasar teori yang diperoleh penulis dalam perkuliahan dan
referensi-referensi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
mendukung penulisan tugas akhir.
BAB III PEMBUATAN ALAT
Menjelaskan bagaimana proses perancangan dan pembuatan
alat pengendali perangkat listrik menggunakan teknik modulasi
amplitude shift keying (ASK).
BAB IV PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pengujian-pengujian yang dilakukan pada bagian-
bagian rangkaian keseluruhan, beserta pembahasan mengenai
perbandingan hasil pengukuran dengan hasil perhitungan berdasarkan
teori.
BABV PENUTUP
Merupakan kesimpulan dari masing-masing bab dan saran -
saran pengembangan
BAB II
DASAR TEORI

A. Konsep Modulasi
Modulasi adalah suatu proses dimana dimana isi informasi diubah
menjadi pembawa RF (Radio Frequency) sebelum pemancarnya.
Prosses kebalikannya mendapatkan bentuk informasi dari sinyal RF
(Radio Frequency) dinamakan demodulasi atau deteksi. Dalam
bentukya yang sederhana suatu modulator dapat menyebabkan
beberapa karakteristik sinyal RP (Radio Frequency) berubah
sebanding dengan bentuk gelombang pemodulasi, hal ini disebut
modulasi analog. Modulasi yang lebih kompleks mendigit dan
mengkodekan sinyal pemodulasi sebelum modulasi. Dalam banyak
penggunaan modulasi digital lebih dipilih daripada modulasi analog.
Tujuan dari suatu sistem komunikasi adalah mengirimkan sinyal
informasi melalui sebuah channel komunikasi dimana posisi dari
pemancar (transmitter) dengan penerima (receiver) mempunyai tempat
yang terpisah. Sinyal -sinyal informasi di dalam ilmu komunikasi
dinamakan sinyal-sinyal baseband (baseband signals). Sinyal
baseband ini mempunyai lebar pita frekuensi yang mewakili sinyal-
sinyal asli dan merupakan sumber dripada sumber informasi. Tujuan
daripada channel komunikasi adalah untuk menggeser range frekuensi
baseband ke dalam frekuensi lain yang digunakan untuk pengiriman
informasi, dan pada receiver sinyal yang telah digeser tersebut
dikembalikan dengan cara menggeser kembali ke frekuensi asal
seperti keadaan sebelum digeser. Sebagai contoh, suatu sistem radio
bekerja pada frekuensi 300Khz dan di atasnya, dimana sinyal
baseband tersebut bergeser pada frekuensi yang berada sistem radio
tersebut. Penggeseran frekuensi ini dilakukan dengan suatu proses
modulasi, dimana parameter dari sinyal carrier berubah-ubah menurut
perubahan sinyal pemodulasi (sinyal informasi). Secara umum bentuk
dari sinyal pembawa (carrier) adalah gelombang sinusoidal sedangkan
sinyal informasi yang berupa suara adalah gelombang kontinyu. Sinyal
baseband ini disebut sebagai gelombang pemodulasi (modulating
wave) sedangkan hasil dari proses modulasi disebut sebagai
gelombang yang dimodulasi (modulating wave).

Gambar 2.1. Prinsip sederhana proses modulasi suatu sistem
telekomunikasi
Modulasi merupakan proses terakhir dari pengiriman informasi
yang digunakan pada sistem komunikasi. Sedangkan pada receiver
proses akhirnya adalah endapatkan kembali sinyal informasi
(baseband) yang asli untuk diterima oleh pengguna (user). Proses
penerimaan ini yang pernah diketahui sebagai proses demodulasi
(demodulation) yang mana merupakan kebalikan dari proses modulasi
(modulation).
Secara garis besar, modulasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Modulasi analog, yang meliputi:
a. Amplitudo Modulation (AM)
Dalam sebuah transmitter AM (Amplitudo modulation) dari
output sinyal carrier (signal Radio Frequency) mempunyai
parameter yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan
parameter sinyal pemodulasi (informasi). Sinyal pemodulasi
adalah sinyal yang terdiri dari banyak frekuensi dan berubah-
ubah besarnya amplitudo dan phase, seperti sinyal yang
berasal dari manusia.

Gambar 2.2. Blok Diagram Transmitter Radio Telephone
Oscilator, buffer amplifier dan power amplifier berfungsi
sebagai penggeser frekuensi informasi sebesar frekuensi yang
dipergunakan oleh channel komunikasi. Microphone disini
berfungsi sebagai pengubah sinyal input yang berupa suara
(audio) menjadi suatu energi listrik, sedangkan driver
merupakan amplifier dari sinyal suara (audio) yang akan
digunakan sebagai sinyal pemodulasi pada bagian modulator,
sehingga proses modulasinya berjalan penuh. Output dari
modulator RF (Radio Frequency) dan sinyal pemodulasi
dikirimkan (transmisi). Proses transmisi ini menggunakan
sebuah antena agar sinyal termodulasi amplitudo ini dapat
beradiasi dengan channel komunikasi.
Index Modulasi
Modulasi amplitudo merupakan suatu pemancar
(transmitter) gelombang kontinyu yang paling sederhana.
Pemancar (transmitter) ini hanya membutuhkan sinyal informasi
e
m
(t) yang mempunyai amplitudo bervariasi dan berfungsi untuk
merubah amplitudo sinyal carrier E
c
Hasil dari proses
perubahan ini menghasilkan sinyal termodulasi amplitudo e
AM
(t)
sehingga menghasilkan sinyal termodulasi amplitudo dalam
bentuk persamaan matematis sebagai berikut:
e
AM
(t) = {E
c
+ e
m
(t)}sin (f
e
t + (0). ............................ (2.1)
Dimana:
e
m
(t) = persamaan sinyal informasi
e
AM
(t) = persamaan sinyal termodulasi
amplitudo
E
c
= Amplitudo sinyal carrier
Pada persamaan terlihat bahwa amplitudo sinyal AM
(Amplitudo Modulation) merapakan kombinasi dari amplitudo
sinyal pembawa (carrier) dengan amplitudo sinyal informasi.
Banyaknya perubahan amplitudo sinyal pembawa (carrier)
tergantung pada banyaknya perubahan amplitudo sinyal
informasi. Perubahan ini diekspresikan sebagai rasio amplitudo
sinyal informasi maksimum terhadap amplitudo sinyal pembawa
(carrier).
b. Frequency Modulation (FM)
Di dalam modulasi FM (Frequency Modulation)
kombinasi antara sinyal pemodulasi (informasi) dengan sinyal
pembawa (carrier) menyebabkan output dari modulator FM
(Frequency Modulation) mempunyai frekuensi yang bermacam-
macam menurut amplitudo dari sinyal pemodulasi. Gambar 2.3.
menunjukkan blok diagram dari pemancar (transmitter) FM
(Frequency Modulation), dimana sinyal pemodulasi diberikan
pada komponen varicap (Variable capasitor) sehingga harga
resistansinya berubah-ubah. Output dari varicap (Variable
capasitor) ini kemudian dihubungkan ke bagian osilator yang
merapakan pembangkit beberapa frekuensi tergantung dari
besarnya output varicap (Variable capasitor) ini. Bila tanpa
modulasi rangkaian oscilator ini akan mambangkitkan frekuensi
center yang stabil. Bila modulasi diterapkan, maka varicap
(Variable capasitor) akan menyebabkan frekuensi dari oscilator
berubah-ubah sekitar frekuensi center menurut perubahan
amplitudo sinyal pemodulasi

Gambar 2.3. Blok diagram transmitter FM (Frequency
Modulation).
Output osilator ini kemudian masuk ke bagian pengali
frekuensi (frequency ampifier) untuk menambahkan atau
mengurangi besarnya frekuensi yang terdapat pada bagian
pengali frekuensi (frequency ampifier) ini. Dan selanjutnya
diberikan ke bagian penguat amplifier (Power Amplifier) untuk
dipancarkan.
Spektrum FM (Frequency Modulation)
Bentuk gelombang dari modulasi frekuensi
berupa sinyal termodulasi frekuensi yaitu mempunyai amplitudo
tetap dengan besar frekuensi yang berubah-ubah atau
menghasilkan banyak frekuensi. Bentuk gelombang termodulasi
frekuensi ini akan mempunyai spektrum frekuensi yang cukup
banyak atau mempunyai sinyal sideband hanya satu atau lebih
dari satu. Banyaknya frekuensi dari hasil proses modulasi FM
(Frequency Modulation) yang menyatakan lebar tempat
kedudukan dari suatu pemancar (transmitter). Sehingga
semakin banyak sinyal sideband yang dihasilkan oleh pemancar
(transmitter) FM (Frequency Modulation), maka semakin besar
juga range frekuensi yang digunakan oleh pemancar
(transmitter) FM (Frequency Modulation) tersebut.
Pada modulasi FM (Frequency Modulation) juga dikenal
istilah index modulasi seperti yang digunakan pada sistem
modulasi AM (Amplitudo Modulation), tetapi fungsi pengaturan
index modulasi disini berbeda dengan yang digunakan pada
sistem AM (Amplitudo Modulation), dimana pada sistem FM
(Frequency Modulation) fungsi index modulasi adalah untuk
mengatur bandwidth frekuensi, sedangkan pada sistem AM
(Amplitudo Modulation) adalah untuk mengetahui atau mengatur
kualitas dari sinyal yang termodulasi AM (Amplitudo Modulation)
yang akan dipancarkan. Dalam pengaturan bandwidth untuk
modulasi FM (Frequency Modulation) dikenal dua istilah yaitu
NBFM (Narrow Band Frequency Modulation) dan WBFM (Wide
Band Frequency Modulation).
Pada NBFM (Narrow Band Frequency Modulation)
mempunyai index modulasi lebih kecil atau sama dengan 0,2
dan sebaliknya untuk WBFM (Wide Band Frequency
Modulation) mempunyai index modulasi lebih besar dari 0,2.
c. Phase Modulation (PM)
Phase Modulation (PM) merupakan bentuk modulasi
yang merepresentasikan informasi sebagai variasi fase dari
sinyal pembawa. Hampir mirip dengan Frequency
Modulation(FM), frekuensi pembawa juga bervariasi karena
variasi fase dan tidak merubah amplitudo pembawa. Phase
Modulation (PM) jarang digunakan karena memerlukan
perangkat keras penerima yang lebih kompleks. Keuntungan
PM adalah potensi gangguan dan daya yang dibutuhkan lebih
kecil.

Gambar 2.4. Phase Modulation (PM)
Phase Modulation (PM) dihasilkan bila sudut fasa <p
dari pembawa dibuat menjadi fungsi dari sinyal modulasi.
Pembawa tanpa modulasi diberikan oleh :
e
c
= sin (e
c
t +|) ................................................................... (2.2)
Phase Modulation (PM), <p
c
bisa digantikan dengan |
(t), dimana:
| (t) = |
C
+ Ke
m
.................................................................... (2.3)
K adalah konstanta deviasi fasa (analog dengan K
untuk modulasi frekuensi) dan e
m
adalah sinyal modulasi.
Biasanya |
c
dapat dihapuskan dari persamaan karena
merupakan konstanta yang tidak dipengaruhi modulasi.
2. Modulasi digital
Modulasi digital merupakan proses penumpangan sinyal
digital (bit stream) ke dalam sinyal carrier. Modulasi digital
sebenarnya adalah proses mengubah-ubah karakteristik dan sifat
gelombang pembawa (carrier) sedemikian rupa sehingga bentuk
hasilnya (modulated carrier) memiliki ciri-ciri dari bit-bit (0 atau 1).
Berarti dengan mengamati sinyal carriernya, kita bisa mengetahui
urutan bitnya disertai clock (timing, sinkronisasi). Melalui proses
modulasi digital sinyal-sinyal digital setiap tingkatan dapat dikirim
ke penerima dengan baik. Untuk pengiriman ini dapat digunakan
media transmisi fisik (logam atau optik) atau non fisik (gelombang-
gelombang radio).
Pada dasarnya dikenal 3 sistem modulasi digital yaitu:
Amplitude Shift Keying (ASK) , Frequency Shift Keying (FSK), dan
Phase Shift Keying (PSK).
a. Amplitude Shift Keying (ASK)
Amplitude Shift Keying (ASK) atau pengiriman sinyal digital
berdasarkan pergeseran amplitudo merupakan modulasi
dengan mengubah-ubah amplitudo. Dalam proses modulasi ini
kemunculan frekuensi gelombang pembawa tergantung pada
ada atau tidak adanya sinyal informasi digital. Keuntungan yang
diperoleh dari metode ini adalah bit per baud (kecepatan digital)
lebih besar. Sedangkan kesulitannya adalah dalam menentukan
level acuan yang dimilikinya, yakni setiap sinyal yang diteruskan
melalui saluran transmisi jarak jauh selalu dipengaruhi oleh
redaman dan distorsi lainnya. Oleh sebab itu metode Amplitude
Shift Keying (ASK) hanya menguntungkan bila dipakai untuk
hubungan jarak dekat saja. Dalam hal ini faktor noice atau
gangguan juga harus diperhitungkan dengan teliti, seperti juga
pada sistem modulasi AM.
b. Frequency Shift Keying (FSK)
Frequency Shift Keying (FSK) atau pengiriman sinyal
digital melalui penggeseran frekuensi. Metode ini merupakan
suatu bentuk modulasi yang memungkinkan gelombang
modulasi menggeser frekuensi output gelombang pembawa.
Pergeseran ini terjadi antara harga-harga yang telah ditentukan
semula dengan gelombang output yang tidak mempunyai fase
terputus-putus. Dalam proses modulasi ini besarnya frekuensi
gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan
ada atau tidak adanya sinyal informasi digital. Frequency Shift
Keying (FSK) merupakan metode modulasi yang paling populer.
Dalam proses ini gelombang pembawa digeser ke atas dan ke
bawah untuk memperoleh bit 1 dan bit 0. Kondisi ini masing-
masing disebut space dan mark. Keduanya merupakan standar
transmisi data yang sesuai dengan rekomendasi CCITT.
Frequency Shift Keying (FSK) juga tidak tergantung pada teknik
pemancar, seperti yang telah ditentukan sejak semula.
Kehadiran gelombang pembawa dideteksi untuk menunjukkan
bahwa pemancar telah siap. Dalam hal penggunaan pemancar
(multi transmitter), masing-masingnya dapat dikenal dengan
frekuensinya. Prinsip pendeteksian gelombang pembawa
umumnya dipakai untuk mendeteksi kegagalan sistem bekerja.
Bentuk dari modulated Carrier FSK mirip dengan hasil modulasi
FM. Secara konsep, modulasi FSK adalah modulasi FM, hanya
disini tidak ada bermacam-macam variasi/deviasi ataupun
frekuensi, yang ada hanya 2 kemungkinan saja, yaitu More atau
Less (High atau Low, Mark atau Space). Tentunya untuk deteksi
(pengambilan kembali dari kandungan Carrier atau proses
pemodulasinya) akan lebih mudah, kemungkinan kesalahan
(error rate) sangat minim/kecil. Umumnya tipe modulasi FSK
dipergunakan untuk komunikasi data dengan Bit Rate
(kecepatan transmisi) yang relatif rendah, seperti untuk Telex
dan Modem-Data dengan bit rate yang tidak lebih dari 2400 bps
(2.4 kbps).
c. Phase Shift Keying (PSK)
Phase Shift Keying (PSK) atau pengiriman sinyal digital
melalui pergeseran fase. Metode ini merupakan suatu bentuk
modulasi fase yang memungkinkan fungsi pemodulasi fase
gelombang termodulasi di antara nilai-nilai diskrit yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dalam proses modulasi ini fase dari
frekuensi gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan
perubahan status sinyal informasi digital. Sudut fase harus
mempunyai acuan kepada pemancar dan penerima. Akibatnya,
sangat diperlukan stabilitas frekuensi pada pesawat penerima.
Guna memudahkan untuk memperoleh stabilitas pada
penerima, kadang-kadang dipakai suatu teknik yang koheren
dengan Phase Shift Keying (PSK) yang berbeda-beda.
Hubungan antara dua sudut fase yang dikirim digunakan untuk
memelihara stabilitas. Dalam keadaan seperti ini , fase yang
ada dapat dideteksi bila fase sebelumnya telah diketahui. Hasil
dari perbandingan ini dipakai sebagai patokan (referensi).

Gambar 2.5. Modulasi Digital

B. SISTEM DIGITAL
Dunia elektronika terbagi atas dua kelompok besar yaitu sistem
analog dan sistem digital. Pada system analog, bentuk gelombang
tegangan dan arus mempunyai variasi yang sama dengan sinyal
informasinya, dengan kata lain perubahan amplitudo gelombang
terhadap waktu selalu kontinyu. Sedangkan dalam system digital,
bentuk gelombang tegangan dan arus tidak lagi berbentuk sinyal yang
kontinyu, tetapi berbentuk diskrit. Sinyal digital merupakan kelompok
pulsa-pulsa yang hanya mempunyai dua level yaitu high dan low
(rendah-tinggi atau on-off).
Suatu sinyal informasi analog dikuantisasi dan dikodekan ke
dalam kode-kode biner, sehingga dapat diperoleh sinyal informasi
digital. Dalam proses perubahan dari sinyal analog ke sinyal digital
atau sebaliknya diperlukan suatu proses pengkodean. Proses
pengkodean ini dilakukan oleh sebuah encoder (analog ke digital) dan
decoder (digital ke analog).
1. Encoder
Encoder merupakan rangkaian logika yang berfungsi
mengubah data yang ada pada inputnya menjadi kode-kode biner
pada outputnya. Pada penyusunan tugas akhir ini, untuk bagian
encoder digunakan encoder yang telah terintegrasi dalam suatu
circuit (IC) adalah produk buatan holtek yang bertipe HT12E.




Gambar 2.6. Pin- pin IC HT12E
Gambar diatas menunjukkan IC HT12E yang akan
digunakan dalam proses encoder dalam perancangan tugas akhir
ini. Dari kaki-kaki dari IC HT12E, dapat dilihat beberapa jenis
keterangan. Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi-fungsi dari
kaki-kaki IC HT12E tersebut:
a. Sumber tegangan
Suatu dengan IC HT12E ini, juga memerlukan catuan.
Untuk mencatu IC HT12E digunakan kaki 9 dan kaki 18. Kaki 9
berfungsi sebagai ground atau pertanahan, sedangkan kaki 18
digunakan sebagai tegangan positif. IC HT12E ini dapat
beroperasi pada sumber tegangan 2,4 Volt - 12 Volt.
b. Pengalamatan
Pada IC ini terdapat suatu pengalamatan untuk lebih
menjaga keamanan data, sehingga tidak semua decoder dapat
mengartikan hasil keluaran dari encoder. Hanya decoder yang
alamatnya sama yang dapat mengkodekannya kembali ke
bentuk semula. Untuk pengalamatan, kaki yang digunakan
adalah kaki 1-8 untuk address dan 10-13 untuk data.
c. Oscilator
Oscilator di dalam IC ini berfungsi untuk memberikan
suatu clock untuk mengaktifkan IC HT12E ini. Frekuensi osilasi
yang bisa dibangkitkan dengan beban yang berupa resistor
dengan hambatan 1,1 MD. adalah 3 KHz. Kaki yang digunakan
untuk oscillator ini adalah kaki 15 dan 16.
d. Input
Input adalah informasi yang akan dikodekan dalam
encoder, Input pada IC HT12E ini berada pada kaki
e. Output
Output adalah sinyal yang telah dikodekan dan
selanjutnya akan diteruskan ke bagian lainnya, sesuai dengan
keinginan. Output dari IC HT12E ini dapat kita ambil dari kaki
17.
Berikut blok diagram yang terdapat dalam IC HT12E,
sehingga dapat mengkodekan data menjadi bit-bit biner dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:



Gambar 2.7. Blok Diagram IC HT12E
2. Decoder
Decoder merupakan rangkain logika yang berfungsi
mengkodekan ulang atau menfsirkan kode-kode biner yang ada
pada inputnya menjadi data asli pada outpunya, dan merupaka
fungsi kebalikan dari encoder. Pada bagian decoder ini digunakan
decoder yang telah di integrasikan dalam sebuah circuit (IC)
HT12D yang diproduksi oleh holtek.






Gambar 2.8. Pin-pin IC HT12D
Gambar diatas menunjukkan IC HT12D yang akan digunakan
dalam proses encoder dalam perancangan tugas akhir ini. Dari
kaki-kaki dari IC HT12D, dapat dilihat beberapa jenis keterangan.
Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi-fungsi dari kaki-kaki IC
HT12D tersebut:
a. Sumber tegangan
Suatu system elektronika tidak akan dapat berfungsi tanpa
adanya sumber catuan. Sama halnya dengan IC HT12D ini,
juga memerlukan catuan. Untuk mencatu IC HT12D digunakan
kaki 9 dan kaki 18. Kaki 9 berfungsi sebagai ground atau
pertanahan, sedangkan kaki 18 digunakan sebagai tegangan
positif. IC HT12D ini dapat beroperasi pada sumber tegangan
2,4 Volt - 12 Volt.
b. Pengalamatan
Pada IC ini terdapat suatu pengalamatan untuk lebih menjaga
keamanan data, sehingga tidak semua data dari encoder dapat
diterjemahkan. Hanya encoder yang alamatnya sama yang
dapat dikodekan kembali ke bentuk semula. Untuk
pengalamatan, kaki yang digunakan adalah kaki 1-8 untuk
address dan 10-13 untuk data.

c. Oscilator
Oscilator di dalam IC ini berfiingsi untuk memberikan
suatu clock untuk mengaktifkan IC HT12E ini. Frekuensi
oscilator dengan beban yang berupa resistor dengan hambatan
51 KQ. adalah 150 KHz. Kaki yang digunakan untuk oscillator ini
adalah kaki 15 dan 16.
d. Input
Input adalah informasi yang akan dikodekan dalam
encoder, Input pada IC HT12E ini berada pada kaki 10, 11, 1
dan 13.
e. Output
Output adalah sinyal yang telah dikodekan dan
selanjutnya akan diteruskan ke bagian lainnya, sesuai dengan
keinginan.
Output dari IC HT12D ini dapat kita ambil dari kaki 17.
Berikut blok diagram yang terdapat dalam IC HT12D, sehingga
bias menafsirkan hasil pengkodean menjadi data sebenarnya
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:












Gambar 2.9. Blok Diagram IC HT12dD
C. Arus DC (Direct Current) dan Arus AC (Alternating Current)
Arus listrik merupakan perubahan kecepatan muatan terhadap
waktu atau muatan yang mengalir dalam satuan waktu dengan simbol I
(berasal dari bahasa Perancis : Intensite), dengan kata lain arus
adalah muatan yang bergerak. Selama muatan tersebut bergerak
maka akan muncul arus tetapi ketika muatan tersebut diam maka arus
pun akan hilang. Muatan akan bergerak jika ada energi luar yang
mempengaruhinya. Muatan adalah satuan terkecil dari atom atau sub
bagian dari atom. Dimana dalam teori atom modern menyatakan atom
terdiri dari partikel inti (proton bermuatan (+) dan neutron yang bersifat
netral) yang dikelilingi oleh muatan elektron (-), normalnya atom
bermuatan netral. Muatan terdiri dari dua jenis muatan yaitu muatan
positif dan muatan negatif. Dalam teori rangkaian arus merupakan
pergerakan muatan positif. Ketika terjadi beda potensial disitulah
elemen atau komponen maka akan muncul arus dimana arah arus
positif mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah dan arah arus
negatif sebaliknya.
Arus dibedakan menjadi dua macam :
1. Arus searah DC (Direct Current)
Arus searah DC (Direct Current) adalah arus yang
mempunyai nilai tetap atau konstan ternadap satuan waktu, artinya
dimana pun kita menmjau arus tersebut akan mendapatkan nilai
yang sama.





Gambar 2.10. Arus Searah DC (Direct Current)
2. Arus bolak-baiik AC (Alternating Current)
Arus bolak-balik AC {Alternating Current) adalah arus yang
mempunyai nilai yang beruban terhadap satuan waktu
dengan karakteristik akan selalu berulang untuk periode waktu
tertentu (mempunyai periode waktu : T)






Gambar 2.11. Arus Bolak-balik AC (Alternating Current)

D. Antena
1. Pengertian Antena
Antena adalah susunan seperangkat logam atau metal
(berbentuk batang atau kawat) yang digunakan untuk memancarkan
serta menerima energi elektromagnetik atau gelombang radio.
Karena merupakan perangkat perantara antara media kabel dan
udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai {match)
dengan media kabel pencatunya.
Dalam perancangan suatu antena, beberapa hal yang
harus diperhatikan antara lain :
a. Bentuk dan arah radiasi yang diinginkan
b. Polarisasi yang dimiliki
c. Frekuensi kerja
d. Lebar band (bandwidth), dan
e. Impedansi input yang dimiliki
Fungsi dari antena antara lain :
a. Sebagai interface, antarmuka atau peralihan radio sumber sinyal
(equipment) dengan freespace.
b. Karena itulah antena memerlukan optimasi direction atau
pemilihan area tertentu agar energi dalam arah tertentu
maksimal dan arah yang lain minimal.
Antenna dalam komunikasi gelombang radio:
a. Untuk daerah frekuensi >30Mhz, antena yang sering digunakan
dalam komunikasi gelombang radio adalah VHF (Very High
Frequency).
b. Antena VHF (Very High Frequency) atau UHF (Ultra High
Frequency). Kedua antena ini dapat digolongkan menjadi dua
jenis, yaitu:
1) Antena dengan pancaran ke segala arah atau yang sering
disebut antena Omnidirectional.
2) Antena yang mempunyai pemancar atau penerima ke satu
atau yang sering disebut antena Directional.
Antena yang dipergunakan dalam penerimaan sinyal dari
pemancar RF (Radio Frequency) adalah antena dengan pancaran ke
segala arah (Omnidirectional) yang dapat memancarkan gelombang
radio ke segala arah. Yang termasuk antena pancaran ke segala
arah adalah antena model Yagi. Antena adalah bagian yang paling
penting dari sistem pemancar. Antena berfungsi sebagai alat yang
dapat meradiasikan gelombang radio. Sebagai bagian dari sistem
penerima, antena berfungsi sebagai bagian yang dapat menangkap
radiasi gelombang radio. Antena yang ideal akan meradiasikan
gelombang radio ke segala arah. Antena yang ideal disebut sebagai
antena isotropis. Sebagai gambaran, jika antena isotropis diletakkan
pada titik pusat dari bola maka antena isotropis akan mengisi semua
ruang yang ada pada bola tersebut dengan radiasi gelombang radio.
Beberapa parameter-parameter pada antena antara lain :
1) Polarisasi
Polarisasi dibedakan menjadi polarisasi vertikal dan
polarisasi horisontal. Sebagai gambaran yang sederhana sebuah
antena dapat dikatakan mempunyai polarisasi vertikal jika antena
tersebut diletakkan pada posisi yang vertikal terhadap bumi.
Antena dengan polarisasi vertikal akan menghasilkan gelombang
radio dengan polarisasi yang vertikal juga. Untuk dapat
menangkap gelombang radio yang mempunyai polarisasi vertikal
pada penerima radio juga dibutuhkan antena dengan polarisasi
yang sama. Sebaliknya, antena dikatakan horisontal jika antena
tersebut diletakkan pada posisi yang horisontal terhadap bumi.
Dan gelombang radio yang dihasilkannya pun adalah gelombang
radio dengan polarisasi yang horisontal.
2) Penguatan Antena
Antena adalah komponen yang bersifat pasif. Secara harfiah
antena tidak mungkin menguatkan sinyal yang diberikan
kepadanya. Penguatan pada antena sebenarnya adalah seberapa
banyak antena tersebut dapat meradiasikan gelombang mikro ke
arah yang diinginkan.
3) Pengarahan
Pengarahan berhubungan erat dengan penguatan perarahan
(Directive gain), directive gain adalah rasio perbandingan antara
intensitas radiasi maksimum pada arah yang dituju dengan
intensitas radio maksimum dari antena acuan untuk daya input
yang sama. Antena dibedakan menjadi antena pancaran dua arah
(Bidirectional) dan antena pancaran ke segala arah
(Omnidirectional). Antena yang dipergunakan dalam rancangan
adalah antena jenis Omnidirectional. Antena Omnidirectional
dapat dikatakan meradiasikan gelombang radio yang sama kuat
ke segala arah.

E. Relay
Relay adalah saklar elektronik yang dapat membuka atau
menutup rangkaian dengan menggunakan kontrol dari rangkaian
elektronik lain. Sebuah relay tersusun atas kumparan, pegas, saklar
(terhubung pada pegas) dan dua kontak elektronik (Normally close
dan normally open).
a. Normally Close (NC) : Saklar terhubung dengan kontak ini saat
relay tidak aktif atau dapat dikatakan saklar dalam kondisi
terbuka.
b. Normally Open (NO) : Saklar terhubung dengan kontak ini saat
relay aktif atau dapat dikatakan saklar dalam kondisi tertutup.





Gambar 2.12. Bentuk fisik dan simbol dari relay
Berdasarkan pada prinsip dasar cara kerjanya, relay dapat
bekerja karena adanya medan magnet yang digunakan untuk
menggerakkan saklar. Saat kumparan diberikan tegangan sebesar
tegangan kerja relay maka akan timbul medan magnet pada
kumparan karena adanya arus yang mengalir pada lilitan kawat.
Kumparan yang bersifat sebagai elektromagnet ini kemudian akan
menarik saklar dari kontak Normally Close (NC) ke kontak Normally
Open (NO). Jika tegangan pada kumparan dimatikan maka medan
magnet pada kumparan akan hilang sehingga pegas akan menarik
saklar ke kontak Normally Close (NC).
Relay merupakan sebuah saklar magnet yang dapat
memutuskan dan menutup sirkuit dari jarak jauh. Adapun jenisnya
Relay ada 2 yaitu:
1) Relay yang bekerja dari arus bolak - balik
2) Relay yang bekerja dari arus rata- rata.
Tujuan pemakaian relay pada sistem beban yang berat adalah
untuk menghindari terjadinya voltage drop. Secara elektronik,
sistem baban tersebut diubungkan langsung dengan switch yang ada
di dalam ruang kemudi, namun apabila hal itu terjadi, maka
rangkaian akan menjadi cukup panjang dan hal ini apabila dilakukan
untuk arus yang cukup besar maka akan terjadi voltage drop karena
terbatasnya power dalam accu. Dengan memasang atau meletakkan
relay, rangkaian akan terhindar dari voltage drop yang tidak
diinginkan.

F. TLP 434 dan RLP 434
TLP/RLP 434 adalali modul hibrid RF ASK berupa pemancar dan
penerima generasi terbaru yang bekerja pada frekuensi yang tinggi.
Sangat berguna untuk aplikasi wireless, Radio control atau telemetri.
Berikut susunan kaki chip dari TLP/RLP 434 tersebut:
a. Modulation : ASK
b. Operation Voltage :2-12VDC
c. RF Output Power : 8mW @3,6V





Gambar 2.13. Susunan Pin TLP 434

G. Transistor sebagai Saklar






Gambar 2.14. Simbol Transistor
Transistor bipolar biasanya digunakan sebagai saklar dan
penguat pada rangkaian elektronika digital. Transistor memiliki tiga
terminal komponen semi konduktor, pada satu terminal berfungsi
sebagai pembuka (open) bagi kedua kaki lainnya. Transistor biasanya
lebih banyak dibuat dari bahan silikon yang berjenis P atau N. Tiga
kaki yang berlainan membentuktransistor bipolar adalah emitor, basis
dan kolektor. Emitor, basis, dan kolektor dapat dikombinasikan
menjadi jenis P-N-P dan N-P-N yang menjadi satu sebagai tiga kaki
transistor. Pada rangkaian elektronik, sinyal input adalah 1 atau 0.
Sinyal ini selalu dipakai pada basis transistor, yang mana kolektor dan
emitor sebagai penghubung untuk pemutus (short) atau sebagai
pembuka rangkaian. Aturan atau prosedur transistor adalah sebagai
berikut:
1) Pada transistor NPN, memberikan tegangan positif dari basis ke
emitor, menyebabkan hubungan kolektor ke emitor terhubung
singkat, yang menyebabkan transistor aktif (on). Memberikan
tegangan negatif atau 0 Volt dari basis ke 3 emitor akan
menyebabkan hubungan kolektor dan emitor terbuka, yang
menyebabkan transistor mati.
2) Pada transistor PNP, memberikan tegangan negatif dari basis ke
emitor akan menyalakan transistor (on). Dan memberikan
tegangan positif atau 0 Volt dari basis ke emitor akan mematikan
transistor (off).
Rangkaian pembiasan
Rangkaian pembiasan yang digunakan dalam penulisan tugas
akhir ini adalah bias transistor. Rangkaian bias transistor secara
umum dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.15. Bias basis transistor
Gambar di atas adalah contoh bias basis. Sebuah sumber V
B
B
me-forward bias dioda emiter melalui resistor yang membatasi arus
RB- Hukum tegangan Kirchhoff menyatakan tegangan pada RB adalah
V
BB
- V
B
E-Hukum ohm memberikan arus basis :
I
B
=
B
BE BB
R
V V
.(2.4)
Dimana VBE
=
0,7 V untuk transistor silikon dan 0,3 V untuk
germanium.


Gambar 2.16. Garis Beban DC
Dalam rangkaian kolektor, sumber tegangan VCC me-Reverse
bias dioda kolektor melalui RC. Dengan hukum tegangan Kirchhoff:
V
CE
= V
CC
I
C
.R
C
...(2.5)
Dimana:
V
CE
= tegangan kolektor- emitor
Y
CC
= sumber teeanean
Ic = arus kolektor
R
C
= resistansi kolektor
Dalam rangkaian yang diberikan, V
CC
dan Re adalah tetap, V
CE

dan I
C
adalah peubah. Maka dapat disusun kembali persamaan di
atas untuk mendapatkan:
I
C
=
C
CC
C
CE
R
V
R
V
+ .(2.6)
Gambar 2.16 menunjukkan grafik dari persamaan memotong
kurva-kurva dari kolektor. Perpotongan vertikal adalah pada Vcc / Ic.
Perpotongan horisontal adalah pada VCC dan kemiringannya adalah -
1/Rc. Garis ini disebut garis beban DC karena garis ini menyatakan
semua titik operasi yang mungkin. Perpotongan dari garis beban DC
dengan arus basis adalah titik operasi dari pada transistor.
Titik dimana garis beban memotong kurva IB = 0 disebut titik
sumbat (cut-off). Pada titik ini arus basis adalah 0 dan arus kolektor
kecil sehingga dapat diabaikan (hanya arus bocor ICEQ yang ada).
Pada titik sumbat, dioda emiter kehilangan forward bias, dan kerja
transistor normal terhenti. Untuk perkiraan yang aproksimasi tegangan
kolektor-emiter adalah:
V
CE cutoff)
= V
CC
.. (2.7)
Perpotongan dari garis beban dan kurva I
B
= I
B(sat
) disebut
penjenuhan (Saturation). Pada titik ini arus basis sama dengan I
B(sat)

dan arus kolektor adalah maksimum. Pada penjenuhan, dioda
kolektor kehilangan Reverse bias dan kerja transistor yang normal
terhenti. Untuk perkiraan yang aoroksimasL arus kolektor nada
Penjenuhan adalah:
I
C
(sat) ~
C
CC
R
V
(2.8)
Dan arus basis yang tepat menimbulkan penjenuhan adalah :
I
B
(sat) ~
DC
) SAT (
B
IC
(2.9)
Tegangan kolektor-emitor pada penjenuhan adalah:
V
CE
= V
CE(sat)
(2.10)
Jika arus basis lebih besar daripada IB(sat), arus kolektor
tak dapat bertambah karena dioda tidak lagi di-Reverse bias.

H. Transformator
Transformator (trafo) adalah alat yang digunakan untuk
menaikkan atau menurunkan tegangan bolak-balik (AC).
Transformator terdiri dari 3 komponen pokok yaitu: kumparan pertama
(primer) yang bertindak sebagai input, kumparan kedua (sekunder)
yang bertindak sebagai output, dan inti besi yang berfiingsi untuk
memperkuat medan magnet yang dihasilkan.





Gambar 2.17. Bagian-bagian transformator

Prinsip Kerja Transformator
Prinsip kerja dari sebuah transformator adalah sebagai berikut.
Ketika Kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan
bolak-balik, perubahan arus listrik pada kumparan primer
menimbulkan medan magnet yang berubah. Medan magnet yang
berubah diperkuat oleh adanya inti besi dan dihantarkan inti besi ke
kumparan sekunder. sehingga pada ujung-ujung kumparan sekunder
akan timbul ggl induksi. Efek ini dinamakan induktansi timbal-balik
{mutual inductance).
Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer,
tegangan sekunder, dan jumlah lilitan sekunder, dapat dinyatakan
dalam persamaan:
S
P
S
P
N
N
V
V
= ..(2.11)
Berdasarkan perbandingan antara jumlah lilitan primer dan
jumlah lilitan skunder transformator ada dua jenis yaitu:
a. Transformator step up yaitu transformator yang mengubah
tegangan bolak-balik rendah menjadi tinggi, transformator ini
mempunyai jumlah lilitan kumparan sekunder lebih banyak
daripada jumlah lilitan primer (Ns > Np).
b. Transformator step down yaitu transformator yang mengubah
tegangan bolak-balik tinggi menjadi rendah, transformator ini
mempunyai jumlah lilitan kumparan primer lebih banyak daripada
jumlah lilitan sekunder (Np > Ns).
Pada transformator (trafo) besarnya tegangan yang dikeluarkan
oleh kumparan sekunder adalah:
1. Sebanding dengan banyaknya lilitan sekunder (Vs ~ Ns).
2. Sebanding dengan besarnya tegangan primer ( VS ~ VP).
3. Berbanding terbalik dengan banyaknya lilitan primer.
Untuk keluaran dari transformator ini DC, dapat
dihitung menggunakan rumus di bawah ini:
V
P
=
t
PP
xV 2
...................................................................... .(2.12)
Dimana:
Vp = Tegangan Keluaran Dari Transformator (tegangan DC)
Vpp = Tegangan peak to peak keluaran transformator
BAB III
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

A. PERANCANGAN BLOK SISTEM
Rancangan pengendali menggunakan modulasi Amplitude Shift
Keying (ASK) tersusun atas beberapa subsistem yang terintegrasi
menjadi satu sehingga mampu menghasilkan suatu sistem pengendali
yang dapat mengendalikan sebuah perangkat elektronik yang
berfungsi sebagai output sistem ini.











Gambar 3.1 Blok diagram pengendali perangkat elektronik
menggunakan modulasi amplitudo shift keying (ASK)
Adapun bagian-bagian dari blok diagram pengendali perangkat
elektronik menggunakan modulasi amplitudo shift keying (ASK) adalah
sebagai berikut:
1. Blok Transmitter
Blok transmitter terdiri dari 3 sub bagian yang saling
berhubungan sehingga dapat membangkitkan sebuah sinyal yang
akan mengendalikan perangkat elektronik yang ada disisi penerima,
dalam hal ini berupa lampu. Sub bagian dari blok transmitter adalah
sebagai berikut:
a. Input
Input dalam system ini merupakan 4 buah saklar ON-OFF
(DO, Dl, D2, D3) yang memiliki dua kaki, yang salah satu kaki
pinggirnya terhubung dengan rangkaian pencatu perangkat ini
sedangakan kaki pinggir lainnya terhubung ke IC HT12E pada
kaki 10, 11, 12, dan 13. Saklar ini berfungsi untuk memberi data
masukan untuk IC HT12E yang selanjutnya akan di kodekan.





Gambar 3.2 Penempatan input pada IC HT12E
b. Encoder
Encoder yang dipakai pada rangkaian pengendali ini berupa
IC HT12E. pada IC HT12E ini terdiri dari 2 bagian utama yaitu
sebagai berikut:
Data setting
Pada perancangan system ini, data setting berfungsi
untuk men-set nilai data yang diterima dari data. Pensetan
data dilakukan pada kaki pin 10-13. Data yang dimasukkan
terhubung dengan saklar, sehingga nilai input data tergantung
kondisi on-off saklar. Kaki pin 14 dihubungkan ke Ground yang
menghasilkan nilai logika "0" atau disebut dengan aktif Low.
Address setting
Address setting adalah proses pengalamatan untuk IC
HT12E, pada perancangan system semua kaki untuk men-set
alamat IC ini digroundkan. Penyettingan address digroundkan
semua dilakukan untuk mempermudah proses pengalamatan.
Kaki pin IC yang menunjukkan address yaitu terletak pada
kakipinl-8(A0-A7).

Gambar 3.3 pengaturan kaki pin untuk data dan address.
c. TLP 434
TLP 434 adalah sebuah modul pemancar kecil sederhana
yang memiliki frekuensi pancaran 433,92 MHz yang bekerja
dengan teknik modulasi amplitude shift keying (ASK). Modul TLP
434 ini ditunjukkan seperti gambar dibawah ini:







Gambar 3.4 Modul Pemancar TLP 434
Modul TLP 434 ini memiliki 4 buah pin yang berfungsi
sebagai berikut:
- Pin 1 berfungsi sebagai Ground dari IC ini yang akan
terhubung pada grounding perangkat yang terdapat pada PCB
rancangan.
- Pin 2 berfungsi sebagai input data yang merupakan data hasil
dari rangkain yang akan dipancarkan, dalam hal ini input data
berasal dari IC HT12E. di bawah ini ditunjukkan penempatan
input data yang merupakan keluaran IC HT12E yang terdapat
pada pin 17:





Gambar 3.5 Cara menghubungkan modul TLP 434
dengan IC HT12E
- in 3 berfungsi sebagai sumber tegangan dari modul TLP 434
ini atau untuk mengaktifkan pemancar ini. Untuk mengaktifkan
modul TLP 434 ini dibutuhkan catuan tegangan antara 2 V
sampai 12 Volt.
- Pin 4 berfungsi sebagai output radio frekuensi dari rangkain ini
yang telah di modulasi dari TLP 434 dan siap untuk di
pancarkan melalui antena. Pin 4 ini terhubung langsung
dengan antena pemancar.
d. Antena
Antena pemancar yang digunakan dalam rangakain
pemancar ini adalah jenis antena whip yang berupa kabel tunggal
tembaga yang memiliki pancaran ke segala arah.
2. Blok Receiver
Blok receiver merupakan system yang digunakan untuk
menerjemahkan sinyal yang dikirimkan oleh pemancar TLP 434
pada blok transmitter. Sama halnya pada blok transmitter, pada
blok receiver ini juga terdapat beberapa sub bagian sebagai
berikut.
a. Antena
Antena yang digunakan adalah antenna whip yang sama
dengan antenna pemancar, antenna ini digunakan untuk
menangkap sinyal yang dipancarkan dari transmitter
b. Penerima RLP 434
Penerima RLP 434 ini merupakan pasangan dari
pemancar TLP 434 yang akan mendemodulasikan sinyal yang
telah dimodulasikan dengan teknik amplitude shift keying dari
pemancar. Proses pemodulasian ini dilakukan sebelum
masuk ke proses pengkodean ulang pada IC HT12D. berikut
gambar RLP 434 beserta pin-pinnya.





Gambar 3.6 Modul Penerima RLP 434
Fungsi - fungsi dari pin-pin yang terdapat pada RLP
434 ini dijelaskan dibawah ini:
- Pin 1, 6 dan 7 berfungsi sebagai ground yang akan
terhubung langsung dengan grounding rancangan perangkat
pada PCB.
- Pin 2 berfungsi sebagai Output data digital dari RLP 434
yang sebelumnya telah diolah dan akan diteruskan ke
decoder untuk di kodekan kembali sehingga sinyal data
yang asli akan didapatkan. Pin 2 ini akan terhubung
langsung dengan input dari IC HT12D.
- Pin 3 berfungsi sebagai keluaran linear. Dalam tugas akhir
ini pin 3 tidak digunakan atau tidak terhubung dengan kaki
yang lainnya pada rangkaian.
- Pin 4 dan 5 berfungsi sebagai tempat pencatu tegangan.
Tegangan yang digunakan untuk dapat mengaktifkan RLP
434 ini berkisar antara 3.3 V sampai dengan 6 Volt.
- Pin 8 berfungsi sebagai input dari sinyal yang diterima dari
antena penerima. Pin ini akan langsung terhubung dengan
antena penerima.
Keluaran dari modul RLP 434 ini merupakan masukan
ke IC decoder dengan nilai arus 400 uA. Nilai ini didapatkan dari
datasheet IC HT 12 D sebagai arus catuan IC ini.







Gambar 3.7 penyambungan keluaran penerima
RLP 434 ke IC HT12D
Keluaran dari modul RLP 434 akan dihubungkan ke
kaki pin 14 IC HT12D untuk diproses. Sebelumnya pada
keluaran IC HT12D terdapat arus yang akan diproses untuk
mengaktifkan lampu yang berfungsi sebagai keluaran. Arus
tersebut sebesar 9,8 A. Nilai arus ini didapatkan dari rumus
hukum ohm, dengan R=51 KHz dan tegangan keluaran IC
HT12D 0,5 Volt.
c. Decoder
Decoder yang dipakai pada rangkaian pengendali ini
berupa IC HT12D. secara umum decoder ini terdiri dari address
setting dan data setting. Pen-set an kaki-kaki pin untuk bagian
address dan data setting harus sama dengan pen-set an
address dan data setting pada encoder HT12E yang terdapat
pada bagian pemancar agar informasi dapat dikodekan kembali
dan dapat diterjemahkan sesuai dengan informasi yang dikirim.
Proses ini selanjutnya kan diteruskan pada bagian output
(lampu) sehingga, perangkat elektronik ini dapat dikendalikan
dari jauh.






Gambar 3.8 Penempatan address dan data setting
Address untuk IC HT12D terletak pada kaki pin 1 - 8, dan
data untuk IC HT12D terletak pada kaki pin 10 - 13. Pada
gambar 3.8, Output dari IC ini tergantung pada
pengaturan data sebelumnya pada pengaturan data encoder.
Pada perancangan pengendali ini, keluran dari IC tergantung
dari saklar yang terdapat pada pemancar.

d. Driver Transistor
Driver Transistor adalah sebuah fungsi dari transistor
yaitu sebagai saklar. Dimana jeinis transistor yang digunakan
pada rangkaian pengendali ini adalah transistor jenis D400 yang
bertipe NPN.
Rangkaian transistor sebagai saklar ditunjukkan pada
gambar 3.9 dibawah ini






Gambar 3.9 Rangkaian Driver Transistor
Pada gambar rangkaian di atas Transistor akan
berfungsi sebagai saklar dengan ketentuan, bila Input diberikan
logika "0" sebagai masukan basis transistor akan menyebabkan
kolektor dan emitor akan terbuka sehingga transstor tidak akan
meneruskan data tersebut, akan tetapi bisa input diberikan
logika "1" maka kolektor dengan basis akan terhubung singkat
sehingga arus akan diteruskan untuk mengaktifkan relay dan
selanjutnya akan menghidupkan lampu sebagai output dari
rangkaian pengendali ini.
Pada basis digunakan resistor dengan nilai 1500 Ohm
yang berfungsi untuk mengaktifkan transistor D400 ini. Dimana
nilai R = 1500 Ohm didapatkan dengan perhitungan sebagai
berikut:
Diketahui:
I
B
= I
O
dari IC HT12D sebesar 3,2 mA ( dari data sheet)
V
BB
= V
CC
sebesar 5 Volt didapatkan dari keluaran
regulator
V
BE
= 0,7 Volt karena NPN ini terbuat dari silikon
Dari rumus Pembiasan basis untuk IB yang terdapat
pada teori dasar pembiasan basis bab II, didapatkan rumus RB
sebagai berikut:
R
B
=
B
BE BB
I
V V =

R
B
=
032 . 0
7 . 0 5

= 1343.75 O
Dalam komponen elektronik tidak ada nilai resistor
1343.75 Q, jadi dicari nilai komponen yang menghampiri, dan
didapatkan nilai 1500 Q sebagai pengganti.

e. Relay
Relay yang digunakan dalam perancangan rangkaian
pengendali ini adalah jenis Single Pole Single Throw (SPST)
dan Single Pole Double True (SPDT). Kedua relay ini memiliki
fungsi yang sama hanya dibedakan dari output yang dapat
dikendalikan. Pada relay SPST, output yang bias dikendalikan
hanya satu jenis, akan tettapi pada relay SPDT output yang bisa
dikendalikan adalah dua buah. Sehingga dapat dilakukan
pengontrolan 2 buah lampu atau perangkat elektronik secara
bersamaan dengan menekan satu tombol data saja.

f. Output
Sistem pengendali ini memiliki 4 buah output perangkat
elektronik, dalam perancangan pengendali ini menggunakan
lampu sebagai contoh perangkat elektronik. Lampu ini akan
berfungsi sebagai keluaran yang akan dihubungkan
sebelumnya pada decoder. Hal ini dapat dilihat pada gambar
3.8.
Sebelum memasuki bagian perangkat elektronik, bagian
input sebelumnya diberikan rangkaian driver transistor, dengan
menggunakan pembiasan transistor, selain itu juga digunakan
relay untuk menghubungkan lampu tersebut ke sumber AC dari
PLN 220 Volt.
Relay disini berfungsi sebagai saklar yang terdapat pada
penerima. Relay ini akan bekerja pada saat mendapatkan arus
elektromagnetik yang cukup dan secara otomatis akan
menghubungkan switch ke lampu, sehingga lampu akan on.

B. PERANCANGAN SISTEM KESELURUHAN
Secara keseluruhan gambar rangkaian tugas akhir dengan judul
"PERANCANGAN PENGENDALI PERANGKAT ELEKTRONIK
MENGGUNAKAN TEKNIK MODULASI AMPLITUDO
SHIFT KEYING (ASK)" dapat dilihat pada gambar dibawah ini:










Gambar 3.10 Gambar rangkaian sistem secara keseluruhan
Prinsip Kerja Rangkaian:
1. Rangkaian Pemancar
Input rangkaian pemancar sistem pengendali ini berupa
saklar on-off berjumlah 4 buah. Setiap saklar mewakili setiap
keluaran. Input saklar yang berupa bit on "1" dan off "0" akan
diteruskan ke IC HT12E. Dalam IC ini ke empat masukan akan di
kodekan sehingga yang akan dipancarkan hanya berupa satu data
saja. Setelah data ini di kodekan, selanjutnya akan di modulasikan
dengan teknik modulasi Amplitudo Shift Keying (ASK) dengan
frekuensi pembawa 433, 92 MHz melalui modul pemancar TLP 434.
Sinyal yang telah termodulasi akan di hantarkan ke ruang bebas
melalui antena whip berupa kabel tunggal setinggi 10 cm.
Untuk mengaktifkan rangkaian pemancar ini digunakan
Baterei 9 Volt, akan tetapi untuk mengaktifkan IC HT12E
dibutuhkan tegangan sebesar 5 Volt sehingga keluaran baterei 9
Volt tidak langsung digunakan untuk mencatu IC HT12E ini. Untuk
itu digunakan IC tambahan untuk menurunkan atau membuat stabil
tegangan 9 Volt tersebut menjadi 5 Volt, IC tambahan itu adalah IC
regulator seri 7805.

2. Rangkaian Penerima
Pada rangkaian penerima, sinyal termodulasi dari penerima
akan di tangkap oleh antena whip yang tingginya 10 cm yang
terdapat pada PCB rangkaian penerima. Sinyal yang ditangkap ini
akan di teruskan ke modul RLP 434 untuk di demodulasikan
kembali menjadi data tunggal menggunakan teknik demodulasi
Amplitudo Shift Keying (ASK). Setelah di demodulasikan sinyal
yang berupa data biner akan di teruskan ke IC HT12D untuk
diterjemahkan ke data aslinya dan akan dibagi ke 4 keluaran,
dimana keluarannya berupa perangkat elektronik yang akan
dikendalikan.
Sinyal keluaran dari IC HT12D ini sangat kecil sehingga tidak
bisa mengaktifkan komponen elektronik yang akan dikendalikan
sehingga dibutuhkan sebuah transistor sebagai penguat dan saklar
serta relay yang akan berfungsi sebagai saklar yang
menghubungkan PLN dengan rangkaian sehingga perangkat yang
terhubung langsung dengan PLN ini dapat berfungsi sebagai mana
mestinya.
Untuk catuan dari rangkaian penerima menggunakan catuan
dari PLN tapi tidak secara langsung, hal ini disebabkan ada
komponen elektronik yang tidak bisa bekerja pada tegangan AC
dari PLN. Sehingga digunakan sebuah transformator jenis step
down yang dalam rangkaian ini digunakan transformator 1 A jenis
center tab. Walaupun keluaran dari Transformator ini sudah kecil
sebesar 12 Volt akan tetapi masih dalam bentuk tegangan AC,
untuk mengatasi masalah ini digunakan rangkaian penyearah
gelombang penuh menggunakan 2 buah dioda. Keluaran dari
rangkaian penyearah ini belum stabil, sehingga diperlukan penstabil
tegangan seperti yang terdapat pada rangkaian penerima. Jadi,
pada keluaran rangkaian penyearah ini ditambahkan juga IC 7805
yang digunakan untuk menstabilkan tegangan DC menjadi 5 Volt.
Sehingga keluaran ini baru dapat digunakan sebagai catuan IC
HT12D dan modul penerima TLP 434.
Keluaran dari sistem pengendali ini berupa terminal kabel
yang berisi 4 buah keluaran. Hal ini dilakukan karena keluaran yang
dapat di kontrol oleh alat ini adalah 4 buah sesuai dengan data
yang dikirim menggunakan IC HT12E dan diterjemahkan dari oleh
IC HT12D pada penerima yaitu DO, Dl, D2 dan D3.

3. Radio Frequency (RF)
Bagian pemancar dan bagian penerima tidak akan berfungsi
tanpa adanya media perambatan. Untuk itu digunakan media udara
sebagai media perambatannya yang bekerja pada radio frequency
(RF). Radio Frequency yang digunakan disini adalah frekuensi UHF
433,92 MHz yang menggunakan teknik ASK.
Sinyal yang akan dipancarkan, terlebih dahulu akan
ditumpangkan ke frekuensi radio agar dapat ditransmisikan di ruang
bebas, frekuensi tersebut adalah 433.92 MHz yang didapatkan
pada modul TLP 434. Di dalam modul ini, sinyal informasi dalam hal
ini data masukan akan dibungkus atau dimodulasikan
menggunakan teknik modulasi ASK {Amplitude Shift Keying).

Penggunaan teknik modulasi ASK ini dikarenakan data
masukan yang digunakan adalah dalam bentuk digital, karena data
masukan sebelumnya dimasukkan di encoder. Dalam pengendali
ini terdapat 4 buah masukan yang dikodekan dalam digit 1 atau 0
saja. Sehingga lebih gampang untuk ditransmisikan.
Setelah dimodulasikan, sinyal informasi keluaran dari encoder
akan ditumpangkan pada frekuensi 433.92 MHZ yang merupakan
frekuensi radio sehingga dapat diteruskan ke antena untuk
selanjutnya dapat dipancarkan ke ruang bebas.
Pada bagian penerima, semua aktifitas pada bagian pemancar
akan dilakukan sebaliknya. Sinyal yang telah dipancarkan melalu
radio frekuensi akan ditangkap oleh antena, selanjutnya akan
didemodulasikan melalui modul RLP 434 yang memiliki frekuensi
kerja UHF 433.92 MHz yang merupakan salah satu frekuensi radio,
dengan teknik demodulasi ASK juga. Keluaran dari modul ini
merupakan data 1 atau 0 juga. Serangkaian peristiwa ini
menjelaskan bagaimana perangkat pengendali ini dapat bekerja
pada radio frequency (RF).

4. Sumber Catuan
Sistem pengendali ini tidak akan berfungsi tanpa adanya
sebuah sumber catuan yang berfungsi untuk mengaktifkan
komponen-komponen yang terdapat dari sistem ini, sumber catuan
ini berasal dari PLN dan Baterei Sumber catuan PLN digunakan
untuk memberi catuan pada perangkat penerima, akan tetapi
diberikan penyearah terlebih dahulu, selanjutnya akan distabilkan
agar mendapatkan tegangan yang dibutuhkan, untuk bagian
penyearah digunakan 2 buah dioda seri IN 539 dan pada bagian
regulator digunakan IC LM 7805 yang dapat menstabilkan tegangan
menjadi 5 Volt DC. Gambar rangkaian tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.10 pada bagian catu daya.
Sedangkan pada bagian pemancar, sumber catuannya berasal
dari baterei 9 Volt.

Anda mungkin juga menyukai